Kamis, 26 Maret 2015

Puisi tamang Booi


“DUURSTEDE ANCOR LELE” 
 

Photo by : Page Saparua Kota

Badiri di tanjong bunga karang
Dapa lia ba'sar sabuku mai
Tampa bajejer mariam, wapeng, sampe kalewang
Akang atalepa di jiku pante batu tabadiri

Dorang tukang kabualang ulang aleng
Laste takort musti putus bage dua di ujung parang
Itu makaart katong turunkan dar gunung saniri
Kahua Kabaressi para Kapitang deng Malessy

Hetu Uliaser bukang asal sabarang
Ale sala ale dapa, ale karas dapa pilang
Sei hale hatu, hatu lisa pei
Sei lesi sou, sou lesi ei

Meski bagitu bobou wangi cengke deng pala
Jadi sejarah perjuangan bangsa sejak dolo kala
Par baku tahang gunung deng tana
Dari tangang para penjajah durhaka

Dengarlah, tembok bukang asal dar baja
Duurstede dibangong deng batu-batu Saparua
Mari katong torana akang
Serang pica dar sagala arah

Biking dorang gometar macang deng Lema
Biking dorang para mener barmaeng deng darah
Par yang muda akan mati deng karontji
Su barumah tangga akan linyap kas tinggal nama

** Puisi ini beta abadikan kepada orang Maluku di pulau-pulau Lease, yang dahulu pernah merebut kekuasaan VOC Belanda dengan ditandai jatuhnya kekuasaan benteng Duurstede di Saparua oleh penyerangan Kapitang Pattimura dan kawan-kawan**

Oleh :

Jimmy Pattiasina

Jumat, 13 Maret 2015

Melawan Lupa (Part.2)_Dobolaar/Dobeliir/Doboliir



Tradisi malam konci taong di Jemaat GPM Saparua – Tiouw yang mulai hilang 
(Sebuah rekonstruksi atas ingatan untuk melawan lupa)

Oleh: Aldryn Anakotta


Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan.
Menyanyilah bagi Tuhan hai segenap bumi” 1
 
Paduan Suling Doboliir Jemaat GPM Saparoea-Tiouw

A.  PENGANTAR

Orang Maluku sejak masa lalu hingga sekarang selalu dikenal memiliki suara yang indah atau kemampuan musikal yang diakui. Dari bakat/talenta itulah, Maluku disebut sebagai gudang penyanyi. Banyak contoh untuk membuktikan itu, bahkan beberapa penyanyi kelas dunia pun berdarah Maluku. Tielman Brothers, Daniel Sahuleka, Jhony Manuhutu (vocalis grup Masada), Kim Sasabone (Vocalis Grup Vengaboys), Monique Kleman (Vocalis Grup Musik Lois Lane), Tan Man (Rapper), dan beberapa yang lain2. Dari pentas musik Indonesia, ada Alm. Broery Pesulima/Marantika, Grace Simon, Bob Tutupoly, Melky dan anaknya Melly Goeslaw, Glenn Fredly, Ello Tahitu, dan masih banyak lagi3. Musik sebagai salah satu hasil kebudayaan telah meresap, mengambil bagian, bergerak bersama dan menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Musik juga digunakan dalam konteks agama sebagai salah satu bagian ungkapan kesaksian iman umat beragama, terhadap Tuhan yang adalah “penguasa tertinggi”. Islam dan Kristen juga melakukan hal itu. Dalam tradisi Kristen selain mazmur atau puisi, musik juga dipakai dalam ritual ibadah sejak jaman para Bapa patriakh dalam Alkitab4. Itu tentunya dalam skop yang lebih luas, dalam skop lokal, di Maluku yang perbandingan agama Islam dan Kristen berimbang, juga melakukan hal demikian. Tradisi bermusik dalam kehidupan gereja sudah berlangsung lama. Seperti dijelaskan di awal, musik merupakan salah satu bagian dari ungkapan kesaksian iman umat Kristen kepada Tuhan. Teolog Kristen Karl Barth5, mengatakan “umat Kristen adalah umat yang bernyanyi”. Liturgi ibadah yang dikenal oleh gereja berisikan banyak pujian berupa lagu sebagai bagian dari liturgi ibadah. Dalam liturgi ibadah, yang berisikan lagu-lagu pujian itulah, banyak “lahir” tradisi baru atau kontekstualisasi budaya dalam kehidupan bergereja. Salah satunya yang terjadi di jemaat GPM Saparua-Tiouw, yang adalah salah satu jemaat di lingkup Klasis Pulau-Pulau Lease. Tradisi yang dimaksud adalah tradisi tiop/tiup dobelir/dobolir.

Minggu, 01 Maret 2015

Pelatu dan Latuwaelaiti



SIAPA KAUM BANGSAWAN/RAJA SEBENARNYA???
( Tinjauan “historis” terhadap klaim Matarumah Parentah
di Negeri Pisarana Hatusiri Amalatu )

“...Ketika Samuel melihat Saul,
maka berfirmanlah Tuhan kepadanya :
Inilah orang yang Kusebutkan kepadamu itu;
orang ini akan memegang
tampuk pemerintahan atas umat-Ku...” 1)

Leparissa Manupalo - Anakotta


A.         PENDAHULUAN
Pada mulanya adalah 4 orang “kapitan” dari Negeri Souhuku (Lilipori Kalapessy) di pesisir selatan pulau Seram, menurut cerita orang totua, tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi dan “dipercaya” hingga sekarang, mereka berempat “merantau” mencari tanah baru sebagai huniannya. Dengan menggunakan “gosepa”, mereka berlayar menuju pulau baru yang pada akhirnya sekarang disebut sebagai pulau Saparua. Ke-4 “kapitan” itu adalah Kapitan Adjelis Simatauw yang beristrikan seorang wanita bermarga Anakotta, Kapitan Riang Titaley yang beristrikan wanita bermarga Simatauw, Kapitan Untaune/Hintaune Anakotta yang beristrikan wanita bernama Kupasila Ririnama, dan Kapitan bermarga Ririnama yang beristrikan wanita bermarga Ruhupessy. Melalui perjalanan panjang, setelah beberapa kali singgah di tempat yang “kurang cocok” menurut pandangan mereka, akhirnya mereka berlabuh di sebuah pantai. Di pantai itulah yang sekarang disebut pantai muka kota, tempat Benteng Duurstede berdiri dengan kokoh. Menurut perhitungan dan data-data yang ada pada negeri asal mereka yaitu Souhuku, kedatangan mereka tercatat pada tahun 1463. Cerita “sejarah” lengkap ini bisa dilihat/dibaca dengan lebih rinci pada blog Negeri Saparua (Pisarana Hatusiri Amalatu).2)  Dari merekalah, kemudian beranak pinak, menurunkan generasi demi generasi, menerima berbagai kaum “pendatang”, berasimilasi, kawin mawin dan akhirnya “membentuk” sebuah “negeri”. Negeri itulah yang sekarang disebut Negeri Saparua atau Pisarana Hatusiri Amalatu.