Rabu, 26 Juni 2019

Schuterij van Saparoea



Potret umum dan jejaring keluarga

(bag 3)



Oleh Kutu Busu





  1. Koneksi, Nepotisme dan Jejaring Keluarga



Nama besar, pengaruh, ekslusivatas yang dimiliki kaum burger terkhususnya para anggota hingga pimpinan schutterij, juga didukung oleh jejaring yang terbentuk karena pernikahan. Konsep ini seperti simbiosis mutualisme dalam kehidupan sosial. Masing-masing pihak saling “memanfaatkan” dan menerima “manfaat” dari pola hubungan model ini.  Karakter sosial ini bukan tercipta tiba-tiba, namun pada dasarnya manusia ingin survive, ingin tetap eksis dan ingin “pamer”. Pola-pola seperti ini tetap dilanjutkan oleh generasi berikutnya yang tetap mempertahankan model ini. Nepotisme adalah salah satu bentuk dari “pelestarian “ sosial itu. Generasi berikutnya akan mengikuti jejak generasi sebelumnya entah karena “terpaksa” atau atas kesadaran diri sendiri. Pola-pola  seperti ini telah dikaji oleh para sejarahwan, misalnya oleh Jean Gelman Taylor1 atau Remco Raben dan Ulbe Bosma2

Bagian ini akan menjelaskan relasi antar mereka, relasi yang terbentuk karena hubungan pernikahan.

Agar terstruktur dan mudah diikuti, maka penjelasan soal jejaring yang terbentuk karena pernikahan ini, akan diatur sesuai kronologis para komandan schutterij van saparoea. Tidak semua yang ditampilkan, hanya beberapa saja yang ditampilkan sebagai gambaran luasnya. 

Hartman Friedrich Carl Wilhelm von Ende (1833-1879), suami Henriette Petronela Hoedt

Kamis, 13 Juni 2019

Schuterij van Saparoea


 Potret umum, Gengsi  dan jejaring keluarga
(bag 1)

Oleh Kutu Busu


A.       Pengantar
Gerrit J Knaap dalam sebuah studinya1 tentang penguasaan wilayah rempah-rempah di Gubernemen Ambon oleh VOC setelah tahun 1656, menyebut bahwa keberhasilan penguasaan itu karena bertumpu pada 4 faktor mendasar, dimana salah satunya adalah penerapan kekuatan militer.
Penerapan kekuatan militer itu dilakukan dengan cara pembangunan pos militer, yaitu benteng atau garnisun serta pembuatan kebijakan yang simultan tentang “pelarangan” kepemilikan senjata oleh penduduk.
Hal ini terlihat dari pertumbuhan angka anggota militer yang bertugas di Gubernemen Ambon sejak tahun 1626. Muridan Satrio Widjojo dalam disertasinya2 menulis , pada tahun 1626, hanya 200 orang militer, meningkat menjadi 300 pada tahun 1645, dan membengkak hingga 500 lebih pada paruh kedua abad 17. Hal ini sejalan pembangunan pos dagang, redout hingga kastil/benteng yang tersebar di Gubernemen VOC Ambon. Selain kaum militer, pemerintahan VOC juga “dibantu” oleh pasukan-pasukan milisi di berbagai tempat. Pasukan-pasukan milisi itu berasal dari kelompok masyarakat kaum burger, yang sejak awal VOC telah ada. Pasukan-pasukan milisi ini, yang pada pertengahan abad 19 lebih familiar dengan nama Schutterij (pasukan penjaga kota).
J.A. van der Chijs dalam Nederlandsch Indie Plakaatboek vol 1 halaman 70-71, menyebut cikal bakal schutterij ini dimulai sejak 18 Agustus 1620 di Batavia3. “Pasukan” ini berisikan orang-orang Belanda, Jepang dan “zwarte” (para mardijker). Pasukan ini pada awalnya dikenal sebagai korps kaum burger (burgerij corps). Setelah berakhirnya pemerintahan interegnum Inggris jilid 2 (1810 – 1817), pemerintah Hindia Belanda mulai mereorganisasi pasukan milisi ini kedalam pasukan “legal” dengan nama Schutterij pada tahun 1821.
Secara legal organisasi Schutterij di Hindia Belanda dibentuk berdasarkan pada resolusi no 28 tanggal 11 Maret 1823. Misalnya Schutterij van Surabaya secara legal terbentuk berdasarkan besluit no 8 tanggal 29 Mei 1823.
Schutterij van Ambon secara legal berdiri berdasarkan besluit no 4 tanggal 26 Maret 18244, meski pasukan schuuterij ini telah ada sejak 1821 dalam wujud corps burgerij, yang dipimpin oleh D.F.W. Pietermaat, Figur yang pada periode itu sebagai Magistraat dan Fiscal pada Gubernemen Maluku5.
Beberapa tahun sebelum itu, di tahun 1817, banyak anggota korps burgerij van Ambon yang diikutsertakan dalam upaya penumpasan perang Pattimura. Beberapa yang bisa disebutkan misalnya  Melchior Adriaansz, Ambrosius Adriansz, Joseph Alfons, hingga Letnan 2 E.S. de Haas yang tewas di Waisisil pada 20 Mei 18176. Jadi memang, cikal bakal munculnya pasukan schutterij telah ada dan beraktivitas, beberpa tahun sebelum secara legal terbentuk.