PERMAINAN ANAK-ANAK DI NEGERI SAPARUA
Penulis : Aldryn Anakotta
1. Maeng benteng (bentengan)
maeng benteng adalah “pengembangan” dari permainan enggo lari, namun ada sedikit perbedaan
dalam cara permainan dan aturannya. Jika enggo lari tidak “mengenal markas”
maka maeng benteng harus menggunakan “markas”. Markas inilah yang disebut benteng sebagai tempat pertahanan.
Permainan
ini dilakukan oleh banyak orang dan dimainkan oleh sekurang-kurangnya 2
kelompok dalam 1x permainan, atau lebih banyak kelompok, tentunya dengan
kesepakatan di antara
para pemain.
Pemilihan
anggota kelompok biasanya dilakukan dengan cara hompimpa/gambret atau gambreng.
Awalnya 2 orang yang “ditunjuk/dianggap” sebagai pemimpin menggambreng, untuk
mencari “pihak lawan dan kawan”. Kemudian diikuti oleh pemain selanjutnya yang
dibagi menurut hasil gambreng/gambret mereka.
Setelah
terbentuk 2 kelompok yang anggotanya sama banyak, mereka “membuat” benteng.
Benteng ini ditandai oleh 1 buah batu. Masing-masing kelompok akan berdiri
dengan sebelah kaki menginjak “benteng”. Jarak antar 1 benteng ke benteng yang
lain kira-kira 10 meter-an (tergantung kesepakatan para pemain).
Saat
permainan dimulai, biasanya “pemimpin/raja” tetap tinggal di benteng, meski
bisa juga “menyerang” dengan perhitungan “strategi” yang matang. Hal ini
dilakukan karena jika pihak lawan bisa menangkap “raja” maka secara otomatis,
permainan berakhir, dan permainan diulang dengan kemenangan/poin bagi pihak
yang bisa menangkap raja.
via : mainantradisional.wordpress.com |
Karena
itu, saat dimulai, para “bidak” atau anak buah mulai melancarkan serangan ke
benteng lawan. Mereka berusaha merebut benteng lawan dengan cara menginjak
benteng (batu) lawan dengan ketentuan, tidak boleh tertangkap oleh pihak lawan.
Jadi para pemain harus dibekali dengan kelincahan serta kemampuan lari yang
mumpuni. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari sergapan lawan, dan berlari
sekuat mungkin agar tidak tertangkap. Ada aturan dalam permainan ini yang bisa
disebut dengan “isi darah baru”. Maksudnya adalah saat pemain menyerang dan
telah “lama bertualang” ia harus kembali ke markasnya untuk “cas baterei”
dengan cara menginjak bentengnya. Jika ia tak melakukan ini, meski ia selincah
apapun, pastilah tertangkap dan akan mati
karena “kehabisan batereinya”. Namun
jika ia nyaris tertangkap, dan mampu kembali ke bentengnya dan “mengisi
batereinya” ia dianggap memiliki “darah baru” atau “pemain baru” dan berhak
menangkap pemain lawan yang telah lama
“meninggalkan” bentengnya. Jadi semacam adu strategi, dan kepintaran untuk
“memanfaatkan” aturan ini.
Pemain
yang tertangkap disebut mati, dan dibawa
sebagai sandera di benteng lawan. Namun ia bisa “dihidupkan/diselamatkan” oleh
teman-temannya yang “masih hidup”.
“pasukan
pembebasan sandera” akan diluncurkan oleh raja, berulang-ulang dengan mengikuti
aturan “isi darah baru” yang dijelaskan di atas. Seorang sandera akan
selamat/hidup, jika anggota/temannya, mampu memegang tangannya, dan langsung
menghindar sebelum ditangkap lagi oleh pihak penyandera. Jika ini terjadi, ia
akan “bebas” atau hidup dan “bertugas” lagi sebagaimana biasanya. Namun jika ia
sudah diselamatkan, namun dengan secepat kilat, tertangkap lagi, maka ia tetap
dianggap mati atau tetap sebagai
sandera. Seorang sandera yang telah bebas, akan kembali ke markasnya, menginjak
bentengnya, “mencharge” dan kembali menyerang. Begitu terus menerus dilakukan
oleh kedua belah pihak dengan aturan-aturan yang dijelaskan diatas.
Pihak
pemenang ditentukan, jika salah satu anggota dari kelompok itu menangkap raja
dari kelompok lain atau mampu merebut benteng lawan dengan cara menginjak
benteng itu tanpa tertangkap.
2. Maeng tali/hadang (galasin/gobak
sodor)
maeng tali adalah permainan yang dimainkan oleh 2 tim/kelompok
dengan 3-5 pemain . Seperti dalam permainan maeng
benteng, anggota tim ditentukan oleh cara gambret/gambreng. Pihak yang kalah akan bertugas “menjaga”.
Permainan
ini dilakukan pada area yang berbentuk persegi empat/persegi panjang. Dalam
area itu di buat “kamar-kamar” yang dibentuk oleh garis vertical maupun
horizontal.
Sang
raja dari pihak yang kalah/penjaga akan menjaga area di sepanjang “garis vertikal
utama” dan bebas menjaga garis horisontal di garis “start”. Sedangkan anak
buahnya akan menjaga disepanjang garis horizontal pada kamar masing-masing. Pihak
yang kalah atau penjaga akan berusaha agar pihak lawan tak boleh
memasuki/melewati “kamar-kamar” tersebut hingga ke “dapur” dan kembali ke garis
start/finish dengan “aman”. Jika ini terjadi, maka pihak lawan akan menang, dan
permainan diulang lagi dengan posisi tim yang kalah tetap sebagai penjaga. Jika
tim lawan tertangkap, maka pihak penjaga akan berganti posisi, pihak lawan akan
menjadi pihak yang bertugas menjaga. Begitu seterusnya.
via : www.selasar.com |
via : galamedia.news.com |
3. Gici-gici (engklek)
maeng gici-gici, sebenarnya permainan ini
“milik” anak-anak wanita namun bisa juga dimainkan oleh anak laki-laki. Permainan
ini dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Permainan ini dilakukan di halaman
(kintal). Area permainan ini berupa “gambar rumah-rumahan/orang-orangan”.
Sebelum bermain, anak-anak mengambar area permainan, berupa kotak-kotak
berjumlah 6 kotak yang tersusun secara vertical, pada kotak kedua dari atas, di
samping kiri kanan, di buat 1 kotak yang jika diperhatikan seperti “telinga”,
dan kotak pertama itu disebut “kepala”, atau bisa di buat bentuk lain seperti
garis setengah lingkaran (sesuai kesenangan para pemain).
Setelah
area permainan dibuat para pemain akan
“memilih/mencari’ gacu. Gacu ini berupa batu, pecahan tegel atau
benda-benda keras lainnya yang tipis, dan berbentuk “lingkaran”.
Penentuan
siapa pemain yang memulai permainan ditentukan dengan cara
mengambret/menggambreng atau bisa juga
dengan cara para pemain melempar gacunya ke sebuah garis horizontal, gacu pemain
yang paling dekat dengan garis itulah yang menjadi pemain pertama diikuti
pemain berikutnya menurut urutan paling dekat sampai paling jauh.
Pemain
pertama akan “melempar/membuang” gacunya ke kotak pertama di arah paling bawah
(daerah kaki), jika gacunya “jatuh” dalam kotak tanpa mengenai garis-garis yang
membentuknya, ia akan melanjutkan permainan. Jika gacunya mengenai, ia akan
berhenti, tak melanjutkan dan dilanjutkan oleh pemain kedua. Namun hal ini
jarang terjadi karena posisi kotak pertama berdekatan dengan garis “start”
pemain, sehingga kejadian dimana gacu pemain mengenai garis terasa “mustahil”
terjadi.
Pemain
akan bergerak dengan cara melompat “melewati” kotak pertama yang “berisikan’
gacunya dengan sebelah kaki, sedangkan sebelah kaki terangkat tak menyentuh
tanah, gerakan inilah yang disebut gici-gici,
sehingga permainan ini dinamai maeng
gici-gici.
Pemain
akan terus bergerak menuju kotak-kotak selanjutnya, dan memutar ke kiri
melewati bagian “telinga” kiri, melewati “kepala” dan memutar ke kanan melewati
bagian “telinga” kanan, dan kembali ke arah bagian “kaki”, dengan tetap
melompat menggunakan 1 kaki. Saat sampai di depan kotak yang berisikan gacunya,
ia akan sedikit “menunduk” mengambil gacunya dengan posisi 1 kaki sebagai “penyangga”,
menggenggamnya dan “meloncati” melewati kotak itu ke arah garis “start”.
Ia
akan melanjutkan permainan dengan melempar gacunya ke kotak
kedua/selanjutnya/berikutnya dan akan melompati ke dalam kotak itu, meloncati
melewati kotak yang berisikan gacunya, dan terus ke kotak selanjutnya dengan
aturan yang dijelaskan tadi. Begitu seterusnya, hingga ia digantikan oleh
pemain kedua atau berikutnya jika gacunya mengenai garis atau kakinya menginjak
garis.
Saat
gacunya telah berada di bagian “kepala” ia akan bermain mengambil gacunya dan
kembali ke arah kaki, jika “selamat”, ia akan melempar gacunya melewati kepala
atau tinggi lemparan yang disepakati dan “menangkapnya” dengan punggung tangan
dengan ketentuan gacunya tak boleh jatuh. Jika gacunya jatuh, ia akan diganti
oleh pemain kedua/selanjutnya. Jika gacunya tak jatuh, ia akan terus bermain,
melompati kotak-kotak itu dengan kaki sebelah di tambah “hukuman ganda” berupa
matanya tertutup sambil tangan yang diletakan gacu pada punggung tangan
digoyang kekiri dan kekanan, sambil tetap melompat, sambil melompat, ia akan
berteriak…ya……ya…. Maksud teriakan
ini adalah “konfirmasi” dari pemain lawan jika lompatannya tidak menyalahi
aturan dalam permainan. Jika ia aman sampai pada bagian “kepala”, dan meloncati
melewatinya, sambil tetap membelakangi area permainan, ia akan melempar gacunya
melewati kepala kearah belakang, jika gacunya jatuh dan “masuk” kedalam sebuah
kotak, tanpa mengenai garis, kotak tersebut menjadi “miliknya”. Sebagai bukti
kepemilikannya, ia akan “menandatangani” kotak itu. Tanda tangan itu berupa apa
saja, bisa bergambar garis, coretan atau apa saja yang dianggap sebagai “ciri
khasnya”. Proses “penandatanganan” dalam permainan inilah yang disebut biking rumah. Saat pemain mendapatkan
“rumahnya”, ia tak melanjutkan permainan, tapi pemain kedua yang mendapat
giliran bermain dengan ketentuan, ia tak boleh menginjak “rumah” milik orang
lain. Bagi pemain yang mendapat giliran bermain dan telah memiliki ‘rumah” juga
harus mengikuti aturan “tambahan”. Jika rumahnya terletak pada kotak dibagian kaki, atau
kepala, saat meloncat ke kotak itu, ia diizinkan untuk “mendarat” dengan kedua
kaki. Jika rumahnya di bagian “telinga” saat meloncat, ia harus “menepuk” kaki
sebelah yang “bebas” dua kali di bagian “telinga” itu. Gerakan ini yang disebut
topo kaki.
Pemenang
permainan, ditentukan oleh banyaknya ‘rumah” yang dimiliki oleh pemain
4. Rumah kacil
maeng rumah kacil, adalah permainan yang
menyenangkan dan sedikit “dewasa” dalam perpektif anak-anak. Permainan ini
adalah permainan rumah-rumahan dalam bentuk “mini”, maksudnya adalah
“membentuk”keluarga layaknya seperti kejadian sebenarnya. Ada yang menjadi
“ayah”, “ibu” dan “anak-anak”. Permainan
dimulai dengan “kesepakatan” untuk bermain. Anak yang agak besar menjadi
“ayah/papa”, dan “ibu”. Sedangkan anak-anak yang agak kecil menjadi “anak-anak”
dalam keluarga kecil itu.
Setelah
itu, keluarga itu mulai membuat rumah sebagai tempat tinggal mereka. ayah dan
anak laki2 akan mencari alat-alat, bahan dan sarana untuk membangun rumah. Beberapa
potongan kayu (suang), penutup rumah
(atap) yang tak terpakai lagi, karung
bekas (sebagai dinding), dan lain-lain. Sedangkan ibu dan anak-anak perempuan
mulai mencari penggorengan (tacu), bahan
makanan (ubi kayu, keladi, sayur-sayuran), membuat tempat memasak makanan (tungku).
Saat
rumah dibangun dan selesai, “kaum perempuan” mulai melakukan tugasnya. Umumnya
bahan makanan yang disiapkan adalah makanan “bohong-bohongan”, nasi diganti
oleh pasir, sayuran diganti oleh daun-daunan, “piringnya” berasal dari daun
pisang. Tapi terkadang makanan yang disiapkan, adalah makanan yang bisa
dimakan.
Permainan
ini tidak “mengenal” musim seperti jenis permainan lainnya. Permainan ini
dimainkan mengikuti kemauan anak-anak.
5.
Baku pica kalapa
permainan
ini adalah permainan yang menggunakan buah kelapa sebagai alat permainan.
Permainan ini juga mengenal waktu atau “musimnya”. Saat musimnya, anak-anak
mulai mencari buah kelapa. Ada yang memanjat pohon kelapa, ada yang membeli
dari penjual kelapa. Karena itulah permaianan ini “lebih banyak” dimainkan oleh
anak-anak remaja. Setingkat SMP dan SMA, meski juga ada anak-anak SD, hal ini
disebabkan karena untuk mendapatkan buah kelapa, dengan cara yang “sulit” tadi.
Buah
kelapa yang telah didapatkan kemudian di kupas, hingga “telanjang”. Jika sudah
seperti ini, tinggal anak-anak mencari lawan. Jika telah mendapat lawan dan
disepakati bermain, mereka akan bermain. Cara bermain permainan ini, sangat
sederhana tak memiliki banyak aturan. Prinsip permainan ini adalah menguji
kekuatan, kemampuan kulit kelapa. Area permainan ini bisa dimainkan dimana saja
tapi lebih “baik” dimainkan di halaman
kosong (kintal ). Kedua pemain yang
telah siap, berdiri di tempat masing-masing, jarak antar kedua pemain 5-7 M.
kedua pemain akan memegang/menggenggam buah kelapa dengan telapak tangan, saat
aba-aba di mulai, secara bersamaan kedua pemain menggelindingkan “senjata” di atas bidang permainan
(tanah), dan bertabrakan.
Pemenang
ditentukan oleh hasil yang didapatkan dari tertumbuknya kedua buah kelapa. Jika
buah kelapa salah satu pemain, retak atau pecah/terbelah, maka ia dianggap
kalah, dan buah kelapanya menjadi milik sang pemenang. Jika belum ada buah kelapa yang
retak/pecah/terbelah, maka diulang beberapa kali hingga mendapatkan “hasilnya”.
Permainan
sering membawa “keuntungan” karena kelapa yang menjadi “hasil pertandingan”
sering dibawa pulang dan digunakan oleh orang tua buat keperluan memasak
sayuran atau membuat minyak goreng (minya
kalapa)
6. Rai manggustang (tebak buah manggis)
rai manggustang juga
merupakan permainan yang sederhana. Bisa dikatakan permainan ini hanya tentang
ketepatan/keakuratan dalam menebak jumlah daging (biji) buah manggustang atau
buah manggis.
Pada
musim buah manggis, anak-anak mengambilnya, selain buat makan juga dipakai
untuk bermain permainan ini. Pada bagian bawah dari kulit manggis, ada semacam
“kode” tentang banyaknya isi daging (biji) buah manggis. Kode ini berupa “
bunga teratai” dengan “helai-helai daun” yang memiliki jumlah tertentu. Untuk
bermain, anak-anak “menghapus” kode itu, dengan cara di gosok. Bagian itu di
gosok pada lantai yang kasar, agar kode itu menghilang. Jika telah hilang, maka
buah manggis itu bisa di pergunakan.
Cara
bermainnya sangat mudah, para pemain diminta menebak dalam satu kali kesempatan
untuk menebak. Jika tebakannya benar, maka buah manggis itu menjadi miliknya.
Seperti begitulah permainan rai
manggustang atau tebak buah manggis
7. Lompat karet
maeng lompat karet adalah permainan milik anak perempuan, meski
sering juga dimainkan oleh anak laki-laki dan merupakan “pengembangan” dari maeng karet.
Gelang-gelang
karet dirangkai (palateng) panjang dan
umumnya hanya terdiri dari 1 buah karet yang dirangkai hingga panjang yang
diinginkan, meski juga ada rangkap 2.
Permainan
ini dilakukan oleh 2 kelompok atau bermain secara individu dan memiliki aturan
yang sama.
Gelang-gelang
karet yang panjang itu di pegang oleh 2 orang pemain yang direntangkan, dan
pemain yang berhak bermain adalah pemain saat penentuan pemain dinyatakan sebagai pemain pertama.
Pemain
akan melompat dengan tinggi gelang karet yang dipegang tadi pada tinggi
tertentu. Tinggi gelang karet dimulai dengan ukuran setinggi lutut, kemudian
naik ke bagian pertemuan paha dan pinggang (kalir/kelir),
kemudian pinggang, dada, telinga, atas kepala, dan selanjutnya menggunakan
jingkal jari diatas kepala. Pada ukuran lutut, kelir, pemain yang melompat
dilarang anggota badannya mengenai karet, jika itu yang terjadi, maka posisinya
diganti oleh pemain kedua dan seterusnya. Pada ukuran tinggi gelang karet di
bagian dada, pemain diizinkan untuk mengenai karet saat melompat, meski
kadang-kadang dilarang juga (tergantung kesepakatan pemain), ada juga aturan potong, maksudnya adalah pemain
menggunakan bantuan tangannya untuk “memotong” dan menurunkan tingginya gelang
karet agar bisa dilewati saat melompat.
Jika
permainan dilakukan secara tim, kesalahan yang dilakukan oleh anak buah, raja
atau pemimpin tim itu wajib mengganti atau membayar kesalahan anak buahnya.
via : frenscorsmapat.wordpress.com |
Penutup
Itulah
sebagian permainan yang dialami oleh penulis, saat masa kanak-kanak hingga
remaja, antara tahun 80an hingga awal 90an. Karena artikel ini adalah
pengalaman masa kanak-kanak penulis, maka tentunya ada beberapa permainan yang
dilupakan oleh penulis. Atau bisa juga dalam penceritaan tentang suatu
permainan, ada beberapa bagian yang tak diceritakan, hal ini mungkin disebabkan
karena cara pandang penulis dalam memahami permainan itu. Menimbang
ketidaksempurnaan itulah, diharapkan kiranya ada orang lain, khususnya
anak-anak negeri saparua, bisa menulis pengalaman mereka. menulis tentang
permainan anak-anak dari perspektif mereka. jika itu dilakukan, tentunya semakin
melengkapi uraian lebih mendalam tentang jenis-jenis permainan anak-anak negeri
saparua dimasa itu, maupun masa belakangan atau berikutnya.
Dikesempatan
ini, penulis tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada adik tersayang
Ferdy Lalala, kakanda Polly Anakotta, Rolly Titaley, Jhonly Sahetapy, Herly
Sahetapy, Fence Latupeirissa, Enest Simatauw, Kotje Novaria Waelauruw, atas
data dan ingatan mereka tentang permainan-permainan yang dituliskan di atas.
Semoga
artikel ini bisa mengulang kembali kenangan masa kecil kita. Semoga itu menjadi
kisah yang tak terlupakan.
Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar