Prolog
“Tagal rumah sabiji
saudara deng saudara bakalai, tagal kintal sapanggal saudara deng saudara
perkara, tagal dusun sapotong saudara deng saudara baku bunuh. Apa yang orang
tatua su barbage itu sudah, jang galojo saudara parampuang punya lai. Tinjauan
singkat ini mangkali bisa jadi pelajaran yang bermanfaat par katorang… jang ada
lai bakalai, jang ada lai perkara, jang ada lai baku bunuh antara orang
basudara cuma tagal rumah, kintal deng dusun”
LELEPELO
Lelepelo terdiri dari dua suku kata yaitu :
Lele artinya Menyimpang
Menunjukkan tempat/posisi
dari sesuatu benda. Apabila dikaitkan dengan pemberian, maka harta yang semula
adalah milik keluarga asal dari anak perempuan berpindah mengikuti keluarga
baru anak perempuan tersebut. Dengan kata lain bahwa harta ini tidak lagi
berada pada tempat semula tetapi sudah berpindah/telah menyimpang.
Pelo artinya Lindung
Menunjukkan harta pemberian
ini berfungsi sebagai pelindung keluarga anak perempuan dalam mengatasi
kehidupan ekonominya juga sebagai pembatas bagi orang yang berhak menikmatinya
(keluarga asal). Jadi pengertian lelepelo adalah sebuah
pemberian kepada anak perempuan yang “Keluar Menikah”. Istilah
harta pemberian kepada anak perempuan yang keluar menikah pada beberapa daerah
di pulau Ambon, pulau Lease dan pesisir barat pulau Seram berbeda. Masyarakat
negeri Saparua dan pulau Saparua pada umumnya menyebutnya “Lelepelo”,
di pulau Haruku menyebutnya “Atiting”, di pesisir barat pulau Seram
menyebutnya “Tagalaya”, di pulau Ambon negeri Tulehu
menyebutnya “Sininu’’ (tempat minum) negeri Wakasihu
menyebutnya “Amilope/Isilope” (kami beri/sudah diberi)
negeri-negeri di Jasirah Leitimor dikenal dengan istilah “Ahori” (selimut).
Walaupun istilah yang
digunakan berbeda-beda tetapi makna dari pemberian itu adalah pernyataan kasih
sayang orang tua kepada anak perempuannya, karena untuk selanjutnya tidak lagi
terhitung sebagai anggota keluarga karena sudah berpindah mengikuti keluarga
suaminya.
PROSES LELEPELO
Seperti diketahui dalam
masyarakat negeri saparua dikenal dua bentuk pemberian yaitu :
Pengasihan
Adalah suatu bentuk
pemberian sebagai tanda jasa kepada seseorang. Pemberian pengasihan adalah
bermaksud untuk membalas budi baik seseorang yang telah berjasa kepada keluarga
pemberi, tidak ada tujuan tertentu dalam pemberian pengasihan tersebut
dan juga tidak bersifat mengikat kehidupan keluarga kedua belah pihak.
Lelepelo
Adalah suatu bentuk
pemberian kepada anak perempuan yang melangsungkan perkawinan. Pemberian Lelepelo bermaksud
sebagai bekal dalam membangun kehidupan rumah tangga anak perempuan serta
bersifat mengikat kehidupan keluarga kedua belah pihak.
Penyerahan Pengasihan biasanya
dilakukan secara lisan pada saat-saat terakhir hidup seseorang dan disaksikan
oleh pihak keluarga pemberi dan penerima pengasihan. Sedangkan
penyerahan Lelepelo dilakukan secara simbolik oleh pihak keluarga
perempuan kepada anak perempuan saat keluar menikah. Barang yang dipakai
sebagai simbol adalah sedikit tanah disertai daun-daun tanaman umur panjang
sebagai lambang pemberian tanah/dusun yang diletakkan di dalam dulang.
LELEPELO
NEGERI SAPARUA
Di negeri Saparua pemberian Lelepelo yang
sering dijumpai adalah berupa tanah kosong/kintal yang telah dibangun sebuah
rumah oleh orang tuanya dan diberi kepada anak perempuan tersebut. Selain itu
juga berupa tanah/dusun yang sudah ditanami tanaman umur panjang seperti sagu,
kelapa, cengkeh, pala, kenari dan durian berfungsi juga sebagai tempat/lahan
bertani keluarga anak perempuan tersebut. Tanah/dusun ini biasanya terletak di
luar pemukiman penduduk tetapi masih di dalam petuanan negeri Saparua. Harta/tanah
pemberian berupa Pengasihan ataupun Lelepelo berasal dari milik pribadi
yaitu tanah perusahaan dan tanah Babalian (tanah hasil pembelian)
terkadang sering terjadi penyimpangan dalam pemberian tersebut dimana ada juga
pemberian yang berasal dari tanah milik kerabat, tanah dati dan tanah pusaka.
Masalah penyimpangan
seperti ini pernah ditemukan pada masyarakat negeri saparua tempo dulu dimana sebidang
tanah dari dusun dati milik keluarga Anakotta
yang bernama Dusun Tuha diberikan sebagai Pengasihan
kepada keluarga William Pietersz
atas jasanya menolong keluarga Dominggus
Anakotta dalam pembuatan kebun, rumah sampai dengan melayaninya sewaktu
sakit. Kemudian ada juga pemberian sebidang tanah yang diambil dari tanah dati
bernama Belakang Negeri diberikan kepada seorang anak perempuan
keluarga Anakotta yang kawin dengan keluarga Huwae yang kemudian dibangun sebuah rumah di atas
tanah Lelepelo tersebut oleh Yacob Huwae dan istrinya.
Hal mana sesuai dengan
keputusan Landraat Saparua NO.10/1918 dan Landraat Amboina NO.107/1919 yang
menyatakan bahwa setiap anak perempuan yang kawin hilang hak-hak datinya karena
beralih makan dati kepada suaminya. Oleh karena itu setiap anak perempuan dari rumatau/mata
rumah asli negeri Saparua tempo dulu dibekali Lelepelo dari
orang tuanya dengan persyaratan suaminya tersebut harus menetap/berdomisili di
negeri Saparua. Akibat dari proses dan Hukum
Lelepelo yang dilakukan membuat penduduk negeri Saparua menjadi sangat
heterogen, bukan hanya penduduk asli negeri/4 soa tetapi ada juga penduduk
pendatang/orang dagang.
Sumber :
Suatu Tinjauan Tentang
Lelepelo
Dalam Masyarakat Desa
Saparua
Oleh :
Fredrik Lamberth Anakotta,
SH
(Fakultas Hukum Universitas
Pattimura 1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar