Oleh
: R. Z. LEIRISSA
- Kata Pengantar
Artikel sepanjang 11 halaman yang ditulis
oleh sejarahwan Maluku Richard Zakheus Leirissa ini, aslinya dalam Bahasa
Inggris berjudul : Social
Development in Ambon during 19th century : Ambonese Burger, dimuat
pada jurnal Cakalele, VOL. 6 (1995),
pada halaman 1–11 . Seperti yang diutarakan sendiri oleh
penulis, bahwa artikel ini merupakan hasil riset untuk penulisan disertasinya
di Universitas Indonesia tahun 1990.
Pada artikel ini, sang penulis mengkaji tentang
salah satu fenomena sosial yang berkembang sepanjang abad 19, yaitu kaum
burger. Penulis lebih berkonsentrasi pada beberapa keluarga orang Ambon, yang
ia kategorikan sebagai kaum burger, misalnya de Fretes, Diasz, dan lain-lain.
Kami menerjemahkan artikel ini, karena kami
merasa perlu untuk memberikan bacaan yang baik kepada kita sekalian dalam
bahasa Indonesia. Selain itu, tema yang dikaji oleh penulis, merupakan satu
fenomena sosial yang hingga kini, masih meninggalkan jejak dalam kehidupan
sosial orang Ambon, baik disadari maupun tidak. Keberadaan kaum burger,
khususnya kaum burger Ambon sepanjang abad 19 hingga awal abad 20, yang “berpengaruh”
dalam lingkup masyarakat “pribumi” dengan “bantuan” pihak kolonial, berpengaruh
hingga kini, dan masih bisa dilihat jejak-jejak sosialnya. Salah satunya adalah
pekerjaan kaum burger di bidang pemerintahan. Seperti yang disebutkan dengan
eksplisit pada akhir artikel, bahwa budaya kebijakan kolonial hingga kini masih
terasa di masyarakat Ambon. Mungkin dengan bahasa yang lebih “sederhana”,
Leirissa mau menyebut bahwa ada semacam prinsip yang tetap “abadi” dalam
pemahaman masyarakat Ambon, bahwa menjadi “orang” adalah menjadi pegawai (PNS).
Pada artikel ini, penulis tidak menyertakan
catatan kaki, sehingga catatan kaki atau catatan tambahan pada artikel
terjemahan ini, merupakan catatan dari kami. Kami melakukannya untuk memberikan
gambaran yang lebih utuh, terutama pada beberapa figur kaum burger yang disebut
oleh penulis. Selain itu, kami juga menyertakan beberapa foto/gambar yang kami
anggap turut mendukung artikel ini.
Akhirnya, selamat
membaca..............selamat menikmati kajian-kajian bermutu untuk kita tetap
menjadi manusia bersejarah...............
- Terjemahan : kutu busu
Parameter
Produk rempah-rempah merupakan salah satu
karakteristik utama dari sistim sosial di kepulauan Ambon pada abad ke-17.
Sistim pengelolaan tanah dan aspek lain pada struktur negeri-negeri di
kepulauan itu, lebih atau kurangnya turut mendukung monopoli rempah-rempah yang
dilakukan oleh VOC (Knaap 1987). Namun, sejak pertengahan abad ke-18, kekuasaan
VOC mulai memperhatikan kemunduran monopoli mereka dalam hak perdagangan
rempah-rempah di Ambon, salah satu diantaranya adalah persaingan dari
pedagang-pedagang asal Inggris. Pemerintahan peralihan Inggris (1797-1816)1
yang lebih fokus pada peperangan
dan mengabaikan monopoli rempah-rempah, adalah faktor utama dari kemunduran
produksi rempah-rempah. Sistim Monopoli
menjadi lemah melalui perjanjian London tahun 1824 antara Belanda dan Inggris,
yang mengijinkan rempah-rempah ditanam dan diperdagangkan di Maluku Utara
(Wright 1958). Meskipun sistim monopoli di kepulauan Ambon tidak dihapuskan
hingga tahun 1864, perkembangan yang cepat sepanjang abad 19 telah membawa
perubahan pada masyarakat Ambon. Pengaruh gagasan-gagasan liberal pada
kebijakan kolonial Belanda setelah pertengahan abad 19, juga berpengaruh di
Jawa, meskipun dalam cara yang sungguh berbeda (Fasseur 1992).
Dengan tidak terlalu memfokuskan
pada aspek ekonomi, kajian ini berusaha untuk menganalisa perkembangan yang terjadi diantara penduduk kepulauan Ambon selama abad
ke-19. Artikel-artikel dan buku-buku yang ditulis pada abad 19 dan awal 20 mendeskripsikan perubahan itu, yang menekankan
pada peranan kelompok sosial yang selalu dirujuk sebagai Ambonsche Burgers atau Inlandsche
Burgers (Bakhuizen
van den Brink2: 1915, De Bruin Kops3: 1895, Ludeking4
: 1868). Walaupun artikel-artikel itu
menggunakan istilah-istilah seperti itu untuk menunjuk masyarakat Ambon yang
tinggal di sekitar kota Ambon sebagai bagian dari komunitas burger (masyarakat sipil) di kota. Saya
(penulis) disini akan menyesuaikan istilah untuk menunjukan semua orang Ambon pada abad
19 yang dengan sukarela atau sebaliknya,
menghilangkan status mereka sebagai penduduk negeri, sehingga membebaskan
mereka dari kewajiban-kewajiban kerja (Kwartodiensten,
heerendiensten). Jadi, dalam kajian ini, terminologi kaum burger
Ambon menunjuk pada kategori sosial khusus pada abad 19, dengan perbedaan
internalnya seperti yang akan dianalisa pada bagian selanjutnya. Meskipun istilah Ambonsche Burger hanya menunjuk pada komponen demografis yaitu
pribumi pada beberapa kampung (seperti Mardika, Halong, Rumatiga atau Poka)
yang bisa dipertimbangkan sebagai “asli” Ambonsche ( atau Inlandsche ) Burger, konsep kaum Burger Ambon yang
digunakan disini termasuk para pekerja di kota-kota berbenteng seperti pegawai
pemerintahan dan para profesional. Ukuran utamanya adalah bahwa kaum burger Ambon
memperoleh pendapatan hidup mereka dari gaji atau upah dan berperan nyata dalam
kehidupan sosial pada komunitas negeri.
Perubahan yang terjadi dengan munculnya
kaum burger Ambon, menurut pendapatku (penulis) membentuk struktur dasar untuk
perkembangan selanjutnya pada abad berikutnya, pada waktu orang-orang Ambon
mulai berimigrasi ke Jawa dan pulau-pulau lainnya untuk menjadi bagian yang
lebih luas dari konteks kolonial yang mencakup keseluruhan Hindia Belanda. Artikel-artikel
yang disebutkan sebelumnya juga menggunakan istilah Inlandsche Burgers, disamping juga berdarah campuran, keturunan-keturunan
yang juga disebut mardijkers, memerdekakan budak-budak asal
Portugis yang tersisa di Ambon (pada kampung Mardika), setelah Portugis meninggalkan
kota pada awal abad ke-17. Kategori
burger ini bersama dengan Europesche
Burgers, secara
alami tidak “dimasukan” kedalam batas-batas kaum burger Ambon seperti yang
didefinisikan dalam kajian ini.
Tidak ada kaum burger yang
disebutkan dalam artikel itu, atau juga kaum burger Ambon yang diulas disini,
sebaiknya tidak disalahpahami sebagai kaum borjuis, suatu kelas menengah yang muncul di Eropa setelah akhir abad
pertengahan. Meskipun kemunculan kaum
burger di Ambon, menimbulkan suatu proses perbedaan sosial, kaum burger
tidaklah membentuk golongan merdeka yang terpisah. Selanjutnya, banyak penduduk negeri berubah
menjadi kaum burger, yang kemudian “dipaksakan” lagi kembali menjadi penduduk
negeri (lihat dibawah). Hanya sedikit
dari mereka yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kategori kaum burger kota
dan bertumbuh dengan masyarakat kolonial. Meskipun begitu, perubahan penduduk negeri menjadi kaum burger secara meluas
memiliki pengaruh peradaban pada pulau-pulau itu, bersamaan dengan pengaruh ekonomi
perdagangan agraria dan kekristenan.
Semenjak ilmu sejarah menjadi dan
telah dianggap sebagai ilmu perbandingan, adalah merupakan hal menarik untuk
membandingkan perkembangan di Ambon
selama abad 19 dengan perkembangan yang sama yang terjadi di Jawa (Fasseur
1992). Ketika “ komersialisasi pertanian”
di Jawa baru dimulai pada abad 19 (Steinberg 1985), di Ambon, kurang atau lebih
perkembangan yang sama telah dimulai sejak awal abad ke-17 (Knaap 1987). Dengan demikian, ketika Jawa memasuki pasar eropa
melalui perdagangan pertanian pada abad ke-19, Ambon mulai kehilangan peranan itu pada saat yang sama. Namun, pergerakan awal masyarakat dari abad 17
merupakan faktor utama, yang memampukan sebagian orang-orang Ambon untuk
meninggalkan negeri mereka selama abad 19 dan menciptakan peralihan untuk
bekerja dengan bayaran gaji atau pekerja upahan.
Karakteristik Umum
Hingga akhir abad ke-17, Kota Ambon selalu
menjadi kota kaum migran /kota kaum urban. Mayoritas penghuni kota pada waktu itu adalah
orang Asia Tenggara (paling banyak adalah orang Melayu). “ Pada masa ini, orang Ambon adalah penduduk
pedesaan “ (Knaap 1991 : 125). Situasinya mulai berubah selama masa
pemerintahan peralihan Inggris. Sejumlah penduduk desa/negeri mulai tertarik
menuju kota, dengan berbekal surat ijin dari otoritas Inggris, yang mengijinkan
untuk bekerja di kota Ambon sebagai para pekerja. Meskipun riset lebih mendalam
sangat dibutuhkan, adalah mungkin sekali bahwa pengabaian terhadap pemaksaan penanaman
dan kewajiban kerja berhubungan dengan hal
ini, dimana Inggris menyadari tuntutan kebutuhan para pekerja dan
mencoba merealisasikan kebutuhan ini dengan mengijinkan penduduk desa untuk
bekerja pekerja harian di kota.
Pencapaian penting Inggris lainnya adalah pengorganisasian korps
ketentaraan cadangan5, yang terdiri dari banyak orang Ambon, yang
juga memberikan status burger kepada mereka sehingga membebaskan mereka dari
kewajiban bekerja. Thomas Matulessy atau Pattimura dan para pengikutnya, yang memulai pemberontakan
tahun 1817, adalah unsur penting dari bagian ketentaraan ini6.
Setelah Belanda kembali
berkuasa pada tahun 1817, penduduk desa tetap melanjutkan permintaannya untuk
menjadi kaum burger. Pihak otoritas bahkan menyediakan surat ijin (vrijbrief) untuk penduduk desa/negeri
itu yang mampu untuk membuktikan mereka dapat menemukan pekerjaan bayaran di
kota. Arsip-arsip Ambon di Kearsipan Nasional Jakarta, berisikan banyak
permintaan dari penduduk desa/negeri untuk memperoleh surat ijin tersebut,
dimana jelas mengindikasikan tuntutan terhadap status burger diantara penduduk desa/negeri di masa itu. Yang
pasti, tidak semua permintaan dipenuhi
oleh pihak otoritas, disebabkan pekerjaan bayaran di kota – dan terkadang
bahkan dengan koneksi keluarga – mengharuskan (“mewajibkan”) penduduk
desa/negeri untuk menjadi aurang beybas (orang
bebas) atau burger. Membaca surat-surat itu, satu kesan yang didapatkan adalah
bahwa faktor paling penting yang membuat orang untuk menjadi kaum burger adalah kebutuhan untuk menemukan kesempatan
baru di kota. Surat-surat permintaan itu secara khusus menyebut jenis-jenis
pekerjaan yang bisa didapatkan di kota : tukang kayu, pendayung perahu, penjual
keliling, nagelwerkjes dan sebagainya,
hingga kesempatan untuk menjadi pegawai gubernemen/pemerintah (gouvernements ambtenaar).
Tidak hanya kota Ambon
yang menarik bagi penduduk desa/negeri,
“kota-kota berbenteng” yang lebih kecil di Hila, Saparua, Haruku,
Nusalaut, Buru dan Seram juga nampak
menyediakan jenis-jenis pekerjaan yang sama dan terbuka menerima penduduk
desa/negeri dari wilayah-wilayah tetangga untuk menjadi kaum burger. Pada pertengahan abad 19, jumlah kaum burger
Ambon terutama di area-area dimana populasi Kristen sangat tinggi (terkhususnya
di Nusalaut) seperti di wilayah Ambon dan Saparua. Perkiraan berikut
memperjelas hal itu, dibuat oleh Dr Ludeking (1868), berdasarkan arsip kantor Hoofdadministrateur (Kepala
administrasi) di Kota Ambon
AFDEELING BURGER NEGERIFOLKS
DUTCH
Ambon 8,060 11,056 731
Hila 366 10,056 17
Haruku 393 6,664 88
Saparua 2,837 8,599 167
Nusalaut 61 3,438 4
Buru 366 9,602 27
Seram 111 30,569 4
Ambon 8,060 11,056 731
Hila 366 10,056 17
Haruku 393 6,664 88
Saparua 2,837 8,599 167
Nusalaut 61 3,438 4
Buru 366 9,602 27
Seram 111 30,569 4
Sumber: Ludeking (1868: 27, 28)
Selain
nama-nama dan pekerjaan, arsip-arsip tidak menyediakan kepada kita dengan lebih
banyak data tentang kaum burger Ambon.
Meskipun begitu, ada perbedaan internal menurut tipe pekerjaan. Selain penduduk desa/negeri yang berada pada
tingkat terendah dari kategori itu (pekerja harian, penjual keliling), ada juga
pekerja setengah terampil seperti tukang
kayu, pendayung perahu. Pada posisi teratas dari kategori ini adalah pegawai
gubernemen/pemerintah.
Arsip-arsip
menyediakan lebih banyak data hanya pada strata yang lebih tinggi, yang untuk
beberapa alasan, nampaknya hanya yang lebih pantas untuk disebutkan, misalnya
seperti keluarga de Fretes dan Diasz dari Ambon. Hal itu mungkin berguna disini
untuk menjelaskan tentang mereka secara singkat, berdasarkan bukti-bukti
kearsipan. Kedua keluarga itu aslinya
berasal dari negeri Ema,tidak jauh dari kota Ambon, serta merepresentasikan
kalangan atas kaum burger Ambon. Mereka menerima budaya Belanda, berbicara
sedikit bahasa Belanda dan mengenakan pakaian ala Belanda (Celana, Sepatu dan
Topi). Sejumlah kecil dari anggota keluarga mereka, menikah dengan satu atau keluarga
Belanda lainnya, yang telah hidup bergenerasi-generasi di Kota Ambon, seperti
keluarga Arriansz, van Aarts, de Keyzer, Queninck van Capelle dan Rijkschroef. Adat penduduk
desa/negeri tidaklah “berjalan/berfungsi” pada keluarga-keluarga itu, terutama
keluarga Diasz.
Contoh
yang lebih luar biasa adalah Raphael Arnoldus de Fretes7. Setelah istrinya,
Jacoba Ariaansz meninggal, ia menikah dengan Pauline Jacoba Arriansz, janda
dari K.A. Rijkschroef, salah satu pegawai penting gubernemen. Ia (R.A. de Fretes) adalah figur kaya, pemilik
beberapa rumah di kota dan kapal layar (jenis/tipe sekunar) yang digunakan
untuk berdagang antar pulau (Ambon 18, 22, 38, 44, 48, 50, 51, 67, 79, 80, 90, 96,
111, 114, 122, 132, 151, 186, 226, 247, 251, 255, 389, 791, 851, 1044, 1046,
1066, 1076, 1093, 1236, 1293, 1294, 1358, 1369, 1416, 1470, 1479, 1498, 1516).
Ambonsche Burgerschool di tahun 1925 |
Pegawai Sipil
Saat status kaum burger Ambon
tidak berhak untuk di formalkan, dengan pertimbangan fakta bahwa mereka selalu
bebas untuk kembali ke desa/negeri sesuai situasi, pegawai pemerintah,
keadaannya lebih stabil. Hal ini terjadi dengan fakta bahwa pada pertengahan
abad 19, pihak pemerintah mendirikan Ambonsche
Burger School (ABS)8, suatu
fasilitas pendidikan dasar terutama bagi kaum burger Ambon (tidak selalu hanya
untuk kaum burger Ambon). Mereka yang “lulus” ujian dengan nilai terbaik, akan diberi
kesempatan mengikuti ujian pegawai pemerintah tingkat rendah (klein ambtenaars examen), yang
memberikan hak bagi mereka untuk menjadi pegawai pemerintah (Leirissa 1984).
Akan
tetapi, keluarga de Fretes dan Diasz diantara sekian keluarga kaum burger Ambon
yang mampu menjadi pegawai jauh sebelum pendirian ABS dan haruslah mengikuti
jalan berbeda dari kemajuan sosial yang terjadi. Hal ini menjadikan mereka
sebagai pelopor/perintis pada wilayah ini. Pada tahun 1841, Raphael Arnoldus de
Fretes adalah seorang klerk /juru tulis (tingkat terendah
pegawai pemerintah) pada kantor Hoofdadministrateur
di Ambon9. Kemudian ia dipromosikan menjabat tugas kewilayahan (Opziener) di Buru, dimana ia menjadi
makmur10. Akan tetapi pada tahun 1859, ia diberhentikan (dipecat) akibat
kelalaian manajemen. Saat menunggu proses pemeriksaan pengadilan, pihak
pemerintah menyetujui proposal dari penduduk negeri Ema, yang menunjuknya
menjadi Bapa Radja menggantikan E.A.
de Fretes. Pada tahun 1865, setelah proses pemeriksaan kasusnya diselesaikan
oleh Raad van Justitie, ia
menyerahkan jabatan Raja kepada M. Leimena. Tetapi setelah itu, ia menjadi “makelar”
pada Raad van Justitie, yang menggunakan pengetahuannya tentang sistim kerja
kolonial untuk membantu masyarakat menghadapi proses pemeriksaan pengadilan.
Anggota
keluarga de Fretes lainnya juga mendapatkan tempat –tempat tugas penting dalam
sistim kolonial, terutama dalam bidang pendidikan. Yang perlu disebutkan adalah
J. de Fretes11, seorang guru, yang di tahun 1818 mencapai posisi puncak
sebagai Opperschoolmeester ( kepala
sekolah untuk kaum pribumi) di wilayah Ambon dan kemudian di Haruku (Ambon 18, 22,
38, 144, 48, 51, 67, 79, 80, 90, 96, 111, 114, 122, 132, 151, 184,
226, 247, 251, 255, 389, 851, 1044,
1045, 1066, 1076, 1093, 1236, 1293, 1294, 1358, 1369, 1416, 1470, 1479, 1498,
1516).
Tentang
keluarga Diasz, yang (harus) pertama kali disebutkan adalah Abraham Diasz12,
seorang yang menjadi juru tulis selama masa pemerintahan peralihan Inggris. Saat
Belanda mengambil alih kekuasaan dari Inggris, ia ditunjuk sebagai Opziener di Buru hingga digantikan oleh
R.A. de Fretes. Ditempatkan pada kantor pusat administrasi, ia akhirnya sukses
menjadi “kepala kepegawaian”, posisi kedua atau orang nomor 2 dibawah kepala
administrasi. Banyak kerabatnya yang juga menjadi pegawai pemerintahan, dan
salah satu dari kerabatnya adalah Andreas Diasz, yang menduduki posisi “deputi kepegawaian”
di Kota Ambon. “ Nama besar” keluarga
Diasz diantara kaum burger di Kota Ambon, juga ditunjukan dengan fakta bahwa
anggota keluarga lainnya, Carolus Diasz13, ditunjuk sebagai kepala penjaga
kota (Kapitein de Burgerij) (Ambon
107, 114, 129, 145, 184, 369, 1003,
1048, 1162, 1224, 1246, 1266, 1271, 1395, 1441, 1448, 1599).
Posisi
Eerste Commies (kepala seksi) sangat
jarang dipegang/dijabat oleh kaum burger Ambon. setelah Abraham Diasz, Eliza
Robert Soselisa14 adalah orang
Ambon kedua yang menduduki jabatan ini pada pertengahan abad 19. Ia
adalah satu-satunya kaum burger Ambon yang di masa itu, mampu menjadi anggota
Raad van Justitie di Kota Ambon, dan dari posisi itulah, ia memperoleh
pekerjaan menguntungkan yaitu notaris publik (notaris), yang juga berkedudukan di kota Ambon (Ambon 163, 390,
399, 1433).
Kaum
burger Ambon juga ditemui di kantor-kator publik lainnya selain di kantor pusat
administrasi, seperti lembaga anak yatim-piatu dan para pelaksana. Selanjutnya,
setelah tahun 1860 pihak pemerintah mulai menunjuk penuntut umum (jaksa) untuk peradilan/pengadilan kaum
pribumi (Landraad). Seperti dengan
pekerjaan-pekerjaan birokrasi lainnya, seseorang yang memiliki pengetahuan
tentang adat istiadat dapat menjadi seorang jaksa tanpa pelatihan profesioanl
setelah mengakhiri pendidikan dasarnya. Para jaksa sejak tahun 1860an hingga
1870an adalah P.D.T Siahaya15 di Landraad Saparua – Nusalaut
(kemudian diikuti oleh N.E Manuhuttu16), P.M.J. Manupassa17
di Landraad Haruku (kemudian diikuti oleh J. Soselisa18), M.A.
Tahapary19 di Landraad Hitu (kemudian diikuti oleh J.G. Perretz20)
dan Theodorus21 di Landraad Kayeli (kemudian diikuti oleh J.M.
Gaspersz22) ((Ambon 14, 64, 99, 129, 1150, 157, 161, 357, 368, 374, 390, 392, 394, 395, 398, 390,
392, 394, 395, 396, 398, 412, 413, 1426,
1480, 1583, 1595, 1597).
Meskipun
kantor pengadilan telah ada jaksa penuntut umum yang digaji pihak pemerintah,
selama abad 19 tidak ada pembela (advokat)
yang ditunjuk. Hal ini membuka
kesempatan kepada orang-orang yang
memiliki pengetahuan tentang suatu sistim, seperti Raphael Arnoldus de Fretes
yang disebutkan sebelumnya, untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang
mengalami kesulitan selama proses yang dilakukan baik oleh Raad van Justitie
atau Groote Landraad (pengadilan tinggi) di kota Ambon. Selain R.A. de Fretes
dan E.R. Soselisa, nama-nama lain yang kerap muncul dalam arsip adalah Tisera,
Tehupeiory, Lopies dan Huwae (Ambon 48, 150, 129, 130, 132, 144, 414, etc.).
Sejumlah
pegawai pemerintah yang pensiun juga mencoba keberuntungan mereka dalam bidang
pertanian. Terutama setelah ketidakberlanjutannya sistim monopoli di Ambon
dalam tahun 1864, pensiunan pegawai pemerintahan dari level eselon yang lebih
tinggi dapat memperolah kontrak dari pihak pemerintah, ditambah kredit tanpa
bunga untuk membuka kedai kopi, rokok dan penanaman pohon coklat di Seram barat
daya. Orang-orang Ambon itu antara lain I.R. Thenu dan A.D.C. Pietersz (Ambon
355, 368, 378, 380).
Landraad van Ambon di tahun 1923 |
Senja kala kaum Burger
Ambon
Kemunduran dan “kematian” kaum burger
Ambon dapa dijelaskan melalui 4 faktor yaitu :
- Karakter dasar kaum burger Ambon
- Formalisasi status pegawai pemerintahan
- Sejumlah regulasi pemerintah setelah akhir abad 19 yang membatasi aktivitas kelompok kaum burger
- Penghapusan lembaga penjaga kota (Schutterij)
- Karakter Informal
Meskipun,
mereka memiliki surat ijin yang mengijinkan mereka untuk tinggal atau berkerja
di kota-kota perbentengan di kepulauan Ambon, kaum burger Ambon pada
kenyataannya hanyalah merupakan kelompok “informal” . Pekerjaan-pekerjaan
dengan jenis seperti itu selalu memiliki kebebasan untuk kembali ke desa/negeri
dan cara hidup pedesaan saat waktu atau keberuntungan mereka berubah.
Pekerjaan-pekerjaan mereka adalah pekerjaan informal, dalam pengertian tidak
memiliki suatu organiasi seperti serikat pekerja, yang dapat mengembangkan
mereka untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme, keahlian atau posisi tawar
dalam pangsa pasar. Jadi tidaklah mengejutkan, saat sistim pendidikan
berkembang sebagai mekanisme perekrutan dalam masyarakat kolonial, status
mereka tidak lagi dibutuhkan.
- Formalisasi fungsi pegawai pemerintah
Pelayanan kesehatan merupakan
pekerjaan “berkelanjutan” di kepulauan Ambon. Pekerjaan itu secara bertahap
dimulai dengan pekerjaan informal dari vaccinateur
(pegawai vaksinasi) pada awal abad 19. Dari situ, upaya serius pihak
pemerintah kolonial untuk mencegah penyebaran penyakit cacar di wilayah
pedesaan. Figur-figur penting di desa (bukan dari keluarga Radja), biasanya
ditunjuk, dan agaknya diberikan instruksi-instruksi penting untuk bekerja dalam
bidang itu. Kepulauan Ambon (Maluku Tengah) kemudian dibagi kedalam 10
distrik/wilayah vaksinasi, yang
masing-masing dengan para pekerja vaksinasi yang dibayar oleh pemerintaha,
kadang-kadang dibantu oleh asisten (Ambon 14, 64, 99, 122, 150, 152,
161, 357, 368, 374, 1390, 392, 394, 395, 396, 398, 412, 413, 1423, 1480, 1583, 1595, 1597).
Formalisasi
tugas dari petugas kesehatan dimulai dengan pendirian Sekolah Dokter Jawa,
suatu fasilitas pelatihan dasar kesahatan yang didirikan di Batavia tahun 1852.
Selain pelatihan dasar ilmu kesehatan,
lembaga Dokter Jawa juga menjadi bagian terpisah dari birokrasi Hindia Belanda.
Awalnya, para pelajar dari kepulauan Ambon diwajibkan untuk kembali ke asalnya
untuk ditempatkan pada salah satu dari 10 wilayah vaksinasi. Namun akhirnya,
terutama selama paruh pertama abad 20, saat institusi pelatihan medis
direorganiasi kedalam School tot
Opleiding voor Indsiche Artsen ( Sekolah pelatihan dokter Indonesia, yang
kemudian dikenal sebagai STOVIA), banyak lagi pelajar Ambon menjadi dokter pemerintah yang ditugaskan di berbagai
tempat di Jawa. Diantara jebolan-jebolan
dokter jawa yang ditempatkan di kepulauan Ambon adalah I. Titaley, A.H.
Pattiradjawane, N. Latumeten, W.I. Tanasale, A. Lalapua, W.L. Tanalipi dan
I.M.S. Ferdinandus (Ambon 99, 131, 355, 369, 371, 374, 380, 381, 1384, 388, 392, 399, 491, 402, 403, 405, 410,
415, 416, 422, 465, 1480, 1499, 1519,
1558, 1566).
Kota
Ambon juga memiliki fasilitas pelatihan serupa setelah tahun 1873 – School tot Opleiding coor Inlandsche Leraren
(STOVIL) – untuk melatih para guru dan pendeta untuk gereja di pulau-pulau.
Orang Ambon juga turut ikut serta dalam institusi pelatihan profesional lainnya
yang di buka di Jawa. Opleidingschool
voor Inlandsche Reschkundigen (Sekolah Pelatihan keahlian hukum, 1908) yang
mempersiapkan sumber daya manusia untuk pengadilan dan membentuk para jaksa
menjadi kaum profesional dan birokrat. Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaaren (Sekolah
untuk pegawai sipil atau OSVIA ) adalah institusi lainnya. ( Lembaga itu dan
lainnya kemudian diikuti seperti sekolah teknik mesin tahun 1921, hukum tahun
1924 dan kedokteran tahun 1927, dimana sejumlah orang Ambon juga turut
bersekolah disitu). Sekolah-sekolah itu menjadi roda uatam dalam perekrutan
para profesional. Sistim pendidikan kolonial adalah faktor utama yang membuat tidak
terpakainya kelompok kaum burger, sebagai cadangan para pekerja utama serta
pegawai pemerintah di kepulauan Ambon.
- Regulasi Pemerintah
Sejak
akhir dekade abad 19, penduduk desa/negeri “dipersulit” untuk mendapatkan surat ijin
serta untuk menjadi kaum burger. Tidak ada kebutuhan lanjutan yang dirasakan
untuk memberikan ijin khusus pada masyarakat untuk bekerja di kota. Hal ini
diikuti oleh suatu regulasi pada tahun 1829, yang membatasi tempat hunian kaum burger Ambon ke
kampung-kampung burger “kaum pribumi” seperti Mardika, Halong, Rumatiga dan
Poka. Meskipun demikian, jumlah kaum
burger Ambon pada dekade pertama abad 20 masih tetap tinggi, yaitu : 17.207
yang tersebar di Ambon (3.452), Saparua
(5.998), Kayeli (107), Hila (36) dan wilayah pedesaan (7.614). Namun selama dekade berikutnya, angka menurun
drastis, terutama di wilayah pedesaan, yang kemudian dengan regulasi-regulasi
pemerintah untuk membatasi kegiatan mereka. Salah satunya adalah larang kepada
kaum burger untuk memiliki tanah di desa/negeri (ENI VII [1935], 119). Dalam
tahun 1927, regulasi yang lain dikeluarkan untuk mewajibkan kaum burger yang
tinggal di kota untuk membayar pajak (yang mana sejak awal abad 19, mereka
tidak membayar pajak) dan mewajibkan yang tinggal di pedesaan untuk melaksanakan kembali kewajiban kerja (Stbl. N.I. 1892 nos. 67,
82, 251; 1927, no. 204)
- Pasukan Penjaga Kota
Salah
satu institusi kolonial yang memiliki pengaruh kuat terhadap status kaum burger
Ambon selama abad 19 adalah pasukan penjaga kota, yang didirikan di kota-kota
perbentengan di kepulaun Ambon (de Bruin Kops 1895, ENI III [1919], 727-729). Pasukan ini hanya terdiri dari kaum burger
berdasarkan ras dan etnis, yang terbagi kedalam 4 divisi. Dengan demikian, satu divisi untuk kaum burger
Eropa (Belanda), satunya untuk kaum burger Ambon, satunya untuk kaum burger
Muslim Moorache Burger, dan satunya lagi untuk Chineesche Burgers kaum
burger China. Pasukan itu memiliki
seragam, bendera, dan jadwal latihannya sendiri. Pada kejadian-kejadian penting, mereka melakukan
parade melalui kota untuk mempertunjukan “kewajiban” mereka untuk menentramkan
masyarakat. Figur-figur penting kaum burger berpartisipasi aktiv dalam pasukan
penjaga kota ini, dan bahkan menjadi bagian dari perwira-perwira kesatuan ini,
semenjak keanggotaannya menjadi simbol status paling penting. Akan tetapi, selama dekade pertama abad 20,
kesatuan ini dianggap tidak diperlukan lagi dan kemudian dihapuskan, pertam di
Kayeli (1906), kemudian di Hila (1908) dan akhirnya di Ambon dan di Saparua
dalam tahun 1923 (, ENI III [1919],729).
Kesimpulan
Kemunculan kelompok kaum burger dihasilkan dari
perubahan lingkungan di kepulauan Ambon dalam abad 19. Kemerosotan penanaman cengkih, mungkin menjadi faktor
utama yang mempengaruhi penduduk desa/negeri untuk melihat pilihan-pilihan
pekerjaan di kota-kota perbentengan seperti Amon, Hila, Saparua dan Kayeli. Mereka yang diijinkan untuk bekerja di kota
dibekali dengan surat ijin yang membuka kesempatan terhadap status kaum
burger Ambon dan membebaskan mereka, seperti kaum burger lainnya, dari membayar
pajak dan menjalankan wajib kerja. Dari
pertengahan abad, lebih banyak anggota kelompok ini yang dianggap sebagai kaum
burger Ambon, yang tinggal di pedesaan daripada di kota. Kelompok ini termasuk pekerja
harian dan penjual keliling dari tingkatan terbawah, tingkatan menengah seperti
tukang kayu, ABK, pekerja cengkih dan lain lain, serta level teratas seperti
pegawai pemerintahan.
Hilangnya
kaum burger Ambon dapat dijelaskan melalui 4 faktor. Faktor paling penting
adalah mereka hanyalah kelompok informal. Para pekerja di kota-kota berbenteng
selalu bebas untuk kembali ke desa dan tidak ada organisasi atau serikat
pekerja untuk mengembangkan mereka menuju profesionalisme. Bahkan perekrutan
pegawai-pegawai pemerintah tidak berdasarkan pada kriteria profesional. Lebih jauh lagi, perekrutan pegawai-pegawai
pemerintah dipilih dikarenakan status
mereka seperti anggota keluarga yang sama, seperti keluarga raja-raja
mereka. Pegawai-pegawai pemerintah mulai
menjadi lebih profesional melalui sistim pendidikan selama paruh kedua abad 19,
dan mengubah hak istimewa kaum burger Ambon di kepulauan Ambon. Regulasi-regulasi pemerintah selanjutnya
menghilangkan “dasar hukum” keberadaan kelompok ini, dan penghapusan kesatuan penjaga
kota juga menghilangkan kebanggaan status dari strata tertinggi kaum burger
Ambon. Sejak dekade kedua abad 20, kaum burger Ambon sebagai kategori sosial
telah pudar. Hanya “ burger kaum pribumi” yang tinggal di beberapa negeri di
teluk Ambon masih dianggap sebagai borgo/borgor (burger), walaupun tanpa
hak istimewa yang tersisa selain dari
warisan mereka. Formalisasi birokrasi pemerintah sebagai tulang punggung sistim
kolonial di Hindia Belanda meninggalkan pengaruh kuat pada masyarakat kolonial.
Bahkan hingga dewasa ini, budaya kebijakan birokrasi masih tetap dominan di
Indonesia, termasuk pada masyarat Ambon sendiri
----
selesai ----
CATATAN (dari penulis)
Artikel
ini merupakan hasil riset untuk disertasi saya (penulis) pada Universitas
Indonesia tahun 199023. Versi lebih awal dipresentasikan di Yayasan
Tjengkeh di Amsterdam tahun 1991 dan pada Second International Maluku Research
Conference di the University of Hawai‘i
tahun 1992. Materi-materi kearsipan yag digunakan dalam artikel ini tersimpan
di Arsip Nasional R.I Jakarta. Arsip Lokal terbagi kedalam Residentie archiven. Arsip-arsip Ambon (Karesidenan Ambon) sebanyak
1621 kotak. Dokumen-dokumen yang dikutip disini, terdaftar menurut nomor kotak
yang berisikan dokumen tersebut.
Referensi -referensi
- Bakhuizen van den Brink, Ch. R. 1915. De inlandsche burgers in de Molukken. Bijdragen Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde 70: 569– 649.
- de Bruin Kops. 1895. Grepen Uit de Geschiedenis der Ambonsche Schutterij. Amboina: H. H. Thorig.
- Fasseur, Cornelis. 1992. The politics of colonial exploitation: Java, the Dutch and the cultivation system. Ithaca: Cornell University Press.
- Knaap, G. J. 1987. Kruidnagelen
en Christenen: De Vereenigde Oostindische Compagnie en de Bevolking van Ambon.
Dordrecht: Foris.
———. 1991. A city of migrants: Kota Ambon at the end of the seventeenth century. Indonesia 51: 105–128. - Leirissa, R. Z. 1984. Midras dan Ambonsche burgerschool: Dua bentuk sekolah yang bertolak belakang di Maluku Tengah abad 19. Makalah pada Seminar Sejarah Lokal di Medan, 17–20 September.
- Ludeking, F. W. A. 1868. Schets van de Residentie Amboina. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.
- Raedt van Oldenbarnevelt, H. J. A. 1916. De residentie Ambon. Tijdschrift van het Binnenlandsch Bestuur 49: 265–385. Staatsblad van Nederlands Indie. 1892, 1920, 1927. Government publications.
- Steinberg, David Joel, ed. 1985. In search of Southeast Asia: A modern history, rev. ed. Honolulu: University of Hawaii Press.
- Wright, H. R. C. 1958. The Moluccan spice monopoly, 1770–1824. Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society 31, part 4.
Catatan Tambahan (dari kami)
- Kalimat dari R.Z. Leirissa ini, sebaiknya tidak dipahami bahwa pemerintahan peralihan Inggris berlangsung selama 19 tahun (1797 – 1816). Faktanya, Inggris tidak memerintah selama itu, pemerintahan peralihan Inggris berlangsung 2 kali dalam periode itu. Secara defacto, pemerintahan peralihan Inggris dibeberapa tempat itu berbeda tanggalnya. Pada konteks wilayah Maluku Tengah, periode I (1796 – 1803) berlangsung sejak 16 Februari 1796 – 28 Februari 1803), kemudian diambil alih oleh Belanda (28 Februari 1803 – 19 Februari 1810), diambil alih lagi oleh Inggris pada periode II (19 Februari 1810 – 24 Maret 1817)
- Bakhuizen van den Brink, yang dikutip oleh Leirissa sesuai referensinya bernama Ch. R. Bakhuizen van den Brink. Nama lengkapnya adalah Charles Rene Bakhuizen van den Brink. Ia adalah putra dari Reinier Cornelis Bakhuizen van den Brink dan Julie Simon, lahir pada 6 Januari 1850 di Elsene, Brussel, Belgia serta meninggal di s’Gravenhage pada 12 Mei 1923. Ia menikah dengan Henrietta Maria Raedt van Oldenbarnevelt (1858-1929), di Batavia pada tanggal 30 November 1878. Istrinya ini adalah kakak perempuan dari Hendrik Jan Anthoni Raedt van Oldenbarnevelt, Resident van Ambon (Agustus 1910 – Juni 1915). Bakhuizen van den Brink pernah menjadi Resident van Batavia (September 1901 – Mei 1906)
§ Lihat Chr. Fr. Fraasen, Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796-1902, Naam Register Bakhuizen van den Brink, Charles Rene
§ Lihat Epen, D.G, Arendsen
Raedt – Raedt Oldenbarnevelt (dimuat dalam Nederlands Patriciaat, 12e
jaargang, 1921-1922, s’Gravenhage, 1922,
Hal 140-141)
§ Lihat Lohanda, Mona. Sejarah Para Pembesar mengatur
Batavia, lampiran II, Masup, Jakarta, Juni 2007 (hal 285)
§ Lihat Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1902,
Landsdrukerij Batavia, 1902 (halaman 161)
§ Lihat Jong, Chr.G.F. de. De
Protestantse kerk in de Midden-Molukken vol 2 1900 1942, 2 vol WGNZOK, (Zoetermeer 2004 dan Leiden 2006), Bijlage VI, Bestuurhoofden der Molukken 1800 –
1942, hal 647
- De Bruin Kops yang dimaksud oleh Leirissa adalah George Francois de Bruin Kops. Ia lahir di Batavia pada 10 Oktober 1859 dan meninggal pada 3 Februari 1945. Ia adalah putra dari George Francois de Bruin Kops dan Johana Walbeehm. Ia pernah bertugas di Ambon, yaitu menjadi Controleur afdeling Ambon (1888-1890), sekretaris karesidenan Ambon (1891 – 1898) dan komandan Schutterij van Ambon (1891 – 1898)
§ Lihat
Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1889, Landsdrukerij Batavia, 1889
(halaman 251)
§ Lihat
Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1890, Landsdrukerij Batavia, 1890
(halaman 253)
§ Lihat
Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1890, Landsdrukerij Batavia, 1890
(halaman 232,278)
§
Lihat Chr. Fr.
Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Bruijn de Kops, George Francois
- Dr Ludeking yang dimaksud oleh Leirissa bernama lengkap Everhardus Wijnandus Adrianus Ludeking, namun Leirissa mungkin tidak teliti, sehingga dalam referensinya, ia menulis F.W.A. Ludeking. E.W.A. Ludeking adalah putra dari Willem Ernst Ludeking dan Johana van den Burg, lahir pada 29 Mei 1838 di Hilversum dan meninggal di Surabaya pada 16 Februari 1877. Ia menikah di Batavia 31 Agustus 1854 dengan Maria Sophia Clasina Eisinger (1834 – 1901), putri dari Georgius Eisinger dan Louisa Jacoba van den Broek. Ia pernah bertugas di Ambon sejak 31 Juli 1861 – 1864, sebagai perwira gezondheid kelas 1 atau salah satu perwira di bidang seni pada korps tentara.
§
Lihat Chr. Fr.
Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Ludeking, Everhardus Wijnandus Adrianus
§
Lihat Almanak en
Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1855, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1854 (halaman 439)
- Korps ketentaraan cadangan ini menurut arsip-arsip Inggris disebut Amboynese Corps (Korps Ambon) yang dibentuk oleh Mayor Henry Court, Gezaghebber Sipil dan Militer Maluku (1810-1811), sekitar akhir Februari 1810. Kesatuan ini berkomposisi : 1 Mayor Sersan, 1 Ajudan, 20 Sersan, 20 kopral dan 600 prajurit. Kesatuan ini lebih dikenal sebagai pasukan 600. Pasukan ini pertama kali dipimpin oleh Kapten David Forbes (1810-1811) dari Resimen Madras dan Letnan Jhon Cursham (1810 -1811) sebagai Ajudan.
Komandan
Amboynes Korps (yang bisa diketahui):
a. Kapten David
Forbes (1810 – 1811) dari Resimen Madras
b. Kapten Henry Blanckenhagen
(1811 – 30 Agustus 1813) dari Resimen Bengal
§ Lihat Militair en civiel gezaghebber te Ambon (kapitein Court)
aan algemeen secretaris te Madras (Falconar),
Ambon, 6 maart 1810. Afschrift. IOR, Bengal Political Consultations 15 May 1810
no. 46, P/119/4 (dimuat dalam Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902,
oleh Chr. Fr Fraasen)
§ Lihat Resident der Molukken (Martin) aan
secretaris van het koloniaal departement te Calcutta (Tucker),
Ambon, 22 september 1813. Afschrift. IOR, Bengal Military Colonial
Consultations 22 January 1814 no. 34, P/167/72. (dimuat dalam Bronen
Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, oleh Chr. Fr Fraasen)
- Thomas Matulessij disebut namanya secara implisit sebagai salah satu bekas anggota Amboyness korps untuk pertama kalinya pada Laporan tertanggal 28 Agustus 1817. Namanya disebutkan secara eksplisit pertama kali dalam laporan Middelkop pada tanggal 4 Oktober 1817, kemudian oleh Q.M.R. Verhuell, juga oleh J.B.J. van Doren, P.H. van der Kemp (1911) dan I.O. Nanulaita (1985)
§ Gouverneur
der Molukken (Van Middelkoop) aan gouverneur-generaal (Van der Capellen),
Ambon, 28 augustus 1817.No. 32. Afschrift. ARNAS, Ambon 474
§ Rapport
over de stand van zaken in de Molukken van tweede commissaris voor de overname
der Molukken, tevens gouverneur der Molukken (Van Middelkoop), aan
schout-bij-nacht en commissaris-generaal Buijskes,
Ambon, 4 oktober 1817.Afschrift. NA,
collectie Schneither 2.21.007.57, 128.
§ Lihat Verhuell,
Q.M.R. Herinneringen van eene reis naar
de Oost-Indien, eerste deel, Vincent Loosjes, Haarlem, 1835 (hal 243)
§ Lihat Doren,
J.B.J. van. Thomas Matulesia Het Hoofd
der Opstandelingen op het Honimoa..........., J.D. Sybrandi, Amsterdam,
1857 (halaman 8)
§ Lihat Kemp,
P.H. van der, Het Herstel van het
Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817 (dimuat dalam Bijdragen tot de
Taal-, Land en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, volume 65, 1911, halaman
355-736, (khusus di hal 454)
§ Lihat
Nanulaita, I.O. Kapitan Pattimura, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1985 (hal 18-19)
- Leirissa saat menulis tentang biografi Raphael Arnoldus de Fretes pada artikel ini, sangat membingungkan dan mungkin tidak teliti. Leirissa menyebut bahwa de Fretes menikah 2 kali, yang pertama dengan Jacoba Ariaansz kemudian dengan Pauline Jacoba Ariaansz, janda dari K.A. Rijschroef. Namun informasi ini berbeda dengan sumber Fraasen dan almanak. Fraasen menyebut bahwa de Fretes menikah di Ambon pada 15 Agustus 1840 dengan Susana Margaretha Ariaansz. Sumber Almanak en Naam register tahun 1841, menulis R.A. de Fretes menikah dengan Susana Margaretha Ariaansz, almanak tahun 1853 menulis Raphael Arnoldus yang merupakan duda dari Susana Margaretha Ariaansz, menikah di Buru pada 20 Desember 1851 dengan Paulina Jacoba Ariaansz
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1841, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1840 (hal 248)
§
Lihat Chr. Fr.
Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Fretes,
Raphael Arnoldus de
§
Lihat
Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1853, ter Landsdrukerij, Batavia, 1853 (hal 425)
§
Leirissa menulis bahwa istri kedua de Fretes ini adalah janda dari K.A.
Rijkschroef, seorang pegawai penting gubernemen. Sumber dari almanak tahun 1853
tidak menulis bahwa Paulina Jacoba Ariaansz adalah seorang janda dari siapapun,
dan agak aneh jika sumber almanak tidak “tahu” dan tidak menulis status istri
kedua ini.
§
Jika Paulina Jacoba Ariaansz adalah janda dari K.A. Rijkschroef (dengan
asumsi Leirissa benar), maka berdasarkan sumber almanak sejak tahun 1817 –
1850, tidak ada pegawai penting gubernemen yang berinisial K.A. Rijkschroef.
Yang ada adalah A.H. Rijkschroef (Adriaan Hendrik), lagipula istrinya adalah
Johana Clasina Eckhardt (1808-1838).
§
Satu-satunya inisial namanya yang sama dengan K.A. Rijkschroef adalah Karel
Adriaan Rijkschroef. Namun figur ini kelahiran tahun 1837, dan istrinya bernama
Jacoba Dorothea de Fretes (1843-1928) menikah tahun 1860 di Ambon. J.D. de
Fretes adalah putri dari Eliza. A. de Fretes dan Avia.E. Latumanuwaij, sehingga
mungkin keduanya berhubungan keluarga dan Eliza.A. de Fretes ini yang mungkin
digantikan oleh R.A. de Fretes saat menjadi Raja Ema (yang ditulis oleh
Leirissa dengan inisial nama E.A. de Fretes)
§
Lihat
Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1862, ter Landsdrukerij, Batavia, 1862 Burgerlijke stand (hal
20)
- Ambonsche Burger School atau ABS tepatnya berdiri di Ambon pada tahun 1858.
§ Lihat
Brugmans, I.J. Geschiedenis van het
Onderwijs in Nederlandsch-Indie, J.B. Wolters uitgevers Maatschaapij n.v,
Groningen – Batavia, 1938, hal 175-176
§ Lihat Leirissa, R. Z. 1984.
Midras dan Ambonsche burgerschool: Dua bentuk sekolah yang bertolak belakang di
Maluku Tengah abad 19. Makalah pada Seminar Sejarah Lokal di Medan, 17–20
September. (artikel ini kemudian dimuat dalam buku berjudul Pendidikan sebagai
Faktor Dinamisasi dan Integrasi Sosial, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta, 1989, hal 53-89, terkhususnya hal 54
- Sebenarnya Raphael Arnoldus de Fretes memulai karirnya, dari pasukan Schutterij van Ambon. Namanya disebut secara eksplisit sejak tahun 1839, yaitu di eerste compagnie (divisi satu) dengan pangkat tweede luitenants (letnan 2). Namanya terdaftar dalam pasukan ini hingga tahun 1842. Tahun 1843, ia mendapatkan promosi menjadi ajudan dengan pangkat Letnan 2 di bagian staff hingga tahun 1846. Tahun 1841 ia menjadi klerk/juru tulis di Hoofdadministrateur, tahun 1845-1846 menjadi penerjemah bahasa Melayu di Gubernemen Maluku menggantikan D.S. Hoedt. Tahun 1846 ia menjadi Opziener di afdeling Buru menggantikan pejabat Opziener Adriaan.Molle (1841 – 1846). Posisinya sebagai penerjemah bahasa Melayu digantikan oleh D.F. Pietersz (1846 – 1855)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1839, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1839 (hal 78)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1840, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1840 (hal 79)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1842, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1842 (hal 82)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1843, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1843 (hal 86)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1846, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1845 (hal 66,102)
- Raphael Arnoldus de Fretes dipromosikan menjadi Opziener di Afdeling Buru sejak tahun 1846, menggantikan sang pejabat Adriaan.Molle (1841 – 1846) yang diberhentikan. De Fretes menjabat hingga tahun 1858, kemudian digantikan oleh George.Jacob Philippus. Canela (1858 -1860)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1847, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1847 (hal 69)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1858, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1858 (hal 127)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1859, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1859 (hal 131)
- Nama lengkapnya adalah Jacob de Fretes
§ Lihat Eerste commissaris tot de overname en retablissering van 's
Compagnies bezittingen in de Molukken (Cranssen) aan gouverneur-generaal
(Siberg) en raden van Indië, Batavia, 20
december 1803. Afschrift. NA, collectie Van Alphen 2.21.004.19, 302
(terkhususnya item 136)
§
Lihat Chr. Fr. Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Fretes, Jacob de
- Leirissa dalam pemaparan tentang figur Abraham Dias, kurang teliti, sedikit “kacau” dan mungkin mencampur aduk 2 figur yang inisial namanya sama dan usianya sebaya, yaitu Abraham Dias dan Andreas Dias. Leirissa dalam artikelnya menulis seperti ini :
About
the Diases, mention should first be made of Abraham Dias, who seems to have
become a clerk during the British interregnum. When the Dutch took over from
the British, he was appointed Opziener in Buru until replaced by R. A. de Fretes.
Placed at the office of the central administration, he ultimately succeeded in
becoming chief customs officer, a position second only to the chief
administrator
( Tentang keluarga Dias, yang seharusnya disebutkan lebih dulu
adalah Abraham Dias, yang nampaknya menjadi juru tulis selama masa pemerintahan
peralihan Inggris. Ketika Belanda mengambil alih pemerintahan dari Inggris, ia
ditunjuk menjadi Opziener di Buru hingga digantikan oleh R.A. de Fretes. ..................)
Membaca kalimat ini, dengan jelas Leirissa menyebut bahwa Abraham
Dias menjadi juru tulis di masa pemerintahan peralihan Inggris, kemudian saat
Belanda mengambil pemerintahan dan kemudian menunjuknya (Abraham Dias) menjadi
Opziener di Buru hingga digantikan oleh R.A. de Fretes.
§ Leirissa
tidak menyebut secara eksplisit pada periode mana, Belanda mengambil alih
pemerintahan dari Inggris, yang kemudian menunjuk Abraham Dias menjadi Opziener
di Buru, apakah pada periode (1803 – 1810) atau periode (1810-1817)?
§ Jika
pada periode I (1803 – 1810), Buru masih menjadi karesidenan dan pada periode
ini, Buru dipimpin oleh Residen Pietro Anthonio Celestino Marca (1803 -1805), Johanes Jacobus Bruins (1805 –
1807) dan Willem Schouten (1807-1810). Dari daftar ini, berarti tidak ada nama
Abraham atau Andreas Dias yang menjadi Opziener Buru
§ Jika
pada periode II (1817 1942), sejak
Belanda mengambil alih pada Maret 1817, yang menjadi pimpinan di Buru adalah
Johanes Ceberg (Maret – Des 1817), Jean Leonard Baudoin (1817 – 1823), Coenrad Keller (1823 –
1824), Marthinus .Catharinus. Lans (1824-1826), Leonardus Balthasar. Wonderling
(1829 – 1832) kemudian A. Dias (1832 – 1841), Adrian Molle (1841-1846) dan
Raphael Arnoldus de Fretes (1846 – 1858)
§ Seperti
terlihat bahwa memang ada nama A. Dias
menjadi Opziener (1832 – 1841), namun inisial nama A. Dias ini, bukanlah
Abraham Dias melainkan Andreas Dias. Menurut sumber P.F.L.C. Lach Bere, memang
ada 2 nama yaitu Adam Abraham Dias dan Andreas Dias dan keduanya sebaya (lahir
1789 dan 1795). Jika kita mencocokan seluruh informasi dari Lach Bere, Almanak
en Naamregister serta Fraasen dan membandingkan dengan informasi dari Leirissa,
maka Andreas Dias lah yang paling cocok dengan gambaran Leirissa, bukan figur
Abraham Dias
§ Berdasarkan
sumber-sumber, maka Andreas Dias adalah juru tulis (1817), komisaris kelas 2 di
sekretariat (1823-1827), anggota divisi artileri di Schuterrij van Amboina
dengan pangkat letnan 2 (1826 – 1831), kemudian menjadi Opziener di Buru
(1832-1841), kemudian digantikan oleh Adriaan Molle (1841-1846), dan menjadi
Komisaris di Larike (1841 – 1859).
- Leirissa kemungkinan juga tidak teliti terhadap figur Carolus Dias ini, menurut sumber Fraasen namanya adalah Cornelis Dias yang menjadi Kapitein der Burgerij tahun 1817. Nama Carolus Dias memang disebutkan dalam sumber Lach Bere, namun ia adalah seorang officier burgerij, namun tidak disebutkan periode figur ini menjadi officier.
- Eliza Robert Soselisa lahir di Ambon tahun 1821, menikah di Ambon pada 23 Oktober 1852 dengan Hendrika Elisabeth Ohello (1834-1900) dan meninggal di Ambon pada 15 Maret 1873. Ia menjadi eerste klerk dan penerjemah bahasa Melayu (1855-1856) menggantikan D.F. Pietersz (1846 – 1855), menjadi Hoofd Jaksa (1857 – 1863) di groote landraad, dan fungerend jaksa di gewone landraad (1858-1860), eerste commisie (1863-1873), anggota Raad van Justitie van Ambon (1868 – 1873)
- P.D.T. Siahaya bernama lengkap Philip Domingos Tuanakotta Siahaya. Leirissa “tidak tepat” menyebut Siahaya menjadi Jaksa dalam tahun 1860an-1870an, faktanya menurut sumber Almanak en Naamregister, ia menjadi Jaksa di landraad Haruku (bukan di Saparua seperti yang disebut Leirissa) sejak 4 September 1856 – 23 Agustus 1865. Ia kemudian dimutasikan ke Landraad Saparua menggantikan J.Theodorus (17 Nov 1862 – 23 Agustus 1865), dan menjabat hingga 5 Agustus 1867 dan digantikan oleh E.F.S. Noija (1867 -1882)
- Sumber Almanak en Naamregister menulis namanya H.E. Manuhuttu (Leirissa menulis namanya N.E. Manuhuttu, namun ini hanyalah kesalahan teknis semata). H.E. Manuhuttu menjadi Jaksa bersamaan dengan P.D.T. Siahaya, dimana Manuhuttu menjadi Jaksa di Landraad Saparua – Nusalaut, sedangkan Siahaya di Haruku (bukan seperti yang ditulis oleh Leirissa). Manuhuttu menjabat sejak 1856 – 1862 dan digantikan oleh J. Theodorus (1862 – 1865). Manuhuttu dimutasikan ke Buru (1862-1865), menggantikan J.Theodorus (1856 – 1862), dan digantikan lagi oleh J. Theodorus (1865 - 1872)
- Sumber dari Almanak en Naamregister, serta Leirissa hanya menulis namanya J. Manupassa, sedangkan menurut Etmans dan Fraasen, namanya adalah Jacob Manupassa, lahir tahun 1845. Menikah di tahun 1876 dengan Salomie Sopakuwa (1852 -1898). Ia menjadi jaksa di landraad Haruku (5 Agustus 1867 – 14 Februari 1877) menggantikan M.A. Tahapary (1865-1867), kemudian dimutasi ke landraad Wahaai (14 Februari 1877 – 1 Oktober 1879) menggantikan J.G. Perretsz ( 4 April 1865 – 14 Feb 1877). Setelah bertugas di Wahai, ia kembali ditugaskan ke Haruku (1 Oktober 1879 – 31 Maret 1884 ) menggantikan W.C.M. Tehupeiory (14 Febr 1877 – 1 Oktober 1879) yang ditugaskan ke Wahai (1879-1882). Jacob Manupassa kemudian dimutasikan ke landraad Saparua menjadi ajunt (31 Maret 1884 – 30 Juni 1887), dan menjadi Jaksa di Saparua (30 Juni 1887 – 1890, 16 Juni 1892 – 22 Des 1907)
- Mungkin Leirissa juga keliru terhadap figur J. Soselisa ini. Berdasarkan sumber almanak en naamregister sejak tahun 1857-1912, tidak ada nama jaksa bernama J. Soselisa yang bertugas di Landraad Haruku (jika berdasarkan pada apa yang ditulis oleh Leirissa). Yang menjadi jaksa di landraad Haruku adalah P.D.T. Siahaya (1856-1865), M.A. Tahapary (1865-1867), J. Manupasa (1867-1877), W.C. M. Tehupeiory (1877-1879), J. Manupassa (1877-1884). Sejak tahun 1884, landraad Haruku dileburkan ke dalam landraad Saparua. Mungkin yang dimaksud oleh Leirissa dengan figur J. Soselisa adalah J.A. Soselisa (Johannes Amelius.) yang menjadi hoofd jaksa di groote landraad Ambon (13 Juli 1875- 26 Juni 1890), menggantikan D.F. Suripatty.
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1861, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1861, Burgerlijke stand (hal 18)
§ Lihat t
Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1876, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1876, (hal 102-103)
§ Lihat Almanak
en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1890, ter Landsdrukerij,
Batavia, 1890, (hal 121)
- M.A. Tahapary pertama kali menjadi jaksa di landraad Haruku (23 Agustus 1865- 5 Agustus 1867) menggantikan P.D.T. Siahaya (lihat catatan tambahan no 15), kemudian dimutasikan ke Landraad Hila (5 Agustus 1867 – 1882) menggantikan E.F.J. Noija (11 Juli 1865 – 5 Agustus 1867) yang pindah ke Landraad Saparua-Nusalaut, dan posisinya di Haruku digantikan oleh Jacob Manupasa (lihat catatan tambahan no 17).
- J.G. Perretz bernama lengkap Jan George Perretz. Ia memulai karirnya dari Landraad Hila (tidak benar Perretz mengikuti Tahapary seperti yang ditulis oleh Leirissa). Ia bertugas sejak 4 September 1856 – 4 April 1865) dan dimutasi ke Landraad Wahaai (4 April 1865 - 1877). Posisinya di Hila digantikan oleh E.F.S. Noija (11 Juli 1865 -1867). Ia bertugas di Wahai hingga meninggal tahun 1877.
- Leirissa hanya menulis namanya Theodorus, namanya adalah J. Theodorus. Ia memulai karirnya di Landraad Buru/Kayeli sebagai pejabat deuwarde gewone landraad Buru. Kemudian menjadi Jaksa di Landraad Buru sejak 4 September 1856 – 1862. Kemudian ia dimutasi ke Landraad Saparoea –Nusalaut (1862 – 23 Agustus 1865) menggantikan H.E. Manuhuttu (lihat catatan tambahan no 16) yang pindah Landraad Buru atau keduanya bertukar tempat tugas. Setelah bertugas di Saparua, ia kembali ke Buru (23 Agustus 1865 -14 September 1872) dan kemudian digantikan oleh J.D. Gaspersz (1872 – 1879).
- Leirissa menulis namanya J.M. Gaspersz, namun sumber Almanak en Naamregister menulis namanya J.D. Gaspersz. Ia memulai karirnya sebagai Jaksa di Landraad Buru/Kayeli (14 September 1872 – 5 September 1879) menggantikan J. Theodorus (lihat catatan tambahan no 21), kemudian ia digantikan oleh P. Tehupuring (1879 – 1882)
- Disertasi R.Z. Leirissa berjudul Masyarakat Halmahera dan Raja Jailolo : Studi tentang Sejarah Masyarakat Maluku Utara. Naskah disertasi ini kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta tahun 1996 dengan judul Halmahera Timur dan Raja Jailolo : Pergolakan sekitar Laut Seram awal abad 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar