Kamis, 18 September 2025

Beberapa KAPATA dari [onderafdeeling] AMAHEI (CERAM SELATAN)


G. L. TICHELMAN

 

A.        Kata Pengantar

Gerard Lowrens Tichelman (1893 – 1962a) adalah seorang pejabat Belanda yang pernah bertugas sebagai Gezaghebber van Onderafdeeling van Amahai pada periode 11 Januari 1918 – 1 November 1922. Ia menggantikan pejabat sebelumnya yaitu H.M. Koopman (Oktober 1917 – Januari 1918) dan digantikan oleh L.J. Huizinga (November 1922 – Maret 1926). Tentunya, sebagai seorang pejabat yang selama 4 tahun bertugas di wilayah tersebut, minimal ia mengetahui sedikit banyak informasi yang berasal dari wilayah kerjanya. Geografi kewilayahan, demografi kependudukan, sosiologi dan antropologi masyarakat di wilayah onderafdeeling itu, haruslah ia kuasai, pahami, sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, dan menjadi bahan baku untuk laporan-laporan yang ia tulis, baik laporan bersifat informal maupun formal dalam arus lalu lintas administrasi pemerintahanb

Salah satu tulisannya yang bisa dianggap sebagai laporan “informal” adalah tulisan yang kami terjemahkan ini. Tulisan pendek sepanjang 5 halaman ini berjudul Eenige Kapata’s van Amahe (Zuid-Ceram), yang dimuat dalam Jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, Deel 89, 1ste Afl, tahun 1932, halaman 35 – 39. Pada tulisannya ini, Tichelman menyajikan 7 kapata dan mainoeroe yang “hidup” dan digunakan [dinyanyikan] oleh penduduk beberapa negeri yaitu Amahei, Souhuku, Makariki, Haruku, dan negeri-negeri di Teluk Telutih, sebelum periode pemerintahannya atau minimal dalam periode pemerintahannya sebagai Gezaghebber van Onderafdeeling van Amahai. Selain menyajikan Kapata dan Mainoeroe, Tichelman juga menulis tentang arti/makna dari kapata/mainoeroe tersebut. Tentunya, kita perlu memahami bahwa penafsiran arti/makna dari Tichelman, mungkin tidak “sama” atau tidak “tepat” dengan pemahaman para pelaku kapata/mainoeroe tersebut, baik di masa itu, maupun di masa kini. Itu merupakan penafsiran arti/makna dari seorang asing, dan tidak perlu terburu-buru divonis salah atau “ngawur” sama sekali, tetapi sebaiknya penafsiran makna dari Tichelman bisa memperkaya khazanah pemahaman kita terhadap arti/makna yang “variatif”.

Kami menerjemahkan tulisan pendek ini, hanya menambahkan sedikit catatan tambahan, dan menyisipkan beberapa ilustrasi saja, selain 2 catatan kaki yang telah ada pada tulisan aslinya. Kiranya tulisan ini bermanfaat, minimal kapata-kapata ini bisa “dilestarikan”.

 


B.        Terjemahan

Kapata adalah lagu-lagu lama dalam bahasa-tanah. Lagu-lagu ini berupa melodi monoton dengan nada khidmat, yang bisa sangat mengesankan. Kisah-kisah dari masa lalu diceritakan di dalamnya. Berikut ini adalah beberapa kapata yang dinyanyikan dalam onderafdeeling Amahei.

Kapata Amahei.

1.        Lei manoe O, hatoe lei manoe O!
Patasiwa koeroe, hatoe lei manoe O!

2.       Ria molo noesaria molo.
Siwa sipameri toi jama rima O!

3.       Siwa reoe O, jana siwaa reoe O,
Jana siwa reoe, saka manoe paake.

4.       Hesam hesa tapa Mansela
Hoenie kepekaoe wale hesam O!

5.       Jomine riatota nahoe mani-mani,
Laoe nesane hei laoe nesane.

6.      Sitoenoema O, ria sitoenoema O,
Sitoenoema ria Silinaroe lata O!

7.       Siwa hei hale, sisaië naka O.'
Sisaië naka rima lori-lori

Artinya kurang lebih seperti berikut:

1.      Ketika Patasiwa turun ke pantai, batu-batu tersebut dikubur. Artinya, ketika Patasiwa-Alfur turun dari gunung, lawan mereka kewalahan karena jumlah mereka yang besar.

2.     Ketika Patasiwa berperang melawan negorij Patalima, negorij tersebut tenggelam.

3.     Ketika mereka kembali, Patasiwa ditunggu oleh mereka yang tertinggal (?).

4.     Taruh tembakau dari Manoesela di tanganmu dan taruh "daoen kikir" (daun jelatang) di ikat pinggangmu. Artinya, bersiaplah untuk kelelahan (?).

5.     Ada musuh; manik-manik yang telah mereka hilangkan berserakan di pantai.

6.     Suara tembakan terdengar di Silinaroe.

7.     Ketika Patasiwa datang untuk menaklukkan Patalima, dia akan pergi seperti naga dan Patalima akan gemetar.

Lagu perang ini diakhiri dengan: One mana one. Jeti sampaka lo! (Ayo kita pamerkan seperti bunga tjempaka1)

Kapata

 

1.        O! Jale seina hari hatoe O!
Hari hatoe nesepemoe O!
Jale seina hari hatoe O!
Hari hatoe nesepemoe O!

2.       O! Lori lorïe hatoe hatoe O!
Neamoeli sepe waëmoe O!
Leka-lekae nihi O!

Nihile paposo jale matamoe O!

3.       O! Sitaneya O, sitaneya O!
Sirelatoea O, sitaneya O, sitaneya O!
Sitaneya O, sitaneya O!
Sirelatoea O, sirelatoea O!

1.      Siapa yang memutar [membalikan] batu akan diremukkan olehnya.

2.     Siapa yang menggerakkan batu akan diremukkan kakinya. Siapa yang mengganggu sarang tawon akan disengat tawon di matanya.

3.     Memerintah adalah tugas para pangeran-kepala suku, artinya, tidak disarankan untuk menentang perintah para pangeran/kepala/pemimpin suku.

Kapata ini dinyanyikan pada zaman dahulu oleh masyarakat negorij Amahei, Soahoekoe, dan Makariki ketika mereka sedang bekerja, seperti membawakan lagu pada pembangunan/renovasi baileo, dan lain-lain.

Mainoeroe.

O! Katera tomole
Maaloa loemoete
Soesah patane
Jana siwa lima O!

O! sei sei tomole, sei tomole.

Sei, sei teline, sei teline

Latoe-patih seina, soö pena soerate
Soö pena-soerate ware petoere.

 

(Oh! Kursi bambu, yang dengannya kami harus mendaki gunung-gunung yang licin—berlumut. Sungguh melelahkan tubuh kami semua—anak-anak Patasiwa dan Patalima.

Oh! Bambu macam apa, bambu macam apa, bambu beton macam apa. Penguasa mana yang memegang pena untuk menulis surat kepada fetorc (pejabat administrasi?)

 

Kapata.

1.      Sinanaö Tojo tewa kemoesei O!
Sinanaö Tojo tewa kemoesei O!
Hoeoeloroe siteie jamano taminoroe O!
Loroe siteie, jamano tamineroe O!

2.     Koemisi Patih Leinitoe hasa noesa O!
Koemisi Patih Leinitoe hasa noesa O!
Hasa noesa nipameri jamanaroe O!
Hasa noesa nipameri jamanaroe O!

3.     Ina wama sitoembate lete naloewako O!
Ina wama sitoembate lete naloewako O'.
Wako lesi sooe Loeakoe matoeroe O!
Wako lesi sooe loeakoe matoeroe O!

 

1.      Menyelidiki secara diam-diam. Ibu Tojo (nama) tahu siapa pelakunya. Suku Alfur telah memohon penghakiman ilahi, yang menunjukkan bahwa pelakunya adalah orang-orang dari desa lain. Ini merujuk pada pembunuhan yang dilakukan di salah satu desa di Teluk Taloetid.

2.     Komisaris, Patih Leinitoee, sedang berlayar mendekati pantai. Desa-desa—yang terletak di Teluk Taloeti—sedang dibersihkan—diperbarui.

3.     Jika ayah dan ibu mengutuk kami berdua karena kami melawan mereka, kami pasti akan mati.

(Kapata ini dinyanyikan di Teluk Taloeti)....

 

Kapata.

O! Saka lete oelate
Asaka toela oewawalia.
O! Koeroe laoe latale.
Oekoeroe toela oewawalia.
Toetoeweroe wea sooewao,
Toetoeweroe wea sooewao sileleparoe.

Ketika saudara-saudara berada di gunung berjaga, aku akan tinggal bersama mereka, dan ketika mereka turun ke pantai, aku akan pergi bersama mereka. Semua siap bekerja, dan kita akan mencapai apa yang telah kita rencanakan.

Kapata ini dinyanyikan di desa Amahei dan Soahoekoe.

 

Mainoeroe.

1.        Pisika pikai, maha Sara taie
Leoe nisalaka jete maoene palai.

2.       Maarita motia roeai hele
Hele, hele roeai, hele hele.

3.       Wale oeholo seina otoe oeramale.
Otoe oeramale sita jaoelawaoe.

4.       Lenalai ropikai jale moesooewa
Jale moesooewa toeroe lola jamane.

5.       Apoenite hita, seina falaijo
Seina falaijo, soho seina falaijo

1.      Fajar telah menyingsing; kini aku harus meninggalkanmu, sahabatku2. Ambillah cincin ini dan pasangkan di jari manismu.

2.     Mereka yang sedang mencari kepala (mengayau/memotong kepala) menemukan dua orang sedang mengumpulkan ikan di pantai saat air surut. Mereka mengejar dan mengejar kedua orang ini.

3.     Ia, yang merupakan kerabat dekatku, akan menyalakan pelita agar tempat tidurku diterangi.

4.     Kami berjalan menyusuri pantai, datang dari sana—dengan niat untuk mengayau—dan memutuskan untuk memasuki desa.

5.     Tersembunyilah tangan yang memotong, tak diketahui tangan mana yang memukul? Atau: Tangan yang telah menyerbu harus tetap tersembunyi, agar tak dipukul.

 (Kapata ini dinyanyikan di desa Haroeroe-Atamano).

 

1.        O ! Nakolo nai hosa mena -e.
Jarimaoe hale lawa wela moeri O !
O ! Sala lawa-e wela moeri,
Moeri-o lehito roemba manoe baekole, O !

2.       Timoe leka rasa hei lete mena
Oewa waria eha kele-kele emoe
Sala kele-kele emoe koda
Malemoe wasa serie ina wama.

 

1.      Oh! Sang naga bangkit dan menghalangi jalan—perahu—dari depan. Sang harimau menggoyangkan—perahu—maju mundur dari belakang, sehingga kemudinya bergerak seperti burung paikole.

2.     Angin timur bertiup kencang dari depan. Saudara-saudara, jangan khawatir, karena kapten dan juru mudi menggantikan kita sebagai ayah dan ibu.

(Kapata ini dinyanyikan oleh orang Amahei dan Soahoekoe ketika mereka berlayar ke Banda.)

 

==== selesai ===

Catatan Kaki

1.       Sampacca montana, Rumph., Talauma Rumphii, BI.

2.      Siapa yang tidak teringat bait pembuka "Galathea" karya P. C. Hooft: "Kekasih: Galathea melihat hari datang" atau "Sang"-nya: "Rosemont, kau tak mendengar permainan maupun nyanyian? Melihat fajar datang."

Catatan Tambahan

a.      G.L. Tichelman memiliki nama lengkap Gerard Lowrens Tichelman, putra dari Johanes Cornelis Tichelman dan Christina Louwrina Albertina Van Eijck, lahir pada 31 Januari 1893 di Palembang dan meninggal dunia pada 3 Januari 1962 di Haarlem. Ia menikah dengan Sjoukjen Mararetha Elisabeth Albertina Posthuma pada 27 December 1917, di Pulau Seram, Maluku.

b.     Misalnya Memorie van Overgave atau Nota Serah Terima Jabatan G.L. Tichelman “berjudul” De onder-afdeeling Amahei (Seran), dimuat dalam Tijdschrift Koninklijk Nederlandsch Aardrijkundig Genootschap, volume XLII, tahun 1925, halaman 653 - 724

c.      Fetor, kata yang berasal dari kata feitoria [bahasa Portugis] yang bermakna sejenis pos perdagangan berbenteng yang didirikan oleh Portugis di wilayah asing selama Abad Pertengahan dan awal periode modern, berfungsi sebagai pasar, gudang, dan titik persinggahan untuk eksplorasi dan perdagangan. Pemimpin feitoria ini dalam bahasa Melayu Ambon sering disebut tuan fetor.

d.     Peristiwa ini, mungkin merujuk pada pembunuhan [pengayauan/potong kepala] 2 penduduk di negeri/desa Sepa di teluk Telutih pada tahun 1850an

§  Lihat C.G.F. de Jong, Kerk, adat en theologie. Een korte geschiedenis van Amahai, een christelijke negorij op Ceram 1600 -1935, dimuat oleh Lies Brusse-van der Zee, Annelies Verbeek, Piet Visser and Ruth Winsemius (Ed), Balanceren op de smalle weg. Liber Amicorum voor Kees van Duin, Alle Hoekema en Sjouke Voolstra, halaman 313 – 332

e. Jika peristiwa yang dirujuk benar [lihat catatan tambahan huruf d], maka Komisaris yaitu Patih Leinitu yang dimaksud adalah Leonard Abraham Tanasale, yang bertugas sebagai Schoolmaster di Amahai pada tahun 1850an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar