Sumber-sumber
Periode Portugis (1512–1605) ini (yang telah disajikan pada bagian 1a–1c) akan
dianalisa untuk menjawab dan mengaitkan ketiga pemahaman yang disampaikan
sebelumnya.
Pemahaman Pertama, seperti terlihat pada surat bernomor (1) hingga (20)
terlihat dengan eksplisit bahwa Liasse, Licer, Oliazer, dan seluruh varian
penulisannya, sejak awal orang-orang Portugis merujuk dan hanya merujuk nama
itu kepada pulau Saparua yang kita kenal sekarang. Nama Liasse bukanlah nama
gugusan yang kita kenal dan pahami di masa sekarang. Hal ini dibuktikan dalam
surat-surat para misionaris itu, yang “merinci” ke-3 nama pulau dengan nama
mereka sendiri-sendiri. Pemahaman terhadap isi surat-surat inilah, yang membuat
Hubberts Jacobs dengan yakin membuat kesimpulan yang disebutkan di atas.
Agak “prematur” jika ada anggapan bahwa nama Liasse
adalah nama yang diberikan/dinamai oleh bangsa Portugis. Semua surat-surat
tersebut bisa menjadi argumentasi paling valid untuk membantah anggapan
demikian. Alasan lain adalah meski terdapat beberapa varian penulisan, namun
mereka tetap konsisten dengan makna dan seluruh penggunaan nama itu untuk
merujuk nama pulau yang mereka maksud. Meski penulisannya “berbeda” namun
intinya adalah sama. Alasan kedua anggapan bahwa nama itu adalah nama “lama”
untuk pulau Saparua bisa diterima dan memiliki bukti kuat. Para misionaris yang
menulis surat-surat itu adalah orang-orang yang bertugas di wilayah “Lease”,
minimal wilayah di sekitarnya. Tempat tugas mereka yang mengakibatkan mereka
akan selalu bersentuhan dengan masyarakat yang telah mengenal, tahu tentang
nama itu, dan mempergunakan nama ini dalam percakapan sosial di masa
itu. Alasan kedua ini “memperoleh” bukti dari Laporan/Surat Steven van der
Haghen sendiri. Laporan yang dimaksud adalah Surat/Laporan Steven van der
Haghen bertanggal 14 Agustus 161721.
Meilink Roelofsz yang menggunakan salah satu sumber
ini dalam bukunya22 menulis demikian : dalam surat/laporan itu
bagaimana :
“Van der Haghen membandingkan para pendeta Portugis
taat yang dicintai dan dihargai atas pengorbanan diri dan upaya mereka di
kalangan orang yang beralih memeluk agama Kristen di Amboina dengan para
pendeta Protestan yang tak bisa dicontohi”.
Berdasarkan sumber van der Haghen tersebut, kita bisa
“berargumen” bahwa dengan sikap hangat, humble dan bergaul erat” dari para
misionaris dengan penduduk lokal, maka tidaklah mungkin, jika penduduk lokal,
“menipu” atau “merekayasa” sebuah nama pulau kepada para pendeta itu. Jika pun
ada yang berbohong, merekayasa atau “menutupi” sesuatu dalam hal ini, nama
sebuah lokasi.... atas alasan apa mereka melakukan hal demikian?..... jika 1 atau beberapa orang menipu, berbohong,
merekayasa..mungkin hal itu bisa diterima..... namun apakah semua penduduk lokal yang
ditemui/bersentuhan dengan para pendeta itu berbohong? Rasanya agak “janggal”
jika hal demikian terjadi.
Maka bisa dipastikan nama “lease” yang mereka tulis
dalam surat-surat mereka, bukan hasil penciptaan mereka, tapi nama/kata yang
mereka ketahui/dengar dari sumber lokal tersebut. Agak “berlebihan” jika hal
sederhana ini pun ditolak, hanya karena sikap “fanatik” terhadap narasi-narasi
yang bersumber dari legenda atau tradisi oral yang bias. Mungkin saja varian
penulisan nama itu, tidak “asli” menurut pemahaman orang-orang pribumi, namun
“perbedaan” itu hanyalah soal terbatasnya bahasa, telinga, lidah dan produknya
yaitu berupa varian penulisan nama tersebut. Namun “perbedaan” tersebut
tidaklah signifikan, sehingga kemungkinan kecil ada nama lain dari apa yang
mereka tulis.
Peta “Lease” oleh Johanes Vingoboons, 1660 |
Kata Vull
(Uull) dari Pires juga bisa dibandingkan dengan kata yang ditulis
oleh Castanheda yaitu Nunciuel pada tahun 156123 atau
Nucelloel yang disebut Dourado pada tahun 157124. Armando Cortesao dalam catatan kaki seperti yang disebutkan sebelumnya,
menyebut bahwa mungkin kedua kata ini berarti Nusa Uel.....atau Pulau/Kepulauan
Uel......nama ini “mirip” dengan nama, jika kita bisa beranggapan seperti
pulau/kepulauan Uul.
Penulisan kata Nucalao (Nusalaut) yang dilakukan oleh
Pires harus diakui tidaklah “berbeda jauh” dengan apa yang ditulis oleh para
misionaris beberapa tahun kemudian, dengan seluruh varian penulisan kata itu.
Lagipula seperti yang dibilang sendiri oleh Pires, bahwa ia mendapatkan semua
itu dari sumber-sumber orang Melayu dan para pedagang Muslim, bahkan ia
“mempelajari” peta-peta yang mereka buat. Maka konsekuensinya akan berakibat
pada “efek berantai” menyangkut nama Vull yang ditulis oleh Pires. Kita harus
menerima kata itu sebagai “kebenaran” yang faktanya “direvisi” kemudian oleh
para misionaris di tahun-tahun berikutnya.
Pemahaman ketiga menyangkut hubungan nama “Ulliaser”
dengan nama Muar yang disebutkan Mpu Prapanca dalam Nagarakrtagama.
G.P. Rouffaer saat pertama kali mengidentifikasi lokasi
Muar, merujuk nama ini pada wilayah Kei (Maluku Tenggara). Pendapat ini
kemudian dirubah lokasinya menjadi Saparua/Honimoa. Hampir 70 tahun
kemudian, pendapat ini “ditentang” oleh Fraasen, yang menyebut lokasi Muar
adalah Hoamoal atau Veranula/Veranura/Waranula/Hoamohel dan beberapa varian
penulisan nama itu.
Harus diakui bahwa pendapat Fraasen benar jika
mendasari pendapatnya dengan sumber-sumber Portugis. Sumber dari Pires
menyebutnya Tanah Muar25, Huberts Jacobs menyebutnya
Veranula/Veranura/Waranula, Tiele menyebutnya Batachina Muar. Selain nama
Batachina Muar juga ada nama Batachina Moro yang merujuk pada pulau Halmahera.
M. Adnan Amal, menulis bahwa nama ini merupakan nama dari
Sumber Portugis, dan dalam pengucapan menjadi Bat(a) Chin(a), yang dalam
teks-teks lama ditulis Batchian. Ia mengutip pendapat Adriaan Lapian yang menyebut
bahwa itu adalah “salah ucap” dari kata Bacan26. Selain itu,
penggunaan nama Batachina/Batucina dimasa itu “berasal” dari kata Bato/batu,
dan kata ini digunakan di beberapa tempat. Misalnya kata Batutara, Batachina
Moro, Batchina yang merujuk di kawasan Sulawesi Utara, serta Batachina Muar.
Cortesao dalam catatan kakinya menjelaskan tentang
deskripsi yang dilakukan oleh Pires. Pires menulis demikian :
.................. behind are Tana Muar, Uli (Olu),
Varam and they say that navigation behind is very safe.
Cortesao memberikan catatan kaki dan membagi kata Tana
Muar menjadi 2 kata27 :
Tana : There is good anchorage in front of tanah
gojang village, in Piru Bay. However, there is also Tanjung Tanduru or
Tananurong the north west corner of the island, which might suggest Pires Tana or
even Tana Muar
(Tana : disitu merupakan tempat berlabuh yang baik dan
terletak di depan negeri tanah goyang, pada teluk Piru. Lagipula, disitu juga
ada tanjung Tanduru atau Tananurong yang terletak pada sisi barat laut dari
pulau itu (pulau seram), dimana ini mungkin/bisa jadi memberi kesan pada Pires
untuk menamainya Tana atau bahkan Tana Muar)
Muar : Galvao says that after Buru and Amboina the
ships of Abreu coasted along that (island) which is called Muar Damboino. I was
unable to establish any connexion betwen Pires Muar and Galvao Muar
Damboino, which seems to reffer to Ceram though some connexion certainly exist
between the two.
(Galvao menyebut bahwa setelah pulau Buru dan Amboina,
Armada Abreu “berlayar pada jalur” disepanjang pulau itu yang dinamai Muar
Damboino. Saya (maksudnya Cortesao) tak bisa “menghubungkan” kedua kata ini,
baik kata Muar yang disebut Pires maupun Muar Damboino yang disebut oleh
Galvao, dimana kedua kata ini secara pasti merujuk pada pulau Seram, walaupun
hubungannya pasti salah satu (yang benar) diantara keduanya)
Terlihat pada saat yang bersamaan kedua sumber ini
menggunakan kata Muar. Jika dibaca secara cermat, deskripsi Pires lebih pada
deskripsi pada bagian barat laut hingga arah utara pulau Seram hingga berakhir
pada kata Varam (Wahai).
Sedangkan armada Abreu dan deskripsi oleh Galvao lebih
menceritakan “bagian selatan pulau Seram”.
Armada Abreu yang dimaksud oleh Cortesao sambil
mengutip Galvao adalah armada Antonio Abreu yang di dalam armada itu Fransisco
Rodrigues turut serta. Armada ini berlayar pada akhir tahun 1511.
Visualisasi jalur pelayaran armada Abreu ini kemudian
dilukis oleh Armando Cortesao dalam bukunya28. Peta ini juga dikutip
oleh Manuel Lobato dalam artikelnya.29
Pada peta yang digambar oleh Cortesao, terlihat jelas
bahwa jalur pelayaran mereka tidak melalui arah utara pulau Seram, tapi melalui
jalur selatan, yang jalurnya kemungkinan melalui 2 jalur. Jalur pertama adalah
setelah tiba di pulau Ambon (di ujung timur jazirah Leitimor), armada itu
“menusuk” jalur sempit antara pulau Haruku dan pulau Ambon (Negeri
Tengah-tengah, Tulehu, Waai, Liang) dan berbelok serta bergerak di sepanjang
pantai selatan pulau Seram (“di atas” Haruku, Saparua) hingga
ujung timur pulau Seram dan berbelok menuju Seram laut dan berlabuh di
Guli-guli (Seram Timur) atau................
Jalur kedua, setelah tiba di pulau Ambon, armada itu
bergerak dan berlayar di sepanjang jalur “bagian bawah” pulau Haruku, Saparua,
Nusalaut, kemudian berbelok dan menusuk langsung kearah Seram Timur dan
berlabuh di Guli-guli.
(Meskipun pada peta, terlihat jelas.......jika jalur
pelayaran armada Abreu lebih condong mengikuti jalur kedua,
dimana armada ini “berhadapan” langsung dengan Laut Banda)
Galvao menulis demikian30 :
.................. Daqui
foram aa ylha de Burro, & Damboino, & costearam a costa daq’lla q’ se
chama de Muar Damboino, surgiram em he porto, q’ se diz Guli
Guli,.................
C.R.D. Bethune yang
menerjemahkan buku Antonio Galvao ini menulis :
...............From thence they
went to the Islands of Burro and Amboino3, and came to an anker in an hauen of
it called Guliguli..............
Bethune memberi catatan kaki no 3
pada kata Amboino itu dan menulis :
And coasted along what is called
Muar d’Amboina.
Hal ini yang menyebabkan Cortesao tidak “bisa
menghubungkan” kedua kata Muar yang disampaikan oleh Pires maupun Galvao itu.
Perbedaan ini memunculkan hipotesis yang lebih luas
lagi bahwa kata Muar bukan nama “asli” dari suatu tempat, melainkan hanya
penamaan berdasarkan potensi atau relief geografi semata.
Jika kita merujuk pada Muar Damboino/Damboina milik
Galvao, maka kata itu bisa digunakan untuk kawasan di sepanjang pantai selatan
pulau Seram (utara Lease) atau di sepanjang bagian bawah Lease atau selatan
wilayah Lease (yang juga selatan pulau Seram).
Hal ini bisa dianalisis lebih mendalam dengan
mengaitkan penjelasan dari Cortesao yang menyebut Muar adalah Mouth of river
(mulut atau Muara sungai).
Jika kita membaca secara cermat, Pires menulis 2 kata Muar
dan “menempatkan” pada 2 lokasi yang berbeda. Muar yang berada di wilayah
semenanjung Malaka dan Muar yang berada di Pulau Seram. Ke-2 lokasi ini
disebutkan oleh Pires pada tahun yang sama yaitu tahun 1512 itu. Ini
menimbulkan pertanyaan kritis lainnya, mana yang lebih “senior” diantara
keduanya?? Atau mana yang lebih dulu “lahir”?
Mungkinkah kata Muar ini yang nantinya akan “berubah” di masa sekarang menjadi kata Muara?
Honomoa oleh Johan Ottens, 1633 |
Menarik pula menganalisa tentang Waranula/Warnoel yang
dirujuk sebagai wilayah Muar (menurut Pires).
Kata Noel juga bisa dikaitkan pada kata Nunciuel
atau Nucelloel yang disebut oleh Castanheda dan Dourado, berdasarkan “kesamaan”
kata dan bunyi.
Nusaniwe di Pulau Ambon disebut juga oleh Castanheda
sebagai Nunciuvel31.
Uniknya lagi bahwa Nusaniwe (Nunciuvel), Saparua
(Nunciuel/ Nucelloel) dan Hoamoal (Warnoel/Veranula), memiliki “relief”
geografi yang bisa dianggap sebagai “pelabuhan” yang baik.
Menarik juga melihat kata Honimoa, yang di masa
VOC/Belanda selalu merujuk pada nama Pulau Saparua.
Menurut penulis, nama Honimoa memiliki “kedekatan
bunyi” dengan kata Muar, tentunya dengan “varian” penulisan kata
Honimoa/Hunimua.
Menurut Fraasen, Honimoa/Hunimua adalah sebuah “teluk”
dibagian selatan pulau Saparua32.
Menariknya lagi, jika kita memperhatikan dengan cermat
pada peta awal tentang pulau Honimoa/Saparoea tahun 163433.
Peta ini dibuat berdasarkan kunjungan Gubernur VOC
Ambon Artus Gijsels ke Pulau Uliaser pada Agustus 1634 itu. Pada peta ini
terlihat lambang sungai/kali yang hilirnya berujung di tepi laut. Lambang
sungai/kali ini, kakinya “berdekatan” dengan tulisan Au dan “bertetangga”
dengan tulisan Honimoa.
Begitu juga dengan 2 peta tahun 169533 oleh Isaac
de Graaf serta peta dari Johanes Hogeboom tahun 169334
Peta tahun 1747 dari Jacob Keyser35 juga
menampilkan lambang sungai/kali yang bermuara ke pantai/laut. Peta tahun 172636 yang
dimuat oleh Valentyn dalam magnum opusnya juga menampilkan hal demikian.
Beberapa peta dari tahun 1800an37, tahun
181738, tahun 187539 selalu menunjukan lambang
sungai/kali yang bermuara ke laut, yaitu Sariambi di Negeri Saparua dan Huasu
di Negeri Sirisori/daerah Honimoa.
Beberapa “bukti” ini bisa
dipertimbangkan dan jika hal ini bisa diterima maka Honimoa/Hunimua
(Saparua) juga bisa dipertimbangkan sebagai lokasi Muar karena merujuk pada
deskripsi geografis yaitu berupa “memiliki Muara/teluk” (pinggir pantai)
Apakah pemahaman “luas” ini yang menyebabkan Rouffaer
tetap setia pada kesimpulannya bahwa Muar adalah Saparua/Honimoa (Lease)?
Jawabannya mungkin saja!
Jika bukan, atas dasar dan sumber/referensi kuat yang
mana yang digunakan oleh Rouffaer?
Apakah ia tidak “membaca” sumber dari Tiele, Pires,
Rumphius yang digunakan oleh Fraasen?
Sumber dari Tiele diterbitkan pada tahun 1877-1879,
Pires menulis pada tahun 1512-1513, Rumphius menulis pada tahun 1671.
Rouffaer menulis artikel yang menyimpulkan tentang
Muar dan Saparua pada tahun 1908. Maka kemungkinan besar, Rouffaer telah
membaca sumber-sumber itu. Jika begitu, mengapa ia tetap berpendapat lain
dengan mereka?
Ini tetap menjadi “misteri” dan mungkin bisa
dipecahkan oleh sejarahwan yang lebih berkompeten.
Namun penulis berpendapat, semua kemungkinan itu bisa
dipergunakan, tentunya dengan mendasarinya dengan bukti-bukti.
Mungkin saja, Rouffaer juga mempertimbangkan
faktor-faktor lain sehingga menyimpulkan bahwa Muar dalam Nagarakrtagama adalah
Honimoa/Saparua. Sebaliknya mungkin juga..... Fraasen hanya “terpaku” pada teks
dan tidak melihat faktor “non teknis” lainnya.
==== Bersambung ====
Catatan Kaki
1. VOC Archief O.B. 1618 III, folio
357vs
· Roelofs, M.A.P. Meilink, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara : Sejarah
Perniagaan 1500-1630 (edisi terjemahan Indonesia), Komunitas Bambu, Jakarta,
2016, Bab VI, catkaki no 13, hlm 119 dan 351
2. Roelofs, M.A.P. Meilink,
Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara : Sejarah Perniagaan
1500-1630 (edisi terjemahan Indonesia), Komunitas Bambu, Jakarta,
2016, Bab VI, cat kaki no 13, hlm 119 dan 351
3. De Castanheda, Fernao Lopez,
Historia do descobrimento & conquista da India pelos Portugueses, Livro
VIII... yang terbit tahun 1561
4. Dourado, Fernao vas, Universal
Atlas, 1571
5. Catatan kaki no 20/151 (hlm 337)
6. Beschriuinge vant eylant van
Ambona, gelegen int Oost-Indiën.............(dimuat oleh P.A. Tiele
dalam Bijdragen en mededeelingen, deel 6, 1883, hlm 340-377
· Beschrijuinge vant eylant, stadt ende casteel van Ambona, midsgaders die
eylanden onder den archipelago van Ambona sorterende (dimuat oleh Gerrit.
J. Knaap dalam Memorie van Overgave van Gouverneurs van Ambon in de zeventiende
en achttiende eeuw, S’Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1987, hlm 1-11)
7. The Suma oriental of Tome Pires,
Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan oleh Armando
Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, fifth
book, hlm 210)
8. Amal, M. Adnan, Kepulauan
Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, hlm 16
9. The Suma oriental of Tome Pires,
Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan oleh Armando
Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, fifth
book, hlm 210)
10. The Suma oriental of Tome Pires,
Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan oleh Armando
Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, introduction hlm xxx)
11. Fransisco Rodrigues voyage of
discovery to the spice island from Armando Cortesao (dimuat oleh Lobato,
Manuel, A Man in the Shadow of Magellan : Fransisco Serao, the first European
in the Maluku Island (1511-1521), Revista de Cultura / Review of Culture,
International Edition, série 111, 39, 2011, pp. 113)
12. Bethune, C.R.D.
Admiraal, Hakluyt, Richard, The Discoveries of the World, from their first
originall vnto the yeere of our lord 1555, briefly written in the Portugall tongue,
by Antonie Galuano, Gouernor of Ternate, the chiefe island of the Malvcas, G.
Bishop, London, 1601, hlm 117
13. de Castanheda, Fernao Lopes,
Historia do descobrimento & conquista da India pelos Portugueses, Livro
VIII, 1561, hlm 200
·
Hubert Jacobs, SJ, Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577 ), Institutum
Historicum Societatis Iesu, Roma, 1974, chapter VI (Documents), cat kaki no
17, hlm 350
14. Fraasen, Chr.Fr, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Huygens Ing, 1998, Register Naam Honimoa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar