Oleh Dr Chris de Jong
Dr Chris.G.F. de Jong |
Penerjemah : Kutu Busu
- Pendahuluan
Agama Kristen, khususnya Protestan seperti telah menjadi
“nafas” orang Ambon-Lease, selain agama Islam tentunya. Saat orang-orang
Belanda (VOC) tiba di tanah Ambon, agama ini mulai disebarkan ke penduduk
pribumi. Proses penyebaran injil yang panjang dan sering “digunakan” untuk
kepentingan kaum kolonial turut mewarnai serta sekaligus membentuk kehidupan
sesehari orang Ambon-Lease. Ada proses adaptasi dan asmilasi dalam proses
sosial itu. Apa yang kita lihat di masa kini, khususnya dalam proses “beragama”
tidak muncul tiba-tiba. Ia dibentuk, digumuli, diresapi dan membentuk pola
beragama yang “unik”... proses asimilasi dan adaptasi itu, salah satunya adalah
proses penerimaan dan “pembentukan kembali” kebiasaan agama suku dalam proses
“menteologikan” dengan wajah yang lebih adaptif. Tak dipungkiri, bahwa proses
penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil Eropa juga disertai dengan
pendidikan. Suka atau tidak suka, wajah pendidikan yang kita nikmati dan lihat
sekarang, jejak panjangnya bisa ditelusuri jauh kebelakang. Wajah itu adalah “genetika”
pendidikan Eropa.
Sejarahawan gereja, Dr. Chris.F.F. de Jong dalam artikel
ini, membahas tentang salah satu figur “berpengaruh” dalam dunia pendidikan
orang-orang Ambon Lease pada awal abad ke-19. Bernhard Nikolas Johann Roskott
adalah figur penting itu. De Jong membahas pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
oleh Roskott dalam mengembangkan pendidikan kaum pribumi.
Artikel yang kita baca ini, aslinya dalam Bahasa Belanda
dengan judul Leven en werk van Bernhard
Nikolas Johann Roskott (1811-1873) op Ambon. Artikel berbahasa Belanda itu
kemudian diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Truus Daalder-Broekman dengan
judul The life and work of Bernhard
Nikolas Johann Roskott (1811 – 1873) on the Island of Ambon, Indonesia.
Merupakan keberuntungan bahwa kami memiliki artikel dalam 2
versi bahasa itu, dan bisa membacanya dengan keinginantahuan yang besar.
Menarik dan cukup “mengagetkan” saat membaca artikel
ini....dalam artikel ini, de Jong memberikan sebuah informasi berupa laporan seorang
pendeta pada tahun 1833 tentang beberapa kebiasaan orang Ambon Lease dalam hal “perayaan”
kematian seseorang.
Kebiasaan orang-orang Ambon-Lease saat ini, pada saat
melayat (male –male) jenazah yang
kadang “diselimuti” dengan minuman keras, perjudian, bukan baru muncul beberapa
tahun ini. Begitu juga dengan kebiasaan “3 malam” dalam acara duka, bukan
fenomena digital. Kebiasaan-kebiasaan ini telah ada dan jadi “viral” 2 abad
yang lalu.
Kami memberanikan diri untuk menerjemahkan artikel yang
penting ini, karena penting buat kita untuk mengetahui dan memahami proses
sosial yang panjang, rumit, unik dan “berkeringat” itu.
Seperti yang dibilang sebelumnya, bahwa kami memiliki
artikel ini dalam 2 versi bahasa. Hal ini “memudahkan” kami dalam proses
penerjemahan itu. Kami membandingkan keduanya untuk “memahami” maksud paling
“terdekat” yang dimaksudkan oleh penulis. Meski haruslah disadari bahwa proses
penerjemahan, seberapapun baiknya, tetaplah suatu “intepretasi” yang tak bisa
“independen” dari elemen-elemen di sekitarnya. Keterbatasan bahasa, pengetahuan
dan wawasan dari penerjemah adalah elemen-elemen itu. Menyadari akan hal itu,
maka merupakan tanggungjawab kami, jika terjemahan ini adalah proses penafsiran
itu.
Perlu juga disampaikan bahwa artikel ini berjumlah 26 halaman
(dalam versi Belanda) dan 23 halaman (dalam versi Inggris). 2 halaman terakhir
berisikan literatur yang digunakan penulis untuk menulis artikelnya ini.
penulis juga memberikan catatan kaki yang ia anggap perlu untuk memberikan
penjelasan lebih lanjut.
Untuk catatan kaki yang dibuat oleh penulis, kami memberikan
kode berupa angka, sedangkan catatan tambahan dari kami, kami gunakan kode
berupa abjad.
Catatan tambahan kami lakukan, karena ada beberapa informasi
yang perlu dijelaskan lebih jauh dan “sedikit mendalam” karena
informasi-informasi itu “ berbeda” dengan pengetahuan yang kami miliki.
Pada akhirnya, selamat membaca dan menikmati artikel ini,
semoga pengetahuan dan pemahaman kesejarahan kita terus bertambah, dan
membentuk kita jadi manusia yang mencintai sejarah kehidupan.... salam
- Kata Pengantar
Metamorfosis dalam elemen kebudayaan atau adaptasi
kebudayaan dalam perubahan lingkungannya/wilayah sekelilingnya adalah berasal
dari kerja seorang individu, yang dikaitkan dengan perubahan itu. Seluruh
faktor dan upaya memainkan 1 bagian, dan mungkin kurang dari yang lain, namun bersama-sama
membentuk jejaring dari penyebab dan akibat atau lebih pada penyebab dan akibatnya,
yang mana hal demikian sulit untuk diuraikan. Adalah tugas Sejarahwan,
Antropologis dan Sosiologis untuk “membuka” jejaring “kusut” ini serta menunjukan
pola-pola pasti yang merupakan hal mendasar dalam proses perubahan.
Meskipun rumitnya
fakta- fakta dan lain-lain, terkadang terjadi bahwa seseorang dapat
teridentifikasi sebagai pribadi unik yang memainkan peranan signifikan dalam
periode kesejarahan sehingga ia (wanita atau pria) memperoleh perhatian khusus.
Figur seperti itu misalnya Bernhard Nikolas Johann Roskott, seorang Guru
berkebangsaan Jerman, yang sejak tahun 1835 hingga kematiannya tahun 1873,
meninggalkan “nama besarnya” dalam hal pendidikan penduduk pribumi di
Karesidenan Ambon. Essay ini dipersembahkan kepada figur itu, yang dikirim ke
wilayah itu oleh Perkumpulan Missionaris Belanda (NZG – Nederlands Zendeling Genootschap)1.
Essay ini
dimulai dengan uraian singkat tentang masalah-masalah di Maluku yang ditemui
Roskott saat tiba pada tahun 1835. Kemudian dilanjutkan dengan uraian
terperinci tentang kehidupan dan pekerjaannya. Akhirnya, saya (penulis) akan
mencoba mengkaji/menilai hasil pekerjaannya dalam hal perkembangan pendidikan
kaum pribumi di Karesidenan Ambon.
Peta Pulau Ambon - Lease dan sekitarnya |
- Deskripsi
2.1.
Karesidenan Ambon dan penduduknya
Pada
negeri-negeri Kristen Protestan di Karesidenan Ambon atau Maluku Tengah
(termasuk pulau Ambon, Barat dan Tengah pulau Seram, Buru, Haruku, Saparua,
Nusalaut, Ambalau, Manipa, Kelang dan Buano), sekolah adalah bagian penting
dalam kehidupan masyarakat sejak era kedatangan VOC, kurang lebih disebabkan
oleh para guru yang juga pendeta dalam konggregasi gereja lokal bersama
pemimpin-pemimpin negeri dan anggota-anggota penting komunitas (orang kaya,
radja) adalah elemen penting dalam kehidupan sesehari komunitas itu.
Sekolah
merupakan “ tulang punggung ....masyarakat Protestan Ambon”2.
Anak-anak
belajar membaca dan menulis dalam hal ini belajar Alkitab dan belajar bernyanyi,
dalam hal ini menyanyikan Mazmur. Komunitas kaum Muslim, yang banyak tersebar di
Hitu (bagian utara semenanjung pulau
Ambon), serta beberapa negeri pribumi di pantai utara pulau Saparua,
Haruku, sepanjang pesisir pulau Seram dan pulau-pulau kecil di pantai barat
pulau Seram, tidak tersentuh pendidikan oleh orang-orang Eropa hingga akhir
abad ke-19.
Hal
ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah sejak masa VOC. Hal ini bertujuan
untuk mencegah semua perselisihan dan permusuhan antara penduduk Kristen dan
Islam. Hal ini juga berhubungan dengan kebijakan pembatasan penyebaran agama
Islam. Ditambah lagi dengan pemahaman
bahwa Kalvinisme Belanda (agama Kristen) hanyalah satu-satunya jalan
“keselamatan” dan agama “paling benar”
sedangkan Islam dilihat sebagai suatu “sekte” yang berhubungan dengan “nabi
yang keliru”3.
Kebijakan
ini dilanjutkan selama 2 periode pemerintahan Inggris di Maluku, yaitu sejak 17
Februari 1796 sampai 1 Maret 1803 dan 19 Februari 1810 hingga 25 Maret 1817.
Sepanjang
abad ke-19, pemerintah selalu curiga terhadap Islam karena Islam sejak awal telah
menjadi sumber inspirasi dalam hal penentangan terhadap dominasi orang Eropa4.
Kaum misionaris di Maluku, dilarang
bekerja di wilayah negeri-negeri Muslim pribumi, sehingga masyarakat Muslim
dibatasi kontaknya dengan orang Belanda dan Kristen sebisa mungkin. Awalnya,
tidak ada pemikiran untuk menerapkan pemisahan dalam hal pendidikan terhadap
kaum Muslim pribumi seperti yang
diterima oleh kaum pribumi Kristen. Pada paruh kedua abad ke-19, hal ini
mengalami perubahan.
Menurut
sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 1833, jumlah penduduk pribumi di
Karesidenan Ambon berjumlah 54.935 jiwa, meskipun hanya beberapa negeri di
pesisir barat dan selatan pulau Seram, yang penduduknya dihitung dalam sensus
ini.
Ambon di masa 1817 oleh Q.M.R. Verhuell |
Kota
Ambon, termasuk wilayah sub-urbannya dan dusun memiliki 11.814 penduduk, dimana
sebanyak 6829 beragama Kristen dan 1675 beragama Islam. 3310 penduduk lainnya
adalah kaum Eropa, Tionghoa dan penduduk “asing” lainnya yang tidak dikategorikan
sebagai penduduk pribumi. Selain kota Ambon, karesidenan Ambon terdiri dari 108
negeri pribumi yang jumlah penduduknya sebanyak 43.121 orang. 59 negeri
diantaranya memiliki penduduk beragama Kristen sebanyak 24.488 orang dan
sisanya 49 negeri memiliki penduduk beragama Islam sebanyak 17.884 orang5.
Program
pendidikan (Kristen) dari pemerintah kepada para penduduk mencakup kira kira 2/3
penduduk pribumi. Disamping sekolah-sekolah pemerintah untuk penduduk pribumi,
ada juga 1 hingga 2 sekolah swasta dan sekolah Belanda di kota Ambon. Bagaimanapun
juga, sekolah-sekolah swasta hanya muncul dalam periode yang singkat dan tidak
dikaji dalam essay ini. Roskot bukanlah termasuk dalam 2 bentuk sekolah ini6.
2.2. Gereja,
Misi dan Pendidikan : Carey dan Kam
William Carey (1761-1834), ayah penginjil Inggris Jabez Carey |
Generasi
pertama penginjilan yang membangun gereja di Karesidenan Ambon setelah VOC
runtuh, tidak diragukan lagi dan sangat dikenal adalah Joseph Kam (1815 -1833)a.
Namun ia bukanlah yang pertama, yang pertama adalah Jabez Careyb seorang
misionaris dari BMS yang sejak 1814 – 1818 bekerja di Ambon dan pulau-pulau
sekitarnya. Saat ia tiba, ia “diingatkan” pada kurangnya guru-guru yang memiliki
pendidikan. Pemerintah Inggris di Ambon menunjuknya sebagai “superintendant
sekolah”, dan melalui kapasitas ini, ia mencoba untuk memperbaiki kondisi dewan
sekolah dan gereja, melalui reorganisasi pelatihan para guru yang juga pendeta
dan selalu melakukan kunjungan pengawasan terhadap mereka. Namun periode 4
tahun kerja, terlampau singkat untuk memperoleh hasil maksimal yang diinginkan,
dan orang-orang Belanda melanjutkan pekerjaan Carey setelah mereka mengambil
alih kekuasaan dari Inggris. Setelah Carey pergi, Kam mengambil alih
pekerjaannya sebagai supervisor sekolah. Kam juga mendirikan “lembaga pelatihan
asisten berkompeten” pada tahun 1819. Namun, fokus lembaga ini lebih banyak
melayani kebutuhan gereja dibandingkan pendidikan. Lembaga ini pada akhirnya tidak
menghasilkan guru-guru yang bermutu.
Dalam
tahun 1825, Pieter Merkus Gubernur Maluku melakukan “intervensi” dan membuat
keputusan bahwa beberapa guru akan diberi pendidikan pada pendidikan dasar di
Batavia dibawah pengawasan Inspektur Pendidikan Kaum Pribumi. Guru-guru lainnya dimintakan untuk menerima
pendidikan pada sekolah menengah terbesar di kota Ambon, yang telah ada di masa
pemerintahan Inggris7. Pendaftarannya berlokasi di negeri-negeri di
Ambon dan pulau sekitarnya, tapi juga di lokasi yang jauh misalnya di Minahasa,
Celebes Utara8 serta di pulau-pulau tenggara dan barat daya yang
lebih dikenal sebagai kepulauan Arafura, dimana mereka diperkerjakan pada
sekolah-sekolah lokal dan menjadi jemaat gereja9. Bagaimanapun juga,
kebijakan Merkus mendapatkan sedikit hasil positif.
Setelah
kematian pendeta C. Auwerdac pada tahun 1828, Joseph Kam kemudian
menjadi penginjil, juga menjadi “menteri” pada lembaga Gereja Protestan di
Hindia Belanda atau Gereja Hindia di Ambon dan President Dewan Gereja. Ia juga
ketua Ambon Auxiliary Missionary Society,
yang didirikan pada tahun 1821 sebagai “pelindung” kepentingan pekerjaan penginjilan
di Maluku, serta mengawasi urusan keuangan DMS (Dutch Missionary Society)10. Hingga menjelang Kamp
meninggal, banyak tugas yang tak bisa diselesaikan. Pada Desember 1832,
penginjil DMS berkebangsaan Jerman, Georg Friederich August Gericked tiba di Ambon dan mengambil sebagian
tugas-tugas Kam, menemani Kamp dalam kerja pengawasan komunitas gereja dan
sekolah di luar kota Ambon11. Sejak Mei 1833 hingga seterusnya,
Gericke berbagi kerja dengan penginjil P. Keysere yang juga seperti dirinya, ditunjuk sebagai
pejabat “menteri” pengganti Kam12. Tahun-tahun selanjutnya, DMS
menunjuk beberapa penginjil lain untuk bertugas di wilayah ini.
Gericke
menggambarkan Kam yang di gelari “ Rasul Maluku” oleh sejarahwan gereja Ido
Enklaar, sebagai “orang mulia berjanggut abu-abu”, namun ia juga memiliki “
keluhan-keluhan serius dan catatan kritis” terhadap Kam13
Joseph Kam (1769 -1833), sang Rasul Maluku |
Setelah
kematian Kam pada 18 Juli 1833, Gericke memberikan laporan kepada DMS :
Komunitas gereja, baik di kota Ambon sendiri dan di
negeri-negeri di luar pulau Ambon dalam kondisi yang menyedihkan. Pendidikan
mereka diberikan oleh guru-guru yang malas, sama sekali tak berharga, kepercayaan
agama yang terbatas/kurang bercampur dengan keyakinan pagan, kebiasaan leluhur,
tahayul dan kebodohan. Mereka mengikuti kata hatinya untuk terus berkubang
dalam kekotoran yang sangat besar dan selalu ketagihan seperti hal-hal sensual,
mereka sangat menikmati pesta pora dalam hal makan, minum dan berdansa. Moral
mereka benar-benar kompromistis dan seringkali saya (Gericke) menemukan bahwa
di desa, angka perbandingan anak-anak haram dan tidak adalah 1 :3
Pelayanan gereja layak untuk diperluas/ditambah. 3 hingga
4 minggu sebelum perjamuan kudus, mereka bersikap “suci”, namun yang sulit
adalah setelah selesai perjamuan kudus, mereka kembali berkubang dengan cara
hidup yang lama. Kebiasaan mereka dalam soal pemakaman entah orang tua mereka,
teman-teman dan tetangga telah berubah. Misalnya, saat ayah atau kepala
keluarga meninggal, informasi ini tiba-tiba diumumkan kepada seluruh keluarga
besar mereka dan seluruh tetangga. Mereka kemudian mengenakan pakaian hitam dan
melakukan prosedur pemakaman di rumah duka serta menerima ucapan belasungkawa dan
mengirimkan pemberian-pemberian untuk hari-hari berikutnya selama perayaan
berkabung itu. Jenazah awalnya dibaringkan di luar peti jenazah, kemudian
dimasukan ke dalamnya, dan bahkan sebelum jenazah dimakamkan, makanan juga
turut dihidangkan. Setelah dimakamkan, handai taulan kembali ke rumah duka
untuk menghibur istri (janda) yang telah
ditinggalkan (keluarga yang berduka).
Karena penggunaan alkohol yang lumayan banyak, maka acara
penghiburan ini segera berubah menjadi “pesta pora”. Pada sore harinya, handai
taulan kembali pulang, namun keesokan harinya mereka kembali ke rumah duka.
Acara makan dan minum berlangsung lagi ditambah dengan berjudi, dan pada akhir
hari ketiga perayaan berkabung itu, sang janda telah menemukan pasangan baru
dan para tetangga yang mabuk terlibat keributan dan permusuhan. Suatu
sensualitas yang “kasar” dan kebiasaan yang “heboh”!!!. Apakah itu suatu
perkabungan ????
Pada perayaan seperti itu, merupakan hal umum bahwa
anak-anak perempuan berusia muda dari keluarga itu “dirusak” kesuciannya dan
akhirnya munculnya banyak anak-anak haram hasil kegiatan-kegiatan seperti ini. Uang
dikumpulkan/disimpan bertahun-tahun untuk melaksanakan perayaan seperti ini.
Oh... betapa kerajaan gelap/jahat telah menguasai tempat
ini !!! Bagaimana bisa Setan bisa berkuasa disini??? Hanya kekuatan kebangkitan
Yesus dari kematianlah yang dapat menghancurkan dan menaklukan kerajaan gelap
ini sedikit demi sedikit14.
Ketika
Gericke memfokuskan pendapat pada terjadinya skandal kehidupan religius di
Maluku seperti juga yang terlihat dari perspektif orang-orang Calvinis Belanda,
Pejabat Gubernur Maluku, F.V.A. Ridder de Stuers (1837-1841), segera setelah kedatangannya,
mengekspresikan ketidakpuasaan tentang perkembangan pendidikan kaum pribumi :
Saat mengunjungi suatu negeri, terdengar anak-anak muda,
yang semuanya menggunakan pakaian hitam, yang secara tertib berkumpul di bawah
rindangnya pohon, dipimpin oleh guru mereka memulai menyanyikan nyanyian mazmur
dengan menyayat hati, adalah hal yang membesarkan hati, untuk percaya
sepenuhnya bahwa penampilan yang indah ini adalah petunjuk dari keberhasilan
suatu sekolah.
Betapa menyedihkannya jika penampilan yang menawan ini, secara
umum hilang dari pemantauan/pengawasan, untuk sekolah-sekolah yang bertempat di
lingkungan berbeda, dalam hal pengembangan anak-anak muda, hanyalah dilakukan
sistim belajar yang mekanistis (itu-itu saja) terhadap beberapa mazmur dan salinan-salinan
Alkitab yang telah diterjemahkan ke bahasa Melayu.
--------- adalah
sangat menggairahkan jika mereka memiliki akses terhadap buku-buku pelajaran
lain, yang kemudian digunakan dalam rangka pemahaman yang lebih baik pada
kewajiban mereka terhadap pemimpin-pemimpin mereka dan pemerintah. Mereka dapat
juga “diperkenalkan” pada dunia industri dan upaya peningkatan ketenagakerajaan
dan akan menjadi hasil yang memuaskan, sesuai kapasitas pemahaman mereka. Jika pelatihan/pelajaran
ini langsung diterapkan maka akan sesuai dengan kebutuhan mereka dan kemajuan
masyarakat mereka sendiri, suatu kebutuhan yang akan berlangsung ditahun-tahun
mendatang seperti layaknya desakan permintaan, namun hingga sekarang belum
terwujud15.
- B.N.J. Roskott
3.1.
Asal Usul
B.N.J. Roskott (1810/1811 - 1873) |
Di
negeri Belanda, terdapat beberapa laporan yang didalamnya memiliki kesan
negatif terhadap kenangan akan Kam. DMS
menyadari bahwa hal itu merupakan hal penting untuk mencurahkan segala upaya
dalam hal peningkatan/pengembangan pelatihan guru-guru dan para pendeta
pribumi. Figur yang ditunjuk dalam rangka meningkatkan standar pendidikan adalah
seseorang berkebangsaan Jerman bernama Bernhard Nikolas Johann Roskott. Ia
lahir 12 Oktober 181116 dan meninggal di Ambon pada 5 September 1873f.
Tempat kelahirannya adalah Gildehaus di county Bentheim, Jerman, arah timur
dari Oldenzaal,Belanda. Kakeknyag, Augustus Ernestus Roskott pernah
menjadi minister di Gildehaus dan meninggal pada tahun 1770. Sang ayah,
Augustus Ernestus Roskott kehilangan pekerjaan akibat perang Napoleon dan
kemudian menjadi pemilik sebuah toko, antara tahun 1842 dan 1846, sang ayah
menjadi mayor di kota itu. Keluarga itu memiliki 9 anakh : 3 anak
tertua adalah perempuan, kemudian diikuti Bernhard yang disebutkan dalam kajian
ini, dan selanjutnya 2 laki-laki dan 3 perempuan17.
Bernhard
menyelesaikan pelatihan gurunya, setelah itu bekerja di Amersfort sebagai guru
kelas ketiga dan pembantu guru di sekolah Perancis, yang (dimasa sekarang)
merupakan bagian dari sekolah latin. Roskott adalah anggota dari Gereja
Reformasi Belanda (Nederlands Hervormde
Kerk) dan juga menurut pernyataannya sendiri, ia mahir dalam berbahasa
Belanda, juga bahasa Jerman “tinggi/halus” dan “rendah/pasaran”, Perancis serta
Inggris18.
Ia
melamar pada lembaga DMS di Roterdam pada awal Januari 1834, dan April tahun
itu ia bekerja sebagai “ Asisten dalam pendidikan anak-anak muda dan pelatihan
pembantu guru untuk penduduk pribumi” seperti rumusan DMS dalam instruksi
mereka19. Ia tidak
ditahbiskan sebagai penginjil20. Pelatihan yang diterimanya selama
di DMS Roterdam berlangsung selama 2 bulan dan hanya memfokuskan pada pemahaman
Alkitab. Ia juga tidak diberikan pelatihan tambahan dalam bidang pedagogi (ilmu
mengajar)
sebuah jalan di Ambon abad 19, oleh Josias Cornelis Rappard |
3.2.
Di Ambon
Dalam bulan
Juli 1834, Roskott berangkat menuju Hindia Belanda (Nusantara)21,
dan pada 17 Maret 1835, ia tiba di Ambon hampir setahun setelah kematian
Gericke (1 Juni 1834) dan hampir 2 tahun setelah kematian Kam22. Roskott
dan Gericke benar-benar pribadi yang berbeda. Berbeda dengan Gericke, yang
melihat dosa dan kebinasaan dimana-mana,
pribadi yang akan menghancurkan dan “menenggelamkan” semua hal yang berkaitan
dengan kepercayaan lain atau benda-benda magis dari kepercayaan sebelum Kristen
sebisa mungkin, Roskott terkesan dengan apa yang ia temui, dan itu menarik
perhatian seniornya di Roterdam dalam hal kemungkinan dan kesempatan untuk
peningkatan pendidikan kaum pribumi. Dalam laporan pertamanya dari tempat tugas
barunya, ia menyatakan bahwa ia “terpesona” dengan kesopanan dan kecerdasan
kaum pribumi. Dalam pandangannya, orang Kristen Ambon merasa “terhibur” dengan
agama Kristen23.
Ia juga “membenarkan”
keluhan (yang pernah ada) bahwa banyak sekolah yang guru-gurunya tidak “sesuai”
dengan kemampuan24. Beberapa yang tidak bisa menulis dan banyak yang
kesulitan membaca25. Kritikannya terhadap para guru sangat jujur,
namun ia “memuji” anak-anak/para siswa yang bersekolah :
----
guru-guru yang ada, dengan beberapa pengecualian, sangat buruk dalam kemampuan
mereka, tak bisa mengajar, anak-anak/siswa memiliki karakter yang sangat baik, banyak
yang memiliki daya ingat yang kuat, hanya sebagian kecil yang tidak tahu
tentang abjad, namun dapat menghapal katekismus dengan sempurna/lengkap26
3.3.
Roskot dan (keluarga) Twijsel
Fakta bahwa
Roskott terkesan dengan masyarakat dan kecerdasan orang-orang Ambon, tak
diragukan lagi adalah merupakan bagian penting dalam siklus “pengadaptasian”
sejak ia mulai menetap : Keluarga Indo-Eropa, Keluarga Twijsel.
Pernikahannyai
dengan Sara Maria Elizabeth
(Elize) Twijsel (1818 – 14 Sept 1856) merupakan hal penting untuk kehidupan
pribadi dan profesionalnya. Elize adalah keponakanj dari J.E. Twijsel, seorang yang kaya dan figur
berpengaruh di kota Ambon27
Adalah
mungkin bahwa hal ini merupakan pernikahan yang diatur, bukan hanya
diindikasikan lewat surat yang ditulis Roskot kepada atasannya di Roterdam dan
menyebut bahwa tindakan ini menjadi “pertimbangan kuat” untuk dirinya, tetapi
juga adanya perayaan yang dibuat hanya beberapa bulan setelah kedatangannya di
Ambon28.
Keluarga
Twijsel adalah keturunank dari Georg Everhard Rumphius (Hanau, Germany
1628 – Ambon, 1702), perancang benteng VOC dan juga pendiri/ penggagas studi
ilmu pengetahuan flora dan fauna di Ambon dan sekitarnya.
Beberapa
anggota keluarga Twijsel memiliki posisi penting di Gubernemen, yang lain
adalah pemilik firma dalam project pembangunan, pabrik batu bata dan ubin/keramik,
sedangkan J.E. Twijsel memiliki lahan perkebunan yang luas di Laha dan Rumah
Tiga, wilayah di semenanjung utara Hitu. Menurut Roskott, lahan perkebunan itu
“ terbesar dan paling indah, bukan hanya di sekitarnya, tapi juga di dunia”29.
J.E. Twijsel
dan kemudian putranya G.E. Twijsel (lahir 1823) adalah pedagang yang memiliki
kontrak-kontrak dari pemerintah, juga penyedia genteng, batu bata, kayu hingga
daging. Ia juga melakukan impor beras,
pakaian linen, dan besi dari Jawa dan Makasar, juga pakaian beludu, perkakas
tembaga, tembikar dan barang-barang lainnya dari wilayah Pantai Coromandel.
Elize sendiri
juga dianggap sebagai “wanita tulen”30. Implikasi dari pernikahannya ini, membuat
Roskott menjadi “kaum elit, golongan bangsawan di Ambon”31. Dalam
tahun 1850an, peternakan milik Roskott adalah yang terbesar di kota Ambon.
Penjualan ternak-ternaknya untuk dipotong membuat ia meraih keuntungan, yang ia
gunakan untuk membantu pekerjaan utamanya32. Ia juga menggunakan
uang hasil pajak dari perkebunan pohon sagu miliknya untuk menunjang pekerjaannya33.
Relasinya dengan Gubernemen Maluku/Ambon terjalin dengan sangat baik34. Dalam tahun 1847, bersama orang-orang
Gubernemen dan selanjutnya juga dengan Gubernur Maluku, J.B. Cleerens
(1846-1850), Roskott melakukan perjalanan ke daerah asing di bagian utara Pulau
Buru. Nyaris semua posisi berpengaruh yang ada, Roskott ditunjuk menjadi
anggotanya, seperti tahun 1850-1852, ia adalah anggota Dewan Pengadilan di kota
Ambon, dimana beberapa anggota keluarga Twijsel juga menjadi anggotanya. Dalam
tahun 1862, ia menjadi anggota kehormatan Lembaga Pengetahuan dan Seni Batavia
(Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen)35
Status sosial
yang tinggi itu, memungkinkan Roskot untuk mencapai tujuan maksimal
pekerjaannya yaitu pendidikan dan pengembangan kaum pribumi.
--- bersambung ---
Catatan
Kaki : (dari penulis)
- Sumber tentang sejarah gereja dan penginjilan di Maluku Tengah pada abad ke-19 dapat dilihat/dibaca pada de Jong De Protestante Kerk volume I, atau lihat juga de Jong “een verloren generatie zendelingen”
- Knaap, Kruidnagelen, 85, 94-97
- Ibidem, chapter IV
- Knaap, “Godsdienstpolitiek”
- Disini ada perbedaan 749 budak yang “beragama” namun tidak diregistrasi/didaftarkan. “Generaal overzicht der zielsbeschrijving” bijlage bij GME, “Algemeen verslag van Het Gouvernement der Moluksche Eilanden over den jare 1833”, 31/7/1834, ANRI, AA1101. Lihat juga de Jong, De Protestante Kerk, volume 1, dokumen no 22
- EA 1837, 173, EA 1838, 177, 178
- Lihat de Jong, De Protestante Kerk, volume 1, dokumen no 35, 48
- Di Minahasa, DMS tidak memiliki lembaga/sekolah pelatihan guru tersendiri hingga tahun 1851. Pada tahun itu, sebuah sekolah didirikan di Sonder, tahun 1854 dipindahkan ke Tanawangko, dan tahun 1860 dipindahkan ke Kuranga Tomohon. Tahun 1936, sekolah ini ditutup. ”Wet deelen reizigers ons over de zending in de Menahase mede?”, khusus hal 68-69
- Enklaar, Joseph Kam, 112-116
- EA 1822, 776
- Surat G.F.A. Gericke kepada Dewan DMS, 12/1/1833, UA, AMB 29/5/A
- P. Keyser, sekitar 1804 -1840, sejak 1833-1837 melakukan penginjilan di kota Ambon, dengan status sebagai pejabat pendeta Gereja Protestan Hindia Belanda, sejak 1837-1840 bertugas di Waai.
- Surat G.F.A. Gericke kepada Dewan DMS, 9/6/1833, UA, AMB 29/5/A
- Surat G.F.A. Gericke kepada Dewan DMS, 9/6/1833, UA, AMB 29/5/A
- Surat F.V.A. de Stuers kepada GGDEI, 18/12/1837, di muat pada EA 1939, 9-10
- Menurut “ Silsilah dari August Ernst Roskott : (https://www.roskott.nl/Reports%20-%20Character%20based/JWE%20Parenteel.htm), Roskott dibaptis pada 15 September 1810. Pada uraian anak-anak A.E. Roskott ada perbedaan tanggal baptis anak tertua dan anak terakhir yang berjarak 44 tahun.
- Menurut data dari M.A. Ltronto-Roskott, Spijkenisse, Belanda dan Truus Daalder-Broekman, Adelaide, Australia
- Surat P.J. Laan kepada J.L. Vorstman, 9/1/1834, UA, AMB 34/5
- Instruksi/perintahnya dapat dilihat pada EA 1834, 354-360
- EA 1834, 327-328
- EA 1835, 143-144
- EA 1835, 144
- EA 1835, 169
- Enklaar, Joseph Kam, 112-116
- Lihat de Jong, De Protestante Kerk, volume 1, dokumen no 80
- J.E. Twijsel, 1796 – 1843, pengusaha, anggota dewan pengadilan (1824), anggota dewan yatim piatu (1825-1826), anggota dewan AMS
- EA 1835, 169
- Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA, AMB 34/5
- EA 1839, 105
- Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA, AMB 34/5
- Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 7/5/1843, 2/6/1860, UA, AMB 34/5
- EA 1864, 54-56
- “varia” (1850)
- “ Bestuursvergadering ---- 13/7/1861”, 121
- Enklaar, Joseph Kam, 112-116
Catatan
Tambahan : (dari kami penerjamah)
- Joseph Kam dibaptis pada tanggal 19 September 1769 di Hertogenbosch, putra dari Joost Kam. Ia menikah pertama kali pada tahun 1804 dengan wanita yang tidak diketahui identitasnya. Istri pertamanya ini meninggal, 2 bulan setelah melahirkan (menurut sebuah sumber dalam tahun 1806). Pada pertengahan 1814 ia berangkat menuju Ambon, namun hanya sampai di Surabaya, karena tidak ada kapal menuju ke Ambon. Pada tanggal 15 Maret 1815 ia tiba di Ambon. sebulan lebih kemudian, Joseph Kam menikah dengan Sara Maria Timmerman pada 28 April 1815 di Ambon. Sara Maria Timmerman lahir di Ambon, 25 Oktober 1796 serta meninggal pada 13 Desember 1858 di Ambon. Ia adalah putri dari Carl Laukens Timmerman (?? – 1806) dan Barbara Geetruida Twijsel (1768 -??).
Joseph Kam
sendiri meninggal di Ambon pada tanggal 18 Juli 1833 di Ambon dan memiliki
seorang putra bernama Joseph Karel Kam (19 Nov 1819 – 6 Sept 1898) yang juga
berprofesi sebagai penginjil.
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Kam, Joseph
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Kam, Joseph Karel
§
de
Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch
Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893,
Hal 229-231
§
Buddingh,
S.A. Naamlijst der Predikanten in
Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal
21
§
Enklaar,
I.H. Apostel der Molukken, Den Haag,
Boekencentrum, 1963
- Jabez Carey lahir pada 12 Mei 1793 di Pidington, putra ketiga (anak ke-6) dari William Carey (1761 – 1834) dengan istri pertamanya Dorothy Plecket (1752 – 1807). Jabez Carey menikah 2 kali, yang pertama dengan Anna Elize Hilton (1797 – 1 Maret 1842) pada tanggal 4 atau 24 Februari 1813 di Serampore. Ia menikah kedua kali dengan Sara Hawkins (31 Des 1815 – 17 Sept 1843), putri dari Caleb Hawkins. Jabez Carey sendiri meninggal pada 13 Mei 1862 di Calcuta India.
William
Carey, ayah dari Jabez Carey adalah penginjil terkenal yang memiliki nama besar
dalam penginjilan di India. Setelah istri pertama meninggal, ia menikah lagi
dengan Charlotte Emilia Rumohr
(1761-1821) pada tahun 1808, kemudian dengan Grace Hughes (1778 – 1835) pada
tahun 1823.
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Carey, Jabez
§
Lihat
George Smith The life of William Carey :
Shoemaker and Missionary, 1909 (khusus
bab 5)
§
Lihat
G. Winfred Hervey The story of Baptis
Mission in Foreign Land, St Louis, Chancy. R, Bans, 1885 (khusus bab 5)
§
Lihat
Fred Barlow William Carey : Missionary –
Evengalist, Sword of the Lord Publishers, 1976
§
Lihat
Galen B Royer William Carey : The Father of Modern Missions,
Brethern Publishing House, 1915
- C. Auwerda memiliki nama lengkap Cornelis Auwerda lahir pada tahun 1798. Ia menuju ke Hindia Belanda menumpang kapal Roterdams Walvaren dan tiba di Batavia pada 28 Mei 1825. Ia tiba di Ambon pada tahun 1826 dan hanya bertugas selama 2 tahun hingga meninggal pada 10 November 1828.
§
de
Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch
Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893, Hal
17
§
de
Jong, Chris.G.F. De Protestante Kerk in de
Midden Molukken 1803 – 1900 (dua volume), Leiden, KITLV Press, 2006, bijlage
III,
§
Buddingh,
S.A. Naamlijst der Predikanten in
Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal
21
- Georg Friedrich August Gericke lahir pada tahun 1803 di Neusted Pruisen. Ia mulai bertugas di Ambon pada tahun 1832 hingga meninggal pada 1 Juli 1834. Ia menikah dengan Anna Maria Oudshoff, yang setelah G.F.A. Gericke meninggal, menikah lagi dengan Johan Henrich Moller pada tanggal 6 Juli 1836 di Semarang. J.H. Moller adalah duda dari Amerantia Magdalena Knaap.
§
de
Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch
Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893, hal
144
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Gericke, Georg
Friedrich August
§
Buddingh,
S.A. Naamlijst der Predikanten in
Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal
21
§
de
Jong, Chris.G.F. De Protestante Kerk in
de Midden Molukken 1803 – 1900 (dua volume), Leiden, KITLV Press, 2006, bijlage
III,
§
Lihat
Almanaak en Naamregister van
Nederlands-Indie voor het jaar 1837, Batavia, 1837, hal 204
- P. Keyser bernama lengkap Pieter Keyser/Keijser lahir pada 23 Oktober 1801 di Amsterdam, putra dari Gerrit Keijser dan Steijntje van der Valk. Pada tahun 1832 menuju Hindia Belanda, dan mulai bertugas di Ambon sejak 1833 – 1837. Sejak tahun 1837 – 1840, bertugas di Waai (Ambon) hingga meninggal pada 17 September 1840. Ia menikah dengan Marriane (Maria) Cursham pada tanggal 12 September 1833. Marianne Cursham lahir di Ambon pada tahun 1815 dan meninggal pada 31 Desember 1849. Ia adalah putri dari John Cursham (?? – 1826) dan Cornelia Elizabeth Weltz. Ayah mertuanya ini adalah seorang militer Inggris dan pernah menjadi Resident Manado (1816 – April 1817)
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Keijser, Pieter
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Cursham, John
§
de
Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch
Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893,
hal 144
§
Buddingh,
S.A. Naamlijst der Predikanten in
Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal
21
§
de
Jong, Chris.G.F. De Protestante Kerk in
de Midden Molukken 1803 – 1900 (dua volume), Leiden, KITLV Press, 2006, bijlage
III,
§
Lihat
Edward Dodwel Alphabetical list of The
Officers of The Indian Army, London, Longman, Orme, Brown & Co, 1838, (bagian
Indian Army List Madras) hal 36-37
§
Lihat
Almanaak en Naamregister van
Nederlands-Indie voor het jaar 1851, Batavia, 1851, hal 400
- Secara eksplisit, de Jong menulis B.N.J. Roskott lahir pada 12 Oktober 1811, namun tanggal ini berbeda dengan beberapa sumber yang menyebut Roskott dibaptis pada 15 September 1810. Pada naskah asli berbahasa Belanda, de Jong memberikan catatan kaki no 16 pada informasi tanggal lahir Roskott ini dan memberikan penjelasan bahwa :
Berdasarkan sumber dari https://www.roskott.nl/Reports%20-%20Character%20based/JWE%20Parenteel.htm Roskott dibaptis pada 15 September 1810. Ia
juga memberikan penjelasan bahwa sumber keluarga ini ada sedikit kejanggalan dalam
hal jarak tahun baptis anak tertua hingga anak terakhir (saudara-saudara dari
B.N.J. Roskott) itu berjarak 44 tahun. Anak tertua dibaptis pada tahun 1804 dan
anak bungsu dibaptis tahun 1848 !! Memang agak “mengganjal” namun de Jong tidak
memberikan sumber darimana ia mendapatkan tanggal 12 Oktober 1811 itu.
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Roskott, Bernhard
Nikolas Johann
§
Lihat M.D. Etmans Bevolking van Saparoea 1821 – 1946, hal 105, 166
- Secara eksplisit, de Jong menulis bahwa kakek Roskott bernama Augustus Ernestus Roskott yang meninggal tahun 1770. Namun informasi ini juga berbeda dengan sumber keluarga Roskott sendiri. Kakek Roskott bernama Eberhard Wilhelm Roskott (1725 – 1795), sedangkan Augustus Ernestus Roskott (1694 – 1770) seperti yang dimaksud oleh de Jong adalah kakek buyut dari B.N.J. Roskott.
- de Jong benar pada informasi ini, namun kurang lengkap mengurainya. Ayah Roskott, Augustus Ernestus Roskott (1773 – 1846) menikah 2 kali. Yang pertama dengan Mathilde Judith Bauer (?? – 1810), yang kedua dengan Philipina Theodora Schultzs.
Pernikahan
pertama memperoleh 3 anak dan semuanya anak perempuan, sedangkan pernikahan
kedua memperoleh 6 anak, dimana B.N.J. adalah anak pertama (sekaligus putra
pertama) diikuti 2 adik laki-laki dan 3 adik perempuan.
- Bernhard Nikolas Johann Roskott menikah dengan Sara Maria Elizabeth Twijsel pada tanggal 12 September 1835 di Ambon. Sara Maria Elizabeth Twijsel lahir pada 25 Desember 1818 di Ambon, meninggal di Ambon pada 14 September 1856
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Roskott, Bernhard
Nikolas Johann
§
Lihat
Almanaak en Naamregister van
Nederlands-Indie voor het jaar 1836, Batavia, 1836, hal 188
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Twijsel, Sara Maria
Elizabeth
- Secara eksplisit de Jong menyebut bahwa Sara Maria Elizabeth Twijsel (Elize) adalah keponakan perempuan dari J.E. Twijsel. Namun informasi ini berbeda dengan sumber keluarga Roskott, yang menyebut Elize adalah putri dari Jacobus Everhardus Twijsel. Sumber dari Fraasen juga menyebut Elize adalah putri dari Jacobus Everhardus Twijsel dan Isabella Hoffman. Sara Maria Elizabeth Twijsel lahir pada 25 Desember 1818 di Ambon, meninggal di Ambon pada 14 September 1856.
§
Lihat
Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Twijsel, Sara Maria
Elizabeth
§
Lihat M.D. Etmans Bevolking van Saparoea 1821 – 1946, hal 83,146
Perbedaan
informasi ini tak bisa “didamaikan” karena de Jong tidak menyebut identitas
orang tua dari Sara Maria Elizabeth Twijsel.
- de Jong menyebut bahwa keluarga Twijsel adalah keturunan dari Geor Everhard Rumphius, namun sayangnya ia tidak menjelaskan bagaimana “silsilahnya”. Mungkin penjelasan soal silsilah Twijsel dan Rumphius bukan fokus dari essay ini, sehingga de Jong merasa tidak perlu untuk menjelaskannya.
Keluarga
Twijsel adalah keturunan dari keluarga Rumphius (mungkin) melalui pernikahan keturunan
Rumphius. Kami menggunakan kata mungkin,
karena sumber-sumber yang ada tidak menjelaskan secara pasti hubungan Twijsel
dan Rumphius.
Misalnya, Fedor
Schulze dalam artikelnya hanya menyebut bahwa J.E. Twijsel (Jacobus Everhardus)
adalah seorang keturunan anak perempuan dari naturalis Jerman Rumphius.
P.F.L.C. Lach
de Bere dalam artikelnya menulis seorang anak Rumphius yang tidak diketahui
namanya menikah dengan Fredrik Twijsel, dan dari sini pada paruh kedua abad 19,
ada beberapa keturunan yang menyandang nama Rumphius Twijsel.
J.F. Veldkamp
dalam artikelnya, dengan mengutip sumber dari E.M. Beekman menyebut bahwa Rumphius
memiliki 4 orang anak, 1 putra dan 3 putri, dimana salah satu dari ketiga putri
Rumphius inilah yang menurunkan keturunan Rumphius Twijsel, namun Veldkamp juga
mengakui bahwa ia tidak menemukan data konfirmasi tentang informasi ini. Beekman hanya menulis informasi soal itu,
namun tidak menyebutkan nama salah satu putri Rumphius yang dimaksud itu.
Wim Buijze
dalam kajian tentang Rumphius, saat mengurai tentang keturunan Rumphius, hanya
menulis keturunannya hingga generasi keempat, yaitu anak-anak Susana Rumphius
(cucu perempuan Rumphius), dan tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan
atau siapapun yang menikah dengan Fredrik Twijsel atau figur bermarga Twijsel.
Fredrik
Twijsel adalah figur yang diketahui berdinas di Gubernemen Ambon sejak tahun
1698, pernah menjadi Opperhoofd van Larike (1705 – 1712) juga Opperhoofd van
Saparua (1715 – 1717) hingga meninggal pada 19 Juli 1717.
Melihat
periode karir Fredrik Twijsel, maka Twijsel sebaya dengan anak-anak Rumphius,
sehingga kemungkinan yang bisa diterima, Twijsel menikah dengan salah satu
putri kandung atau tiri Rumphius atau maksimal dengan cucu perempuan Rumphius.
Dugaan kami,
Twijsel kemungkinan “besar” menikah dengan Giertje Wittekamp (putri tiri Rumphius
: putri dari Isabella Raas, istri kedua Rumphius yang merupakan janda Abraham
Wittekamp), setelah Giertje menikah dengan Jacob Jansz Gheijn, atau Frederik
Twijsel menikah dengan salah satu putri Rumphius (juga tidak diketahui namanya)
yang tidak meninggal saat gempa bumi Februari 1674 itu, meski dugaan ini “bertentangan” dengan sumber
dari Wim Buijze.
§
Lihat
Wim Buijze, Leven en Werk van Georg
Everhard Rumphius (1627 – 1702) : Een Natuurhistoricus in dienst van de VOC, Den
Haag, 2006, hal 89, 206 – 213
§
Lihat
Fedor Schulze, Der Stammbaum der Familie
Martens in Niederlandisch-Ostindien (dimuat pada Zeitschrift fur Ethnologie, 28
jahrgaa, 1896, hal 237 – 241)
§
Lihat
P.F.L.C. Lach de Bere, Gesclaht kundige
aantekeningen verzameld te Ambon (dimuat pada Maandblad van Het
Genealogisch-Heraldiek Genootschap De Nederlandsche Leeuw, 26 jaargang, 1908, No
11, hal 307)
§
Lihat
P.C. Bloys van Treslong Prins, Origineele
bescheiden van een over Georgius Everhardus Rumphius (dimuat pada Tijdschrift
voor Indische Taal, Land en Volkenkunde, deel 69, Batavia, 1929, hal 426 – 433)
§
Lihat
J.F. Veldkamp, 300th Anniversary of
Rumphius Death, (dimuat pada Flora Malesiana Buletin, volume 13, No 1, 2002,
hal 7 -21,khusus hal 9)
§
E.M.
Beekman, The Amboinese Curiosity Cabinet,
1999, hal 386, catatan kaki no 82
Tidak ada komentar:
Posting Komentar