Oleh Dr Chris de Jong
Salah satu bagian Alkitab terjemahan Leijdecker tahun 1733 |
Penerjemah : Kutu Busu
4.
Pekerjaan Roskott
4.1.
Sekolah Melayu
Seperti kebiasaan di masa VOC, setelah Jabez Carey
meninggalkan Ambon dalam tahun 1818, kependetaan adalah “figur” penting yang
biasanya dianggap sebagai pengawas dalam pendidikan kaum pribumi di Ambon. Aturan
Pendidikan Belanda tahun 1806 memungkinkan pengaturan hal ini. Meskipun
faktanya, di Jawa dan di Negara Belanda, sistim sekolah dan gereja secara
formal terpisah dan berbeda institusi, di Maluku, gereja dengan segala “cara” yang
bias Kristen, melakukan pengawasan terhadap sekolah-sekolah pemerintah oleh
para pendeta, dalam hal ini oleh Kam. Lagipula, pemerintah mempercayakan
sepenuhnya gereja dalam hal “mengoperasikan” sekolah dan menyediakan
materi-materi pengajaran36.
Setelah kematian Kam pada 1833, bukan masalah bias Kristen
pada sekolah-sekolah pemerintah yang menjadi point kajian ini, namun lebih
kepada relasi “mesra” antara (kebijakan) pendidikan pemerintah terhadap
pendidikan kaum pribumi di satu sisi, dan (kebijakan) Dewan Gereja di Ambon dan
DMS di Roterdam pada sisi yang lain. Tahun-tahun pertama setelah proses
pengambilalihan “Nusantara” dari Inggris pada tahun 1817, isu ini kembali
muncul, namun tidak berumur panjang dan tidak ada kelanjutannya37.
Pada masa ini, produk yang dihasilkan adalah berbeda.
4.2.
“Lembaga
Ellinghuysen”
Dalam tahun 1833, Gericke mengajukan usulan kepada Gubernur
Maluku, A.A. Elinghuysen (1829-1836)a untuk mendirikan lembaga
pelatihan guru untuk kaum pribumi serta memiliki kurikulum38.
Meskipun sang Gubernur tertarik dengan usulan ini, namun dalam pandangannya,
kaum penginjil bukanlah pihak yang tepat untuk melakukan pekerjaan ini. Ternyata,
pihak DMS juga memiliki pandangan yang sama, dan kemudian mengirim guru yang
profesional, yaitu Roskott. Namun, ternyata Gubernur memiliki rencana lain
terhadap Roskott. Gubernur mengajukan tawaran kepadanya agar menjadi pegawai
pemerintah dan berdinas sebagai kepala sekolah sekolah Belanda di kota Ambon.
Roskott menolak tawaran ini dan tetap teguh pada keinginan DMS untuk mendirikan
sekolah pelatihan guru. Gubernur akhirnya setuju. Tak diragukan lagi,
“hubungan” Roskott dengan keluara Twijsel, “memainkan” peranan penting dalam
hal ini. Akhirnya Elinghuysen segera merealisasikan keinginan ini dengan
mendirikan sekolah pelatihan guru, yang kemudian lebih dikenal sebagai
“lembaga/institut Elinghuysen”.
Berkenaan dengan keberadaan sekolah atau lembaga pendidikan
guru yang digawangi oleh Roskott di Maluku ini, memunculkan 2 sudut pandang dalam
hal implikasi keberadaanya yang saling “melengkapi dan menguntungkan”. Sudut
pandang pertama adalah dari sisi DMS yang mempertimbangkan bahwa institut ini
adalah proses berkelanjutan dari pekerjaan Kam. Dalam pandangan DMS, tujuan
utamanya adalah untuk mengembangkan dan memperkuat kaum Kristen pribumi dan
proses konversi (Kristenisasi) pada penduduk bukan Kristen, melalui pelatihan
para guru dan para pendeta jemaat. Pandangan “berseberangan” datang dari pihak
pemerintah, yang melihat “Kristen Protestan” akan menjadi jaminan bagi
terciptanya masyarakat yang “tenang”39. Pemerintah berharap bahwa lembaga ini dapat
berfokus pada pendidikan kaum pribumi sehingga menghasilkan kaum pribumi yang
“berpengetahuan”, makmur dan tunduk/taat pada pemerintah, yang bisa hidup
berdampingan dengan masyarakat lain serta pemerintah. Roskott mencoba untuk “mempertemukan”
2 keinginan yang bersebarangan dari DMS dan Pemerintah ini. Roskott tidak bebas
“bergerak”.
Penilaian terhadap pekerjaan Roskott “adalah kurangnya
pengembangan ilmu pengajaran” benar-benar tepat, namun jika hanya menyalahkan
Roskott dalam hal ini, adalah terlalu jauh (kurang adil) : tak seorang pun yang bisa menjamin, bahwa para pendeta jemaat juga bisa
menjadi guru yang baik dan sebaliknya40
Pegawai pemerintah pertama yang secara jelas memformulasikan
pandangannya soal pendidikan kaum pribumi adalah Gubernur P (Pieter) Merkus
dalam tahun 1825. Sang Gubernur mengeluarkan keputusan kurikulum dalam
pelatihan para guru berupa “ menulis, membaca, aritmatika (ilmu menghitung),
pengajaran Bahasa Belanda, pengetahuan lainnya, yang bisa berguna dan bermanfaat
dalam kehidupan sesehari kaum pribumi41. Penggantinya, Ellinghuysen
melangkah lebih jauh dan berpikir bahwa “karena masalah geografis, berupa
ketidakstabilan alam mereka (Maluku), yang berbeda dengan Palestina, serta
sejarah umum mereka sendiri, mereka tak bisa diajari/dididik”42.
Roskott bersih keras untuk memperbaiki hal ini. Menggunakan
kurikulum yang sama, ia mengajari anak-anak muda, yang menurutnya, akan
menempati pos-pos guru dan pendeta-pendeta jemaat.
Sub Komisi pendidikan untuk wilayah Ambon juga memberikan pengarahan
pada Roskott tentang buku-buku teks mana yang digunakan pada sekolah-sekolah
pribumi. Seperti Merkus, Ellinghuysen berpikir juga tentang periode 1817, suatu
ketakutan pada implikasi ide-ide pencerahan yang telah menyebar dari Eropa, ---
terkhususnya ide pemisahan gereja dan negara – yang akan merusak kesetiaan masyarakat
pada pemerintah kolonial Belanda.
Ketakutan terhadap posisi penting gereja dan semua
elemennya, para guru di Maluku yang telah “dirusak” sehingga menjadi pengikut pemberontakan
Pattimura43. Buat Belanda, bukan hanya hal yang mengganggu bahwa
pemberontakan meletus diantara orang-orang Kristen, dan sebagian besar
pemimpinnya adalah para guru, tapi juga bahwa negeri-negeri Kristen lebih
bergolak dan lebih sulit dikontrol dibandingkan daripada negeri-negeri Muslim. Ini
bukan hal yang diharapkan44
Masalah yang terjadi adalah perbedaan dari perubahan yang
sedang berlangsung di Eropa akibat pencerahan, salah satu misalnya perkembangan
pemahaman alkitabiah tentang cara pandang intelektual dan kematangan moral
manusia. Di gugusan kepulauan Ambon (atau
tempat-tempat lain di Hindia Belanda) pendidikan kaum pribumi sepanjang
abad ke-19, tidak berfungsi sebagai pembebasan/emansipasi. Pendidikan hanya
bertujuan agar penduduk bisa taat pada gereja dan negara, dan kurikulum yang
ada hanya terbatas mencakup menulis, menyanyi, pengajaran agama, pengajaran
bahasa melayu tinggi untuk dapat memahami bagian-bagian alkitab/injil, serta
ilmu berhitung untuk mengajar anak-anak agar bisa memahami dan menggunakan cara
mengukur dan menimbang ala sistim Belanda45. Hal itu merupakan
keinginan Ellinghuysen untuk menempatkan lulusan-lulusan lembaga pelatihan guru
selama 3 tahun, menurut kebutuhannya, yaitu di negeri-negeri, dimana para guru
itu dapat memberikan instruksi-instruksi dalam katekismus, dan pada hari minggu
dapat memimpin pembacaan selama acara-acara keagamaan. Para putra Radja/Pattij
dan Orang Kaijab serta tokoh-tokoh Kristen terkemuka lebih disukai
untuk dilatih menjadi guru, sebuah program yang telah ada sejak abad ke-1746.
Pada awalnya Dewan DMS keberatan akan hal ini, namun Roskott
tetap menjalankan kegiatan itu, dan banyak anggota pelatihan guru adalah para
putra Radja, Guru, orang burger dan figur-figur penting lainnya dari suatu
negeri. Namun, terkadang anak-anak dari masyarakat strata bawah juga diterima47/c.
Ellinghuysen melihat hal ini sebagai kesempatan penting, dan mungkin paling
penting, bahwa hal ini bisa menjadi proses rekrutmen terhadap pemimpin sebuah
negeri yang taat dan berkompeten dan juga para guru, sehingga “kekuasaan” terhadap
suatu negeri, moral dan keagamaan bisa “dipegang” hanya oleh seorang figur48.
Hal itu dimulai pada tahun 1840, saat Joseph Pattiasina Pattij negeri Booi, di
pulau Saparua ditunjuk/ditambahkan tugasnya untuk mengajar, guru pertama yang
merupakan lulusan dari lembaga pelatihan itu, dimana hal ini merupakan konfirmasi
terhadap keinginan pemerintah itu. DMS sepenuh hati setuju dengan penunjukan
orang-orang Kristen pada posisi-posisi kepemempinan pemerintahan. Fungsi
rangkap ini diharapkan dapat diperkenalkan dibanyak tempat sebanyak mungkin49.
4.3.
Lembaga
Pelatihan Guru
Bangunan lembaga pelatihan guru itu berupa bangunan
berukuran kecil, yang dibangun oleh Roskott pada tahun 1835 di kampong Batu Merah, sebelah utara
benteng Victoria serta dibantu secara finansial oleh keluarga mertuanya,
keluarga Twijsel. Kampong Batu Merah adalah
pusat tradisional penting Islam di Maluku50. Bangunan itu digunakan
hingga tahun 1838, dimana bangunan itu semakin “kecil’. Pada tahun itu, sebuah
kompleks baru dibuat lagi di Batu Merah, yaitu berupa pelatihan untuk usaha
penerbitan, wilayah kerja dan tempat tinggal para peserta pelatihan. Bangunan
itu berisikan 20 tempat tidur, serta “rumah sakit” dengan 6 hingga 8 tempat
tidur. Roskott juga memulai program “kelas-kelas persiapan” yang dipimpin oleh
istrinya, dimana lowongan pada pelatihan para guru dapat terisi/terakomodir51.
Pada tahun 1848, sekolah pribumi di Mardika, yang berdekatan dengan “kota”
Ambon, diinstrusikan untuk digunakan sebagai ”normal school”, sebuah sekolah yang melatih para guru dan diberikan
kesempatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman kerja52. Sejak
tahun 1843, guru-guru bekerja pada lembaga yatim piatu di kota Ambon. Di masa
itu, salah seorang guru, untuk sementara waktu diminta bertugas sebagai
assisten dalam kegiatan penginjilan53.
Jumlah sekolah-sekolah pribumi makin meningkat dan tentunya
membutuhkan banyak guru. Lulusan pertama lembaga pelatihan guru itu menyelesaikan
pendidikan mereka secara cepat, kadang-kadang hanya setahun (1836) dan kemudian
bertugas54. Selanjutnya para peserta itu menyelesaikan pendidikan
mereka antara 1 hingga 2 tahun untuk mengisi lowongan dimana-mana yang sangat
mendesak55. Meskipun pada awalnya, tidak lebih dari 7 peserta
pelatihan, tahun-tahun berikutnya, jumlahnya berkembang menjadi 12 orang56.
Pada tahun 1843, ada 18 orang57, akhir tahun 1854 ada 29 orang, dan
akhir tahun 1858 ada 30 orang. Akhir tahun 1859, ada 40 guru yang mengikuti
pelatihan, dan 80 orang siswa di “kelas persiapan”. Dalam tahun 1860, ada lebih
dari 50 lowongan pada 77 sekolah (dengan 8141 siswa) yang tersebar di
Karesidenan Ambon58, dan sebagian besar posisi itu sebagai pembantu
guru (guru bantu). Sepanjang tahun-tahun itu, jumlah 1 sekolah 1 guru mulai
dikurangi, yang mana sangat menguntungkan pada mutu pendidikan59
Kontribusi lembaga milik Roskott dan DMS – berupa bantuan
material dan logistik- membuat pendidikan “kristen” kaum pribumi sangat
signifikan. Roskott menerima permintaan guru-guru, bukan hanya dari Sub Komisi
pendidikan untuk wilayah Ambon yang berada di Ambon, tapi juga dari Ketua
Komisi Pendidikan di Batavia. Selama periode ini, keberadaan institut itu
menghasilkan lusinan guru. Mereka ditempatkan di daerah-daerah yang jauh
dibagian timur Hindia Belanda, dari Maluku dan Sulawesi Utara hingga gugusan pulau-pulau
Sunda Kecil dan Timor Barat serta pulau-pulau sekelilingnya, seperti pulau Rote
dan kepulauan Aru60.
4.4.
Penerbitan
pekerjaan Roskott
Buku teks dan bahan-bahan
pengajaran lainnya, adalah hal yang dimintakan untuk sekolah-sekolah dan untuk
pengajaran katekismus. Di Maluku Tengah, seperti ditempat-tempat lainnya di
Hindia Belanda, ketersediaan bahan pengajaran sangat langka pada awal abad
ke-19. Hanya sedikit yang bisa digunakan, seperti masih digunakannya Alkitab
terjemahan Leydecker yang berasal dari periode 1731-173361,
katekismus ditambah buku-buku pertanyaan, yang umumnya ditulis dalam bahasa
melayu tinggi, yang kadang-kadang disebut sebagai “ilmu pengetahuan, buku itu atau manuskrip melayu, melayu tinggi,
malaka-melayu62, dan melayu klasik”.
Dikarenakan banyak terjadi
kesalahan, ungkapan-ungkapan aneh dan terdapat banyak kata-kata Arab dan
Persia, (terjemahan) Leydecker dan buku-buku teks lainnya, seringkali sulit
dimengerti oleh kaum Kristen Pribumi, suatu persoalan yang diungkit oleh Pendeta
Valentyn pada awal abad 18, dan juga terus menjadi keluhan pada abad ke-1963.
Seperti pendidikan dan pengalaman keagamaan mengalami kebangkitan setelah tahun
1800, permintaan meningkat akan ilmu berhitung, buku-buku bacaan, buku-buku
petunjuk pembacaan Alkitab, peta-peta Palestina, buku-buku mazmur dan himne,
lagu-lagu pujian dan penyembahan, cerita-cerita Alkitab, katekismus Heidelberg,
berbagai traktat, bacaan-bacaan berguna untuk masyarakat, dan berbagai bacaan
lain yang sejenisnya. Untuk memenuhi permintaan ini, kadang-kadang digunakan
koleksi puji-pujian dan katekismus yang telah ada sejak masa VOC. Beberapa yang
berbahasa Belanda diterjemahkan ke bahasa Melayu, seperti stukjes (artikel pendek) dari DMS64 .
Kegiatan penginjilan di Maluku,
Sulawesi Utara, Timor Barat, Jawa, dan Singapura65/d, serta Malaka
Inggris dan Lembaga Alkitab Luar Negeri di Malaka, menggunakan bagian-bagian
revisi dari Alkitab berbahasa melayu, baik ditulis atau diterjemahkan ke bahasa
Melayu dan bahasa-bahasa lainnya, traktat-traktat, dan buku-buku teks66.
The Calcutta Auxiliary Bible Society di India mencetak ulang Alkitab Perjanjian
Baru berbahasa Melayu dengan huruf latin dan arab, yang mana 300 salinannya
dikirim ke Ambon67. Untuk hal yang lebih khusus, penginjil Belanda,
R le Bruijn dan G Heijmering di Timor Barat juga melakukan penerjemahan, namun sebagian
besar terjemahan mereka, setelah beberapa waktu sulit untuk digunakan68.
Menurut Payne69, sejarahwan BMS bahwa Jabez Carey selama bertugas di
Ambon juga melakukan penerjemahan beberapa tulisan, seperti Katekismus Watt70 dan Call karya Puritan Baxter71.
Semua usaha ini, bagaimanapun juga tak dapat digunakan selama periode
pekerjaannya yang singkat, juga karena lebih disebabkan oleh penggunaan bahasa
melayu dalam percakapan di sana (Maluku), bahasa melayu rendah atau melayu
ambon berbeda dengan bahasa melayu-malaka, sehingga hanya sebagian kecil
penduduk yang mengerti. Sejak kedatangannya, Roskott telah mempersiapkan
buku-buku dalam bahasa melayu ambon atau melayu rendah, yang disebutnya sebagai
“semi melayu” untuk dipergunakan dalam pekerjaannya. Ia juga menerjemahkan
sebagian kecil buku-buku teks berbahasa Belanda dan Jerman untuk
sekolah-sekolah pribumi72. Salah satu buku teks terjemahan melayunya
juga “dilengkapi” dengan pengetahuan tentang penimbangan dan pengukuran (1836)73.
Pekerjaan dan rencananya disambut dengan baik, pada tahun 1837 ia menerima nasihat
dari Gubernur de Stuerse untuk terus melanjutkan pekerjaannya. De
Stuers merasa tak “nyaman” dengan rendahnya mutu terjemahan buku-buku teks
berbahasa belanda ke bahasa melayu, termasuk juga terjemahan Le Bruijn, yang saat
itu juga dipakai di wilayahnya (Gubernemen Maluku)74. De Stuers pada
saat bersamaan juga mengingatkan Roskott pada instruksi-instruksi dari
Ellinghuysen. Sang Gubernur tidak hanya takut pada terulangnya pemberontakan di
tahun 1817, tapi juga pemberontakan tahun 1829 :
Penginjilan yang dilakukan oleh para guru dapat bermanfaat, jika mereka
--- mencoba untuk menanamkan gagasan-gagasan baik kepada anak, dan memastikan dengan
lebih baik lagi tentang mutu para guru sekolah di mata pemerintah. Selama
pemberontakan di tahun 1829, banyak tersangka yang memiliki pandangan beragam,
meskipun hanya 1 atau 2 kasus yang buktinya bisa ditemui76
Dalam pandangan de Stuers,
anak-anak kaum pribumi yang dibimbing oleh guru mereka dalam frame budaya dan
keagamaan adalah suatu potensi untuk menguatkan ikatan sosial dan politik. Kestabilan
administrasi dan politik adalah agenda besar de Stuers dan Roskott dapat
membantu mewujudkan agenda ini. Menurut de Stuers, para guru yang “baik”
merupakan cara yang lebih baik untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat pada
penguasa, daripada “penyebutan konversi,
suatu produk yang sekurang-kurang di negeri ini,
telah menunjukan wajahnya kepadaku seperti barang impor”77.
Pendapat ini, mungkin tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh fakta bahwa de Stuers adalah orang Katholik, yang
kurang bersimpati pada kegiatan penginjilan Protestan.
Pada sisi yang lain, ada juga
yang kurang senang dengan terjemahan Roskott. Sebuah kritikan dari J.E. Hofker
(Hoveker), seorang penginjil yang sejak tahun 1834 menjadi pendeta di Gereja
Melayu di Ternate sangat tajam. Dalam sebuah surat tertanggal 10 Mei 1837, ia
menginformasikan kepada Dewan DMS bahwa keberadaan Roskott di Hindia Belanda
hanya untuk “kepentingan sesaat”, memiliki ketidakmampuan bahasa melayu yang
baik, namun telah bisa menerbitkan buku-buku sekolah dalam bahasa ini, dan
telah mendirikan sekolah-sekolah pelatihan guru, dimana ia (Roskott) sendiri
telah melatih guru-guru pribumi. Ia (J.E. Hoefker/Hoveker) menyarankan agar
Dewan segera memutasinya dari lembaga itu dan memberikan pekerjaan lain
untuknya78.
4.5.
Kantor
Percetakan
DMS memiliki 3 kantor percetakan
di bagian timur Hindia Belanda : di Ambon, Kupang (Timor Barat) dan Tomohon
(Sulawesi Utara). Kantor percetakan semasa Kam bertugas di Ambon yang dirawat
oleh para muridnya, telah rusak bertahun-tahun dan tak digunakan. Sejak tahun
1841, Roskott memiliki alat percetakan baru, tetapi bahkan hasil-hasil percetakan
yang kecil pun dilakukan tanpa izin dari DMS.
Memahami pandangan DMS merupakan
hal penting dan logis. Lembaga penginjilan adalah bukan “ tentang pertumbuhan konsep Kekristenan, tetapi tentang Kekristenan
sejati itu sendiri” seperti yang dinyatakan oleh Dewan DMS sendiri pada
tahun 1779, meskipun tanpa menunjuk dengan jelas, “kekristenan sejati” meliputi
apa81. Tujuan mereka adalah mencegah perselisihan theologia gerejawi
dan gereja pada wilayah-wilayah dimana DMS beraktivitas, serta perpecahan religiositas
diantara penganut-penganut baru kekristenan.
Pada awalnya, penginjilan
diizinkan untuk menghasilkan iman-iman yang “baik”, namun sejak tahun 1852,
Dewan meneliti seluruh manuskrip sebelumnya, tidak hanya soal standar
terjemahan melayunya, tetapi juga tentang isinya. Seperti beberapa penginjil
lainnya, Roskott sedikit diberikan perhatian pada hal ini, kecuali pada fakta
bahwa kemampuan bahasa melayunya bisa diterima oleh orang Belanda, bukan karena
“keaslian” bahasa melayunya, namun karena bahasa melayunya “mirip” dengan
bahasa melayu percakapan di Maluku82. Hal yang berlawanan dengan
ini, dapat menjadi argumentasi bahwa Roskott dan yang lainnya, dapat
berkesempatan untuk mengajari bahasa melayu dengan (standar) lebih baik kepada
para pengguna bahasa melayu rendah mereka. Bagaimanapun juga harapan ini segera
direalisasi, saat DMS dengan berbagai alasan menolak izin untuk mencetak buku
atau traktat, atau sederhananya, tidak memberikan “ruang” dalam hal bantuan
keuangan/penganggaran pada hal ini, sesuatu yang juga dilakukan, sehingga
lembaganya dan ia (Roskott) melakukan usaha percetakaan dengan biaya sendiri,
atau para siswanya melakukan penyalinan secara manual, dan mengedarkannya dalam
bentuk manuskrip-manuskrip.
4.6.
Penerjemahan
Setahun lebih, Roskott melakukan revisi dan penerjemahan
buku-buku ilmu pengetahuan, diantaranya aritmatika, bahasa, dan buku-buku teks
bacaan untuk sekolah pelatihan gurunya, sekolah kaum pribumi serta buku-buku
dan traktat lainnya untuk konggregasi gereja. Misalnya saja, Roskott
menerjemahkan beberapa buku antara lain Pilgrim’s
Progress karangan Bunyan83,
Leerredenen karangan Caron84,
dan Bibelgesichte karangan Zahn85.
Ketua Komisi Pendidikan di Batavia terkesan dengan kerja
keras Roskott untuk mempersiapkan buku-buku yang berguna, sehingga mereka memberikan
penghargaan padanya, berupa teks-teks bacaan miliknya, beberapa diantaranya dicetak
dan dibiayai oleh pemerintah di Batavia86.
Dalam tahun 1839, Roskott mendengar bahwa DMS berkeinginan
untuk mencetak ulang Mazmur terjemahan melayu karangan G.H. Werndly tahun 1735,
ia mengusulkan untuk memberikan catatan kaki atau mungkin daftar kata-kata,
untuk menjelaskan kata-kata paling sulit, terkhususnya yang berasal dari bahasa
Arab, Persia dan Sansekerta. Kata-kata ini, sulit dimengerti di Maluku. Namun
usulan ini ditolak oleh DMS, dengan alasan pernyataan kepercayaan
ortodoks-reformasi bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang tak memerlukan
penjelasan87. Karena hal ini menjadi masalah bagi pekerjaan utama
sehari-harinya, pada tahun 1846 Roskott menerbitkan buku pendek yang berisikan
penjelasan kata-kata sulit itu, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ada
beberapa kata yang sering ditemui pada terjemahan Alkitab Leydecker dari tahun
1731-1733, yang secara umum masih dipakai di Maluku Tengah88. Atas
perintah untuk menciptakan penyeragaman yang lebih baik pada Alkitab terjemahan
Bahasa Melayu, yang digunakan dalam berbagai wilayah penginjilan di bagian
timur Hindia Belanda, dalam tahun 1850an Roskott memulai melakukan penerjemahan
Alkitab Perjanjian Baru. Dalam tahun 1863, Roskott menawarkan hasil pertama
pekerjaaannya, yaitu terjemahan Injil Matius kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan
dan Seni di Batavia, namun terjemahan itu ditolak untuk diterbitkan. Penolakan
itu berdasarkan pertimbangan bahwa penerbitan itu adalah kewajiban dari Lembaga
Alkitab Belanda (Nederlands Bijbel
Genootschap). Karena kematian Roskott, proyek ini tak diselesaikan89.
Pada akhir tahun tahun 1870an, manuskrip Roskott ini digunakan sebagai langkah
awal dalam usaha ujicoba pada Alkitab terjemahan yang dilakukan oleh beberapa
pembantu pendeta di gereja Melayu di Maluku. Pekerjaan inipun tak bisa rampung
juga90.
- Sub Komisi Pendidikan untuk wilayah Ambon
Dari 65 guru yang sejak tahun 1840 beraktivitas di Karesidenan
Ambon, 58 orang guru gaji mereka dibayar oleh pemerintah, sedangkan 7 orang
sisa,gajinya dibayar oleh DMS. Sub Komisi Pendidikan untuk wilayah Ambon,
dimana Gubernur adalah Ketuanya, melakukan supervisi pada 58 guru itu.
Guru-guru DMS seperti guru-guru dari Institut Roskott diawasi oleh AAMS (Ambon Auxilliary Missionary Society).
Lembaga AAMS ini diketuai oleh salah seorang pendeta dari gereja melayu di
Ambon, dan sekretarisnya adalah Roskott sendiri. Hal ini berlaku atas nama DMS91.
Dikarenakan tidak ada inspeksi dan supervisi pada
sekolah-sekolah pemerintah, Roskott dalam tahun 1842 dengan persetujuan
pemerintah, posisinya dianggap sebagai Pengawas pendidikan kaum pribumi di
Karesidenan Ambon. Meskipun ia mencoba mendelagasikan tugasnya kepada penginjil-penginjil
lokal, untuk kasus sekolah-sekolah yang ada di luar pulau Ambon, Roskott juga
melakukan kunjungan kerja tahunan sebagai perwakilan dari Sub Komisi Pendidikan92.
Kadang-kadang ia melakukannya bersama kunjungan Gubernur, yang sangat giat menunjukan
kepada masyarakat bahwa pekerjaan-pekerjaan mendapat dukungan dan persetujuan
dari pemerintah. Tambahan pula, Roskott juga “meninggalkan” jabatannya sebagai
Kepala Institut. Sepanjang ketidakhadirannya, Roskott menempatkan Jacob
Picauly, seorang wakilnya (pembantunya) sejak tahun 1843, pada posisi itu94.
- Pemisahan Gereja dan Negara
Pihak Gubernemen berkeinginan untuk mengurangi peranan Dewan
Gereja Ambon dan AAMS yang sangat “berkuasa” pada Institut. Perselisihan ini
memuncak pada tahun 1840/184195. Atas tekanan Gubernur dan dukungan
dari J.E. Twijsel, Roskott memilih berada di pihak gubernemen, sepanjang
Institut terus mendapat perhatian, serta kerjasama AAMS dan Dewan Gereja
diakhiri. Pada akhirnya AAMS dibubarkan (pada Desember 1842). Meskipun DMS tidak
sepenuhnya menyesali hilangnya AAMS daripada tetap membiarkan ketidakaktifan
AAMS itu sendiri, namun hal ini tidaklah membahagiakan pada fakta bahwa
sekarang Institut lebih “tunduk” dan dibawah pengawasan gubernemen, bahkan
meskipun hal ini adalah karena kemurahan hati (dari pihak gubernemen)96.
Pihak DMS sendiri, menurut pertemuan-pertemuan Dewan, tidak memiliki alasan
untuk meragukan kesetiaan Roskott, tetap melanjutkan bantuan dana pada Institut,
juga kadang-kadang diingatkan oleh Gubernur untuk membiayai para guru97.
DMS tidak pernah mempertimbangkan untuk menarik dukungan anggaran dari
Institut, atau mengembalikan kompensasi sebagian pembayaran biaya pada
pemerintah, karena takut akan kehilangan kontrol pada Institut98. Situasi
ini berlanjut hingga pemberhentian Roskott, dan pembubaran Institut secara
legal pada tahun 1864.
Kejadian tahun 1840/1841 adalah tonggak paling penting pada
arah menuju pemisahan gereja dan negara di Maluku, yang tanpa ciri khas
kekristenan pada Institut dan pendidikan kaum pribumi yang dijalankan oleh
pemerintah secara umum, menjadi sangat berbahaya dan akhirnya seiring waktu
akhirnya terjadi.
- Proyek pengembangan masyarakat di Institut
7.1.
Pertanian
Roskott memainkan peran penting bukan hanya di “wilayah”
pendidikan kaum pribumi, tapi juga pada sektor pengembangan ekonomi kaum
pribumi. Merupakan kesulitan saat pulih dari monopoli VOC, hanya dengan
“berbekal” penanaman dan perdagangan pala dan cengkih, masyarakat pulau Ambon
dan sekitarnya pada abad 19 dihadapkan lagi dengan “bencana” yang sama yaitu
pajak pertanian (cultuurstelsel). Pada
tahun 1828, kewajiban para penduduk “yang mampu bekerja” untuk menanam 90 pohon
cengkih diperkenalkan, sehingga membuat masyarakat menjadi budak pada tanah
mereka sendiri. Perdagangan tidak diperbanyak lagi sejak Gubernur mengeluarkan
banyak peraturan, dan beberapa jenis perdagangan masih dikuasai/dipegang oleh
kaum burger99. Beberapa wilayah hanya memproduksi dalam skala kecil
sagu, cengkih, pala, kenari, wewangian dan tembakau dari Buru, padi kering
berkualitas rendah dari Seram dan Buru, produk sayur dan ikan, sehingga para
penduduk untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, membeli dengan harga mahal100.
Untuk mengurangi kemiskinan, sejak tahun 1830 pihak gubernemen melakukan
“perangsangan” melalui penanaman “beragam” tanaman. Jenis tanaman ini, tidak
terpengaruh oleh sistim monopoli, sehingga penduduk dapat menanam dan
memperdagangkannya tanpa pelarangan. Gubernur Maluku, G. Serriere (1842-1845)f
melanjutkan program ini, tetapi karena pada satu sisi penanaman beragam
varietas tanaman, menjadi alasan program ini tidak berjalan mulus, dan pada
sisi lain, penduduk kesulitan mengembangkan program ini sehingga menguntungkan,
maka Gubernur melibatkan Roskott dan para guru di lembaga pelatihan itu dalam
kegiatan ini101.
De Serriere yang dulunya pernah menjadi pendeta102
percaya sepenuhnya kepada Roskott dan menggambarkan Roskott sebagai :
Seorang pribadi yang
cerdas dan diinspirasi oleh niat baik untuk mencapai sesuatu yang berguna dan
menguntungkan. Secara jujur, ia (Roskott) adalah figur penting untuk mewujudkan
suatu harapan yang aku inginkan melalui keberhasilan program ini, karena pada
dirinya, aku tidak hanya melihat keteguhan hati dan ketekunan, tapi juga niat
untuk menerapkan semua itu dalam praktek sehingga keinginanku bisa terwujud 103
Disebabkan pihak gubernemen melarang penduduk pribumi
melakukan pertanian “bebas” terhadap tanaman-tanaman komersial, Roskott
melakukannya di lahan miliknya sendiri dengan tanaman-tanaman diantaranya pohon
kayu manis, pohon pala, pohon kelapa dan pohon sagu, juga berbagai pohon
produksi lainnya serta usaha “pembuatan” sutera.
Kaum pribumi juga dipekerjakan saat musim panen104.
Di beberapa kebun-kebun sekolah juga dibuat seperti ini105. Roskott
juga melakukan percobaan penanaman padi jenis kering dan basah di beberapa
lokasi/lahan tergantung tingkat curah hujan dan kesuburan tanah pada lahan itu.
Tujuannya adalah agar kaum pribumi dapat menggunakan pengetahuannya untuk masa
depan mereka dalam hal meningkatkan standar kehidupan mereka sendiri.
Tidak semua proyek ini berhasil, khususnya pada produksi
sutera dan pertanian padi basah mengalami kegagalan, juga harapan Roskott untuk
memperoleh pasar di Belanda untuk penjualan minyak-minyak dan berbagai produk
lainnya secara umum tidak berhasil106.
Proyek penanaman sagu juga gagal. Proyek ini tidak terlalu
“diminati”oleh para penduduk. Para pegawai gubernemen “menyalahkan” hal itu
dengan alasan kemalasan, namun pengamat dari Belanda menilai bahwa ada
ketakutan jika proyek ini berhasil, maka akan dimonopoli oleh pihak gubernemen107
7.2.
Kesuksesan
Dalam tahun 1860, Roskott
melaporkan bahwa pemerintah di Batavia, atas desakan Gubernur Maluku, C.F.
Goldmang (1855 -1862) telah menyediakan 1 ton emas untuk gubernemen
Maluku/Ambon, yang akan digunakan untuk mendorong dan mendukung pertanian kaum
pribumi108. Hal ini berhubungan dengan penghapusan sistim
“cultuurstelsel” pada tahun 1863.
Hutan belantara yang selama ini
tidak didayagunakan, diubah menjadi lahan-lahan pertanian. Roskott juga
“terjun” dalam bisnis ini. Roskott membuat kontribusi penting dalam
pengembangan perekonomian kaum pribumi di Ambon dan pulau-pulau sekitarnya, dan
agaknya, dalam tahun-tahun terakhir ia kecewa pada menurunnya standar hidup,
yang dihasilkan oleh anjloknya harga cengkih di pasar bebas setelah tahun 1863.
Dikarenakan hal ini, pekerjaan Roskott menjadi tema “khusus” dalam diskusi DMS
dalam tahun 1860an. Sejak itu, Roskott dipecat dan dipermalukan, bahkan namanya
menjadi “bulan-bulanan” pada pertemuan Dewan DMS. Namun bagi kaum reformasi
dalam pelatihan penginjilan di Roterdam, yang dimulai sejak tahun itu dan
bergerak pada bidang pengembangan dan pendidikan kaum pribumi, program
pertanian Roskott menjadi percontohan109
----
bersambung ---
Catatan Kaki
36.
Enklaar, Joseph Kam, 112 – 116
37.
Van der Kemp, “Van den Ambonschen
zendeling J Carey 1814-1817”, 228
38.
De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, Dokumen 69
39.
Knaap, Kruidnagelen, 83 – 89
40.
De Clercq, “De Tegenwoordige toestand
van het inlandsch onderwijs”, 337
41.
De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, Dokumen 35
42.
EA
1836, 30
43. Pemimpin
pemberontakan ini adalah Thomas “Pattimura” Matulessy. Wilayah-wilayah
pemberontakan berlangsung di pulau-pulau “penting” Kristen yaitu Saparua,
Haruku, Nusalaut, juga di beberapa negeri Muslim di sepanjang teluk Piru di bagian
barat daya Seram hingga ke arah timur, serta di negeri-negeri pesisir Muslim
antara Hila dan Larike di semenanjung Hitu
44.
De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, Dokumen 95
45.
EA
1841, 307 - 308,
De Jong, De Protestante Kerk, Volume
I, Dokumen 26
46.
Knaap, Kruidnagelen, 91 – 92
47. Dalam
tahun 1845, hanya 5 dari 18 pelajar adalah para putra dari penduduk negeri
biasa. De Jong, De Protestante Kerk, Volume
I, Dokumen 127, EA 1841, 305
48. GM,
“ Algemeen verslag van Het Gouvernment der Moluksche Eilanden over den jare
1833”, 31/7/1834, AA 1101, Knaap, Kruidnagelen,
81
49.
EA
1841, 55, EA
1843, 167
50. Heeres,
“Eene Engelsche lezing”, 324
51.
EA
1839, 22 – 23
52. EA 1843, 164
– 165
53. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
Dokumen 110, EA 1843, 166 – 167
54.
EA
1836, 120
55. EA 1838, 129
– 130
56. Semua
pelajar berusia antara 20 hingga 25. Untuk informasi lebih lanjut untuk kelas
di tahun 1839, bisa dilihat pada EA 1840,
119 – 121, untuk kelas tahun 1840, bisa dilihat pada EA 1841, 301 - 302
57. EA 1847, 15
– 16, De Jong, De Protestante Kerk, Volume
I, Dokumen 110
58. Sekolah-sekolah
yang dijalankan oleh DMS pada tahun-tahun itu di “operkan” ke pihak gubernemen,
EA 1862, 47
59. “
Algemeen Verslag aangaande de inlandsche Christen scholen in de Residentie
Ambon voor het jaar 1860, opgemaakt door den schoolopziener B.N.J. Roskott”,
Nov 1860. UA, AMB 34/5, lihat juga pada EA
1863, 501
60. EA 1846, 13,
EA 1858, 133
61. Swellengrebel,
In Leijdeckers Voetspoor, Volume 1,
bab 8
62. Juga
disebut oleh Niemann pada EA 1866, 72
63. Brumund
“ De Malaische Christenen hebben geenen bijbel”, 170, EA 1873, 27 – 35, Niemann, Bijdragen,
23
64. EA 1839, 29
– 30
65. EA 1838, 156,
EA 1840, 79 – 80, EA 1843, 99 – 100. Diantara mereka,
salah satunya B.P. Keasberry, yang bertugas di Singapura merevisi dan memoderenkan
bagian-bagian dari Alkitab berbahasa Melayu, Swellengrebel, In Leijdeckers Voetspoor, Volume 1, s.v
66. EA 1835, 12,
EA 1838, 33-34, 85-95, 156, 160-161,
200, “Survey of Protestant Mission for
1823”, 258 – 260
67. “
The Calcutta Auxilliary Bible Society” 67 – 68
68. EA 1846, 124-125,
menyebutkan sebanyak 27 judul ditulis oleh Heijmering
69. Payne,
South-east of Serampore, 21
70. Isaac
Watts, A Catechism for children. Windham
Conn, 1795
71.
Richard Baxter, Call to unconverted to turn and live, etc. London:W. Baynes, 1806
72. EA 1835, 169
73. EA 1837, 164-165
74. Diantaranya
terjemahan Le Bruijn’s dari beberpa buku H Wester adalah Kitab Midras jang dalamnja ada tersimpan babarapa fatsal jang pendekh
dan berguna, akan debatjakan. Terkarang dalam bahasa Wolandiwija, Guna
segala anakh2 Midras, awleh Tuwan Pamerentah Midras H Wester, dan tersalin
kepada bahasa Malajuw awleh R.Le Bruijn, Surohan Indjil di-pulauw Timor.
Tertara di Batawija, di Pataraan Karadjaan, 1829. Diterbitkan kembali pada
tahun 1838, 1861, 1862, 1863. Dikutip dari EA
1840, 121-122, . De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, catatan
kaki nomor 577
75. Idema,
“ De Oorzaken van den Opstand van Saparoea in 1817”
76. EA 1839, 12,
“Beknopt verhaal”, “Extract uit Het register der Handelingen en Besluit van
Gouverneur de Moluksche Eilanden”, nomor 3 dan Surat C Boers kepada SCO, Ambon,
27/10/1829, kedua dokumen ini bisa dilihat pada INA, AA 1056b
77. EA 1839, 8, 10
78. EA 1837,264-265
79. EA 1837, 172
80. EA 1838, 1,
EA 1843, 177
81.
EA
1799, 84
82. EA 1866, 69-74
83. Jhon
Bunyan, The Pilgrim’s progress from this
world to that which is to come. Dikarang/ditulis antara tahun 1660-1675.
Terjemahan dalam bahasa Melayu dengan judul : Perdjalanan sa’awrang messehi kapada rumahnja jang kakal. Terkarang awleh
J Bunjan. Dan tersalin kapada bahasa Malajuw awleh B.N.J. Roskott. Pada
Tahon 1860 [=1861]
84. Voorbeeldt des openbaeren Godsdiensts,
Bestaende in de verhandelinge van de XII Articulen des Geloofs, de Wet Godes,
‘t Gebeld des Heeren, Mitsgaders de Feest-Bid-en Danck-texten, ten dienste der
Inlandste Christenen op Amboina, in 40 Praedicatien eenvoudelyk gestelt door
Franchois Caron. Wel eer Bedienaer des Goddelycken Woordts op Amboina in
Oost-Indien. Tsjeremin acan pegang agamma, itoula mengartinja deri Artigo XII
deri Pistjahan, Sabda Allah, Mintahan-Doa Tuwan, Lagi issinja deri Hari Raja
Raja, sombayang dan poudjihan, gouna orang Nassarani di Ambon, berator dalam 40
parracarra rewajat deri pada Franchois Caron, Daulo Pandita di tanna Ambon, ‘t
Amsterdam. Door ordre van d’ E.E. Heeren
Bewinthebberen der Oost-Indische Compagnie by d’Erf. van Paulus Matthys in ‘t
muzyc-boek, gedrukt, 1678
85. F.L.
Zahn, Biblische Geschicte : nebst
Denkwurdigkeiten aus der geschicte der
christlichen Kirche. Mit Einem Vorworte von Tholuck. Dresden: Walther, 1831
86. Kitab Pembatja’an guna sakalijen
anakh-anak midras di pulauw-pulauw Malukko baserta dengan sawatu pengadjaran akan ilmu dunja. Terkarang
awleh B.N.J. Roskott hulu-peng-adjar deri pada midras Institut, dan Pemariksa
sekalijen midras di tanah kami. Tertara atas titah dan dengan balandja deri
pada Gubernament India Wolandawi [Batavia : Landsdrukkerij, 1862]; surat CCE
kepada GGDEI, 4/6/1861, INA, ACCE 153/3
87. EA 1839, 102-104
88. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
dokumen nomor 104, informasi untuk Werndly dan Leijdecker dikutip dari Swellengrebel,
In Leijdeckers Voetspoor, Volume 1,
s.v, EA 1840, 196, EA 1854, 109-110
89. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume II,
dokumen nomor 16, 118; EA 1862, 243
90. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume II,
dokumen nomor 16
91. Surat
B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 16/7/1841, ada di dalam EA 1842, 20-25
92. EA 1846, 12-13
93. EA 1843, 164-165,
EA 1844, 13-14, EA 1845, 56-61; Maandberigt (1844 nomor 3) 46-47
94. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
dokumen nomor 120
95. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
dokumen nomor 95
96. EA 1843, 169-173,
EA 1845, 60
97. EA 1846, 16
98. EA 1858, 136
99. Informasi
tentang kedudukan kaum burger dan penduduk “asli” negeri pada masyarakat Ambon,
dikutip dari De Jong, De Protestante
Kerk, Volume I, dokumen nomor 104
100. Ludeking,
“Schets van de Residentie Amboina”, 116-117
101. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
dokumen nomor 108, EA 1844, 13-14
102. G.
De Seriere pernah menjadi pendeta pada Gereja Wallon di Zutphen dan Deventer
Belanda. Tahun 1821 bertugas di Batavia, tahun 1825-1828 di Surabaya, dikutip
dari De Jong, De Protestante Kerk, Volume
I, dokumen nomor 107
103. De
Seriere, “Bijdrage”; “Aantekeningen”
104. EA 1843, 93,
EA 1844, 132, EA 1846, 22-23
105. B.N.J.
Roskott, Verslag van een schoonlinspectie, gehouden in januari, februari en
maart 1849 op het eiland Ambon, Ambon, maart 1849; UA AMB 34/5;
“Aantekeningen”; “varia” (1850); Kroeskamp, Early
Schoolmasters, 78-80
106. De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
dokumen nomor 108; EA 1846, 22, EA 1847, 17
107. Ludeking,
“Schets van de Residentie Amboina”, 87
108. Surat
B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA AMB 34/5; Ludeking, “Schets van
de Residentie Amboina”, 101
109. EA 1867, 171-193
Catatan
tambahan (dari penerjemah)
a.
A.A.
Ellinghuijsen bernama lengkap Andries Adolf Ellinghuijsen, menjadi Gubernur
Maluku sejak Desember 1929 – 16 Desember 1836. Ia meninggal saat masih
menjabat, pada 16 Desember 1836 dan dimakamkan di Batu Gadjah Ambon. A.A.
Ellinghuijsen adalah putra dari Johan Philiph Ellinghuijsen dan Elisabeth
Geertruij van den Moer, lahir di Gouda pada 6 November
1787. Menikah dengan Lucie Justine Theodora Borwater pada 29 September 1821
di Pasuruan. Istrinya, adalah putri dari
Mr. Jan Willem Borwater dengan istri pertama, Martina Johanna Jacoba van Baerle.
Istrinya ini lahir 3 Februari 1802 di Leiden, dan meninggal di Surabaya pada 29
Mei 1831.
§
Ludeking, E.A.W. Lijst van Gouverneurs van Ambon, Tijdschrift voor Indische Taal-,
Land- en Volkenkunde 14 (1864), pp. 547 – 548
§
Fraasen, Chr.
Fr, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Register Naam
Ellinghuijsen, Andries Adolf
§
Regt, W.P.C.
Borwater en Bornwater (in de Maandblad van Het
Genealogisch-Heraldiek-Genootschap. De Nederlandsche Leeuw 39e
jaargang (1921) halaman 47)
§
Regt, W.P.C.
Borwater en Bornwater (in de Maandblad van Het
Genealogisch-Heraldiek-Genootschap. De Nederlandsche Leeuw 39e
jaargang (1921) halaman 47)
b.
Pada tahun 1620, Artus Gijsels
kembali ke negeri Belanda dengan membawa 4 “pangeran” asal Ambon, yang
merupakan putra dari beberapa raja negeri di pulau Ambon dengan tujuan untuk
belajar “theologia”. Mereka adalah Marcus de Rooij (putra raja Kilang), Andrea
de Castro/Castano (putra raja Soya), Laurens de Fretis (Hative/Hatiwe) dan
Lauren Queljo/Wellouw (Halong))
§
Brief Van Twee Ambonse
Radja’s Aan Maurits, Prins Van Oranje. Ambon, 1 augustus 1620 (dimuat
oleh Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den,
Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon,
Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel, HUYGENS ING
(KNAW), Den Haag, 2015, hal 47)
§
Valentyn, Francois Oud en Nieuwe Oost Indie, deel 3, Omstandig verhaal van de Geschiedenissen en
zazken tot het Kerkelyke of tot den Godsdienst........eerste boek, eerste
hoofdstuk, Joannes van Bram, Drodecht, 1726, halaman 41
§
Poeze, Harry.A, Dijk, Cees
van en der Meulen, Inge van, In Het Land van de Overheerser Inonesiers in
Nederland, 1600 – 1950, Foris Publication, Dordrecht, 1986, Hal 5
c.
Pada catatan kaki nomor 47, de Jong
menyebut bahwa hanya 5 dari 18 pelajar adalah putra dari masyarakat biasa. 5
orang pelajar itu adalah sebagai berikut :
1.
J.P. Ruhulesin, putra dari P.
Ruhulesin. Lahir di Haria, Pulau Saparua
2.
P. Nanlesij, putra dari F. Nanlesij.
Lahir di Siri Sori, Pulau Saparua
3.
M. Hitiaubessij, putra dari L.
Hitiaubessij. Lahir di Titawai, Pulau Nusalaut
4.
L. Polnaja, putra dari J. Polnaja.
Lahir di Porto, Pulau Saparua
5.
J. Polnaja, putra dari F. Polnaja,
lahir di Booi, Pulau Saparua
Sedangkan 13 lainnya, adalah putra
dari para regent dan figur penting lainnya, mereka adalah :
1.
E.J. Picaulij, putra dari J.
Picaulij. Lahir di Ameth, pulau Nusalaut (J. Picaulij adalah asisten Roskott)
2.
S.M. Hukom, putra dari P. Hukom.
Lahir di Oma, pulau Haruku (putra dari salah satu kepala soa)
3.
J.B. Sarmanella, putra dari E.
Sarmanella. Lahir di Passo, pulau Ambon
4.
J.A. Putinella, putra dari M.
Putinella. Lahir di Suli, pulau Ambon
5.
D.J. Haurissa, putra dari J.
Haurissa. Lahir di Nalahia, pulau Nusalaut (putra dari seorang guru)
6. E.M. Korputij, putra dari J. Korputij. Lahir di Rumahkai,
pulau Seram (putra radja)
7.
B. Tanamal, putra dari J. Tanamal.
Lahir di Abubu, pulau Nusalaut (putra radja)
8.
S. Pattij, putra dari J. Pattij.
Lahir di Passo, pulau Ambon (putra kaum burger)
9. J. Picaulij, putra dari W. Picaulij. Lahir di Ameth, pulau
Nusalaut
10. E. Korputij, putra dari E. Korputij. Lahir di Rumahkai,
pulau Seram (putra radja)
11. J. Hatarija, putra dari H. Hatarija. Lahir di Haruku, pulau
Haruku (putra kaum burger)
12. B. Beawaruw, putra dari F. Beawaruw. Lahir di Waai, pulau
Ambon (putra kaum burger)
13. B. Lansamputij, putra dari D. Lansamputij. Lahir di Suli,
pulau Ambon
d. Pada catatan kaki nomor 65, De Jong menulis salah satu figur
yang merevisi dan memodernkan bagian-bagian Alkitab berbahasa Melayu di
Singapura adalah B.P. Keasberry. Figur ini bernama lengkap Benjamin Peach
Keasberry (1811 – 1875), putra dari Jhon Palmer Keasberry (1773-1814) dan Eliza
Breithaupt (1777-1824).
Jhon Palmer Keasberry pernah bertugas di Saparua, saat
menjadi Komandan Garnisun Inggris di Saparua (Maret 1797-Akhir 1797), Komandan
Garnisun di Haruku dan Resident Haruku (1797-1800), Resident Banda (1802-1803),
serta Residen Tegal (1813 -1814).
§ Fraasen, Chr. Bronen Betreffende Midden Molukken
1796-1902, Huygen Knaw NL, 1997, naamregister Keasberry, Jhon Palmer
e.
Gubernur de
Stuers bernama lengkap Francois Vincent Henri Antoinne
Ridder.de Stuers menjadi Gubernur Maluku sejak Juni 1837 - Sept 1841.
f.
G. Seriere bernama
lengkap Guilaumme de Seriere menjadi Gubernur Maluku sejak Maret 1842 – Agustus
1845
g.
C.F. Goldman bernama
lengkap Carel Fredrik Goldman menjadi Gubernur Maluku sejak Mei 1855 – Agustus
1861. Periode pemerintahan C. F. Goldman berbeda-beda menurut beberapa sumber.
De Jong menulis (1855-1862), Fraasen menulis (1855-1860), sedangkan Ludeking
menulis (Mei 1855 – Agustus 1861)
§
Ludeking, E.A.W. Lijst van Gouverneurs van Ambon, Tijdschrift voor Indische Taal-,
Land- en Volkenkunde 14 (1864), pp. 551 - 552
§
Jong,
Chr.G.F. de. De Protestantse kerk in de Midden-Molukken vol 2, 1900 1942, 2 vol WGNZOK,
(Zoetermeer 2004 dan Leiden 2006), Bijlage VI, Bestuurhoofden der Molukken 1800 – 1942, hal 646
§
Fraasen,
Chr. Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Huygen Knaw NL, 1997,
naamregister Goldman, Carel Frederik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar