Oleh : Dr Chris de Jong
Penerjemah : Kutu Busu
Suasana Kota Ambon tahun 1847 |
8.
Kehidupan Gereja
tahun 1840an.
Pertanyaan penting adalah apa kontribusi
Institut Roskott dalam kelahiran kembali kehidupan relegius dan moral gereja di
Maluku, selama ini dipertanyakan. Hal
itu dapat disimpulkan dari kata-kata L.J. van Rhijna, seorang
pendeta gereja Belanda, yang mewakili DMS, sejak tahun 1846-1848 melakukan
kunjungan kerja dalam rangka inspeksi ke beberapa wilayah penginjilan di Hindia
Timur (Nusantara) dan tiba di Ambon pada Mei 1847110, di masa
yang situasinya sulit berkembang
sejak era Kam111. Ia (L.J.van Rhijn) mencatat dengan rasa
penghormatan terhadap komunitas kaum Kristen pribumi, bahwa “ struktur kehidupan
gerejawi di kepulauan Ambon benar-benar “hancur” dan harus perbarui kembali,
jika komunitasnya yang telah “terperosok” dan diabaikan, dapat diperhatikan
kembali”112. Ia juga
menyalahkan gereja-gereja melayu di Ambon dan juga para pendetanya. Meskipun
hal itu merupakan tanggungjawab mereka, namun pergembalaan/pelayanan pastoral,
yang dibiayai oleh negara, sangat jarang dan bahkan tidak dilakukan pada kaum
pribumi kristen. Hanya upaya misi
Katholik Roma yang mampu dengan cepat melakukan hal ini dengan baik113.
Meskipun pendapat van Rhijn sangat keras, adalah
tepat/benar kalau para pendeta Eropa agak segan menetap di Maluku. Mereka
terlihat hanya bertugas di wilayah-wilayah seperti kaum “pengunjung” di wilayah itu dan separuhnya
di wilayah itu, dan separuhnya diluar. Alasan dari fenomena ini adalah iklim
tidak sehat yang mengakibatkan beberapa orang meninggal saat baru tiba, atau
segera meninggalkan wilayah itu karena menderita sakit atau takut pada situasi
itu. Menurut van Rhijn paling banyak dari mereka “adalah yang paling dibutuhkan
oleh pemerintah dari lainnya dan sangat berminat sehingga langsung segera dikirim”114. Penguasaan bahasa melayu mereka umumnya
terbatas, dan beberapa diantaranya tidak bisa berbicara dalam bahasa itu. Relasi
sosial mereka hanya terbatas pada lingkaran kecil kaum Eropa dan Indo Eropa. Perlu
juga ditambahkan bahwa 70 jemaat gereja tersebar di lebih dari 8 pulau, dengan
total sekitar 30.000 anggota jemaat, yang terlalu banyak untuk dilayani oleh 4
pendeta (pada awal tahun 1850, hanya oleh 2 pendeta) yang berkedudukan di
kota Ambon115.
Tak ada seorang pun yang dapat memperkirakan
wilayah-wilayah penginjilan, dalam hal pelayanan pastoral kepada kaum pribumi,
bahkan dalam tahun 1840, upaya ini ditempatkan dibawah pengawasan Dewan Gereja
Ambon116. Penyakit dan kematian para pendeta itu sangat tinggi,
bahkan secara umum mereka meninggalkan tugasnya lebih lama dibandingkan dengan
para pendeta gereja melayu di kota Ambon.
Lukisan Willem Luijke (1798-1886) di tahun 1881 |
Jumlah 3 penginjil yang bertugas di Maluku
Tengah antara tahun 1840 hingga 1850, misalnya W.Luijke (Belanda)117/b,
J.E. Jellesma (Belanda)118/c, dan J.J. Bar (Swiss)119/d
tidaklah mencukupi. Lagipula Bar juga sakit keras, dan Jellesma bertugas di
wilayah terpencil di pantai utara pulau Seram.
Situasi kaum pribumi kristen yang kurang baik
ini, bukanlah disebabkan oleh kurangnya motivasi dan usaha Roskott. Sejak tahun
1835 – 1850, institut miliknya menyediakan
60 guru yang saat bersamaan bertindak sebagai “pendeta”. Untuk sesaat Roskott, juga Luijke dan Bar juga
mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan mereka, seandainya pihak Dewan
Gereja dan Gubernemen tidak campur tangan. Namun keinginan ini tidak
terlaksana. Permohonan Roskott untuk
memperoleh otoritas penuh dipenuhi ketika Gubernur Maluku, C.M. Visser
(1850-1855) menunjuknya sebagai Inspektur Sekolah-sekolah, juga sebagai pegawai
paruh waktu di Gubernemen, serta memikul tanggungjawab atas seluruh supervisi
sekolah-sekolah pemerintah di Karesidenan Ambon120. DMS berkeberatan dengan hal ini, karena
mempertimbangkan bahwa ini merupakan tugas dari para pendeta gereja melayu atau
bagian dari kegiatan penginjilan mereka, dan dengan agak segan setuju pada pendapat van Rhijn. Ia berpendapat bahwa beberapa guru-pendeta asal
pribumi sebaiknya disupervisi, dan gereja melayu di Ambon tidak akan mengambil
tindakan apapun terhadap masalah ini.
Roskott membuat usulan lain : menggantikan 2
dari 4 pendeta di Ambon dengan 7 penginjil121. Menurut pendapatnya, hal ini dapat diatur
tanpa mengeluarkan biaya tambahan.
Penginjil-penginjil tambahan ini terkadang
disebut sebagai “generasi 1854”, setelah periode kesepakatan pihak Gubernemen
dan DMS yang memberikan tugas dan tanggungjawab melakukan supervisi kepada
guru-pendeta asal pribumi dalam jurisdiksi mereka, di sela-sela tugas mereka
kepada jemaat gereja122. Pengusulan akan penginjil baru dilakukan,
namun sub komisi pendidikan pada akhirnya tidak setuju pada usulan ini, yang
mana DMS juga berharap demikian123. Sub komisi dalam pendapatnya menyatakan bahwa
supervisi terhadap sekolah-sekolah pemerintah oleh para penginjil bertentangan
dengan Peraturan Pendidikan Belanda tahun 1857. Peraturan ini menetapkan bahwa
pendidikan pada sekolah-sekolah umum dapat diakses (dimasuki) oleh para siswa
dari beragam keyakinan/agama dan oleh karena itu, seharusnya bertindak netral. Hal yang penting dari keputusan ini adalah (revisi konstitusi hukum Belanda sejak tahun
1848), Hindia Belanda merupakan subjek kekuasaan dan hukum dari pembuat
undang-undang Belanda. Bagaimanapun
juga, keinginan dan usulan lain dari Roskott dikabulkan, yang diwujudkan
melalui meningkatnya Dana Pemerintah untuk pendidikan kaum pribumi124.
Kebijakan ini tidak sepenuhnya “sejalan”
dengan keinginan DMS, namun pada periode penginjilan generasi 1854, yang tiba
di Ambon sejak pertengahan tahun 1850, menemukan bahwa kondisi para guru dan
pendeta jemaat gereja di komunitas kaum
pribumi kristen, terlatih dengan baik dibandingkan periode Joseph Kam. Oleh
karena inilah, penghargaan terhadap “ campur tangan efektif oleh Roskott,
Inspektur Sekolah” merupakan keyakinan penting125.
9.
Posisi van Rhijn dan
Roskott
Kunjungan kerja inspeksi oleh van Rhijn
(1846-1848) menyebabkan kegelisahan pada gereja melayu di Ambon. Kritik publik
terhadap misi atau tugas para pendeta dan Dewan Gereja mulai muncul, juga
ditempat-tempat lain, pada laporan kunjungan kerja van Rhijn dan koran-koran
gereja (1852) belum pernah terjadi sebelumnya dan hanya diterima dengan
kesulitan yang luar biasa. Usulan Roskott
untuk menggantikan 2 pendeta dengan beberapa penginjil juga menimbulkan antogonisme/sikap
pertentangan, lebih disebabkan pada periode kritikan yang disuarakan di dalam dan di luar DMS,
mengenai cara seleksi dan pelatihan para penginjil , serta cara DMS membentuk
tanggungjawab mereka. Roskott dan
Institutnya juga menjadi tempat tujuan yang didekati oleh gereja melayu di
Ambon, serta dalam skala yang lebih besar oleh pemerintah di Batavia. Berhubungan dengan hal ini, diantara lainnya,
adalah figur bernama Th.C.M. Hanegraat yang merupakan salah satu pendeta di
Ambon pada tahun 1852-1854126. Ia mempublikasikan beberapa artikel yang dimuat dalam koran-koran gereja, yang
menyerang Roskott, van Rhijn dan pekerjaan
DMS di Hindia Belanda secara umum. Bagaimanapun juga DMS terlihat tidak terkesan
dengan hal ini. Reputasi Roskott dan Institutnya masih bereputasi baik di mata
DMS. Pada akhir tahun 1861, DMS “menerima” di hadapan publik, saat reputasi Roskott dan kehormatannya
sekali lagi diserang dalam majalah penginjilan127.
Menit-menit pertemuan Dewan DMS yang
dilakukan, tanpa terkecuali juga membicarakan Roskott dengan penuh perhatian. Dalam
surat dan laporannya, Ia (Roskott) selalu polos dan jujur, bahkan mungkin
terlalu polos. Ia membela dirinya melawan tuduhan berkepanjangan bahwa
Institutnya tidak berkembang sesuai harapan, atau lembaga itu berada dalam
situasi kekacauan dan ketidaktertiban. Meskipun ia bertanggungjawab terhadap
pekerjaannya yang sesuai dengan spesifikasi pekerjaannya, namun dalam konsep
pendidikan yang tertib – ia bukanlah seorang penginjil - ia selalu tetap setia meski DMS
berkeberatan. Permintaan –permintaan
yang banyak darinya, seperti pengiriman buku-buku, perkakas-perkakas, kertas,
tinta, pensil, tempat tinta, pena-pena, batu tulis (papan tulis), dan
barang-barang lainnya selalu dipenuhi. Meskipun DMS tidak pernah menunjukan
secara terbuka ketidaksenangannya, kemakmuran hidup Roskott yang tidak pernah
ditutupinya, menyebabkan kekhawatiran di Belanda. Kebebasan keuangan yang diberikan kepada para
pegawai penginjilan merupakan tindakan “bebas” yang kurang disukai oleh DMS. Gaji yang diterima oleh Roskott hanyalah
separuh dari gaji para penginjil, misalnya Gericke dan lainnya, yaitu 200
guilders perbulan berbanding 350 hingga 400 guilders perbulan, meskipun sejak
tahun 1852, pihak gubernemen juga menambah penghasilannnya dengan menggajinya
sebesar 100 guilder per bulan untuk pekerjaannya sebagai Inspektur Sekolah. Bagaimanapun juga sejak tahun 1844, ia “merelakan”
gajinya dan pemberian uang kompensasi untuk biaya hidup yang tinggi, diberikan
kepada rekan-rekan sekerjanya. Bahkan ia
menalangi uang pembayaran kepada para
siswa dan membayar pengeluaran-pengeluaran semacamnya dari kantong sendiri128.
J.E. Jellesma (1816-1858) |
10.
Kelompok 7 penginjil
Semua hal itu tidak bisa mencegah hubungan
buruk yang terjadi secara bertahap antara Roskott dan DMS. Hal ini disebabkan
oleh kedatangan beberapa penginjil baru, yang membuat relasi dalam penginjilan
semakin kompleks/rumit. Timbul jurang
pemisah antar generasi. Roskott, seorang figur berpengaruh, makmur dan memiliki
otoritas pada komunitas orang-orang Ambon, serta pengalaman selama 25 tahun
dalam pekerjaannya, “kesal” dengan 7 orang “pendatang baru” , yang hanya baru
tiba saja telah secara terbuka mengkritik pekerjaannya dan para guru-pendetanya
- yang mana diantara mereka saling
bekerjasama, namun setelah itu memunculkan kekesalan mereka yang luar biasa,
dimana sekolah-sekolah tak bisa diakses mereka130. Bagaimanapun
juga, diantara mereka sendiri berbeda pendapat dan beberapa diantara mereka mengikuti
kata hatinya berperilaku dengan tidak bijak kepada para anggota jemaat mereka
sendiri, seperti juga pada komunitas dan pemimpinnya, sehingga mengakibatkan
efek negatif pada Roskott131. Mereka juga mendapati beberapa penyimpangan
terang benderang terhadap suatu doktrin, yang 3 dekade sebelumnya telah dicatat
oleh Gericke, dan pandangan mereka terhadap kehidupan gerejawi di Ambon, secara
nyata tidaklah berbeda dengan pemahaman dirinya (Gericke). Mereka dengan terbuka menunjukan kejijikan
mereka terhadap kaum kristen pribumi, yang mereka sebut sebagai “Kristen KTP”
saja. Salah satu dari mereka dalam tahun
1862 menggambarkan situasi sebagai berikut :
Sesaat
setelah tiba di sini, saya mendengar keluhan dari semua penginjil, dan saya
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Kekristen di sini, hanyalah
Kekristen formalitas saja. Seluruh sentimen-sentimen keagamaan di sini seperti sakit , karena Firman
Allah tidak hadir di sini dalam seluruh kehidupan yang jijik dengan dosa,
kesombongan, merasa benar sendiri, seperti keyakinan para pengemis132
Melalui semua cara, perlakuan kasar, kedisiplinan,
hukuman, Roskott dan Institutnya “dipaksa” untuk mengembalikan semua anggota
jemaat mereka kembali ke jalan yang “lurus dan benar”, namun ketegangan dan
ketidaknyamanan ini menyebabkan ancaman pada “struktur” yang telah terbentuk,
sehingga Dewan Hindia (Raad van Council) di Batavia turut campur tangan. Dalam
tahun 1863, masalah ini dicatat hanya sebagai anggapan saja, meskipun demikian
tidaklah sulit untuk dipahami bahwa keputusan yang dibuat 10 tahun sebelumnya
untuk menggantikan para pendeta dengan para penginjil, menghasilkan sesuatu
yang tidak diharapkan :
Usaha-usaha
penginjilan setelah 10 tahun bekerja di Ambon, rupanya berada pada jalan yang
keliru. Para penginjil itu bermusuhan dengan para Regent
(Radja/Pattij/Orangkaija) dan para penduduknya sehingga terus menerus tidak
disukai oleh mereka. Hal yang ditakuti pada saat ini, adalah hal ini akan memunculkan
pertikaian yang serius, sehingga tindakan mereka akan dirasakan oleh para
regent itu sangat buruk sekali, penuh permusuhan, sikap tertutup, terlalu
menentang, kurang “bergaul”
dan ya—mungkin secara pribadi sangat
mengancam. Usaha-usaha penginjilan dalam
pandangan Dewan tidak memilih jalan yang benar agar dicintai oleh para
penduduk, meskipun mereka berniat untuk meningkatkan kehidupan moralitas
penduduk melalui cara-cara yang keras dan disiplin/hukuman rohani133
Dewan juga “memerintahkan” bahwa seharusnya para
penginjil Belanda digantikan oleh para pemimpin agama dari kaum pribumi. Bagi
DMS sendiri yang peduli pada usaha-usaha penginjilan, berkeberatan terhadap
pengorganisasian kerja para penginjil itu, namun secara umum senang dengan
“caranya yang tegas” dibandingkan segala tindakan “jahat” kepada para penduduk
dan para regentnya134, dimana penilaian ini seperti “tamparan
keras” (De Jong menggunakan kalimat puitis saat menggambarkan hal ini --- ia
menulis this judgement came is a bolt out of the blue). Bahkan menteri
urusan koloni yang berkedudukan di Hague tidak mengantisipasi perkembangan ini.
Dimana Ia (Menteri urusan koloni) segera
membuat beberapa usulan kepada DMS agar “memperluas” kerja mereka di Maluku135,
sehingga DMS mulai menyadari bahwa peranannya di Ambon telah berakhir136.
Kelihatan bahwa di Hindia Belanda mulai
“tersadar” dengan isu perilaku para penginjil. Seluruh mata tertuju ke Ambon.
Surat kabar harian Nasional, baik di Hindia maupun Belanda menulis kondisi yang
terjadi di Ambon. Pihak yang pro maupun anti berpendapat bahwa hal ini
merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Pendidikan tahun 1857, dan menganggap
bahwa pelatihan para guru orang Ambon untuk kebutuhan sekolah-sekolah
pemerintah berada/dikelola oleh pihak penginjilan, misalnya oleh Roskott dan DMS.
Hasil akhir dari semua ini adalah
pendidikan kaum pribumi (bumiputera) dan pelayanan pastoral jemaat gereja
pribumi dipisahkan. Ini berarti bahwa figur-figur guru-pendeta senior dan
berbakti, yang selama ini didukung oleh Gubernemen Ambon, seperti Kam dan
Roskott dilupakan138. Pendidikan kaum bumiputera memperpendek
pengajaran katekismus. DMS menyesalkan
hal ini, dan menyebutnya sebagai “ hal yang menggelikan dan sangat mengganggu”,
namun tidak memiliki daya139.
9 sekolah milik DMS diambil alih oleh pihak
gubernemen beserta para gurunya (1864) dan banyak penginjil tiba tahun-tahun
berikutnya, beberapa diantaranya langsung dibawah komando gubernemen140.
Yang lainnya tetap diizinkan tinggal dan pada tahun 1873 diterima dan dijadikan
pembantu pendeta pada gereja melayu. Posisi mereka adalah pegawai gubernemen.
Hanya tinggal Luijke yang berusia tua saja sebagai penginjil DMS. Ia meninggal
saat masih bertugas.
11.
Akhir dari sebuah
masa
Kesulitan-kesulitan
yang ditimbulkan oleh Hanegraat seperti tidak cukup untuk DMS, dan paling utama
buat pihak gubernemen, membuat kepercayaan diri Roskott jadi hilang.
Bagaimanapun juga, hal ini berubah, sejauh menurut DMS, saat salah seorang
penginjil mengetahui bahwa Roskott “ berkubang dalam haram dengan seorang
perempuan”141. Wanita ini
adalah keponakan dari penginjil Luijke, yang bernama Joanna “jans” Luijkee.
Hal ini kemudian diketahui di Belanda, bahwa seorang anak lahir dari hubungan
ini142, Roskott segera dipecat. Hal ini terjadi pada pertemuan Dewan
DMS yang berlangsung pada tanggal 13 Juli 1864143. Hal ini tidak
mengubah Dewan, meski Roskott yang telah menduda sejak tahun 1856 menikahi Jans
sehari sesudahnya (14 Juli 1864). Hal ini tetap tidak berubah – meskipun tidak dengan
suara bulat/sepakat. Pada saat yang bersamaan keuangan Institut dihentikan dan
menginstruksikan kepada Roskott untuk “meliburkan” semua anak muridnya. Hal ini, bagaimanapun juga bukanlah peristiwa
yang mengakhiri peranan DMS dalam pelatihan para guru di Maluku, meskipun semua
ini seperti mempercepat “akhir” itu sendiri144. Peranan ini berakhir karena terjadi perubahan
kebijakan pihak gubernemen dalam hal pemisahan gereja dan negara yang diprioritaskan.
Meskipun pihak Gubernemen tetap menghormati Roskott, namun semakin tidak puas
dengan metodenya.
De
Clerq memberikan catatan tentang Institut Roskott :
Geografi Tanah Suci adalah mata pelajaran yang
diajarkan di sana. Ketika tahun 1872, saat saya baru ditunjuk sebagai adjun
Inspektur pendidikan kaum bumiputra untuk Maluku, dan pertama kali menginspeksi
sekolah-sekolah di wilayah ini, adalah jelas buat saya bahwa secara khusus
tanah perjanjian diketahui secara baik, namun pertanyaan sederhana tentang
daerah/tempat mereka tinggal, tak bisa dijawab oleh para murid.
De
Clerq tidak senang dengan kondisi ini145. sungguh ia tak bisa berpikir, bahwa
“kekurangan” ini adalah akibat langsung dari penanganan Gubernemen Ambon.
Makam B.N.J. Roskott (sumber foto: Rudi Fofid) |
Tak
ada satu pihak pun yang terburu-buru menutup institut itu. Dari segi ukuran dan
reputasi, institut itu sangat penting. Pada akhir tahun 1862, institut itu
memiliki 30 guru yang mengikuti pelatihan, dan kelas persiapan memiliki 144
pelajar. Pihak Gubernemen Ambon masih membutuhkan para guru, dan tidak memiliki
pilihan lembaga pelatihan guru lain.
Jumlah sekolah-sekolah pada periode ini 110 buah (hanya 51 buah pada 1817), dengan total lebih dari
8000 pelajar/siswa. Dan yang paling
penting adalah usaha penerbitan Roskott, yang memperkerjakan 8 pegawai serta
bekerja sepanjang waktu. Pada tahun 1863, penerbitan itu menghasilkan 6000 buku
teks146.
Awal
tahun 1858 dan 1859, ketua komisi pendidikan menunjuk langsung bahwa kekurangan
kapasitas pelatihan semakin meredup di Maluku147. Tahun 1867, pihak gubernemen mengabaikan
permintaan DMS untuk mendirikan sekolah pelatihan para guru yang dapat melayani
kebutuhan penduduk kristen bumiputera148, dan memutuskan untuk
membuka satu sekolah untuk semua agama/keyakinan149. Sekolah jenis
ini akhirnya didirikan pada tahun 1874. Hingga saat itu, Roskott tetap melanjutkan pekerjaannya,
bekerjasama dengan Sub Komisi Pendidikan untuk Ambon.
Fakta
bahwa sejak 1874, pihak gubernemen sendiri menjalankan program pelatihan para
guru, tidak mencegah bahwa pendidikan kaum bumiputera masih didominasi,
sekalipun secara bertahap berkurang, oleh para guru “jebolan” dan memiliki sistim nilai dari Institut
Roskott. Bagaimanapun juga, paling banyak para guru yang dilatih oleh sekolah
pelatihan milik gubernemen berasal dari keluarga-keluarga Kristen. Hanyalah
setelah tahun 1900 sajalah, para guru dari generasi Roskott tidak ada lagi dari
posisi mereka.
Akhirnya,
pertanyaan yang harus dikemukakan adalah : bagaimana
mutu pendidikan kaum bumiputera saat Institut Roskott di tutup.
Ludeking,
seorang ilmuwan yang bertugas selama 3 tahun di Ambon, menggambarkannya sebagai
berikut :
Secara umum,
pendidikan tidaklah baik dan terlalu berfokus pada soal-soal keagamaan. Para
siswa belajar berhitung, menulis dan membaca seperti beberapa ayat Alkitab, dan
sangat tepat menunjuk tempat-tempat yang berhubungan dengan Alkitab terutama
soal Palestina/Israel. Cepat dan tanpa
hambatan, mereka menunjukan daya ingat yang kuat dan cepat mengerti. Mereka
diajari pengetahuan Alkitab oleh para guru pribumi, yang pengetahuannya dangkal
terhadap Alkitab. Kelas-kelas yang diselenggarakan umumnya disebut sebagai
Melayu Ambon150.
12.
Islam dan pendidikan
bumiputera setelah Roskott
Seperti yang dinyatakan,, pendidikan di
Karesidenan Ambon hanyalah diperuntukan kepada para penduduk beragama Kristen,
bukan kepada yang beragama Islam. Dikarenakan semua pendidikan untuk kaum
bumiputera adalah Kristen, kaum Muslim tidak tertarik sekalipun dengan hal ini.
sejauh pendidikan di negeri-negeri
muslim, ini dilakukan tanpa intervensi dan campur tangan dari pihak gubernemen.
Tidak juga dengan DMS yang sebenarnya tertarik “menggarap” bagian penduduk ini,
namun dilarang oleh pemerintah untuk mengkristenkan orang-orang Muslim.
Pandangan pihak pemerintah adalah kewajiban
mereka untuk menyediakan pendidikan Kristen, dengan kata lain semua pendidikan
yang dikelola oleh pemerintah haruslah pendidikan Kristen. Sejak awal abad ke-17, anak-anak lelaki di Hitu, di semenanjung bagian utara, yang
sebagian besar beragama Muslim di Pulau Ambon, menerima pelajaran dalam hal belajar
Al-quran. Kegiatan ini biasanya menempati
“sekolah” sederhana di desa/negeri, yang disebut langgar. Bagaimana pun juga, orang-orang beragama itu, tidak
sepenuhnya mengerti bahasa arab, jadi mereka hanya mengerti sedikit tentang isi
Al-quran. Bahkan, bahasa melayu yang
sering digunakan untuk menjelaskan pengajaran Nabi Muhammad, merupakan bahasa
“asing” buat banyak orang Muslim151.
Pada paruh pertama abad 19, pemerintah tidak
terlalu perhatian terhadap masalah ini. Peraturan Pendidikan tahun 1857,
mengubah situasi ini. Pendirian sekolah
pelatihan guru milik pemerintah pada tahun 1874, merupakan tanda nyata dari
perubahan ini. Membaca dan Menulis dalam
bahasa Melayu, juga teks-teks Latin dan Arab, merupakan bagian dari
kurikulumnya. Butuh beberapa tahun, sebelum murid-murid beragama Islam tertarik
dan mulai bersekolah. Dalam tahun 1886,
Adjunt Inspektur Pendidikan untuk kaum bumiputera , untuk pertama kalinya dapat
menyampaikan laporan tentang sebuah sekolah, yang mana kaum Muslim menyekolahkan
anak-anak mereka dalam jumlah yang signifikan. Dikarenakan asisiten guru yang beragama Islam
menempati pos di Larike, jumlah siswa beragama Muslim, lebih banyak dari
siswa-siswa yang berasal dari keluarga-keluarga Kristen152
13.
Penilaian
Adalah sungguh-sungguh tidak adil, hanya untuk
menyalahkan Roskott dalam hal setia melayani gereja dan negara, dan bukan sikap
menentang keinginan-keinginan pribadinya. Pertimbangan-pertimbangan dan
motivasi-motivasinya, jejaknya tidaklah
ditemukan dalam tulisan-tulisan tentang perusahaannya, selain hanya suatu
keinginan untuk mengembangkan Agama Kristen Protestan, meskipun kenyataannya ia
melakukan lebih banyak dari sekedar keinginan itu. Namun dalam hal penilaian
terhadap pekerjaannya, pertimbangan yang dilakukan haruslah adil menyangkut
akibat-akibat sosial yang timbul belakangan. Dengan kata lain, tanpa berniat memperdebatkan
apakah akses pendidikan yang memadai buat semua orang dapat
“menyingkirkan” --- bahkan di masa
Roskott ---- perbedaan ideologi serta Kristen dan Islam, dan sanggup mencegah
penduduk Muslim agar tidak tertinggal dalam masalah pendidikan, atau
sekurang-kurangnya itu merugikan, hal itu harus dirujuk /dilihat pada bentuk
pendidikan bumiputera, yang mana Roskott membantu dalam pendirian dan
pemeliharaannya, dan minimal turut berkontribusi pada fakta polarisasi
masyarakat Maluku dalam aspek keagamaan, sosial dan politik, dan berlanjut terus menerus hingga di abad 20,
bahkan mungkin lebih kuat lagi.
--- selesai ---
Catatan Kaki
110.
Laporannya
dapat dilihat pada : L.J. van Rhijn, Reis
door den Indishen Archipel in het Belang Evangelische Zending. Rotterdam:
M. Wijt & Zonen, 1851
111.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
Dokumen 144
112.
EA 1847, 146
113.
Ini
disebabkan oleh kunjungan misionaris agama Katholik bernama C de Heselle ke
Maluku pada awal tahun 1850an, hal ini disebutkan dalam “Nog ‘n paar brieven”, hal
291
114.
EA 1847,
146-147, 154
115.
EA 1851, 111
116.
Surat
H.H. Schiff kepada AAMS, 14/4/1840, UA, AMB 43/3
117.
W.
Luijke (1798-1886); 1827-1828 bertugas di kota Ambon, 1828-1829 bertugas di Moa
(pulau-pulau barat daya), 1829-1841 di Seray (Leti, pulau-pulau barat daya),
1841-1842 bertugas di kota Ambon, 1842-1849 bertugas di Haruku, 1849-1854 di
kota Ambon, 1854-1855 di Hutumuri, 1855-1883 di Rumah Tiga
118.
J.E.
Jellesma (1817-1858); 1844-1846 bertugas di Wahai (Seram Utara), 1846-1848 menemani
perjalanan van Rhijn, 1848-1858 bertugas di Mojowarno (Jawa)
119.
J.J.
Bar sr/senior (1786-1851); 1823-1825 bertugas di kota Ambon, 1825-1841 bertugas
di Kisar (pulau-pulau barat daya), 1841-1843 bertugas di Ambon, 1843-1846 di
Waai, 1846-1851 di Poka (Ambon), pensiun
120.
EA 1852, 73
121.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
Dokumen 158; EA 1853, 101-107, EA 1854, 22-26, 108. Mereka adalah R. Bossert (1854-1880); C.G. Schot (1855-1862); J.J.
Bar jr (1856-1884); A. Van Ekris (1856-1868); M.Teffer (1856-1863); J.J.
Verhoef (1856-1872); L. Tobi (1859-1865); S.J. de Vries (1863-1873).
122.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
Dokumen 142; EA 1851, 109-110, EA 1860, 56
123.
Surat
B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 16/9/1860, UA AMB 34/5
124.
EA 1857, 114, EA 1858, 132, 135
125.
Algemeen
verslag-----1852, 191
126.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
catatan kaki nomor 1427
127.
Ibid,
volume I, dokumen nomor 152
128.
EA 1858, 100, 105; EA 1861, 9-11
129.
Surat
B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA AMB 34/5
130.
EA 1862, 82-83, 85; EA 1863, 247-248; EA 1867, 105-111
131.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume I,
catatan kaki nomor 737
132.
Surat
L. Tobi kepada Dewan DMS, 10/1/1861, UA
AMB 24/1/b
133.
Dewan
Hindia Belanda, saran dan pertimbangan tertanggal 23 Okt 1863, AAS b337/s 101,
Bt Dec 27th, 1863 nomor 2, dimuat pada : De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, Dokumen 91; EA 1864, 62-63
134.
EA 1862, 88; EA 1863, 333; EA 1864, 28-30; De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen
nomor 36, 58
135.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume II,
dokumen nomor 39; EA 1862, 109-117,
206-214; EA 1862, 128
136.
EA 1864, 154-159
137.
EA 1865, 203
138.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume II,
dokumen nomor 91
139.
EA 1864, 154
140.
EA 1865, 36; De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen
nomor 109
141.
EA 1864, 87
142.
Nama
anak itu adalah Jonathan Luijke Roskott, lahir pada 22 Januari 1864
143.
EA 1864, 87
144.
EA 1864, 217
145.
De
Clercq, “ De tegenwoordige toestand van het inlands onderwijs”, 337
146.
EA 1864, 26; “Wat deelen reizigers
ons over de zending in de Menahasse mede?”, 68; AE 1866, 64
147.
“Algemeen verslag”
148.
EA 1867, 115
149.
EA 1865, 230
150.
Ludeking,
“Schets van de Residentie Amboina”, 48
151.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume II,
dokumen nomor 94; Knaap, Kruidnagelen, 75
152.
De
Jong, De Protestante Kerk, Volume II,
dokumen nomor 159
Catatan tambahan
a.
L.J.
van Rhijn memiliki nama lengkap Leonard Johanes van Rhijn atau juga dikenal
dengan nama Leendert Johanes van Rhijn. Putra dari Arnoldus van Rhijn dan
Adriana Johana Pelkman, lahir di Naaldwijk pada 26 Januari 1812 serta meninggal
pada 16 Mei 1887 di Bad Wildungen, Hesse, Jerman. Ia menikah 2 kali, yang
pertama dengan Anthoinetta Wilhelmina Vernhout (1811-1868) pada 28 Maret 1838,
serta yang kedua dengan Anna Helena Snouck Hurgronje (1837-1917) pada 16
Desember 1880. Istri kedua van Rhijn ini
sebenarnya adalah mantan ipar dari istri pertamanya sendiri. Anna Helena Snouck
Hurgronje sebelumnya menikah dengan Johanes Hendrik Vernhout, adik dari
Anthoneitte Wilhelmina Vernhout. Selain itu, adik tiri(1 ayah berlainan ibu)
dari A.H. Snouck Hurgronje adalah dari Prof
dr Christian Hurgronje (1857-1937), seorang pakar Islam, yang paling dikenal
dalam sejarah indonesia, khususnya sejarah Atjeh.
§ Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902,
Naam Register, Rhij, Leonard Johannes van
§ Lihat Johan de Niet,
Herman Paul dan Bart Wallet (editor), Sober,
Strict and Scriptural : Collective Memories of John Calvin 1800-2000,
Leiden : Brill NV, 2009, hal 82
b. W.Luijke/Luyke bernama
lengkap Willem Luijke/Luyke. Putra dari Georg Friedrick Luijke dan Margaretha
Koeman, lahir di Amsterdam pada 7 September 1798, serta meninggal pada 21 Mei
1886 di Ambon. Menikah dengan Anna Carolina Petronella Harar di Ambon pada 11
Agustus 1843. Istrinya ini lahir di
Semarang tahun 1824, meninggal di Ambon pada 18 Juli 1879.
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Luijke, Willem
c.
J.E.
Jellesma bernama lengkap Jelle Eeltjes Jellesma. Putra dari Eeltje Jellesma
(1785-1830) dan Fimke Jans Rauwerda Roorda (1783-1819), lahir pada 13 Mei 1816
di Hitsum Friesland, serta meninggal di Mojokerto, Jawa Timur pada 16 April
1858. Menikah dengan Susana Wilhelmina Bar pada tanggal 27 April 1848 di Ambon.
Istrinya ini adalah putri dari Johan Jacob Bar sr dan Sara Margaretha
Wonderling, lahir di Kisar pada 6 September 1827, serta meninggal pada tahun
1916.
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Jellesma, Jelle
Eeltjes
§ Lihat Levensbericht van Jelle Eeltjes Jellesma,
Apostel van Java ... Jellesma, Jelle Eeltjes, 1816-1858. Rotterdam: M. Wyt
en zonen, 1874, hal 46
d. J.J. Bar sr bernama lengkap Johan Jacob Bar senior,
lahir pada 8 September 1786 di Zurich, meninggal di Ambon pada 10 Februari
1851. Menikah dengan Sara Margaretha Wonderling, putri dari Jacob Christian
Wonderling dan Rachel Wilhelmina Voerman. Ia lahir di Ambon pada 13 November
1793 dan meninggal pada 6 maret 1873 di Ambon. putrinya Susana Wilhelmina Bar (1827-1916)
menikah dengan J.E. Jellesma (lihat figur c di atas), sedangkan putranya yang
bernama sama Johan Jacob Bar yunior, yang juga penginjil (1830-1888) menikah
dengan Augustina Timmerman (1837-1911), putri dari Jacobus Bernardus Timmerman
(1790-1846) dan Henriette Christina Blondeel (1796-1876). Ibu dari J.B.
Timmerman, adalah Barbara Twijsel yang berasal dari keluarga besar Twijsel dan
bersaudara dengan istri pertama B.N.J. Roskott. Ayah dari Henriette Christina
Blondeel adalah Daniel Jacob Blondeel, opperhofd van Saparoea (1785-1798, 1804-1807).
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Bar, Johan Jacob
sr
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Bar, Johan Jacob
yunior
§ Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden
Molukken 1796-1902, Naam Register, Bar, Johan Jacob yunior
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Timmerman, Jacobus
Bernardus
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Blondeel, Daniel
Jacob
§
Lach Bere, P.F.L.C. Geslachtkundige
aantekeningen verzameld te Amboina (dimuat dalam Maandblad Nedelands Leeuw, 26
Jaargang, 1908, no 3 hal 77)
§ Lihat M.D. Etmans Bevolking
van Saparoea 1821 – 1946, hal 4,9,7,10,17, 581,582
e.
Joanna
“jans” Luijke, istri kedua dari B.N.J. Roskott memiliki nama lengkap Joanna
Margaritha Luijke. Putri dari Christian Frederik Luijke dan Hendrikjen Bos,
lahir pada 1838 di Amsterdam serta meninggal di Ambon pada 16 Oktober 1922.
Ayahnya adalah saudara dari Willem Luijke (figur b di atas). Joanna Margaritha
Luijke sebelumnya menikah dengan iparnya sendiri yaitu Jan Fulps Krul, duda
dari kakaknya sendiri. Mereka menikah pada tanggal 20 Oktober 1859 di Ambon,
setelah kakaknya Jacoba Margaretha Luijke meninggal pada 14 Februari 1858. Jacoba
Margaretha Luijke (1835-1858) menikah dengan Jan Fulps Krul pada tanggal 14 November
1856 di Amsterdam
§ Lihat Chr Fr Fraasen,
Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Luijke, Joana
Margaritha
§ Lihat M.D. Etmans Bevolking
van Saparoea 1821 – 1946, hal 105, 106, 166
Chr. F.G. de Jong menggunakan berbagai sumber untuk menulis
artikel ini, yaitu :
Literatur
Artikel
§ “ Aantekeningen”, Mededeelingen van wege het Nederlandsche
Zendelinggenootschap (Journal of the DMS). Vol 4 (1860) 186-192
§ Algemeen verslag van den staat van het schoolwezen in
Nederlandsch-Indie onder ultimo December 1852. S.a; s.l
§ “ Algemeen verslag van
den staat van het schoolwezen Nederlandsch-Indie”, in : Tijdschrift voor Nederlandsch Indie. Vol 23 (1861) 315-329
§ “Beknopt verhaal van den opstand op Amboina, in 1829”, in
: Tijdschrift voor Indische Taal-,Land en
Volkenkunde. Vol 11, 4/II (1862) 374-387
§ “ Bestuursvergadering Bataviasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen 13/7/1861”, in : Tijdschrift
voor Indische Taal-,Land en Volkenkunde. Vol 12, 4th series, vol
3 (1862) 112-133
§ Brumund, J.F.G., “De Malaische Christenen hebben geenen Bijbel”,
in : J.F.G. Brumund, Indiana, Verzameling
van stukken van onderscheiden aard, over landen. Volken, oudheden en
geschiedenis van den Archipel. Amsterdam: P.N. Kampen, 1853
§ “The Calcutta
Auxiliary Bible Society”, in The Friend
of India. Vol 1. No 3 (May-Dec 1818) 64-69
§ Clercq, F.S.A. de, “
De tegenwoordige toestand van het inlandsch onderwijs”, in : De Indische Gids. Vol 5 (1883) 335-357
§ Heeres, J.E., “ Eene
Engelsche lezing ontrent de vorevering van Banda en Ambon in 1796 en omtrent
den toestand dier eilanden groepen op het eiland der achttiende eeuw,
uitgegeven en toegelicht door J.E. Heeres”, in : Bijdragen tot de Taal-,Land en
Volkenkunde van Nederlandsch Indie. Vol 60 (iii-iv), (1908) 249-368
§ Idema, H.A., “ De
oorzaken van den opstand van Saparoea in 1817”, in : Bijdragen tot de Taal-,Land en
Volkenkunde van Nederlandsch Indie. Vol 79 (1923) 598-641
§ Kemp, P.H. van der.,
“Van den Ambonschen zendeling J. Carey, 1814-1817”, in Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap.
Tijdschrift voor zendingswetenschap (Journal of the DMS). Vol 61 (1917)
218-235
§ Knaap, G.J., “ Godsdienstpolitiek
in Nederlands-Indie, in het bijzonder ten aanzien van de Islam, 1816-1942”, in
: http://www.insight.nl/onderzoek/projecten/ Godsdienstpolitiek in Nederlands-Indie,
1816-1942
§ Ludeking, E.W.A., “ Schets
van de Residentie Amboina”, in : Bijdragen tot de Taal-,Land en Volkenkunde van
Nederlandsch Indie. 3rd series Vol
3 (1868) 1-272
§ Maanberigt van het Nederlandsche Zendelinggenootschap. Several volume
§ “ Nog ‘n paar brieven
van den Z.E. Heer C. de Hessele”, in : Kolonial
Missie Tijdschrift. Vol 18/1 (Jan 15 1935) 290-297
§ Seriere, G. De., “
Bijdrage tot de kennis van de tegenwoordige toestand der Molukko’s”, in : Tijdschrift voor Nederlandsche-Indie. Vol
13. nr 1 (1851) 30-49
§ “ Survey of Protestant
Missions for 1823”, in : The Friend of India. Vol 8 nr 74 (sept
1824) 257-263
§ “Varia”, (1850), in : Tijdschrift voor Nederlandsche-Indie. Vol
12 nr 2 (1850) 471-475
§ “Wat deelen reizigers
ons over de zending in de Menahasse mede?”, in: Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (Journal
of the DMS). Vol 2 (1858) 5-83
Monografi
§
Enklaar, I.H., Joseph Kam, “Apostel der Molukken”, Den Haag: Boekencentrum, 1963
§
Jong, Chr.G.F. de., De Protestante Kerk in de Midden Molukken
1803-1900. 2 Vols: Vol 1: 1803-1854; Vol2: 1854-1900, Leiden: KITLV Press,
2006
§
Knaap, G.J., Kruidnagelen en Christenen. De Veerenigde Oost-Indische Compagnie en de
bevolking van Ambon 1656-1696. Dordrecht: Foris Publication, 1987
§
Kroeskamp, H., Early Schoolmasters in a developing country. A History experiments in
school education in 19th century Indonesia. Assen: Van Gorcum& Comp,
1974
§
Niemann, G.K., Bijdragen tot geschiedenis der verbreiding van het Christendom. Rotterdam:
M. Wijt& zonen, 1864
§
Payne, E.A., South-east Serampore. More chapters in the story of the Baptist
Missionary Society. London: The Carey Press, [1945]
§
Swellengrebel, J.L., In Leijdeckers Voetspoor. 2 vols, vol 1: 1820-1900,
Amsterdam, 1974, vol 2: 1900-1970, Den Haag: Martinus Nijhoff, 1978
Visch,
W.F., Geschiedenis van het Graafschap
Bentheim. Zwolle:J.L. Zeehuisen, 1820
Searching for my family roots I came across your blog.
BalasHapusUnder under Catatan tambahan d. you mention
Ayah dari Henriette Christina Blondeel adalah Daniel Jacob Blondeel, opperhoofd van Saparoea.
Can you point me to the reference document please?
regards from Belanda, Hans Blondeel Timmerman
https://www.genealogieonline.nl/stamboom-bus/I3644.php
Hapushttps://www.genealogieonline.nl/stamboom-bus/I3527.php
HapusHans Blondeel Timmerman....Sorry, I was just able to reply to your comment.... about the reference you asked for, I found 2 references... as I said above...
Hapus