Oleh : James. T. Colins
- Kata Pengantar
Baileu/Baileo mungkin adalah sebuah
nama yang paling dikenal oleh semua orang Maluku, baik dalam bentuk fisiknya
maupun hanya berupa susunan kata. Agaklah aneh, jika orang Maluku, khususnya di
wilayah Maluku Tengah, yang mengaku tidak mengenal, mengetahui, bahkan mungkin belum
pernah melihat objek dengan nama itu. Jika ditanya, apa itu baileu/baileo,
banyak dari kita dengan yakin dan spontan, pasti menjawabnya, itu adalah rumah
adat yang ada dan dimiliki oleh setiap negeri/desa asli Maluku.
Namun, jika ditanya dengan pertanyaan
sedikit “filosofis” mengapa nama objek itu “harus” dinamai Baileu/baileo,
mengapa tidak dinamakan dengan nama lain? Darimana kata baileu/baileo ini
berasal? Apa dari bahasa Indonesia? Bahasa “tanah”? bahasa Belanda? atau
darimana tepatnya? Bagaimana sejarahnya, hingga objek sakral itu dinamai dengan
nama baileu/baileo?
Jika ditanya seperti itu, mungkin
banyak dari kita yang belum bisa menjawabnya, mungkin banyak dari kita yang
memerlukan waktu lama untuk menjawabnya....
James T Collins, seorang Profesor
linguistik Melayu-Polinesia mencoba menjawabnya melalui kajian ini. Hal ini
bermula pada tahun 1971, saat ia merasa sedikit “terganggu” dengan semua huruf
vokal/huruf hidup pada kata baileu. Rasa
gangguan itu tentunya bukanlah hal ganjil bagi seorang yang ahli dalam bidang
bahasa.
Untuk menjawab rasa terganggunya itu,
ia menulis artikel sepanjang 13 halaman ini, dimana 1 halaman berisikan gambar
(sketsa) untuk mendukung analisanya, serta 2 halaman terakhir untuk literatur
yang digunakan olehnya. Artikel ini ditulis dan dimuat pada Bijdragen tot de Taal-Land- en Volkenkunde volume
152, nomor 2 tahun 1996 dan menempati halaman 191-203, dalam versi bahasa
Inggris berjudul Of Castle and
Councillors; Questions about Baileu
Saat pertama kali membaca judul
artikel ini, kami merasa penasaran bagaimana isinya, dan terperangah dengan
isinya yang berupa analisa panjang lebara soal kata baileu/baileo itu dari sisi
sejarah dan persoalan semantik, fonetis, leksikal dan banyak item-item
kebahasaan lainnya. Memahami “terperangahnya”
dan betapa pentingnya hal ini diketahui banyak orang, maka kami
memberanikan sekali lagi untuk menerjemahkan artikel yang agak “berat” ini.
Haruslah jujur diakui, kami bukanlah
ahli bahasa, sehingga mungkin saja terjemahan kami ini, tidaklah tepat dalam
hal pembahasan tentang unsur-unsur kebahasaan itu sendiri. Namun, kami percaya,
bahwa usaha ini paling tidak “membantu” kita untuk mengetahui, memahami sejarah
panjang sebuah nama yang kini paling familiar itu.
Mengutip dan “memolesi” sepotong kata dari
sejarahwan Christine Dobbin dalam prakata pada buku yang dikarangnya Islamic Revivalism in a Changing Peasant
Economy, Central Sumatra 1784-1847, terbitan Curzon Press London tahun
1983, maka biarlah “berantakan dan banyak salahnya” dari terjemahan ini adalah
penanda kalau kami tetaplah terbatas.
Mungkin, sekali lagi.... mungkin,
setelah selesai membaca kajian dari sang profesor, kita tidak sepakat dengan
kesimpulannya. Hal itu tidaklah dilarang, itu sesuatu yang lumrah saja dalam
dunia akademis. Agaklah keliru jika semua orang harus dan dipaksakan untuk
sepakat. Berbeda pendapat itu selalu baik dan penting untuk mengasah kemampuan
analitis yang cermat. Kami selalu percaya, bahwa pemikiran yang “pahit” selalu
menyehatkan jiwa dan akal.
Selamat membaca, selamat menikmati,
semoga kita selalu belajar “membaca” banyak pemikiran dan bisa jadi dewasa
dalam memahami sejarah kehidupan kita sendiri.......... salam!
Penerjemah
: Kutu Busu
- Terjemahan
Diantara kata-kata yang sangat “unik”
dan mungkin juga “simbolis” adalah suatu istilah yang dipakai untuk “ruangan
upacara di sebuah desa” yaitu kata BAILEU, yang seringkali di “sandingkan”
dengan kata raadhuis “ dewan kota” yang
merupakan vokabulari bahasa Belanda dalam percakapan Melayu Ambon, seperti yang
disebutkan oleh Van Hoevell (1876) dan De Clercq (1876). Menurut beberapa
kajian tentang masyarakat Ambon, BAILEU dianggap sebagai simbol pertentangan
yang terus melekat di negeri-negeri orang Ambon antara tradisi asli (adat) dan agama, lihat Colley (1962:
8-13) untuk perspektifnya terhadap fungsi BAILEU pada masyarakat Kristen Ambon
30 tahun yang lalu. Di Ambon dewasa ini, BAILEU – bahkan yang telah rusak-
masih tetap dihormati, bahkan tidak takut, disebabkan oleh perasaan hubungan
supernatural antara bangunan-bangunan itu dengan leluhur di negeri itu
(Collins, 1973). Seharusnya penelitian etnografis tentang Baileu dan segala
“permasalahannya” di negeri-negeri Maluku Tengah, sangat diperlukan. Tujuan
dari catatan singkat ini adalah kajian sederhana tentang asal usul kata BAILEU.
Tanpa kecuali, para pembuat/penyusun
kamus untuk kata-kata Melayu Ambon, menjelaskan kata Baileu sebagai varian
bahasa Ambon yang dalam bahasa melayu standar untuk kata balai “ bangunan publik”. Hal ini kadang-kadang dijelaskan secara
jelas, misalnya saat Colley (1962:8) menulis : “ kata Baileu (sering ditulis Baileo) kelihatannya merupakan Malukunisasi
dari istilah melayu untuk kata bale atau balai”. Bagaimana pun juga, banyak
juga yang sering menghubungkan hal ini secara sederhana yaitu “mendekatkan”
kata Baileu dengan bentuk-bentuk
bahasa melayu standar : bale, balai atau
balairun, misalnya dalam De Clercq
(1876), kita membaca : ‘Baileo A [mbonesse]’ disamakan dengan ‘ (P.balei)
dimana P merujuk pada kamus karangan Pijnappel
tentang bahasa melayu standar (lihat untuk contohnya, Pijnappel (1875:45-46)
untuk penjelasan entry balei yang lebih panjang, yang dikutip oleh de Clercq).
Penggabungan atau penyamaan kata
melayu ambon baileu (ba-i-le-u) dengan
kata bahasa melayu balai (ba-lai)
dilakukan tanpa ada upaya menjelaskan mengapa dikata itu harus ada tambahan
huruf hidup/huruf vokal, i dan u : kata
melayu ambon ba-i-le-u dibandingkan kata melayu standar ba-le atau ba-la-i [harap dicatat bahwa dalam kata melayu ambon,
kata ai dari baileu adalah rangkaian huruf hidup bukan diftong (bunyi rangkap),
begitu juga dengan kata eu yang juga adalah
rangkaian huruf hidup]. Bahkan
seandainya, kita berasumsi bahwa hal ini sebagai titik awal “Malukunisasi” untuk
kata bale
[ dari kata melayu balai yang merupakan monoftongisasi dari akhir
bunyi rangkap, /ay/ > (e)],
kejadian model ini dalam kata melayu ambon dari tambahan 2 huruf hidup i dan
u, faktanya merupakan tambahan suku kata, tidaklah menarik buat penyusun
kamus untuk bahasa melayu ambon.
Baileu
dalam kata-kata bahasa Portugis, bagaimana pun juga lebih
menarik perhatian, yang berasal dari penyusun kamus kata-kata Portugis dimana
kata baileu adalah atau kata yang umum digunakan. Dalam
kamus bahasa Portugis karangan Michaelis ([Wimmer] 1961), kita melihat bahwa
kata baileu adalah tempat
gantungan/perancah, bangunan lebih tinggi dimuka/belakang sebuah kapal atau
penjara untuk para pelaut. Dicionario
Brasileiro da lingua Portuguesa ([Mirados Internacional] 1975) memberikan
pengertian lebih panjang ditambah dengan beberapa arti, seperti andaime pensil ‘ tangga-tangga
gantungan’; tribuna, palanque ‘ tribun/mimbar’,
kaitan/cantelan yang dilihat; carcera de
marinha ‘ tempat tahanan pelaut/kelasi’ dan beberapa istilah yang berkaitan
dengan istilah kelautan atau militer. Kamus berbahasa Brazil ini hanya berbeda
dalam hal perincian pengertian yang ada pada kamus-kamus yang diterbitkan di
Portugis; lihat Costa dan Sampaio e Meio (n.d) atau Ferreira (n.d).
Dalam tahun 1919, Msgr (monsinyur). S.
Dalgado penyusun kata-kata Indo – Portugis yang setara/sama dengan glosarium
milik Hobson-Jobson menyarankan/menjelaskan etimologi dari kata Portugis ini.
Pertama, ia memperlihatkan bahwa kata baileu
bukanlah kata dalam Portugis yang
berasal dari bailar ‘ menari’ seperti yang sebelumnya pernah dijelaskan.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan (Dalgado 1988, 11: 461) bahwa kata baileu adalah kata melayu untuk kata balai, dan mengutip De Clercq bahwa kata
melayu ambon untuk bentuk baileu merupakan
sumber paling dekat untuk kata Portugis itu ( ‘o etimo imeditao da palavra portuguesa’). Ia juga memperkuat analisanya,
dengan beberapa kutipan dari sumber-sumber portugis abad 16 dan 17, sebagai
contohnya adalah sebuah teks dari tahun 1539, yang menggunakan istilah baileu
untuk panggung kerajaan dan bangunan-bangunan militer angkatan laut
di Sumatera. Etimologi Dalgado yang otoritatif ini, di masa sekarang dikutip
dalam kamus etimologis bahasa portugis, lihat contohnya yaitu buku karangan
Machado tahun 1977. Jadi, meskipun Dalgado menghabiskan banyak waktu untuk
mempertimbangkan asal usul kata baileu dalam
bahasa portugis, pada akhirnya juga ia tetap merujuk pada kata melayu balai1 sebagai sumber dari
istilah ini, khususnya melalui bentuk yang dikutip, dari kata-kata ambon melayu
milik de Clercq.
Penelitian filologis milik Dalagado,
yang meliputi semua kata-kata Hindia Portugis dilakukan lebih luas. Hal yang
sama juga dilakukan terhadap kamus milik De Clercq termasuk data dari seluruh
wilayah Maluku, termasuk Manado dan Kupang. Namun, dari sudut pandang ahli
bahasa, masih ada masalah “lama” yaitu etimologi kata balai > baileu, meskipun kedua kata ini memiliki sumber yang
sangat otoritatif dan meluas. Ada hal sederhana yang tidak diketahui, mekanisme
fonologis dalam kata-kata melayu ambon, yang bisa menjelaskan tambahan huruf
vokal dari kata baileu. Bagaimana
(caranya) kata [balai] atau [bale] menjadi kata [baileu] ?
Pada kata-kata melayu ambon dewasa
ini, kata baileu kadang-kadang dilafalkan
oleh beberapa pembicara dengan suatu perangkapan bunyi rangkaian huruf vokal ai, seperti ini [ bayleu] disamping
[baileu]2 namun bukan seperti [baleu] atau tidak seperti [beleu]. Darimana
tambahan suku kata atau huruf vokal dari kata baileu berasal?. Yang pasti, kita bisa memperdebatkan berdasarkan
pada hal khusus, bahwa kata baileu bisa
berasal dari kata balairong – suatu
varian campuran dari kata balai – jika
monoftongisasi kata balai itu terjadi
dan jika r itu hilang dengan cara yang sulit dijelaskan. Proses
hipotesis ini seperti balairong >
balerong > baleong, dapat menghasilkan suatu bentuk yang dipinjam ke
bahasa portugis sebagai kata baleo atau
baled, dimana akhir sengauan - ng dari hipotesis kata baleong- digantikan oleh penyengauan awal
sekelompok huruf vokal3. Sebuah bentuk yang dipinjam dalam kata
melayu ambon, yaitu kata baleo tanpa penyengauan. Pastinya, hal demikian
bukanlah kali pertama, bahwa kata melayu yang dipinjam oleh orang/bahasa
portugis kemudian diperkenalkan lagi ke dalam bahasa melayu. Schuchardt ( lihat Gilbert 1980 dan Collins
1983) menyatakan bahwa kata gudang ’warehouse’
dalam bahasa melayu moderen, haruslah berasal dari kata Indo-Portugis, guddo yang mana kata itu sendiri aslinya
berasal dari kata melayu gedung (atau
dalam beberapa dialek, godong) ‘
gudang beras, lumbung penyimpanan’4. Itu merupakan hal “rujukan”
pada jalan “melingkar” proses peminjaman dari kata melayu ke kata portugis,
kemudia diikuti oleh pemrosesasn ulang semantik dan fonetik dalam bahasa
portugis kemudian di “perkenalkan kembali” ke bahasa melayu menjadi bentuk sepasang
kata sama, seperti yang dijelaskan di atas5. Namun untuk kata
portugis baileu tidak berisikan penyengauan huruf vokal baik
dewasa ini atau sebelumnya terhadap kutipan kata baileu itu. Hal ini bertentangan dengan pola yang dihasikan oleh
kata guddo seperti dijelaskan
sebelumnya. Bagaimana pun juga, perbedaan fonologis (ai bukan a) antara kata
melayu ambon baileo dan kata baleo secara hipotesis juga tak bisa
dijelaskan. Jadi solusi “khusus” untuk menjelaskan kata balairong juga termasuk bermasalah.
Pada titik ini, hal itu mungkin
berguna untuk menguji beberapa contoh lama dari kata baileu dalam teks-teks Portugus yang berasal dari Maluku. Jacobs
(1971) mencatat beberapa kemunculan kata baileu
dalam suatu manuskrip, yang ia
(Jacobs) percayai sebagai catatan Galvao tentang Maluku Utara pada tahun 15446.
Ia juga mencatat arti kata itu dari bentuk-bentuk dalam teks Galvao, yang
dimulai dari bangunan luar biasa di atas dek kapal/perahu hingga ruang
pertemuan dan panggung/tempat untuk tidur. Meskipun demikian, ia dengan yakin
menempatkan kata baileu dalam kumpulan
indeks kata-kata Indonesia dan negara Asia lainnya (Jacobs 1971: 366-376). Dalam
kajian Jacobs penting lainnya (1974), kita dapat membaca/melihat beberapa surat
yang ditulis dalam bahasa portugis oleh para misionaris Katholik di Ambon dan
Maluku pada abad ke-16. Meskipun koleksi surat-surat ini dimulai sejak tahun
1544, ada sebuah surat ke-179 yang ditulis di Ambon pada 15 Juni 1570, muncul
kata baileu (tanpa penjelasan dari
penulis surat itu, Frater Pero Mascarenhas, S.J). Ia (Mascarenhas) menulis
seperti ini : di tempat itu, pader (Mascarenhas) menyampaikan cerita tentang keimanan suci
kita kepada orang-orang yang telah dikumpulkan dalam baileu yang sangat besar untuk mendengar dengan penuh perhatian
sehingga setiap kata tidak dilupakan (terjemahan dari penulis). Untuk hal ini,
kutipan Jacobs (1974: 597, catatan kaki nomor 5) menjelaskan kata itu sebaga “ rumah
pertemuan di negeri/desa ( village meeting house) “. Tahun berikutnya pada tahun 1571, Frater
Jeronimo de Olmeido, S.J. mengirim surat bernomor 184 (tertanggal 12 mei 1571)
dari Ambon, dimana ia menyebut kata baileo
bagian dari kapal perang. Jacobs memberikan catatan untuk kata baileo ini berarti “ ruangan lebih
tinggi untuk serdadu di kapal’; lagipula ia juga memberikan tambahan keterangan
dalam surat ini, bahwa frase ‘os do baileo’ secara khusus bermakna
“serdadu yang menempati di seberang/berlawanan dengan posisi para pendayung”7.
Jadi dalam dua surat yang berisi kemungkinan penggunaan paling awal kata baileu yang berasal dari Ambon, kata ini
lebih merujuk pada suatu bangunan di darat atau ruangan tinggi di dek kapal.
Seperti catatan sebelumnya, Dalgado boleh jadi benar saat ia menegaskan bahwa baileu adalah kata portugis yang berasal
dari kata melayu.
Tetapi bahkan etimologi hipotesis dari
kata balairong yang ditawarkan di
sini tidak menjelaskan keseluruhan tambahan huruf hidup. Mengingat tidak adanya
penjelasan linguistik yang meyakinkan tentang huruf vokal yang dapat
menghubungkan kata baileu ke kata balai atau balairong, maka saya (penulis) mengusulkan jalan lain untuk
menyelidikinya. Dalam paragraf berikutnya, buktinya akan dikemukakan untuk mendukung kata baileu mungkin saja merupakan kata yang aslinya berasal dari
kata-kata bahasa Romawi-Portugis, bukan Melayu. Jadi, kata baileu dalam bahasa Portugis adalah kata pinjaman dari bahasa
Romawi lainnya, dan kata baileu dalam
bahasa Melayu Ambon hanyalah kata pinjaman dari bahasa Portugis. Singkatnya,
“jalannya” seperti ini Portugis > Melayu adalah kebalikan langsung dari yang
umumnya diakui, Melayu > Portugis.
7 Pertimbangan bisa dikemukakan di
sini, untuk mendukung klaim ini :
1.
Pertama, Pelopor penyusun kamus
Inggris Melayu, Thomas Bowrey memasukan kata baileu dalam kamusnya yang terbit tahun 1701, yaitu : ‘ Baleew a ship’s deck, suatu lantai yang
ditinggikan...... Baleew eang ca
tega.... lantai yang ketiga....’. Ia hanya tahu, bahwa kata itu adalah sebagai
istilah bahari, kira-kira mirip artinya dengan yang didefinisikan oleh Jacobs
untuk munculnya kata ini dalam surat no 184 yang disebutkan di atas. Bowrey
juga memisahkan definisi dari kata Baleerong, yaitu ruangan penjagaan, halaman suatu ruangan/gedung. Kesimpulan kami
adalah kata baileu dalam kamus milik
Bowrey (Baleew)8 adalah
istilah bahari yang tidak sama pengertiannya atau tidak bisa “disatukan/digabungkan”
pengertiannya dengan kata balai atau balairong (Baleerong). Semua fakta ini semakin meyakinkan, ketika kita memeriksa
terjemahan Daniel Brouwerius terhadap kitab Kejadian, yang nampaknya ditulis di
Ambon sekitar tahun 1660 (Collins 1992a). Dalam terjemahan ini, kata baleew (Kejadian 6:16) berarti ‘geladak
kapal/perahu’ dan kata baleeu baleeu ( Kejadian 34: N) berarti
‘ rumah sementara’. Jadi, nampaknya makna yang bersifat “bahari dan darat” dari
kata baileu, kedua makna ini
muncul/terjadi di dalam bahasa lokal melayu ambon minimal di pertengahan abad
ke-17, sama seperti yang terjadi dalam
bahasa portugis abad ke-16, namun itu satu-satunya kata melayu baileu di luar “Ambon” (Baleew
milik Bowrey) yang maknanya berasal dari bidang bahari9
2.
Kedua, dalam kamus bahasa Portugis
dewasa ini, kata baileu merupakan
istilah bahari yang merujuk pada bangunan “tambahan” di atas geladak kapal, dan yang kedua adalah
‘perancah’ yang diartikan sebagai ‘penjara’, ‘bui’ yang dimaksudkan sebagai
bahasa slang/gaul atau bahasa “lokal”. Dalam bahasa kaum Iberian lainnya, yaitu
bahasa Spanyol, kata untuk ruangan/bangunan di atas kapal adalah kata castillo. Kata castillo
merujuk pada ‘bagian strategis dari bangunan “tambahan”, dari castillo para kelasi bekerja memasang
tali pada layar depan dan utama, serta selama pertempuran di laut, dapat
digunakan sebagai tempat meletakan/ “menggantungkan” senjata (lihat Smith
1993:89-90). Kata Spanyol castillo (baileu dalam bahasa Portugis) adalah
garis terdepan dari sistim pertahanan.
Memang kata baileu didefinisikan dalam satu kamus
bahasa Portugis yaitu Dicionario
Brasileiro ([Mirados Internasional] 1975: 244) sebagai “ Naut. Castelo ou estrado alto, om navios
antigos e sobre o qual combatia” (Istilah Bahari: Perancah atau ruangan tinggi
di atas kapal-kapal tua, tempat mereka berperang/bertempur). Di sini,
terlihat kata baileu dan castelo/castillo pengertiannya sama,
setidaknya seperti yang disebutkan di atas.
3.
Ketigas, dalam bahasa Inggris seperti
juga dalam bahasa Spanyol dan Portugis, kata castle merujuk baik pada, rumah bangasawan atau kubu pertahanan,
juga ruangan/bangunan tambahan di atas geladak kapal. Bahasa Inggris juga memiliki kata lain yang
berhubungan secara semantik dengan kata kastil yaitu kata bailey. Kamus Inggris Oxford (1971:625) memberikan definisi pertama tentang kata bailey : ‘ dinding luar yang menutupi
kubu pertahanan dan membentuk garis pertahanan pertama dari kastil feodal’. Dalam
bahasa Inggris, kata bailey (juga
dilafalkan sebagai bailly) sudah digunakan sejak tahun 1300. Hal ini
menunjukan bahwa setidaknya, baileu sebagai
kata Portugis dalam bidang bahari merujuk pada suatu struktur yang mirip
fungsinya dengan kastil dari kata bahasa Inggris di bidang bahari, yaitu ‘bangunan
“tambahan” yang terletak di haluan kapal, dan digunakan sebagai gudang, mesin
dan lain-lain atau sebagai tempat tinggal para kelasi’ (Flexner 1987: 7 -49).
Fakta-fakta penyebaran
dari istilah castle/castelo/castillo dan
bailey/baileu dapat ditampilkan ke
bagan berikut dari 2 istilah arsitektur
. 'fort' 'ship' s superstructure'
English castle castle
bailey -----
Portuguese castelo castelo
----- baileu
English castle castle
bailey -----
Portuguese castelo castelo
----- baileu
Bahasa Inggris
menggunakan kedua istilah yang secara semantik saling berhubungan untuk suatu
struktur geografis, namun hanya satu yang merujuk pada suatu struktur kelautan.
Sebaliknya, bahasa Portugis menggunakan hanya salah satu untuk suatu struktur
geografis, dan keduanya untuk merujuk pada suatu stuktur kelautan.
4.
Keempat, dalam bahasa
Inggris kata bailey mungkin
adalah kata pinjaman dari kata bahasa latin abad pertengahan yaitu kata baillium, meskipun
menurut OED (Oxford English Dictionary) ada sedikit “kebingungan” antara kata bailey dengan
kata bailly atau
bailiff; dimana kata bailly/bailiff diperkirakan berasal dari bahasa latin yaitu
kata bajulus. Di beberapa kasus, kata bailey yang
dalam bahasa Inggris jelas merupakan pinjaman dari bahasa Romawi, paling mirip
berhubungan dengan kata dari abad pertengahan baillium ‘ halaman kubu
pertahanan/benteng’ , lihat Latham (1975:
175) yang mengutip munculnya kata latin ini minimal tahun 1142 pada
sumber-sumber Inggris dari teks bahasa latin abad pertengahan.
Kutipan ini bersifat
instruktif/perintah : ‘m terris et turribus, in castellis et baillis’ (
di tanah dan di menara, di benteng dan di baileys – terjemahan penulis).
Penyamaan kata casellis dan
baillis memberikan dukungan kuat terhadap hubungan
semantik antara 2 kata latin itu.
5.
Kelima, tidak ada
kamus berbahasa Portugis yang sepengetahuan saya yang menghubungkan kata baileu dengan
kata latin baillium.
Di
sisi lain, kata-kata yang sama asalnya dengan kata bailly,
adalah kata yang menurut OED sering membingungkan dengan kata bailey dalam
bahasa Inggris, seperti juga kata bailio dalam bahasa Portugis yang bermakna : ‘(Arch) panglima
ksatria kuno, ketua hakim, juru sita, petugas ([Wimmer] 1961). Seperti Diez
(1887) tunjukan, kata bailio dalam bahasa Portugis
adalah “ketidaksengajaan” dari kata latin klasik yaitu bajulus (Baj’lus),
sepertu halnya kata bahasa Italia balivo atau bahasa Provencal
baileu.
Pada pertengahan abad ke-16, kata bajulus tersebar luas pemakaiannya dalam bahasa latin
yang digunakan atau diajarkan di Inggris dan Perancis; kata ini muncul dalam
kamus bahasa latin untuk siswa milik Estienne (1971). Bukti dari Diez
menunjukan hal yang sama, kata itu tersebar luas dalam bahasa-bahasa Eropa
barat. Selanjutnya, salah satu kamus berbahasa melayu paling awal, dan tentunya
paling ditulis di Ambon (Wiltens dan Danckaerts 1623), kata Portugis ini, balio dikutip
sebagai kata melayu. Kata ini dianggap sama dengan kata sida-sida atau sesida,
serta didefinisikan sebagai ‘ een gelubde’, ‘ yang dikebiri’, yaitu
seorang kasim pengadilan. Tugas seorang komandan ksatria pada abad pertengahan,
cocok dengan kata dari bahasa Sansekerta siddha yang bermakna pertapa bijak (lihat Gonda 1952).
Penyusun kamus bahasa Belanda lebih berfokus pada karakteristik fisik dari
makna kata balio/sida-sida
yaitu
yang dikebiri daripada berfokus pada tugasnya/fungsinya. Kita dapat
membandingkan definisi dari wilayah Maluku untuk hal itu, dalam kamus de
Houtman tahun 1603 (berdasarkan jenis bahasa melayu yang digunakan di Aceh,
bagian paling barat Nusantara), dimana kata sida-sida atau
sesida didefinisikan
sebagai ghelubt
man’ laki-laki yang dikebiri’ atau siapdragher ‘ orang
yang membawa meterai/cap kerajaan’10.
Dalam kasus apapun,
dokumentasi-dokumentasi awal yang menyebut kata balio (dari
bahasa portugis bailio) dalam bahasa melayu di Maluku, memunculkan persoalan, ya
atau tidaknya kata bailio ini
(< bajulus) adalah
tidak, juga sama membingungkan dengan bentuk yang dibuktikan dalam kitab
kejadian milik Brouwerius, baleeu (< baillium), dimana
kedua bentuk ini sama membingungkan dalam bahasa Inggris dan Perancis.
6.
Keenam, jika istilah baileu dalam
bahasa Portugis telah digunakan oleh para kru poliglot (memiliki kemampuan berbahasa lebih
dari 1 bahasa) dari kapal-kapal Portugis untuk
merujuk pada ruangan tambahan di kapal, yaitu sebagai garis pertama pertahanan
laut11 (lihat (Jacobs 1971: 156-163) yang mengutip penjelasan Galvao
tentang pengunaan militer pada kata baileu dalam
bidang bahari), juga sebagai tempat berlindung untuk para kelasi dan penyimpanan,
maka tidak terlalu sulit untuk memahami bagaimana para pelaut yang telah
memiliki pengertian/gagasan tentang kata baileu sebagai geladak kapal, “menyamakan/memperluas
pengertian/menamakan” kepada struktur yang sama bentuknya pada kapal-kapal kaum
pribumi yang sering mondar-mandi di laut Ternate, dan juga kepada struktur yang
mereka lihat di pantai-pantai Ternate dan Ambon. Lantai berbahan kayu yang ditinggikan dengan
sisi terbuka dan hanya sebagian tertutup, masih menjadi fitu-fitur ciri khas
arsitektur di Asia Tenggara yang tropis, namun bukan khas arsitektur dari
daratan Eropa. Tidaklah mengherankan, jika para pelaut Portugis ini mengenali
struktur terbuka dan tambahan dari wilayah Maluku ini, sebagai sesuatu yang
mirip dengan baileu yang juga mereka telah ketahui/pahami.
Perbandingan dari sketsa yang relevan mungkin bermanfaat di sini. Pada
ilustrasi 1, terlihat perancah pada kapal milik Spanyol abad 16 (lihat Smith
1993: 72), sedangkan ilustrasi 2 adalah sketsa gedung pertemuan abad 20 di
Seram Maluku Tengah (lihat Jensen 1948: 64).
Tidak hanya soal fitur
arsitekturnya, yaitu struktur kayu yang ditinggikan, atap yang agak melengkung
dan area yang terbuka, serta area pagar, dimana kesamaan satu sama lainnya
sangat mencolok, namun juga fungsi struktur ini sangat mirip. Di satu sisi, keduanya berfungsi sebagai
tempat pertemuan bagi para pria, khususnya para serdadu dalam pasukan. Pada
sisi lain, saat tidak berfungsi sebagai tempat pertemuan, struktur-struktur di
Maluku, seperti ruangan tambahan di kapal, berfungsi sebagai gudang/tempat
penyimpanan.
Pada tahun 1876, De Clercq
mendefinisikan baileu orang-orang Ambon sebagai berikut :
Raadhuis, tegenwoordig zelden meer tot dat doel gebruikt
: waar ze nog worden aangetroffen dienen ze ter opberging van materialen
(balai kota, namun bangunan ini mulai jarang digunakan
untuk tujuan ini lebih lama: dimana bangunan ini masih dapat ditemui, berfungsi
sebagai tempat penyimpanan barang --- terjemahan penulis).
Bahkan Cooley (1962)
mengomentari fungsi baileu orang Ambon sebagai tempat menyimpan benda
sakral/magis. Tentu saja, Valentyn
(1726: 4) pada abad ke-17 menulis dan menggambarkan baileu sebagai tempat
pemujaan iblis ( een
hooge baileoe, het Duivels-huis genaamd).
7.
Ketujuh, bukan tidak
mungkin, seperti dalam bahasa Inggris kata bailey, castle dan
bailly, bailiff juga
membingungkan, sama seperti dalam bahasa melayu ambon, terhadap kata pinjaman
Portugis baileu
– bangunan beratap tambahan/ditinggihkan dan bailio – anggota perkumpulan/lembaga
saling “bercampur”. Makna yang
berhubungan dengan bahari dari kata baileu seperti yang telah ditegaskan dalam Bowrey dan
Brouwerius, telah “hilang” dalam penggunaanya di Ambon, tetapi makna baileu sebagai
tempat pertemuan seperti yang ditegaskan dalam Brouwerius, semakin “menguat”
oleh penggabungan semantik dengan kata bailio – anggota dewan/lembaga yang pada akhirnya menjadi definisi normatif bahasa melayu ambon abad 19 sebagai raad huis ‘balai
kota’ (misalnya anggota suatu lembaga, para anggota).
Ada juga faktor lain
yang mungkin berkontribusi pada penggabungan semantik “anggota lembaga” dengan
“ tempat pertemuan”, yaitu sesuatu yang terjadi pada sekitar abad 16 dan 19.
Dalam abad ke-17,
orang-orang Belanda memperkenalkan ke lingkungan leksikal dunia berbahasa
melayu, suatu kata pinjaman dari bahasa Perancis yang kemudian ditambahkan
menjadi makna yang “padu”.
Dalam dokumen-dokumen
Belanda abad ke-17, kata balliuw atau baliu merujuk pada makna pejabat resmi yang ditunjuk/diangkat
(lihat Verdam 1973), dan setidaknya di Hindia Belanda, terminologi warisan
Belanda, yaitu kata raadhuis
‘ dewan kota’ sering dipertukarkan dengan kata bailljouw atau
baljuw (< Perancis
Bailli < Latin Bajulus) ( lihat misalnya
catatan Wurffbain tahun 1686 dari Batavia (Posthumus Meyjes 1931) serta
komentar Posthumus Meyjes sebagi editor di masa moderen).
Arti kata baileu inilah
yang “dikuatkan” oleh kesamaan kata dari bahasa Belanda dan “diwariskan” ke
dalam bahasa melayu ambon13.
Ketujuh pertimbangan
ini, secara bersama-sama merupakan suatu jalinan bukti-bukti yang meyakinkan
sebagai argumen/alasan bahwa kata baileu dalam bahasa melayu ambon, merupakan kata
pinjaman dari bahasa Portugis, bukan sebaliknya seperti yang disarankan oleh
Dalgado 70 tahun lalu. Mungkin dalam kasus itu dalam bahasa Portugis, terutama yang
diucapkan di wilayah Asia, kata baileu dipakai untuk merujuk
pada struktur yang berlokasi di darat, bercampur atau dikaitkan dengan kata
melayu balai14,
tetapi bahkan jika percampuran/pengaitan ini memang terjadi, adalah hal
anakronistis (tidak sesuai urutan waktu/zaman) untuk mengklaim bahwa kata baileu itu
adalah kata melayu untuk balai.
Sebaliknya, penutur
bahasa Portugis mungkin berpikir kata baileu berhubungan dengan kata balai. Fenomena
semacam itu bisa saja dianggap sebagai kontaminasi semantik.
Bahasa melayu ambon
adalah dialek bahasa Melayu yang diakui mengandung lebih banyak kata-kata
pinjaman dari bahasa Portugis daripada kebanyakan dialek melayu (Paramita
1972). Bukti dokumentasi dalam bentuk catatan pengadilan, terjemahan Alkitab,
koleksi khotbah yang berasal dari Ambon abad ke-17 (lihat misalnya Collins
1992a, 1992b) membuktikan bahwa pada waktu itu terdapat lebih banyak kata-kata
pinjaman dari bahasa Portugis. Mungkin sebagian dari kata-kata itu, masih tetap
tidak dikenali, seperti kata baileu atau tidak tercatat karena sangat tidak
memadainya cakupan leksikografis dialek melayu yang tersedia. Mengungkap dan
mengenali berbagai kata-kata pinjaman, adalah langka penting dalam tugas yang
masih tertunda untuk menulis sejarah Melayu, serta upaya akademis yang lebih
jauh dan luas untuk mengevaluasi kembali teori Proto-Austronesia.
Pada tahun 1971,
bahkan sebelum saya tiba di Ambon, ketika saya masih mengandalkan kamus milik
De Clercq, saya merasa terganggu dengan semua huruf vokal pada kata baileu dalam bahaa melayu ambon, yang dikatakan sama
dengan kata balai.
Bagaimana bisa kata baileu dikaitkan dengan kata balai? Dari mana semua huruf vokal itu berasal, terutama dalam dialek yang
malah sebaliknya mengurangi huruf vokal yang telah ada ? (lihat ringkasan
pernyataan dalam Collins 1980 : 18-19).
Mungkin ada argumen
untuk jalan “ melingkar” melalui kata balairong seperti disebutkan di atas, tetapi saya
menyajikan bukti-bukti di sini yang meyakinkan dengan kuat, bahwa tidak ada
huruf vokal tambahan yang “merayap masuk” ke dalam kata balai15
dan
bahwa kata balai dan baileu tidaklah secara genetik terkait satu sama
lain.
Kata melayu balai adalah refleks reguler dari Proto-Austronesia
balai ‘ rumah, pondok, ruang upacara’ (Dempwolff 1938: 21); sedangkan kata baileu adalah istilah dalam bidang bahari dalam
bahasa Romawi yang dipinjamkan ke dalam bahasa Portugis dan kemudian dari
bahasa Portugis di perkenalkan ke bahasa Melayu16. Dewasa ini, kata baileu dipertahankan
dengan memperluas basis semantik dalam varian-varian bahasa Portugis. Meskipun
penggunaannya, mungkin telah meluas di antara varian bahasa melayu lainnya pada abad ke-17, rupanya hal demikian tetap
dipertahankan hanya dalam khasanah bahasa melayu ambon, dengan pergeseran dan
pemaknaan yang lebih menyempit. Dengan
demikian, makna yang menghubungkan kata balai dan baileu lebih didasarkan pada etimologi-sosial,
kesalapahaman bahasa-bahasa serumpun dan percampuran semantik, bukan pada asal
usul linguistik yang umum terjadi.
Mungkin jika para
filologis bahasa Romawi, yang berspesialisasi dalam bahasa Portugis, mengetahui
betapa “anehnya” tambahan-tambahan huruf vokal itu dalam kata pinjaman bahasa
melayu, mereka mungkin tergoda untuk menjelajahi teks-teks latin abad
pertengahan serta jargon-jargon di bidang bahari dalam bahasa Romawi.
Pada awal tahun 1544,
Galvao (Jacobs 1971: 259) melaporkan bahwa di Tidore, Maluku Utara : Kaitjil Rade, seorang pemimpin pulau
itu berbicara bahasa Portugis dan Castilia, terkadang bercampur dengan bahasa
Biscayan, serta tidak membutuhkan juru bahasa.
Hal ini merupakan
petunjuk tentang keragaman linguistik yang tersebar diantara pedagang
“orang-orang Portugis”, para serdadu, para pelaut, yang pertama kali
mengunjungi Maluku 450 tahun lalu, sehingga dapat “memancing” minat secara
ilmiah penelitian filologis oleh para pakar bahasa Romawi. Penelitian semacam
itu bukanlah keahlian saya.
---- selesai ----
Catatan kaki
1.
Untuk yang lebih
baru, lihat Thomaz (1988: 259) tanpa komentar atau penjelasan tentang
keterkaitan kata baileu dari
bahasa portugis dan
balai dari
bahasa melayu. Jadi tradisi terhadap ini tetap dipegang
2.
Saya berterima kasih
kepada pengamat “tak bernama” yang menunjukan variant (bayleu) muncul dalam dialek
ambon melayu dewasa ini. Bagaimanapun juga, kemunculan yang terus menerus
terhadap varian-varian dengan rangkaian huruf vokal (ai) disamping kuatnya
varian diftongisasi (ay) mendukung keadaan fenomena /ai/ sebagai rangkain huruf
vokal. Selain itu, fokus kajian ini adalah bersifat kesejarahan yang menjadi
fakta bahwa tidak ada varian monoftongisasi dari kata baileu, jadi
bukan varian beleu. Dalam
bahasa melayu ambon yang saya ketahui, diftong mengalami monoftongisasi tanpa
perkecualian, sebagai contoh serai> sare. Rangkaian
huruf vokal bagaimanapun juga tetap berlangsung dalam kata-kata pinjaman
seperti Said > (Sait), dan kata baileu juga akan diuji
disini.
3.
Seperti yang
disebutkan D.J. Prentice (p.c. 10 november 1994) menunjukan 2 kombinasi eo/eo
benar-benar tidak sama dalam posisi akhir kata dalam bahasa Portugis.
4. Kata
dalam bahasa Inggris (Anglo-Indian) godown (ruang penyimpanan/gudang) juga
dipinjam dari bentuk Indo-Portugis, dan pastinya berasal dari bahasa melayu, meskipun
menurut etimologi-sosial berasal dari bentukan go+down
5.
Contoh lain
peminjaman, pengemasan ulang dan penginputan ulang, adalah kata menteri berasal
dari bahasa Melayu hasil peminjaman dari bahasa Sansekerta melalui bahasa
Hindi, yang dipinjam kedalam bahasa Portugis (oleh kontaminasi dengan kata dari
bahasa Portugis mandar)
sebagai mandarim yang
merujuk pada pejabat tinggi di Asia, termasuk pejabat-pejabat bangsa China.
Pada awal abad 16, kata ini dipinjam kedalam bahasa Inggris sebagai mandarin. Banyak gejala yang mengaitkan dengan chinese
mandarin yang menghasilkan nama-nama yang mengindikasi keterkaitan itu seperti
: mandarin oranges (lemon china), mandarin silk (sutera china). Dikarenakan
entry ini merujuk pada penentuan tingkatan kaum elit, yang dihasilkan oleh
pengujian bahasa sastra china, sehingga disebut sebagai mandarin dalam bahasa Inggris, kemudian melalui bahasa
Inggris kedalam bahasa melayu moderen. Jadi, kata mandarin (aslinya berasal dari kata
menteri lewat bahasa Portugis) diinputkan kembali ke bahasa melayu sebagai
mandarin nama dari bahasa nasional china, sekali lagi menghasilkan sepasang
kata yang sama dalam bahasa melayu moderen, yaitu menteri dan mandarin
6. Manuskrip
Galvao (1544) adalah laporan tentang wilayah Maluku bagian utara, khususnya
wilayah Ternate dan Tidore, daripada wilayah Maluku Tengah. Ada juga kemunculan
kata baileu lebih
awal atau lebih kemudian tentang kata baileu di luar wilayah
Maluku. Dalgado (1988 II: 461) mengutip bahwa pada tahun 1539 kata baileu muncul di Sumatera. Catatan Castenheda tentang
penaklukan daratan India dan Nusantara, pertama dipublikasikan pada tahun 1551
meski ditulis beberapa tahun sebelumnya (Andaya 1993: 10) termasuk menyebutkan suatu
dari bagian teras (alpendre)
a que chamao bayleu di istana raja Bengal di bagian utara India
(lihat Dalgado 1988 II: 462). Penyebaran dan perluasan awal dari istilah ini
dalam laporan-laporan Portugis, tidak menyebut Maluku sebagai asalnya.
7.
Di sini, teks dari
Jacobs disejajarkan dengan Pinto dari tahun 1529, yang dikutip oleh Dalgado
(1988 II: 461-462), dimana ia (Dalgado) membuat perbedaan antara orang di baileu (a que elles chamao de Baileu) dan
yang bertugas untuk mendayung (os mais chusma de remo). Saya
mengucapkan terima kasih kepada L Collins untuk membantuku mengklarifikasi
perbedaan yang terdapat dalam Pinto ini
8. Sangat
bernilai untuk mencatat keanehan pengejaan kata baleew dalam
bahasa inggris, dengan rangkaian eew. Bagaimana hal itu
dilafalkan pada bahasa inggris abad 17? Rangkaian ee seperti
kata see
biasanya ditandai [i] kemudian diikuti dengan e,
akhirnya w sering
ditandai dengan rangkaian pelafalan [yuw] seperti kata few. Rangkaian
eew, bagaimanapun
juga bukanlah kombinasi yang sama. Jika itu terjadi, apakah kata baleew harus dilafalkan [balyuw] atau [baliyuw]? Ini merupakan pengejaan yang
aneh, faktanya Bowrey memiliki akses pada sumber-sumber Belanda ketika ia
menulis kamusnya itu.
9. Kutipan
awal ini terungkap bahwa beberapa yang dicatat disini muncul dalam bahasa
Portugis, bukan dalam teks melayu.
10.Pengertian
ini akhirnya sejajar dengan pengertian yang diberikan oleh Latham (1975: 176)
untuk kata bajulus
dari abad pertengahan: pembawa surat, berita,
pesan atau menteri tinggi/agung. Makna baiulus dalam pengertian
Cicerion adalah pengantar barang atau alat pengangkut (Glare 1990: 220), yang
masih di anggap sebagai istilah dalam panduan kamus latin abad 16; lihat
Estienne (1971) dan Calepino (1950-1952)
11. Penelitian
awal tentang kamus berbahasa latin-portugis-jepang yang terbit tahun 1595
(Calepino 1950-1952) tidak menghasilkan bukti-bukti dukungan yang meyakinkan
terhadap pemakaian kata baileu atau balio dalam bahasa portugis
pada institut keagamaan di Jepang. Lihat juga ([Iwai] 1951,1953. Pada saat
bersamaan hal itu dipertimbangkan tidaklah sama dengan kata balio dari
abad 17 – yang diasumsikan disini sebagai kata pinjaman portugis – merupakan
kata reflex dari bahasa melayu untuk kata beliau
12. Catatan
bahasa melayu itu pada periode sama (?) telah memiliki suatu item leksikal
untuk mencakupi jenis struktur pertahanan maritim ini. Wilkinson (n.d. 254)
memasukan kata dandan
‘platform-extension to deck of native prahu.... yang dulunya digunakan juga
sebagai tempat berperang (dandani akan tempat berperang, Hg.
Tuah 298). Pada akhir periode, piranti yang sama direkam oleh Newbold (1971:38)
dalam laporannya tentang bajak laut melayu tahun 1839, yang mendirikan kubu
pertahanan dari kayu yang disebut Apilans.... dibagian belakang yang mana para
anggotanya bersembunyi, bertempur dengan senjata mereka..... Apilan dutegaskan
secara jelas oleh Wilkinson (n.d. 42) sebagai pelindung senjata. Papan tebal
dengan lubang ditengah untuk menempatkan senjata.
13. Pada
abad 17, banyak varian bahasa melayu “bertemu” menghasilkan dasar dari dialek
melayu ambon dewasa ini. Khasanah kata-kata dari isi khotbah F Caron
pertengahan abad 17 yang ditulis di Ambon, menunjukan berbagai bentuk leksikal
yang “berebutan”. Istilah Portugis untuk Gubernur, misalnya guvernador “berebut”
dengan istilah Ternate yaitu Salahaka. Pada akhirnya istilah Belanda gubernur diperkenalkan
mungkin pada saat bersamaan, menjadi istilah yang lebih diterima (lihat
Collins 1992b). Pergolakan dan periode perkembangan dari bahasa melayu ambon “menyaksikan”
penghilangan dan penggantian banyak item leksikal pada bahasa itu
14.Diasumsikan
bahwa kata Portugis mandarim
yang
dijelaskan pada catatan kaki no 5 diatas, mungkin dihasilkan dari percampuran
fonetis kata melayu menteri
dan
kata portugis mandar.
Namun
pengaitan kata baileu dengan
kata balai. Pencampuran
yang telah kita lakukan berdasarkan pada saling melengkapi antara beberapa
semantik dengan sebagian fonetis yang sama, dengan demikian situasinya seperti kesalahan
pengenalan tentang asal usul yang sama.
15. Itu
mungkin terkontaminasi kemudian (khususnya oleh penyusun kamus bahasa belanda
dan etnologis amerika) dari kata baileu dengan bahasa melayu
atau jawa dari bentuk balai atau bale tidak
bisa disangkali disini. Lebih lanjut, intinya adalah semua bukti merujuk pada sumber
etimologis untuk kata baileu tak bisa disangkali semuanya berada di
Nusantara . argumen dalam artikel ini adalah kata baileu adalah
kata pinjaman dari bahasa portugis, bukan dari bahasa melayu atau jawa.
16.Harap
diperhatikan, bahwa saya (penulis) tidak mengklaim bahwa kata baileu dalam
bahasa portugis adalah kata yang diwariskan dari Proto-Romance. Pertama, kata baillium tidaklah
muncul dalam latin klasik, dan mungkin “memasuki” bahasa portugis setelah perkembangan
perubahan bunyi yang terjadi dalam bahasa Galicia dan Portugis ( ringkasannya
dapat ditemukan dalam Agard 1984: 116-123). Kedua, munculnya kata baileu dalam
bahasa portugis haruslah melalui jalur lain. Adalah bermanfaat untuk
menyelidiki bahwa bahasa portugis seperti banyak bahasa-bahasa romawi, meminjam
secara luas dari bahasa-bahasa romawi lainnya. Parkinson (1988: 165-167)
sebagai contoh mengutip kata-kata pinjaman dari bahasa Castilian, Latin
gerejawi, Provencal, Perancis dan Italia. Ya atau tidak bentuk baileu dari
bahasa Provencal yang dicatat oleh Diez (1887) menyarankan suatu jalan penelitian
haruslah ditentukan oleh sarjana-sarjana bahasa Romawi.
Literatur
§ Agard,
Fredrick B., 1984, A course in Romance linguistics. Volume 2: A diachronic
view, Washington: Georgetown University Press.
§ Andaya,
Leonard Y., 1993, The world of Maluku; Eastern Indonesia in the early modern
period, Honolulu: University of Hawaii Press.
§ Bowrey,
Thomas, 1701, A dictionary English and Malayo, Malayo and English, London:
Sam. Bridge.
§ Calepino,
Ambrogio, 1950-52, Dictionarium latino lusitanicum; Ac iaponicum ex Ambrosii
Calepini volumine depromptum in quo omissis nominibus proprijs tarn locorum
..., Amakusa: Collegio Iaponico Societatis Iesu cum facultate Superiorum. [Facsimile
reproduction of 1595 edition, issued by Toyo Bunko, Tokyo.]
§ Clercq,
F.S.A. de, 1876, Het Maleisch der Molukken; Lijst der meest voorkomende vreemde
en van het gewone Maleisch verschillende woorden zooals die gebruikt worden in
de residentieen Manado, Ternate, Ambon met Banda en Timor Koepang, benevens
eenige proeven van aldaar vervaardigde Pantoens, Prozastukken en Gedichten, Batavia:
Braining.
§ Collins,
James T., 1973, 'Fieldnotes in Asilulu, Kaitetu and Seit'. [Unpublished manuscript.]
-, 1980, Ambonese Malay and Creolization theory, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
-, 1983, Review of Pidgin and Creole languages, in: Dewan Bahasa 27:368-71.
-, 1992a, 'Souda batsjampor segalla boumi pounja bassa; D. Brouwerius' translation of Genesis, 1697', Paper presented at the Second International Maluku Research Conference, Honolulu.
-, 1992b, 'Studying seventeenth-century Ambonese Malay; Evidence from F.
-, 1980, Ambonese Malay and Creolization theory, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
-, 1983, Review of Pidgin and Creole languages, in: Dewan Bahasa 27:368-71.
-, 1992a, 'Souda batsjampor segalla boumi pounja bassa; D. Brouwerius' translation of Genesis, 1697', Paper presented at the Second International Maluku Research Conference, Honolulu.
-, 1992b, 'Studying seventeenth-century Ambonese Malay; Evidence from F.
§ Caron's
sermons (1693)', Cakalele 3:99-122.
§ Cooley,
F.L., 1962, Ambonese adat; A general description, [New Haven]: Yale University,
Southeast Asian Studies.
§ Costa, J.
Almeida, and A. Sampaio e Meio, n.d., Dicionario da lingua Portuguesa, Porto:
Porto Editora. [Sixth edition.]
§ Dalgado,
Sebastiao Rodolfo, 1988, Glossario Luso-Asiatico, Vols I-II, New Delhi: Asian
Educational Services. [First published in 1919.]
§ Dempwolff,
Otto, 1934-38, Vergleichende Lautlehre des austronesischen Wortschatzes, Berlin:
Dietrich Reimer.
§ Diez,
Friederich, 1887, Etymologisches Worterbuch der Romanischen Sprachen, Bonn:
Marcus.
§ Estienne,
Robert, 1971, Dictionariolum puerorum tribus linguis latina Anglia & Gallica,
Amsterdam: Da Capo Press. [First edition: London 1552.]
§ Ferreira,
Julio Albino, n.d., Dicionario Portugues-Ingles, Porto: Domingos
Barreira. [New edition; A. de Morais, ed.]
§ Flexner,
Stuart Berg, ed., 1987, The Random House dictionary of the English language.
New York: Random House. [Second edition; Unabridged.]
§ Gilbert,
Glenn G., ed., 1980, Pidgin and Creole languages; Selected essays by Hugo Schuchardt,
London: Cambridge University Press.
§ Glare,
P.G.W., ed., 1990, Oxford Latin Dictionary, Oxford: Clarendon Press.
§ Gonda, J.,
1952, Sanskrit in Indonesia, Nagpur: International Academy of Indian Culture.
§ Hoevell,
G.W.W.C. van, 1876, Vocabularium van vreemde woorden voorkomende in het
Ambonsch-Maleisch, Dordrecht: Blusse en Van Braam.
§ Houtman,
Frederick de, 1603, Spraeck ende woord-boeck, inde Maleysche ende Madagaskarsche
talen, t'Amstelredam: Jan Evertsz. Cloppenburch.
§ [Iwai
Hirosato], 1951, Kirishitan-ban Ra-po-nichi taiyaku jiten ni tsuite, Tokyo:
Toyo Bunko.
-, 1953, On the Latin-Portuguese-Japanese dictionary published by the Jesuit mission press in Japan, [Tokyo]: Toyo Bunko.
-, 1953, On the Latin-Portuguese-Japanese dictionary published by the Jesuit mission press in Japan, [Tokyo]: Toyo Bunko.
§ Jacobs,
Hubert J.J., 1971, A treatise on the Moluccas (c. 1544), probably the preliminary
version of Antonio Galvao's lost Historia das Molucas, Rome: Jesuit Historical
Institute. [Sources and Studies for the History of the Jesuits III.]
-, 1974, Documenta Matucensia I (1542-1577), Rome: Institutum Historicum Societatis Iesu.
-, 1974, Documenta Matucensia I (1542-1577), Rome: Institutum Historicum Societatis Iesu.
§ Jensen,
A.E., 1948, Die drei Strome, Leipzig: Harrassowitz.
§ Latham,
R.E., 1975, Dictionary of medieval Latin from British sources, Fasc. I,
A-B, London: The British Academy. [By Oxford University Press.]
§ Lombard,
D., 1970, Le 'Spraeck ende woord-boek' de Frederick de Houtman; Premiere
methode de malais parle (fin du xvie s.), Paris: Ecole Francaise d'Extreme-Orient.
§ Machado,
Jose Pedro, 1977, Dicionario etimologico da lingua portuguesa, Lisboa: Livros
Horizonte.
§ [Mirados
Internacional], 1975, Dicionario Brasileiro da lingua Portuguesa, Sao Paolo:
Mirados Internacional.
§ Newbold,
T.J., 1971, Political and statistical account of the British settlements in
the Straits of Malacca, Volume 1, Kuala Lumpur: Oxford University Press.
[Oxford in Asia Historical Imprints. First edition 1839.]
§ Oxford
English Dictionary, 1971, The compact edition of the Oxford English Dictionary, Vols
1-2, New York: Oxford University Press. [Twenty-fifth printing in the U.S.]
§ Paramita
R. Abdurachman, 1972, Some Portuguese loanwords in the vocabulary of speakers
of Ambonese Malay in Christian villages of Central Maluku, Jakarta: Lembaga
Research Kebudayaan Nasional.
§ Parkinson,
Stephen, 1988, 'Portuguese', in: Martin Harris and Nigel Vincent (eds), The
Romance languages, pp. 131-69, New York: Oxford University Press.
§ Posthumus
Meyjes, R., ed., 1931, Johann Sigmund Wurffbain, Reise nach den Molukken und
vorder-Indien, 1632-1646, Den Haag: Nijhoff. [Original edition 1686.]
§ Pijnappel,
J., 1875, Maleisch-Hollandsch woordenboek, Haarlem: Enschede. [Second edition.]
§ Smith,
Roger, 1993, Vanguard of empire; Ships of exploration in the age of Columbus,
New York / Oxford: Oxford University Press.
§ Thomaz,
Luis Filipe F.R., 1988, 'L'influence du malais sur le vocabulaire portugais', in:
Luigi Santa Maria, Faizah Soenoto and Antonio Sorrentino (eds), Papers from the
III European colloquium on Malay and Indonesian studies (Naples, 2-4 June 1981),
pp. 251-65, Naples: Istituto Universitario Orientale.
§ Valentyn,
F., 1726, Oud en Nieuw Oost-Indien; Omstandig verhaal van de geschiedenissen
en zaaken het kerkelyke ofte den Godsdienst betreffende, zoo in Amboina ..., Dordrecht:
Joannes van Braam.
§ Verdam,
G., ed., 1973, Middelnederlandsch handwoordenboek, 's-Gravenhage: Nijhoff.
§ Wilkinson,
R.J., n.d., A Malay-English dictionary (Romanized), Tokyo: Daitoa Syuppan
Kabusiki Kaisya.
§ Wiltens,
Caspar, and Sebastianum Danckaerts, 1623, Vocabularium ofte Woort-boeck
naer ordre vanden Alphabet in 't Duytsch-Maleysch ende Maleysch-duytsch, 's Graven-haghe: Weduwe en Erven H.J. van Wouw.
naer ordre vanden Alphabet in 't Duytsch-Maleysch ende Maleysch-duytsch, 's Graven-haghe: Weduwe en Erven H.J. van Wouw.
§ [Wimmer,
Franz], 1961, Michaelis illustrated dictionary, Volume II,
PortugueseEnglish, Sao Paolo: Melhormentos.
Yule, Henry, and A.C.
Burnell, 1990, Hobson-Jobsoh; A glossary of colloquial Anglo Indian words
and phrases, and of kindred terms, etymological, historical, geographical and
discursive, Calcutta: Rupa. [The Bengal Chamber Edition; First edition
1886.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar