Selasa, 31 Maret 2020
Minggu, 29 Maret 2020
“Perdebatan” intelektual Chris.F van Fraasen dan Leonard.Y. Andaya (bag 2 - selesai)
Tanggapan Anthony
![]() |
Anthony Reid |
![]() |
Buku karya Anthony Reid (versi Indonesia) |
- Ch.F. van Fraassen, Ternate, de Molukken en de Indonesische Archipel. Van soaorganisatie en vierdeling; Een studie van traditionele samenleving en cultuur in Indonesië, 1987, 2 vols. [Doctoral dissertation, Leiden University.]
“Contoh” pertama saya yang dikutip oleh Reid dapat menggambarkan bahwa keberatan saya tidak hanya berkaitan dengan detail kesalahan, tetapi pertama-tama dan terutama pada metode Andaya dalam melakukan penelitiannya. Reid mengasumsikan bahwa kritik saya tentang hal ini, bermuara pada tuduhan bahwa Andaya, dalam menekankan pembagian paling mencolok di Maluku Utara, telah gagal memberikan konteks yang cukup. Saya tidak melihat alasan untuk menyangkal bahwa Andaya memang memberikan konteks yang tidak memadai tentang pembagian 4 dunia di Maluku. Tetapi ini bukan poin yang coba saya buat. Tujuan utama saya adalah untuk menunjukan bahwa pembagian Maluku menjadi 4 dunia/wilayah tidak benar-benar dapat benar-benar dihubungkan seperti 4 titik kompas, juga tidak dapat dikaitkan dengan 4 titik kompas oleh orang-orang Maluku sendiri dalam sistim klasifikasi mereka, alasan antara lainnya karena tidak ada istilah yang sesuai dengan 4 titik kompas dalam bahasa lokal non austronesia. Dalam sistim klasifikasi lokal, pembagian yang penting itu adalah “ atas” , “bawah”, “laut”, “darat”. Asosiasi Andaya tentang pembagian 4 dunia dengan 4 titik kompas itu, tidak bisa dipertahankan dalam segala hal. Dia (Andaya) memaksakan pada pembagian 4 dunia Maluku dengan model pembagian 4 sisi ala antropologis klasik, dimana titik-titik kompas itu menonjol, tanpa secara hati-hati memeriksa apakah model ini benar-benar cocok dengan situasi Maluku. Saya berkeberatan serius terhadap kurangnya persyaratan-persyaratan itu, yang dengannya Andaya menyajikan asumsi dan anggapannya sebagai fakta dalam buku ini, sehingga terus menerus melanggar kenyataan.
Banyak sarjana yang melakukan penelitian yang bertujuan untuk diperhatikan dan dapat diandalkan, akan terus menguji ide-ide mereka selama penelitian dengan memeriksa apakah mungkin untuk memalsukan ide-ide ini, dan akan menghilangkan ide-ide ini dari publikasi apapun yang dihasilkan dari penelitian, jika hal itu terbukti tidak dapat dipertahankan. Namun tidak demikian halnya dengan Andaya. Pengamatan terhadap bukunya, menunjukan bahwa ia tampaknya lebih tertarik pada narasi yang menyenangkan daripada dalam analisis ilmiah yang serius. Meskipun The World of Maluku mengungkap banyak gagasan dan metode penelitian Andaya, buku itu tidak memberikan kontribusi orisinal yang serius bagi pengetahuan dan pemahaman kita tentang sejarah Maluku.
![]() |
Buku yang dieditori Chris F van Fraasen |
Selain itu, saya tetap pada keberatan saya terhadap pilihan Andaya atas sumber-sumber dari Maluku. Memang, jika Andaya secara konsisten menahan diri menggunakan sumber-sumber dari Maluku dalam merekonstruksi masa lalu dan kepercayaan/keyakinan orang Maluku, serta membatasi dirinya pada sumber-sumber primer Eropa kontemporer (abad 16 hingga 18), ini akan menjadi pilihan yang sah. Namun, ia jauh dari konsisten dalam hal ini. Pertama, ia menyampaikan fakta bahwa Valentijn, ketika menulis deskripsinya tentang sejarah Maluku periode abad ke-17, menggunakan naskah-naskah Ternate, sehingga sumber yang penting ini, tentu saja tidak dapat dianggap sebagai sumber primer Eropa yang sepenuhnya “tidak terkontaminasi”. Kedua, Andaya sama sekali tidak segan-segan menggunakan naskah tentang sejarah Maluku, yang ditulis di Ternate pada tahun 1979 oleh A.H. Hasan. Hasan sejak tahun 1975 dan seterusnya, bertindak sebagai informan dan asisten peneliti untuk berbagai peneliti Eropa dan Amerika, dan memiliki pengetahuan tentang naskah kuno Ternate melalui mereka. Wawasannya sebagian dibentuk dalam banyak diskusi yang ia lakukan dengan para sarjana barat dan pengunjung lainnya. Jika seseorang memutuskan, untuk alasan apapun, untuk tidak menggunakan sumber-sumber dari Maluku abad ke-20, ia akan konsisten juga untuk menggunakan naskah abad ke-20 yang ditulis khusus untuk para peneliti barat. Dengan tidak mengikuti garis yang konsisten dalam hal ini, Andaya menciptakan kesan bahwa ia memilih dan memungut secara sembarangan hanya sesuai dengan tujuan dan kenyamanannya, untuk membuat hal itu menjadi terang benderang.
Reid dengan tegas merekomendasikan buku Andaya untuk gagasan tentang komplementaris pluralitas dan persatuan di negara Kepulauan Maluku serta kekuatan mitos pemersatu. Dalam kaitan ini, saya akan menunjukan bahwa Andaya sama sekali bukan sarjana pertama yang menekankan fenomena persatuan dalam keragaman di dunia Maluku. Selain itu, ia lalai untuk menunjukan cara rumit dimana orang Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda) saling berhubungan dengan pembagian-pembagian dan perlawanan-perlawanan orang Maluku yang berlaku dalam sistim dualisme/dualistik politik dan budaya, dan pada abad ke-16 berkonstribusi pada kacaunya keseimbangan politik di Maluku. Sebagai contoh, pada tahun 1551 orang-orang Ternate tanpa ragu-ragu, meminta bantuan Portugis untuk menghancurkan Jailolo dan menghancurkan kekuasaannya sebagai entitas politik, dengan demikian menghancurkan persatuan 4 wilayah/dunia. Jika orang Ternate juga dapat memobilisasi kekuatan yang diperlukan, dengan atau tanpa bantuan kaum Eropa, untuk menghancurkan Tidore dan menghancurkan kekuataannya sebagai entitas politik, tidak ada alasan untuk menganggap bahwa mereka tidak akan memanfaatkan kesempatan itu. Sumber arsip menunjukan bahwa pada abad ke-17 dan 18, di pihak lain, Belanda melakukan segala daya mereka untuk menjaga sistim persaingan yang seimbang tetap utuh. Dengan kata lain, sementara pada abad ke-16, orang Maluku menggunakan orang Eropa untuk mengganggu keseimbangan, di lain waktu, orang Eropa melakukan segalanya untuk menjaga keseimbangan itu. Terlalu sederhana untuk mengasumsikan, seperti yang tampaknya dilakukan Andaya, bahwa sejauh menyangkut orang-orang Maluku, itu bukanlah isu soal penghilangan pihak lain, tetapi hanya kebutuhan untuk berjuang atau berkonflik itu sendiri, sementara aliansi orang Maluku dengan orang-orang Eropa dibentuk dengan pandangan terhadap kebutuhan menjaga keseimbangan dalam sistim dualistik (halaman 152, 174).
Singkatnya, saya tetap berpegang pada pandangan yang saya ungkapkan sebelumnya, bahwa Andaya telah luar biasa selektifnya dalam penggunaan sumber-sumber tersedia, dan telah gagal untuk menguji hipotesisnya dengan serius. Apa yang diterbitkan adalah naskah yang penuh dengan gagasan-gagasan yang – menurut pendapat saya – masih jauh dari siap untuk diterbitkan. Saya siap mengakui bahwa norma saya tentu saja bukanlah norma yang universal/ “umum”.
- Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie.... Jurnal ini sering disingkat BKI
- Konsep Oliver Wolters tentang “mandala” dijelaskan dalam bukunya yang berjudul History, Culture and Region in Southeast Asian Perspectives. Institute of Southeast Asian Studies, 1982
- Konsep Clifford Geertz tentang “negara teater” dijelaskan dalam bukunya yang berjudul Negara : The theatre state in 19th century in Bali, Princenton University Press, USA, 1980
- Konsep Jane Drakard tentang “kerajaan kata-kata” dijelaskan dalam naskah disertasi untuk gelar PhD di Australian National University tahun 1993 dengan judul A Kingdom of Words: Minangkabau sovereignity in Sumatran History. Naskah ini kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Oxford University Press tahun 1999 dengan judul A kingdom of Words : Language and Power in Sumatra
- Yang dimaksud oleh Anthony Reid tentang kajian sepintas dari Hall dan Vlekke adalah buku karya Kenneth R Hall berjudul Explorations in Early Southeast Asian History : The Origins of Southeast Asian Statecraft (1976), sedangkan buku B.H.M Vlekke berjudul Nusantara : A History of the East Indian Archipelago, Cambridge, 1944
Jumat, 27 Maret 2020
“Perdebatan” intelektual Chris.F van Fraasen dan Leonard.Y. Andaya (bag 1)
- Pendahuluan
Berbeda pendapat, pemikiran dan beragam hal dari yang remeh temeh hingga
serius adalah hal yang manusiawi dalam kehidupan. Benarlah kalimat
bijak..... rambut boleh sama-sama hitam, tetapi isi kepala tidaklah
sama. Perbedaan pendapat itu disebabkan oleh pola pikir dari
masing-masing individu yang berbeda, cara memandang sesuatu masalah dari
perspektif yang beragam.
Perbedaan pendapat di kalangan sarjana adalah hal intelektual itu sendiri.
Ada yang sependapat, tapi beberapa juga yang berbeda pendapat.
Artikel terjemahan ini, adalah fragmentasi dari perbedaan pendapat di
kalangan sarjana terkemuka di bidangnya. Ini bermula dari tinjauan/resensi dari
Chris. F. Fraasen terhadap salah satu karya sejarahwan Leonard Yuzon Andaya.
Pada tahun 1993, karya Andaya diterbitkan oleh University of Hawaii Press
dengan judul The World of Maluku : Eastern Indonesia in Early Modern.
Chris. F. Fraasen seorang antroplog asal Belanda yang meraih gelar PhD
dengan disertasinya tentang Ternate, melakukan riview atau tinjauan/resensi
terhadap karya Andaya ini. Sebenarnya, tinjauan Fraasen ini pertama kali dimuat
dalam Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van
Nederlandsch-Indie volume 150, 2e aflevering tahun 1994, kemudian
dipublikasikan lagi oleh Journal Indonesia dari Cornel
University pada Oktober 1994 no 58 dengan versi yang lebih singkat. Versi
itulah yang kami terjemahkan ini.
Review dari seorang sarjana terhadap karya sarjana lainnya, merupakan hal
yang biasa dan perlu dalam dunia akademis, namun kali ini agak “berbeda” karena
tinjauan van Fraasen dianggap menyerang dan mendiskreditkan karya Andaya ini.
Pada salah satu alineanya, van Fraasen bahkan sampai menyebut kalau buku Andaya seperti produk turis bergelar sarjana..... dan dalam tanggapan baliknya, Andaya juga menyebut kalau rekonstruksi historis van Fraasen pada naskah disertasi PhD-nya dangkal dan tidak reflektif.
Kami merasa “perlu” menerjemahkan tinjauan review ini dengan 2
pertimbangan, yang pertama adalah bahwa apa yang dilakukan oleh 2 sarjana hebat
itu, adalah perspektif mereka terhadap sejarah orang kita, sejarah orang
Maluku. Kita perlu membacanya, sehingga minimal mengerti pola pikir dan produk
pemikiran “orang luar” terhadap sejarah kita sendiri. Yang kedua adalah kami
ingin menyajikan dan minimal menciptakan serta membiasakan “budaya” berdebat
itu sendiri bagi kita sendiri. Bakumalawang adalah hal yang
manusiawi, namun bakumalawang dengan argumentasi yang tertata,
nalar yang hebat akan menghasilkan sintesis dan antitesa dalam kehidupan
manusia.
Perlu dijelaskan juga, bahwa terjemahan “perdebatan” intelektual ini, kami bagi menjadi 2 bagian, dimana bagian pertama berisikan tinjauan van Fraasen serta tanggapan balik dari Leonard Andaya, bagian kedua berisikan “penjelasan” sejarahwan hebat lainnya Anthony Reid yang mencoba untuk “mendamaikan” perseteruan itu, dan tanggapan balik dari van Fraasen terhadap apa yang ditulis oleh Reid.
Leonard Yuzon Andaya adalah Profesor sejarah yang banyak menulis buku-buku dan artikel bermutu tentang sejarah Asia Tenggara, misalnya The Heritage Arung Palaka (1981), Leaves of the same tree : Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka (2008), The Kingdom of Johor (1975), History of Malaysia bersama istrinya Barbara Watson Andaya (1982, 2000), Centers and Peripheries in Maluku (1993), Local Trade Networks in Maluku in 16th, 17th, 18th centuries (1991), The Bugis-Makasar Diasporas (1995), The social value of Elephant tusks and bronze drums among certain societies in eastern Indonesia (2016) dan lain-lain.... sedangkan Chris F. Fraasen juga menulis beberapa artikel bermutu dan mengeditori sumber-sumber sejarah Maluku Tengah seperti Drie plaatsnamen uit oost-indonesie in de Nagara-Kertagama : Galiyao, Muar en Wwanin en de vroege handels-geschiedenis van de Ambonse Eilanden (1976), Atjeh en de Islam (1970), Islam in de Molukken (2003), Bronnen Betreffende de Midden Molukken 1796 – 1902 (1997), Bronnen Betreffende de Midden Molukken 1902 – 1942 (1997).... Anthony Reid juga dikenal sebagai seorang pakar sejarah Asia Tenggara dengan buku-bukunya yang terkenal seperti Southeast Asia in the age of commerce 1450 – 1680, 2 volume (1988, 1993), The Blood of the people (1979).
Akhir kata selamat membaca... selamat menikmati perdebatan intelektual para sarjana yang telah menghasilkan karya-karya bermutu itu... semoga kita bisa belajar menghargai, menghormati pendapat dan pemikiran orang lain, meski sangat bertentangan dengan pemikiran kita, semoga kita bisa mengambil manfaat dari perdebatan intelektual mereka.