Oleh
[Gouvernment van Amboina]
- Kata Pengantar
Seperti diketahui pada tahun 1605, Belanda berhasil mengusir Portugis dari wilayah Ambon. Sejak saat itu, VOC atau Belanda mendirikan Gubernemen atau Gouverneument Ambon, yang merupakan pusat kekuasaan VOC di wilayah kepulauan Ambon dan sekitarnya. Melalui Gubernemen inilah, VOC mulai menanamkan kekuasaan dan menjajah orang Ambon. Selain melalui diplomasi dan perang, berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernemen, dimaksud untuk mengatur, dan “mengawasi” tindak tanduk masyarakat yang dijajah.
Artikel yang kami terjemahkan ini, adalah Instruksi Gubernur van Ambon, Joan Abraham van der Voort (Juni 1770 – Mei 1775) yang dikeluarkan pada tanggal 11 Januari 1771 di kastil/benteng Victoria, Ambon. Sesuai judulnya, isi dari Instruksi ini bertujuan untuk mengatur perilaku Radja, Pattij dan Orang Kaija di Gubernemen Ambon dan seluruh wilayah kekuasaannya. Instruksi ini terdiri dari 50 pasal dan 12 ayat (khususnya pada pasal 33).
Dokumen yang kami terjemahkan ini bukan dokumen asli berbahasa Belanda, tetapi arsip yang telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Bisa diceritakan kisahnya sebagai berikut: pada Februari 1796, Inggris mengambil alih wilayah Ambon berdasarkan “Surat Kew” yang dibuat oleh Willem V yang isinya menyerahkan wilayah jajahan kekuasaan Belanda kepada Inggris. Pasukan Inggris dibawah pimpinan Laksamana Pieter Reinier mengambil alih wilayah Ambon pada tanggal 17 Februari 1796. Dalam rombongan ekspedisi terdapat Kapten Walter Caufield Lennon, yang bertugas sebagai sekretaris ekspedisi tersebut. Ia menulis jurnal harian tentang ekspedisi yang berangkat dari Madras, India, pada tanggal 15 Oktober 1795 itu.
Dalam jurnal harian itulah, Lennon menerjemahkan Instruksi Gubernur van Amboina tahun 1771 tersebut. Jurnal harian ini kemudian dipublikasikan ulang oleh J.E. Heeres dengan [hanya] judulnya saja berbahasa Belanda Eene Engelsche Lezing Omtrent de Verovering van Banda en Ambon in 1796 en Omtrent den Toestand Dier Eilandengroepen op Het Eind der Achttiende Eeuw. Heeres memberikan kata pengantar tentang manuskrip atau jurnal harian ini dalam bahasa Belanda, sedangkan isinya tetap dalam bahasa Inggris. Heeres juga memberikan catatan kaki dalam publikasi ini.
Kami menerjemahkan isi instruksi gubernur ini, dengan mempertimbangkan bahwa minimal kita bisa mengetahui isinya, dan memahami kehidupan sosial orang Ambon pada seperempat terakhir abad ke-18. Jika kita membaca isi dari 50 pasal instruksi tersebut, ada informasi-informasi menarik tentang masa lalu sejarah sosial orang Ambon. Misalnya saja, pelarangan bagi laki-laki Muslim menikah dengan wanita Kristen atau sebaliknya (pasal 4); pelarangan bagi penduduk Muslim untuk mengganggu penduduk Kristen yang jika dilanggar akan dikenai hukuman denda dan dicambuk menggunakan gaba-gaba (batang muda) pohon sagu (pasal 3); kewajiban penduduk untuk mengantar para “radja” dengan menggunakan damar/obor saat mereka beribadah pada sore hari (pasal 6); pelarangan pembuatan rumah dengan alasan apa pun di hutan, terkecuali hanya pada masa panen cengkih, itupun hanya berupa pondok kecil (pasal 9); kewajiban penduduk beberapa negeri di jazirah Leihitu yang jika ada kapal dari Batavia akan berlabuh di pelabuhan, harus menarik kapal tersebut ke pelabuhan (pasal 14); kewajiban menyediakan kapur jika pemerintah memerlukannya kapan saja (pasal 17); pembersihan tanaman liar di sekitar pohon cengkih (pasal 33, ayat 6) dan lain-lain.
Artikel hasil terjemahan ini, kami bagi menjadi 2 bagian, dimana bagian 1 berisi pasal 1 hingga pasal 25, dan bagian 2 berisi pasal 26 hingga pasal 50. Kami juga menambahkan catatan kaki jika dianggap perlu dan menambahkan beberapa gambar ilustrasi. Akhir kata, selamat membaca, selamat mengetahui dan memahami masa lalu orang Ambon, yang membentuk “karakter” orang Ambon di masa kini.
- Terjemahan
Pasal 1
Adalah kewajiban semua Radja, Pattij dan Orang Kaija di bawah otoritas tinggi pemerintah, untuk memerintah rakyatnya dengan rasa kemanusiaan dan kemurahan hati, tidak melakukan semua pemaksaan dan kekejaman. Mereka harus mengingatkan dan mendorong rakyatnya untuk melaksanakan tugas mereka, mengawasi seluruh perilaku yang tidak beres dan menyampaikannya kepada Gubernur dengan seluruh hal-hal lainnya yang penting, yang mungkin memerlukan keputusannya atau keputusan Dewan Peradilan (Landraada).
Pasal 2
Para Regentb (pemimpin/penguasa negeri) yang beragama Kristen, harus mengawasi agar pelaksanaan agama Kristen dipatuhi dengan ketat dan penyebaran agama itu dengan tekun. Mereka sendiri dan keluarganya, orang tua, dan tetua kelas 2 dan 3 harus menunjukan contoh yang baik, dengan sering menghadiri ibadah umum, menyekolahkan mereka dan mencegah segala jenis takhayul dan penyembahan berhala. Mereka juga berkewajiban untuk mencegah semua perselisihan yang penuh kebencian antara orang-orangnya dan orang-orang yang menganut agama lain yang berbeda dari agama mereka; dan untuk tujuan ini, di tempat dimana orang-orang Kristen dan Islam tinggal bersama, masing-masing menjalankan ibadahnya sendiri tanpa menganggu yang lain.
Pasal 3
Orang-orang Islam secara khusus dilarang untuk menganggu orang Kristen, dan para kasisic atau pendeta (ustad/ulama), lagi pula, harus dengan hati-hati menghindari pengajaran dasar-dasar agama Islam kepada orang Kristen, atau membangun masjid di tempat-tempat yang dihuni oleh orang Kristen, [akan] dikenai hukuman [seperti] biasanya1.
Pasal 4
Tidak seorang pun yang beragama Islam yang diizinkan menikahi wanita beragama Kristen, dan seorang Kristen tidak bisa mengambil seorang wanita Islam untuk menjadi istri. Larangan yang sama berlaku bahkan untuk pergundikan (kumpul kebo)
Pasal 5
Para Regent diperintahkan untuk tidak memberlakukan kewajiban lain kepada rakyatnya diluar kewenangan yang umum; karena itu masing-masing dari 3 Radja terkemuka/terpenting, harus mengatur 5 kwartod atau pelayan, lebih atau kurang dari setiap negeri sebanding dengan populasinya, dan jika kwartonya dibebastugaskan setiap bulan. Para Regent itu yang memiliki lebih dari 1 negeri di bawah kewenangannya, boleh diambil kwarto dari masing-masing [negeri itu], tetapi tidak berarti melebihi proporsi yang diatur, tanpa izin tegas dari Gubernur atau Dewan.
Pasal 6
Untuk masing-masing dari 3 Radja terkemuka/terpenting, akan diizinkan 2 tifador atau penyadap aren, 1 tannase atau nelayan, dan 2 orang untuk membawa damar atau obor untuk mengikuti ibadah sore.
Pasal 7
Setiap Regent berkewajiban untuk memastikan bahwa kwarto mereka tepat dalam menjalankan berbagai tugasnya, dan dengan teliti mencegah agar tidak ada yang terlalaikan. Untuk tujuan ini, 2 atau lebih keluarga dari kwarto mereka, tidak boleh tinggal bersama dalam 1 rumah, sehingga dianggap sebagai 1 keluarga, tetapi setiap kwarto harus tinggal bersama istri dan anak-anaknya di rumah kediamannya sendiri yang terpisah, dan setiap dati harus melaksanakan tugas yang dibebankan, [jika melanggar akan dikenai] hukuman yang berat
Pasal 8
Untuk mencegah orang-orang negeri yang bertugas sebagai kwarto melarikan diri untuk membebaskan diri mereka dari pelaksanaan tugas masing-masing, para Regent harus berhati-hati agar tidak ada masyarakatnya yang keluar dari negerinya dan mengunjungi wilayah-wilayah lain, atau melayani orang Eropa sebagai morits2 atau budak, sebelum mereka memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan surat izin dari Gubernur di benteng utama atau Resident di wilayah tempat mereka berasal
Pasal 9
Tidak boleh ada rumah dengan alasan yang sama dapat ditoleransi di dalam hutan, tetapi pada saat memanen cengkih, gudang-gudang kecil dapat didirikan untuk akomodasi para pengumpul cengkih, yang akan dibongkar setelah urusan itu selesai; rumah-rumah yang lebih besar yang ditemukan di luar batas negeri harus dibakar; dan para Radja, Pattij dan Orang Kaija yang lalai memberikan informasi semestinya, akan diturunkan dari jabatannya dan dihukum pembuangan keluar provinsi seumur hidup
Pasal 10
Tugas-tugas biasa yang dibebankan pada berlainan orang negeri berlaku sejak dahulu kala dalam memperbaiki benteng dan melakukan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum; seperti, dalam membawa dan menyiapkan diri untuk mendayung arumbai, yang dibutuhkan satu dari setiap negeri; dalam perhatian tetap pada rempah-rempah; dan dalam menyediakan orang-orang untuk mengangkut Resident ke dan dari wilayah mereka saat ada urusan yang membutuhkan kehadiran mereka (Resident). Mereka juga harus mengurus dan melaksanakan perintah para komisaris yang melakukan pemeriksaan cengkih; mendapatkan gabba-gabba dan attap (atau jerami), untuk menutupi kapal atau angkutan lain yang dikirim untuk mengambil cengkih. Mereka juga wajib menyediakan bahan material untuk pekerjaan sehari-hari, dengan pajak 1 stuiver dan 1 pon beras untuk setiap orang per hari
Pasal 11
Penduduk [pulau] Manipa diwajibkan sesuai dengan perjanjian (17 Februari 1622)3 untuk membangun dan memperbaiki benteng serta memperoleh batu bata kapur, kayu, dan para pekerja, tanpa mendapatkan tunjangan apapun yang diberikan kepada mereka untuk kewajiban itu
Pasal 12
Orang-orang negeri dari [wilayah] benteng utama ini, sebanyak 8 orang, harus secara bergiliran, 2 [orang] pada setiap kali; 60 kwarto setiap bulan di antara mereka : yaitu Keelang dan Eema; Zoya dan Lutuehalat4; Hatoe dan Halang5; Noessanive dan Murdika6. Mereka juga harus mengirim masing-masing 5 kwarto tambahan, jika sewaktu-waktu diperlukan untuk mengangkut dan membongkar muatan kapal, dari orang-orang negeri Alang, Lileboy, Pass7, Soely, Way8 dan Hoetomoery Besar
Pasal 13
Pada berbagai pos dan pemukiman, jumlah kwarto akan dilengkapi yang dinyatakan dalam pembagian sebagai berikut, yaitu :
Baguala pass.......... 10 Post Hoorn....... 4
Namakoly post..... 8 Larique........ 13
Hoetomoery......... 4 Labay.......... 2
Hila....... 17 Tapisbay..... 2
Loehoe........ 10 Post Ceries... 2
Hitoelama............ 10 Bouro...... 10
Niggory Lama..... 2 Amblauw.... 4
Saparoua............ 17 Manipa...... 10
Noessalaut........ 6 Saway......... 4
Portoo.............. 10 Keelang...... 49/e
Haroeko......... 13
Pasal 14
Orang-orang negeri yang [tinggal] diantara benteng utama ini, yaitu Hatoe, Lilleboy, Alang, Waccassieuw, Larique dan Oery10, haruslah, pada saat kedatangan sebuah kapal dari Batavia, memiliki kesiapan arumbai yang kuat, diawaki dengan 25 atau 30 pendayung, dan pada saat sinyal/tanda pertama dari senjata/meriam di Alang memberi tahu bahwa kapal-kapal itu telah terlihat, segera hadir Sersan, yang mengawasi budak-budak kompeni, serta pergi bersama untuk menarik dan menyelamatkan kapal itu dari bahaya
Pasal 15
Para Regent kaum pribumi berikut yang [tinggal] diantara benteng utama ini, yaitu :
Noessanive....... Latoehalat............
Keelang............ Ema.................
Zoya........ Gnatahoedy dari Mardika
Hative Besar Hoetomoery Besar
Halong Zoely
harus, sesuai dengan janji yang mereka buat sebelumnya, terus meyediakan kayu bakar yang diperlukan untuk pembuatan batu bata dan pembakaran ubin, dengan harga biasa 13 ringgit untuk menara dengan panjang 6 depa, lebar 1 depa dan tinggi 10 kaki, uang itu akan diberikan kepada mereka yang menebang kayu dan mengirimkannya, tanpa pemotongan sedikitpun oleh para Regent
Pasal 16
Para Regent Alang, Way, Toelehoe, Tengatenga dan Tial, yang pada periode tersebut sebelumnya telah sepakat untuk menyediakan tiang [dari pohon] nani11 untuk pembangunan dan perbaikan menara pengintai, tetap dipertahankan untuk tugas tersebut
Pasal 17
Kapanpun Kompeni membutuhkan kapur untuk keperluan benteng atau bangunan, para Regent pada kesempatan permintaan pertama, harus tanpa penundaan atau lalai, menyediakan dan mengirimkannya ke benteng utama, yaitu dari setiap dati dari wilayah mereka, 3 ukuran, dengan harga lama yaitu 6 drs pr
Pasal 18
Tempat-tempat di [pulau] Bouro dan tempat-tempat lain, dimana kayu dapat diperoleh, wajib menyediakannya dengan tarif sebagai berikut, yaitu :
1 balok Amboina ................ 1 rds
1 balok kayu covassa......... 1,6
Dayung.............................. 1,6
Tiang nani......................... 1, 12
Hand-spike....................... 1,3
Tiang panjang.................. 1,2
Kayu lassi untuk batang senjata.... 1,28
Kayu besi diameter 1 kaki............... 1,24
Tiang pengikat jangkar .................. 3,24
Swalop atau balok besar [kayu] lassi..... 1,24
Pasal 19
Kayu-kayu besar harus dibayar secara proporsional, harus dibawa, entah dari jarak yang dekat atau jauh dari hutan.
Pasal 20
Karena Gubernur van Amboina setiap tahun melakukan Pelayaran Hongi atau ekspedisi dengan armada kora-kora, maka pada rombongan yang sama harus dikumpulkan dari setiap negeri, dan para Radja, Pattij dan Orang Kaija, harus hadir secara langsung di benteng utama pada tanggal 18 Oktober, tanpa membuat alasan apa pun, kecuali jika sakit, ketika mereka harus mengirim orang lain sebagai gantinya, [harus] memperkenalkan pada Gubernur bersamaan dengan saat itu.
(Pada tanggal 28 September 1781, dikeluarkan perintah di Batavia untuk mengurangi biaya pelayaran hongi yang dibebankan pada penduduk pribumi, yang sebelumnya terwujud dalam armada kora-kota, yaitu perahu besar yang membutuhkan 80 atau 90 orang, dan sangat rentan terhadap kecelakaan saat angin kencang/ribut. Oleh karena itu, pasal 21 pada saat itu diubah dan sekarang bunyinya menjadi sebagai berikut)f
Pasal 21
Meskipun Pemerintah Agung Hindia Timur telah menilai ekspedisi pelayaran hongi tahunan terlalu mahal dan berat untuk ditanggung oleh sebagian besar wilayah-wilayah Ambon yang kurang penduduknya, dan meskipun Gub Jend VOC dan Dewan Hindia mempertimbangkan bahwa kora-kora tidak layak untuk tujuan yang ingin dicapai dalam cuaca buruk, dimana banyak yang kandas, namun atas perintah Pemerintah Agung, hal tersebut tetap berjalan dan dibebankan kepada [penduduk] Manipa dan Bonoa
Bonoa : kora-kora “pemimpin” dengan 4 nadjoes12 (atau pinggiran/sisi untuk para pendayung), diawaki sekurang-kurangnya 60 massanaijoes13 atau pendayung, dikhususkan dari natoes (jurumudi atau quartermasters)
[wilayah] dibawah [kekuasaan] benteng Victoria :
Gnatahoedie : pemimpin armada atau capten laut14
Hoetoemorry
Alang dan Lillebooy : sebagai “kelompok” cadangan dan mempersiapkan diri dengan peralatan penangkapan ikan untuk menyediakan ikan untuk hidangan makan Gubernur
keempat kora-kora ini harus dengan 3 nadjoes dan diawaki oleh 50 pendayung serta jurumudi.
Sedangkan untuk kora-kora lainnya dalam ekspedisi pelayaran hongi, haruslah dipersiapkan dan dirawat agar arumbainya kuat dengan layar dan kemudi yang memiliki panjang 50 atau 55 kaki dan lebar dari 12 hingga 13, yaitu :
Dibawah benteng utama :
Noessanive dan wilayah bawahannya 1 arumbai
Keelang dan wilayah bawahannya 1 arumbai
Zoya dan wilayah bawahannya 1 arumbai
Ema dan wilayah bawahannya 1 arumbai
Hatiwe Besar dan wilayah bawahannya 1 arumbai
Latoehalat dan wilayah bawahannya 1 arumbai
Baguala 1 arumbai
Soely 1 arumbai
Way 6 arumbai
Karesidenan Hila 1 arumbai
Piroe dan Tanoenoe15 1 arumbai
Karesidenan Saparoua 10 arumbaig
Noessalaut 4 arumbai
Pesisir luar Ceram 9 arumbai
Wilayah Haroekoe 4 arumbai
Komony
Cuylolo
Catauw
Pilauw16/h
(keempat negeri ini sejak lama dibebaskan; tetapi setiap tahun mereka harus memberikan jaring ikan untuk keperluan Gubernur dan ekspedisi hongi)
Pesisir dalam Ceram 3 arumbai
Karesidenan Larique 4 arumbai
Bouro 2 arumbai
Pulau Ambalauw 2 arumbai
Manipa 3 arumbai
Zaway 2 arumbai
Semua arumbai untuk hongi harus dilengkapi dengan layar dan kemudi serta diawaki sekurangnya 30 pendayung, dengan jurumudi, tanpa tunjangan apapun, kecuali pemimpin orang hitam yang hadir, masing-masing akan menerima 80 lbs beras, 12 botol arak, dan 12 lbs daging sapi asin atau babi. Para pemimpin [negeri] Islam menerima 1,5 ringgit sebagai pengganti benda-benda yang disebutkan sebelumnya, menurut kebiasaan yang umum
Pasal 22
Setiap kora-kora dengan 4 nadjoes harus memiliki panjang 90 kaki dan lebar 9 asta atau hasta (13,5 kaki); sedangkan untuk yang 3 nadjoes harus memiliki panjang 84 kaki dan lebar sama dengan yang pertama, [jika melanggar] akan disita; jika ditemukan dibawah ukuran tersebut, selain denda 50 rds, dan setiap pendayung akan dikenakan denda 1 ringgit
Pasal 23
Para pemimpin orang Ambon harus memimpin [arumbai] mereka sendiri sesuai plakat hongi, yang selalu diketahui oleh masyarakat, sebelum keberangkatan armada, dalam bahasa Melayu
Pasal 24
Radja, Pattij, dan Orang Kaija yang berada di bawah [wilayah] benteng utama, yang ingin membuat kora-kora baru, harus terlebih dahulu memberitahukan kepada Gubernur, dan juga kepada bawahannya dari wilayah karesidenan mereka. Jika diabaikan, karena itu akan dikenakan hukuman denda sebesar 25 rds yang dibayar dari milik pribadi
Pasal 25
Mereka yang tinggal di Hoekonalo atau Rumah Tiga, untuk waktu yang lama dikecualikan dari ekspedisi pelayaran hongi, dengan syarat mereka harus mengangkut pegawai kompeni dari tempat itu ke Hitalama, dan membawa barang-barang ringan serta surat-surat bolak-balik melalui darat, dan masih tetap terikat dengan tekun untuk menjalankan tugas itu.
==== bersambung ====
Catatan Kaki
1. Disini menurut catatan pada manuskrip : hukuman umum untuk tindakan ini adalah pembayaran denda dan dicambuk dengan gaba-gaba atau batang muda pohon sagu, dengan sangat keras.
2. “Morits” lebih pada pekerjaan dengan perjanjian, atau dalam terminologi terbatas sebagai budak sementara waktu
3. Kontrak ini pada tangga 15 Februari 1622 (bukan tanggal 17 Februari), dipublikasikan dalam Corpus Diplomaticum, deel I, hal 175 - 177
4. Latoehalat atau Latuhalat
5. Alang
6. Mardika.
7. Paso (van Bagoeala).
8. Soeli, Wai.
9. Pos Namakoli terletak di Alang (Valentijn, Amboina, a, bladz 115); Hoetomoeri di Leitimor (t.a.p, bld\ 117); Niggory Lama adalah Negeri Lima; Pos Hoorn di Haruku, Labai di Buru???, Tapisbai di Larike??? (menurut sumber peta Valentijn); Post Ceries???
10. Oering atau Ureng
11. Kayu luar bisasa kuat dan tahan lama dan dipergunakan untuk tujuan ini
12. Ngadjoe.
13. Menurut Van Hoevell, [dalam karyanya] Ambonsch – Maleish, halaman 21, disebut sebagai masnait
14. Kapitein laoet : zeekapitein , admiraal , vlootvoogd.
15. Piroe en Tanoenoe, di West-Ceram.
16. Kailolo, Kabaoe, Pilao di pulau Haruku. Komony tidak dikenali/diketahui
Catatan Tambahan
a. Pada tahun 1615, lembaga Landraad “kecil” pertama kali dibentuk di Gubernemen Ambon, di masa Gubernur Adriaen Martensz Blok. Pada tahun ini, selain pegawai VOC, juga dimasukan 7 orang regent kaum pribumi sebagai anggotanya, yaitu dari negeri Nusaniwe, Halong (2 orang), Hatiwe, Tawiri, Mardika dan Urimesing. Tahun 1618 dibentuk juga Landraad “besar”,ada 14 regent yang menjadi anggotanya yaitu Nusaniwe (2 orang), Kilang, Soya, Halong, Hatiwe, Mardika, Tawiri, Alang, Ema, Baguala (Passo), Hutumuri, Waai, Puta (wilayah dari Urimessing).
§ Lihat Georg Everhard Rumphius, De Ambonse Historie.........eerste deel (volume 1) hal 34-36
§ Lihat Francois Valentijn, Oud en Nieuw Oost Indien, tweede deel (volume 2), bagian 2, eerste boek, vierde hoofdstuk, Joannes van Braam, Drodecht, 1724, hal 38 -39
b. Terminologi Belanda “Regent” yang digunakan khususnya untuk wilayah Ambon, untuk sederhananya bisa diterjemahkan sebagai “Radja”, meski pada kenyataannya ada 3 gelar dalam sistem pemerintahan bagi para “radja” tersebut yaitu Radja, Pattij dan Orang Kaija. Kami menerjemahkan kata Regent ini sebagai Pemimpin/Penguasa Negeri/Desa, dengan pertimbangan agar bisa dimengerti oleh para pembaca dari luar Maluku.
§ Lihat Richard Chauvel, Nationalist, Soldiers and Separatist........, KITLV Press, Leiden, 1990, hal 7-8, catatan kaki no 12
§ Lihat R.Z. Leirissa, Sejarah Kebudayaan Maluku, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1999, hal 69
c. Menurut Ch. F. van Fraasen dan P. Jobse dalam buku mereka, istilah Kasisi dimaknai sebagai collective benaming voor Islamitische godgeleerden en religieuze leiders atau nama umum bagi pemimpin religius dan tokoh penyebar doktrin keislaman. Sedangkan menurut van Houvel, Kasisi dijelaskan aldus worden in Mohamedaansche negorij, de imam, modim en chatib genoemd
§ Lihat, Ch.F. van Fraasen dan P. Jobse, Bronnen Betreffende de Midden Molukken 1902 – 1942, deel 4, Den Haag, 1997, hal 66
§ Lihat, G.W.W.C. Van Hoevell, Vocabularium van Vreemde Woorden Verkomende in Het Ambonsch-Maleisch, Blusse & van Braam, Dordrecht, 1876, hal 15
d. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, ada 2 jenis layanan pekerjaan yang diwajibkan untuk dilakukan oleh para penduduk kepada pemerintah yaitu Kwaartodienst dan Heerendienst. Secara sederhana Kwaatodienst adalah layanan kepada pemerintah negeri, yang dalam hal ini kepada “radja” dan keluarganya, sedangkan Heerendienst adalah layanan kepada pemerintah Belanda. Dasar hukum kewajiban Kwartodienst untuk abad ke-19 (1800an) adalah pasal 99 dari Reglement op het Binnenlandsche Bestuur en dat der FinanciĆ«n op Amboina en Onderhoorigheden, tanggal 15 April 1824. Peraturan ini dimasukan ke lembaran negara atau Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1824 no 19a
e. Pada catatan kaki no 9, J.E. Heeres dengan menggunakan sumber Valentijn mengidentifikasi beberapa tempat, namun ia kurang yakin dengan lokasi dari 3 tempat yaitu Labai, Tapisbai dan post of Cerries.
Heeres menulis Labai di Buru? Tapisbai di Larike? dan Post of Ceries???.
Berdasarkan sumber dari Gerrit J Knaap yaitu Memorie van Gubernur Ambon, kita bisa mengidentifikasi 3 lokasi ini, yaitu : Labai berada di wilayah karesidenan Larike, Tapisbai berada dekat sekitar Wakasihu, dan post of ceries adalah negeri Seri di Nusaniwe.
§ Lihat Gerrit J Knaap, Memorien van Overgave van Gouverneur van Ambon.................s’Gravenhage, 1987
§ Hal 308, 349, 385 (untuk lokasi Labai)
§ Hal 70, 96, 141, 144, 148, 148, 349 (untuk lokasi Tapisbai)
§ Hal 10, 15, 88, 96 (untuk lokasi post of Ceries)
f. Ini merupakan penjelasan dari Kapten Walter Caufield Lennon tentang pasal 21 dari Instruksi Gubernur van Amboina ini, jadi bukan isi dari Instruksi tersebut. Perlu dipahami bahwa instruksi gubernur yang ia terjemahkan kedalam bahasa Inggris itu adalah Instruksi Gubernur van Amboina yang berasal dari tahun 1771, sedangkan dokumen tersebut ia peroleh dan terjemahkan pada tahun 1796. Ini berarti instruksi tersebut (1771) tetap digunakan oleh Gubernemen hingga Lennon melihatnya (1796). Mungkin pada dokumen yang ia peroleh tersebut ada penjelasan tentang perubahan pasal 21 itu, sehingga ia merasa perlu memasukan penjelasan tersebut kedalam hasil terjemahannya. Yang pasti bahwa pada tahun 1781 ada perintah dari Pemerintah Agung tentang pengurangan layanan ekspedisi hongi, sehingga Gubernur van Amboina pada tahun 1781 itu, melakukan perubahan pada pasal 21 tersebut.
g. Pada akhir tahun 1767, dalam memorie van overgave Gubernur van Amboina, Willem Fockens, disebutkan ada 8 arumbai dari wilayah Saparua yaitu dari Booi, Ihamahu, Tuhaha, Paperu + Saparoua, Ullath, Itawaka, Siri Sori, Nolloth. Pada tahun 1771 (4 tahun kemudian) dalam instruksi gubernur tersebut disebutkan ada 10 arumbai, yang berarti ada tambahan 2 arumbai dari negeri yang sayangnya tidak kami ketahui. Mungkin Ouw (1 arumbai) dan Haria + Porto (1 arumbai), sedangkan negeri Tiouw biasanya digabungkan dengan Saparua dan Paperu (1 arumbai)
h. Pada catatan kaki no 16, J.E. Heeres menulis bahwa negeri Komony tidak ia ketahui/kenali/identifikasi (komony is mij onbekend). Menurut kami negeri Komony kemungkinan besar adalah Rohomony.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar