(bag 2-selesai)
[Manuel Lobato]
Francisco Serrão dan Ekspedisi-Ekspedisi Awal Portugis Ke Maluku
Armada kedua dikirim ke Maluku oleh Kapten Malaka, Rui de Brito Patalim (1511-1514), terdiri dari 3 kapal di bawah komando António de Miranda de Azevedo43, berlayar dari Malaka ke Banda pada tanggal 28 Desember 1513. Di Banda, tempat tujuan dia untuk membeli rempah-rempah, Miranda de Azevedo berharap menemukan Francisco Serrão. Orang ini, sebenarnya ditemani oleh beberapa kimalaes dari Ternate, berlayar ke Ambon untuk menemui Martim Guedes, kapten kapal Santo André44. Sultan Ternate, yang tidak sabar menunggu sebuah pos perdagangan permanen Portugis di Ternate dan mengandalkan Serrão untuk melakukannya, memuat armada itu dengan cengkih45. Semua raja dan beberapa pemimpin tradisional lainnya mengharapkan Portugis akan membangun benteng di wilayah mereka, sebagaimana yang mereka nyatakan dalam surat-surat yang dibawa oleh armada Miranda de Azevedo ke Malaka, bersama dengan surat-surat dari Francisco Serrão sendiri46.
Sementara itu, Afonso de Albuquerque mengirim Duarte Coelho dari India ke Banda untuk membangun pos perdagangan dan memusatkan perdagangan Portugis di sana berupa cengkih, pala dan fuli, yang setiap tahun akan dicari oleh kapal-kapal yang datang dari Malaka. Niatnya tidak tercapai karena, begitu tiba di Malaka, Duarte Coelho dikirim ke China. Proyek pos perdagangan di Banda, yang hanya cocok untuk tujuan perdagangan Portugis, segera dilupakan begitu Raja Manuel diberitahu tentang tawaran dari raja-raja Maluku untuk membangun benteng Portugis di pulau-pulau mereka47.
António de Miranda mengunjungi Banda kembali pada tahun 1515, memimpin armada yang hanya terdiri dari 2 kapal, yaitu São Francisco yang juga disebut Bretão, dan junk milik seorang pedagang dari Malaka, Nina Suryadeva, yang dinakhodai oleh lvaro do Cocho48. Dari Banda, Miranda mengirim49 Jorge Mesurado50 sebagai utusan bersama dengan persembahan kepada Sultan Ternate, yang menerima mereka “dengan sangat terhormat”, dan membalasnya dengan mengirimkan suatu utusan kepada Kapten Malaka51. Dengan demikian, utusan Jorge Mesurado menjadi orang Portugis pertama yang memimpin sebuah kapal ke kepulauan Maluku utara. Dia berlayar pada bulan Mei, waktu terbaik di musim angin muson untuk berlayar dari Banda, meskipun dia menyelesaikan misinya itu dengan kapal lokal yang dia beli atau sewa di Banda untuk melakukan pelayaran itu. Bagaimanapun, ekspedisi sebelumnya tidak melampaui pulau Banda dan Ambon, seperti yang juga dengan tegas dinyatakan oleh Ivaro do Cocho, saat ia masih belum mengetahui keberhasilan misi yang dipimpin oleh Jorge de Mesurado. Menulis di awal tahun 1516, Cocho mengatakan bahwa Maluku bahkan tidak “ditemukan oleh orang Portugis lain, kecuali oleh Francisco Serrão, yang tinggal di sana”52.
Di bawah komando Tristão de Meneses, ekspedisi ketiga dikirim oleh Gubernur Portugis di India, Lopo Soares de Albergaria, mencapai Ternate pada tahun 1519. Tugas Meneses adalah mendirikan sebuah benteng, mungkin di pulau Makian, yang wilayah kekuasaannya dibagi antara raja Ternate dan Tidore. Ordonansi Meneses juga berisi instruksi untuk membeli cengkih di Ternate dan membawa kembali Francisco Serrão ke Malaka. Namun, ia segera melupakan gagasan membangun benteng, mencoba meyakinkan Sultan Bayan Sirrulah bahwa Francisco Serrão harus segera dikirim kembali ke Portugal untuk mengungkapkan, secara pribadi, di hadapan Raja Manuel, keinginan Sultan agar benteng itu dibangun di Ternate53. Sepertinya itu pertanda bahwa agen-agen kekaisaran Portugis ingin Francisco Serrão meninggalkan Maluku, seperti yang akan dibahas lebih lanjut.
Bersikeras agar benteng dibangun di wilayah kekuasaannya, Sultan Bayan Sirrullah meminta Gubernur (capitão) Malaka, Garcia de Sá, untuk mengirim Garcia Henriques, kerabatnya, ke Ternate54. Namun, pada akhir 1520, skenario politik berubah total karena berita-berita kontrak atau perjanjian (capitulation) antara Ferdinand Magellan dan kaisar Spanyol, Charles V, tiba di Malaka. Dalam kontrak itu, Magellan bermaksud untuk “menemukan” Kepulauan Rempah-rempah atas nama kekaisaran Spanyol55.
Tahun-tahun “gelap” Francisco Serrão (1505-1511)
Tindakan Francisco Serrão di Maluku dianggap memiliki arti yang paling penting bagi kehadiran awal Portugis di kepulauan itu, dan bagi kehidupan politik di kepulauan itu. Selain membela kepentingan Portugis – dalam kajian sebelumnya, kami menganggap dia bertindak sebagai “konsul” Portugis56 – Serrão juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam politik internal nusantara, karena karisma pribadinya sebagai seorang pejuang terkemuka. Dengan begitu, ia membuktikan bahwa Afonso de Albuquerque membuat pilihan yang tepat dengan menunjuknya untuk memimpin salah satu kapal armada Abreu, berdasarkan pengalamannya sebelumnya, dan sebagai imbalan atas tindakannya selama penaklukan Malaka.
Informasi yang minim tentang kehidupan Francisco Serrão sebelum terlibat dalam ekspedisi pertama Portugis di Malaka, pada tahun 1509 di bawah komando Diogo Lopes de Sequeira. Francisco Serrão sudah berada di Asia pada tahun 1505 atau, menurut beberapa penulis, ia tiba tahun itu dengan armada yang sama dimana Ferdinand Magellan juga melakukan perjalanan dari Portugal ke India. Mungkin, dia masih muda pada saat itu. Bagaimanapun, pada tahun 1505, wakil raja (viceroy), Francisco de Almeida menunjuknya untuk bertugas di Kannur, dibawah pimpinan António de Brito57. Berada di Cochin, pada tahun 1509, Serrão bergabung dengan armada Diogo Lopes de Sequeira di atas kapal yang membawa kuda-kuda. Ferdinand Magellan yang terkenal itu, juga termasuk di antara 60 orang yang menaiki kapal itu58. Dalam perjalanan kembali ke Portugal, pada Januari 1510, keduanya karam di perairan dangkal Padua, di utara kepulauan Lakshadwep. Mereka kehilangan aset mereka, tetapi menemukan tempat berlindung di Cochin, yang mereka tingalkan untuk terlibat dalam menaklukan Goa di bawah komando Afonso de Albuquerque, yang pada awal April 1510, mengirim Serrão kembali ke Cochin sebagai kapten karavel dalam sebuah misi untuk memasok bahan makanan untuk pasukan dalam perang59.
Francisco Serrão dan Ferdinand Magellan, karena itu adalah rekan seperjuangan, karena mereka terlibat dalam armada pertama yang menaklukan Malaka di bawah komando Diogo Lopes de Sequeira. Magellan dan Martim Guede yang disebutkan sebelumnya, menyelamatkan Serrão dari masalah pada 2 kesempatan berbeda, pertama, dalam evakuasi mendadak Malaka pada tahun 1509, dan kedua, dalam bentrokan di lepas pantai Pulo Berhala (Polvoreira), di bagian utara Selat Malaka60.
Aksi Francisco Serrão Di Maluku
Keterlibatan Serrão dalam politik lokal, serta perannya sebagai agen Portugis, diperhatikan oleh sarjana mendiang A. da Silva Rego, yang mendeskripsikan sebagai berikut :
Dia menciptakan persahabatan yang kuat dengan Raja Ternate, dengan cara menjadi penasehat/konsultan terbaik buatnya, jendral terbaiknya, sahabat baiknya. Membela kepentingan Ternate, di dalam politik nusantara, ia juga mengurus kepentingan Raja Portugal. Dia adalah agen komersial terbaik yang diinginkan Malaka dalam posisi kunci yang begitu penting. Dialah yang dengan menggunakan kapal-kapal milik Ternate, membawa ke Banda dan Ambon cengkih-cengkih yang berharga, sehingga mempersingkat atau memperpendek pelayaran kapal yang datang dari Malaka61.
Albuquerque menulis pada tahun 1515 kepada Raja Manuel setelah dia menerima berita dari Francisco Serrão, mengatakan : “dia menguasai Kepulauan cengkih, dan memerintah Raja dan seluruh negeri”62. Dalam kesaksiannya yang disebutkan di atas, Bartolomeu Gonçalves mendefinisikan, dalam beberapa kata, hubungan antara Serrão dan Sultan Ternate dan pengaruh yang diperolehnya sebagai penasehat politik dan militernya :
Francisco Serrão memiliki kekuasaan mutlak untuk melakukan apapun yang diinginkannya. Dan bagaimana beberapa tempat memberontak melawan Raja Maluku, mengirim ke sana armada dan Francisco Serrão sebagai komandannya, dan orang ini bisa mendamaikan dan membuat para pemberontak patuh; dan bagi yang tidak patuh, Francisco Serrão menghancurkan mereka sedemikian rupa, sehingga Raja Maluku sangat senang dan puas dengan kesetiaan yang diberikannya kepada Raja Portugal63.
Kami sebutkan di atas tentang ramalan yang beredar di Maluku, yang berasal dari Sultan Ternate sendiri, tentang kedatangan orang asing, “manusia besi”, yang konon akan membawa kemakmuran ke kepulauan tersebut. Tentu saja tindakan Francisco Serrão di Nusa Pinju terhadap para perompak, turut menyebabkan Sultan Bayan Sirrullah (Abu Lais) segera mempercayai Portugis, yang berhasil menyelamatkan diri dari kapal karam yang diperlengkapi dengan senjata masing-masing, yang akan menciptakan kesan yang menggambarkan seperti pejuang di mata Sultan64.
Demikian pula, fakta bahwa Serrão, yang berlabuh di Gresik, di pantai utara Jawa, telah mengambil – atau menurut yang lainnya – menculik seorang wanita pribumi untuk dijadikan istri atau selirnya, mungkin telah menjadikan pendekatannya yang lebih mudah ke lingkaran dalam istana Ternate dan ke Sultan sendiri, yang juga menikah dengan 2 wanita, salah satu dari antara istri-istrinya yang paling penting65. Meskipun tidak ada informasi lebih lanjut tentang istri atau pasangan Serrão, pernikahan seperti itu pastinya membantu Francisco Serrão, setidaknya untuk belajar bahasa Melayu, yang dipergunakan oleh komunitas pedagang yang bermarkas di pelabuhan Jawa di sepanjang jalur rempah-rempah menuju ke kepulauan timur Indonesia. Singkatnya, ada beberapa alasan untuk menyimpulkan bahwa keberhasilan campur tangan Francisco Serrão di Maluku, adalah karena alasan tidak langsung dan karakter pribadinya66.
Luís de Albuquerque menyebutnya sebagai “factor” atau akuntan Raja67. Bahkan, meskipun Serrão tidak pernah secara resmi ditunjuk untuk posisi itu, ia bertindak sebagai wakil dari kekaisaran Portugis di Maluku. Dia berusaha keras untuk mendapatkan rempah-rempah dalam jumlah besar di kepulauan itu, dan terutama, di Banda, dimana kapal-kapal dari Malaka, beberapa di antaranya dilengkapi dengan kekayaan kekaisaran Portugis, datang untuk mengangkut rempah-rempah. Dalam perdagangan ini, Serrão memperoleh prestise dan pengaruh, dan dia juga pastinya mengumpulkan kekayaan pribadi. Kronik menyebutkan, dalam hal ini, bahwa Sultan memberinya dukungan penuh dan juga memintanya untuk tinggal di Maluku, alasan yang cukup bagi Serrão untuk menolak berlayar kembali ke Malaka dengan armada António de Miranda de Azevedo68, yang mencapai Banda dan Ambon pada tahun 1513, dan dengan demikian menolak untuk meninggalkan Ternate dan diterima kembali di Estado da India. Faktanya, Serrão, yang tinggal di Maluku utara hingga kematiannya pada tahun 1521, tidak lagi berlayar keluar dari wilayah kepulauan Maluku Tengah, yang setiap tahun ia pergi ke sana untuk menemui orang-orang Portugis yang datang ke sana untuk mencari rempah-rempah69. Pengaruhnya, bagaimana pun, melampui dunia Maluku. Selain kontak yang dia pertahankan dengan orang Portugis di Malaka, di Portugal, dan, kemungkinan besar, di Seville, Francisco Serrão memperluas pengaruhnya ke pulau Timor, melalui Pedro Afonso de Lourosa, agennya di Banda – yang dijatuhi hukuman mati, pada tahun 1522, setelah memperkenalkan kepada orang-orang Spanyol dalam perdagangan kayu cendana di Timor – sama seperti ia mengirim beberapa bawahan orang Portugis ke Filipina untuk mencari beras yang minim di Maluku70.
Kesetiaan Francisco Serrão dan pengabdiannya yang kuat kepada kerajaan Portugis secara konsisten disebutkan oleh sumber-sumber Portugis, dan tidak ada bukti bagi sindiran-sindiran yang diajukan oleh beberapa penulis Spanyol. Namun, haruslah diingat, bahwa Francisco Serrão, meskipun perannya diklaim sebagai pelayan setia kerajaan, tetap berada di Maluku atas tanggungannya sendiri, dan, yang paling penting untuk tujuan kajian ini, ikut campur tangan dalam politik lokal menurut kriteria pribadinya, mendukung Sultan Ternate melawan saingan-saingannya dalam konflik yang sedang berlangsung. Profilnya menunjukan beberapa kesamaan dengan lançados, sebuah istilah yang mengacu pada tentara bayaran dan petualang Portugis, biasanya pemberontak, yang melayani penguasa Afrika atau Asia, dan ditemukan dari akhir abad ke-15 di pantai Guinea bagian atas, dan dari tahun 1510 di berbagai daerah yang berbatasan dengan Samudera Hindia, khususnya di Teluk Benggala71.
Serrão, yang ikut serta dalam tahap awal Portugis di Kepulauan Melayu di bawah Diogo Lopes de Sequeira, sangat menyadari bahwa upaya yang dilakukan oleh kerajaan Portugis semakin terfokus di daerah penghasil rempah-rempah seperti Maluku. Goa, Hormuz dan Malaka baru saja diduduki ketika Serrão pergi ke Maluku, suatu alasan kepulauan ini dianggap sebagai hasil akhir dari upaya Portugis untuk mengatasi jaringan perdagangan rempah-rempah kaum Muslim yang luas. Serrão, tentu tak mau melewatkan kesempatan untuk berperan besar dalam memperoleh posisi final itu di jejaring Portugal di Asia.
Namun, sedikit yang diketahui tentang hubungan antara Serrão dan orang-orang Portugis yang setiap tahun menuju ke Maluku. Beberapa dari mereka, hanyalah orang-orang yang berangkat secara pribadi dengan junk-junk saudagar dari Malaka. Namun, yang lain adalah agen kerajaan – kapten, faktor atau akuntan – yang ditunjuk oleh kekaisaran sebagai wakilnya di atas kapal yang keuangan kerajaan berbagai muatan dengan muatan pedagang Asia dari Malaka. Jelas, kita memperoleh informasi yang lebih baik tentang kapal dan armada yang dikirim oleh Gubernur Malaka dalam misi diplomatik dan perdagangan daripada oleh perusahaan swasta.
Fakta bahwa beberapa misi ini menyebabkan masalah di Maluku datang dari tangan Sultan Ternate, Sultan Bayan Sirullah. Dalam sebuah surat kepada Gubernur Portugis di India, Lopo Soares de Albergaria, mungkin ditulis pada pertengahan tahun 1518, dan diterjemahkan pada bulan Oktober tahun itu di Malaka, yang dibawa oleh Ivaro do Cocho dari Maluku, Sultan Ternate mengeluhkan perilaku kapten itu, yang, katanya terlibat dengan faksi Yusuf, raja Jailolo. Sultan ini juga menulis kepada Gubernur Portugis yang sama, yang mengandalkan kesaksian Ivaro do Cocho, yang menyaksikan peristiwa-peristiwa serius, dimana ia tidak memberikan rincian lebih lanjut. Apa pun sifat perselisihan ini, maknanya tampak cukup jelas : Sultan, sebagai raja paling berkuasa di seluruh wilayah Maluku, dengan dukungan Serrão dan rekan-rekannya, mencoba memaksakan hegemoninya pada raja-raja tetangga saingannya, yang membuat ia terlibat dalam perselisihan dan pertikaian. Itu juga arti dari surat yang, pada kesempatan yang sama, Baab Husein (Lebechucem), Raja Makian, dikirim ke Gubernur yang sama, Lopo Soares de Albergaria, dimana ia menyesal telah “direbut seluruh wilayahnya” oleh Sultan Ternate72. Demikian pula, setelah kematian Serrão, Sultan Ternate yang baru, Abu Hayat, mengirim surat kepada Raja Portugal, yang berisi tentang perang yang membuat ayahnya, Sultan Bayan Sirrullah, melawan raja-raja Tidore, Jailolo dan Bacan73.
Tampaknya, bagaimanapun, bahwa beberapa agen kekaisaran Portugis yang mengunjungi Maluku pada tahun 1510-an, secara konsisten menerima instruksi untuk memulangkan Serrão, sesuai dengan keinginan penguasa Portugis bahwa ia harus meninggalkan pulau-pulau itu, untuk melepaskannya dari kontrol yang dipegangnya atas masalah-masalah lokal. Seperti yang disebutkan di atas, ordonansi yang diberikan kepada Meneses, selain berisi instruksi yang tepat tentang pembelian cengkih di Ternate – tujuannya, menurut Gaspar Correia, “untuk menyelesaikan perdagangan cengkih” 74 – juga memerintahkan Meneses untuk memulangkan Francisco Serrão ke Malaka75. Namun, Meneses kembali ke Malaka pada tahun 1521 tanpa Serrão, tetapi ditemani seorang utusan, putra Sultan Ternate, yang berlayar dengan kapalnya sendiri bersama 200 serdadu kesultanan Ternate.
Selain itu, ada alasan lain untuk mencurigai bahwa hubungan antara Francisco Serrão dan Tristão de Meneses itu tidak bersahabat. Kedatangan Meneses pada tahun 1518, segera menimbulkan kesalahpahaman, karena Sultan Bayan Sirrullah menduga bahwa armada semacam itu – ekspedisi pertama Portugis yang benar-benar mencapai Maluku utara – ditugaskan untuk membangun pos perdagangan dan membangun benteng di Ternate, sesuai dengan keinginan dan permintaan berulang-ulang dari Sultan. Untuk itu, Sultan segera menyediakan rumah kayu yang kuat untuk dijadikan pos perdagangan. Situasi ini pasti tidak menyenangkan Serrão, yang pada awalnya menolak untuk menghadiri pertemuan dengan Sultan yang dijadwalkan oleh Meneses, mengingat Raja Portugal seharusnya menunjuknya, yaitu Serrão, untuk membangun benteng, karena ia adalah pejuang Portugis yang paling berpengalaman dan berpengetahuan di wilayah tersebut.
Jadi, terlepas dari persaingan antara raja-raja Maluku untuk pendirian benteng Portugis di masa depan di pulau-pulaunya masing-masing, Serrão tidak senang karena tidak diberi tugas seperti itu oleh kekaisaran Portugis. Serrão juga bercita-cita untuk diangkat menjadi factor kerajaan di Maluku, yang pos dagangnya sebenarnya tidak ada, karena menurut kesaksian Fernão Peres de Andrade dalam “Proses Maluku”, Sultan Bayan Sirrullah meminta hal itu kepada Raja Manuel76. Selain itu, upaya Tristão de Meneses untuk memenuhi tuntutan Sultan Ternate atau raja Tidore77, bertentangan dengan strategi yang dijalankan oleh Francisco Serrão. Orang ini adalah orang yang secara aktif mendukung Sultan dan memimpin ekspedisi hukuman dari Ternate melawan Tidore, yang mengakibatkan kehancuran Soasio, desa yang menjadi ibukota bagi raja, sebuah fakta yang oleh beberapa pengamat kontemporer dianggap sebagai alasan utama pembunuhan Serrão, sementara yang lain mengklaim Raja Bacan-lah yang bertanggungjawab atas kematian Serrão78.
Sedikit kesaksian yang dapat dipercaya dari para perwira dan pilot kapal Trinidad menyebutkan bahwa Meneses adalah penghasut pembunuhan Francisco Serrão, setelah ia berturut-turut gagal mengirimnya ke India. Namun, pernyataan seperti itu tampaknya hanya merupakan upaya dari para perunding Spanyol dalam “Proses Maluku” untuk mengambil keuntungan dari perbedaan antara Meneses dan Serrão dan untuk mendeskreditkannya sebagai perwakilan resmi kekaisaran Portugal di Maluku, yang menunjukan bahwa, dari awalnya, dia adalah seorang lançados yang “melarikan diri dari Malaka dengan sebuah junk yang biasa digunakan untuk berdagang di Maluku”79.
Meskipun mendukung Sultan Ternate yang lama, Bayan Sirrullah, Serrão, juga mencoba pada tahun-tahun awalnya di sana, untuk mendamaikan Sultan Bayan Sirrullah dengan Al Mansur, raja Tidore, dengan menginisiasi pada tahun 1512 dan 1513 pernikahan Sultan dengan seorang putri Raja80. Situasi damai ini tidak berlangsung lama, seperti yang ditulis oleh Tomé Pires, bahwa perang antara kedua penguasa sedang berlangsung81.
Kematian Serrão
Pada tahun 1520, atau awal tahun berikutnya, Sultan Bayan Sirrullah menginstruksikan Francisco Serrão untuk membalas kematian 18 orang Portugis, yang, setelah berlabuh di Bacan, telah dibantai oleh penduduknya82. Francisco Serrão tidak memenuhi tugas ini83, karena kematiannya yang tiba-tiba dalam situasi yang tidak jelas. Menurut beberapa saksi, dia diracun bersama Sultan Ternate dalam jamuan makan yang dipersembahkan oleh Al Mansur, raja Tidore. Versi lain – termasuk yang diungkapkan dalam surat yang ditulis oleh Sultan Abu Hayat, putra dan penerus dari Bayan Sirrullah, kepada Raja Portugal – melibatkan Raja Bacan, Alaud-Din84, seorang pria berusia 70 tahun, dan putrinya, yang juga janda mendiang Sultan Ternate. Dalam suratnya, Abu Hayat menyatakan bahwa ayahnya dan Francisco Serrão diracun pada kesempatan terpisah, dan bahwa Serrão meninggal terlebih dahulu, 4 hari setelah menelan racun yang diberikan oleh raja Tidore, Al Mansur, untuk diminum pada jamuan makan yang ia undang85. Catatan Pigafetta menjelaskan bahwa pembunuhan Francisco Serrão terjadi pada pertengahan Maret 152186.
Sementara itu Francisco Serrão, yang tertipu karena diangkat menjadi Gubernur (capitão) atau factor Maluku, menyatakan keinginannya untuk kembali ke Malaka di bulan-bulan terakhir hidupnya. Ada kemungkinan bahwa, setelah 8 tahun di Maluku, Serrão bermaksud kembali ke Malaka, India atau bahkan ke Portugal, untuk mendapatkan imbalan jasanya dari kerajaan87. Dengan mempersiapkan kepergiannya, Serrão juga mematuhi perintah dari Raja Manuel yang diterimanya tahun 1519 dari tangan Tristão de Meneses88.
Pengaruh yang diberikan oleh Portugis, dan, khususnya, oleh Francisco Serrão, di Maluku selama tahun 1510-an, sangat mendalam. Sampai batas tertentu, ini menandai era baru di wilayah yang membawa perubahan yang tidak selalu terlihat jelas dalam sumber-sumber Iberia. Keterlibatan Portugis dalam peristiwa politik, pada awalnya, tidak didominasi militer, tetapi didasarkan pada peran diplomatik yang dimainkan oleh Serrão sebagai penasehat Sultan Bayan Sirrullah.
Menurut Paramita Abdurachman, Sultan ini, dengan mengangkat seorang putri raja Tidore dan istri utamanya, yang menerima gelar Niachile Boki Raja dan yang dinikahi melalui perantaraan Francisco Serrão, untuk menggantikannya sebagai penguasa dan regent sementara (rainha) setelah kematiannya dan selama masa kanak-kanak Abu Hayat, putra mereka, dan melakukannya melalui wasiat, mewakili suatu peristiwa politik baru, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Maluku, yang melanggar hak prerogatif, yang secara tradisional dipercayakan kepada Dewan Tetua atau Empat Perdana89. Ada kemungkinan bahwa Serrão, saat merencanakan “Ratu”, putri Raja Tidore, untuk menggantikan Sultan lama sebagai regent Ternate, memandang kepentingan komersial Portugis dalam menginisiasi perdamaian dan stabilitas antara kedua kerajaan. Kebijakan ini juga mengabaikan calon lain, yang memiliki posisi baik untuk naik tahta kesultanan Ternate dan tidak memiliki hubungan keluarga yang jelas dengan Raja Tidore. Apalagi tindakannya itu sesuai dengan kebijakan yang dia ikuti sejak awal di Maluku, ketika dia mencoba menjalin kesepakatan persahabatan antara 2 kerajaan utama tersebut, menginisiasi pernikahan yang telah disebutkan antara Bayan Sirrullah dengan putri bangsawan, putri Al Mansur, Raja Tidore.
Ferdinand Magellan (1480-1521) |
Francisco Serrão dan Magellan
Tidak ada satu suratpun yang ditulis oleh Francisco Serrão kepada Raja Manuel dan kepada rekan-rekannya di Malaka dan di Portugal yang terselamatkan. Ada referensi untuk surat-surat itu, tetapi semuanya juga hilang, serta seluruh korespondensi yang dilakukan dengan Ferdinand Magellan, bahwa António de Brito, Gubernur Portugis pertama di Maluku, setibanya di Ternate, menemukan informasi ini di antara surat-surat yang ditingglkan oleh Serrão, seperti yang dilaporkan oleh Barros90.
Menurut beberapa penulis asal Spanyol, Francisco Serrão mengirim beberapa catatan ke Magellan, atau Observaciones, tentang rempah-rempah dan Pulau Ternate. Pigafetta, misalnya, menyatakan bahwa Magellan, saat berada di Malaka, menerima surat-surat Serrão dari Maluku. Informasi ini, yang diingat oleh para sejarahwan Spanyol, tidak disebutkan oleh sumber-sumber Portugis kontemporer mana pun. Queiroz Velloso menganggap “tidak akurat” informasi dari Pigafetta, karena surat dari Serrão hanya akan sampai di Malaka “setelah keberangkatan Magellan ke Portugal”, sebagaimana telah disebutkan di atas. Bahkan, tampaknya sangat tidak mungkin Ferdinand Magellan menerima surat dari Serrão di Malaka. Surat-surat yang diduga ini hanya akan dapat dibawa kepada Magellan oleh rekan-rekan Serrão, yaitu Pero Fernandes dan pilot Gonçalo de Oliveira, yang melakukan perjalanan dengan kapal yang sama dengan utusan Sultan Ternate, yang ditemani nakhoda Ismail dalam kepulangannya ke Malaka, dimana mereka semua tiba pada awal tahun 1513, sebagaimana disebutkan di atas, dan yang juga dikonfirmasi oleh Armando Cortesão. Tetapi pada bulan September tahun ini atau 1513, Magellan terlibat dalam penaklukan Azamour, di Maroko. Jadi, Magellan kembali ke Portugal hanya dengan membawa informasi yang ia dapatkan atau terima di Malaka pada akhir tahun 1512, seperti yang ditekankan oleh A. Teodoro de Matos. Hampir dapat dipastikan bahwa Pero Fernandes berangkat ke Portugal dengan membawa surat-surat Serrão, dan di sana, tidak diragukan lagi, ia mengirimkannya ke Magellan, sebagaimana dinyatakan oleh Gaspar de San Agustin91.
Secara keseluruhan, informasi ini tidak cukup akurat untuk menunjukan semangat Magellan untuk mencapai Maluku melalui rute barat. Ide ini akan muncul pada musim panas tahun 1514, ketika di Spanyol “penemuan” Samudra Pasifik oleh Vasco Nuñez de Balboa, menjadi terkenal. Informasi ini, seperti “penemuan” Maluku oleh Francisco Serrão, mungkin akan tiba di istana Spanyol “pada saat yang sama”, seperti yang ditekankan oleh Isabel Branquinho dengan tepat92.
Barros menyatakan bahwa Serrão, dalam surat-suratnya, menggambarkan Maluku sebagai dunia yang lebih besar dan lebih kaya daripada yang ditemukan oleh Vasco da Gama93, sementara beberapa penulis Spanyol berpendapat bahwa dalam surat yang sama, Serrão telah menimbulkan kecurigaan tentang pulau-pulau ini, karena letaknya terlalu jauh ke timur dari Malaka, yang terletak di dalam wilayah kekuasaan Spanyol, yang bisa ditelusuri ke tahun 1494, di Tordesilas94. Namun, tidak terlalu meyakinkan bahwa surat surat tersebut membahayakan kepentingan Portugis di Maluku, karena delegasi Spanyol di pertemuan puncak Elvas-Badajoz, tidak menunjukan bukti-bukti itu.
Singkatnya, setelah menetap di Maluku, Serrão mungkin mengirimsurat kepada Ferdinand Magellan, karena keduanya melakukan perjalanan bersama dengan kapal yang sama dari Cochin ke Malaka, pada tahun 1509, di armada yang dipimpin oleh Diogo Lopes de Sequeira, dan pada kesempatan terpisah, Magellan menyelamatkan Serrão dua kali, seperti yang disebutkan sebelumnya95. Kemungkinan juga, bahwa Gonçalo de Oliveira, pilot yang karam bersama Serrão di Nusa Pinju, bertugas sebagai “tukang pos” untuk satu atau lebih dari surat-surat yang disebutkan di atas. Oliveira dikatakan sebagai kerabat Magellan dan gurunya dalam hal kosmografi dan maritim. Seperti yang telah disebutkan, dia tetap di Ternate, dekat dengan Serrão dan di bawah komandonya, setidaknya sampai tahun 1513, ketika kapal nakhoda Ismail berlayar kembali ke Malaka. Menurut Relação do piloto genovês (“catatan pilot Genoa”)96, itu bukan surat-surat Serrão, tetapi kenalan Oliveira, yang berpengaruh besar pada keputusannya untuk menemukan Maluku melalui rute barat97. Bagaimanapun, Serrão tidak diragukan lagi mengirim surat semacam itu, yang salah satunya, menurut Barros, merupakan penyebab utama minat yang dipicu oleh proyek penemuan dalam kekaisaran Charles V, yang telah menunjuk Magellan98. Tormo Sanz bahkan lebih jauh dengan mengatakan bahwa pengetahuan tentang Filipina, yang diduga dibuktikan oleh Magellan, dipelajari dalam surat-surat Serrão99.
Tidak ada bukti untuk menerima, seperti yang dilakukan oleh beberapa penulis, seperti cara Pigafetta, bahwa Serrão adalah kerabat atau “sepupu” Magellan100, atau yang diklaim oleh penyusun kronik abad ke-16 asal Italia, Ramusio, dan sejarahwan Spanyol abad ke-19, Barros Araña, bahwa Magellan secara pribadi telah mengunjungi Maluku101. Visconde de Lagoa, dalam biografinya tentang para navigator Portugis yang terkenal, menunjuk pada kurangnya sumber yang dapat dipercaya, baik sumber Portugis atau Spanyol, yang mengesahkan proposisi semacam itu102.
Pastor Silva Rego percaya bahwa “kematian Francisco Serrão menandai akhir dari kontak awal antara Portugal dan Maluku”103. Peristiwa ini, yang pasti terjadi pada bulan Maret atau April 1521, didahului oleh beberapa bulan kedatangan armada Magellan-Delcano dari Spanyol di Tidore104, suatu peristiwa yang jauh lebih menentukan dalam sejarah kehadiran Iberia di wilayah tersebut, juga ditandai dengan prakarsa Portugis yaitu : pembangunan benteng Santo Johanes Pembaptis di Ternate; dan konsolidasi aliansi dengan kesultanan setempat, untuk memastikan akses ke sumber rempah-rempah Indonesia, dan untuk mempertahankan pengaruh politik dan militer terhadap pesaing Asia dan Eropa, khususnya Spanyol.
Ketika ekspedisi Magellan-Delcano tiba di Maluku, orang-orang Spanyol menemukan 1 orang Portugis yang ada di sana, bernama Lourosa105, dan beberapa anak mestizo, yang disebut sebagai keturunan Francisco Serrão106.
=== selesai ===
Catatan Kaki
43. Survey terbaru biografis António de Miranda de Azevedo ada dalam L. F. Tomaz, ‘O malogrado estabelecimento oficial dos portugueses em Sunda e a islamização de Java’, in Aquém e Além da Taprobana. Estudos Luso-Orientais à Memória de Jean Aubin e Denys Lombard, edited by L. F. Tomaz. Lisboa: Centro de História de Além-Mar, 2002, p. 523, n. 488.
44. Jorge de Albuquerque kepada Raja, Melaka, 8 Januari 1515, DHMPPO, vol. 1, pp. 79-80. Versi ini menguatkan pendapat Tomé Pires, yang secara singkat merekam peristiwa tidak lama setelah sumber itu diproduksi, mengatakan bahwa Miranda mengunjungi Banda dan “dikirim ke Ambon, dimana surat-surat dibawa oleh Francisco Serrão, yang kembali ke Ternate, karena direncanakan seperti itu” (A. Cortesão, The Suma Oriental of Tomé Pires, cit., p. 341), menunjukan bahwa itu mungkin diatur antara Serrão dan Sultan. Afonso de Albuquerque, dalam sebuah surat kepada Raja Manuel, juga menyatakan bahwa Serrão datang untuk menemui Miranda de Azevedo di Banda (CAA, vol. 1, p. 372) sebuah versi yang didukung oleh memorandum yang dipublikasi dalam Gavetas, vol. 4, p. 257 (lihat catatan di bawah). Jorge de Albuquerque dan Tomé Pires, yang menulis tentang fakta-fakta seperti yang diketahui di Malaka, tentu saja mendapat informasi yang lebih baik daripada Gubernur. Demikian pula, dalam terjemahan bahasa Portugis, yang dibuat di Malaka dalam tahun 1518, suatu surat lain dari Yusuf, Raja Jailolo, kepada Gubernur Portugis di India, Lopo Soares de Albergaria, yang dapat dibaca bahwa “4 tahun lalu Martim Gonçalves tiba di kepulauan Ambon”, mungkin pembacaan yang tidak tepat atas nama Martim Guedes, yang tiba di sana pada tahun 1514 (lihat ‘Instrumento de fé e treslado’, Melaka, 10 October 1518, DHMPPO, vol. 1, p. 113, also published in Gavetas, vol. 4, p. 515)
45. ‘Papéis pelos quais constava que em 1508 se descobrira Malaca e as ilhas de Maluco’ (c. 1524-1527), Gavetas, vol. 4, doc. 3241, p. 257. Keandalan sumber ini, bagaimanapun, mencurigakan karena sumber ini adalah sebuah memorandum yang mungkin dipalsukan oleh delegasi Portugis untuk “membuktikan” serangkaian klaim di pertemuan Elvas-Badajoz. Menurut sumber itu, Sultan Bayan Sirrullah memperoleh komitmen dari Francisco Serrão bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan Maluku, selama Portugis tidak membangun “benteng dan pos perdagangan” di sana (Gavetas, vol. 4, p.257).
46. Jorge de Albuquerque kepada Raja, Melaka, 8 January 1515, DHMPPO, vol. 1, p. 80. Cukup jelas makna yang dilampirkan di ikrar ini, menunjukan pentingnya, bahwa penguasa lokal memberikan jaminan kepada Portugis untuk menetap di wilayah tersebut. Sayangnya, surat-surat aslinya, yang ditulis dalam bahasa Melayu dan diterjemahkan di Malaka untuk dikirimkan kepada Raja Portugis, telah hilang
47. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 272.
48. Álvaro do Cocho to King Manuel, Melaka, Jan. 2, 1516, Arquivo Nacional/Torre do Tombo, CC, Pt. III, m. 6, doc. 3, in L. F. Tomaz, ‘As cartas malaias de Abu Hayat’, cit.
49. Gavetas, vol. 4, p. 257.
50. Jorge Mesurado, atau Mensurado, pemimpin kedua pos dagang Portugis di Pasai, melakukan tindakan kekerasan dan perampokan yang pada tahun 1519 menyebabkan pembantaian 15 orang Portugis di sana (lihat Geneviève Bouchon, ‘Les premiers voyages portugais à Pasai et à Pegu, 1512-1520’, Archipel, 18, 1979, pp. 152-155; also our ‘Malaca’, in História dos Portugueses no Extremo Oriente, edited by A. H. de Oliveira Marques, vol. 1, t. 2 - De Macau à Periferia, p. 25). Fasih dalam bahasa Melayu, Jorge Mesurado berguna melayani pihak kerajaan dalam beberapa kesempatan, terutama selama ekspedisi kedua ke Pegu oleh António Correia (Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 136), dikaji secara mendetail oleh L. F. Tomaz, ‘De Malaca a Pegu. 2.a Parte: A Viagem de António Correia (1519-1521)’, in De Ceuta a Timor. Lisbon: Difel, 1994, p. 370 ff.).
51. L. F. Tomaz (ibid., p. 352, n. 48) menganggap Mesurado berada di Malaka pada tahun 1515, berdasarkan surat dari Jorge de Albuquerque, kapten kedua Malaka (1514-1515), kepada Raja, tanggal 8 Januari tahun itu, dimana ia merujuk pada Mesurado di antara mereka yang berpartisipasi dalam serangan terhadap Raja Lingga. Sebenarnya, misi ini, sebagaimana dinyatakan dalam surat itu, mengacu pada awal tugasnya sebagai kapten (DHMPPO, vol. 1, pp. 77-78), yang dimulai pada Juli 1514 (‘Nina Chatu e o comércio português em Malaca’, in De Ceuta a Timor, cit., p. 494) dan bukan tahun 1515 (id., ‘O malogrado estabelecimento ofi cial dos portugueses em Sunda’, cit., p. 491, n. 377).
52. Álvaro do Cocho kepada Raja Manuel, Melaka, 2 January 1516, Arquivo Nacional/Torre do Tombo, CC, Pt. III, m. 6, doc. 3, in id., ‘As cartas malaias de Abu Hayat’, cit.
53. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., pp. 272-273.
54. Garcia de Sá mengakhiri masa 3 tahun sebagai kapten Malaka (1519-1521) saat ia menerima surat dari Abu Lais, yang terjemahannya, dibuat di Malaka dan dipublikasikan dalam DHMPPO, vol. 1, pp. 118-120 and Gavetas, vol. 4, pp. 520-521.
55. L. F. Thomaz, ‘O malogrado estabelecimento ofi cial dos portugueses em Sunda’, cit., p. 429, n. 197.
56. Manuel Lobato, Política e Comércio dos Portugueses na Insulíndia. Malaca e as Molucas de 1575 a 1605. Macao: IPOR, 1999, p. 98.
57. Vitor Rodrigues, ‘Francisco Serrão’, cit., p. 984, merangkum informasi yang disampaikan oleh Visconde de Lagoa bahwa Serrão sudah berada di Asia pada tahun 1505, ketika wakil raja (viceroy), Francisco de Almeida, mengirimnya ke Kannur untuk bertugas di bawah komando António de Brito. Memang, Queiroz Velloso (Fernão de Magalhães. A Vida e a Viagem. Lisbon: Império, 1941, p. 19) mengatakan bahwa menurut Ementa da Casa da Índia, Magalhães berlayar dari Lisbon pada tahun 1505 dengan armada yang sama, dimana Francisco Serrão juga berlayar
58. Ibid., p. 19. See Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Segunda, cit., p. 171; L. F. Tomaz, Os Portugueses em Malaca (1511-1580). Lisbon: Universidade de Lisboa, 1964 (mimeo), vol. 1, p. 51; similar in Early Portuguese Malacca. Macao: CTMCDP/IPM, 1998, p. 31, n. 35.
59. Visconde de Lagoa, Fernão de Magalhães. A Sua Vida e a Sua Viagem, vol. 1. Lisbon: Seara Nova, 1938, pp. 133-136.
60. Ibid., p. 131 and sources cited therein; Castanheda, História do Descobrimento e Conquista, vol. 1, bk. II, Chaps. CXV and CXVI; Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Segunda, cit., pp. 180; A. Teodoro de Matos, ‘As reuniões e as conversações castelhanoportuguesas nos anos posteriores ao Tratado de Tordesilhas’, in El Tratado de Tordesillas y su Época, Congreso Internacional de Historia, Sociedad V Centenario del Tratado de Tordesillas. Valhadollid: Junta de Castilla y Léon 1995, vol. 3, p. 1357.
61. Silva Rego, ‘As Molucas em princípios do século xvi’, cit., pp. 79-80.
62. J. Ramos Coelho (ed.), Alguns Documentos da Torre do Tombo, cit., p. 379 (also in CAA, vol. 1, p. 372).
63. Gavetas, vol. 3, p. 30.
64. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 270.
65. Paramita Abdurachman, ‘Niachile Pokaraga’. A Sad Story of a Moluccan Queen’, Modern Asian Studies, 22, 3, 1988, p. 572.
66. Pendapat Queiroz Velloso (Fernão de Magalhães, cit., p. 24) bahwa status “penasehat militer” menjadikan “pangkat Perdana Menteri” kepada Serrão dan akses kepada “keberadaan yang menyenangkan dan tenang” yang jauh dari “kehidupan penuh petualangan, penuh bahaya dan kerja keras” dari yang sebelumnya, harus dibuang mengingat pembunuhannya dan campur tangan politiknya di Maluku
67. Luís de Albuquerque, ‘Fernão de Magalhães’, in Joel Serrão (dir.), Dicionário de História de Portugal, 1st ed., vol. 3. Porto: Liv. Figueirinhas, 1965, p. 136.
68. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fi zeram, Década Terceira, cit., p. 272. Serrão menolak untuk mematuhi perintah dari kapten Malaka, Rui de Brito Patalim, sebagaimana dinyatakan dalam testimoni Patalim pada “Proses Maluku” Process’ (Gavetas, vol. 3, p. 35, lihat Albuquerque and Feijó, ‘Os pontos de vista de D. João III’, p. 537). Namun, dalam sepucuk surat kepada Afonso de Albuquerque, Rui de Brito menyarankan bahwa perintah seperti itu, bagian dari instruksi yang diberikan kepada António de Miranda de Azevedo, hanyalah instruksi untuk menyelamatkan orang-orang yang selamat dari kapal karam dimana Serrão dan rekan-rekannya menjadi korban. . (Rui de Brito Patalim kepada Afonso de Albuquerque, Melaka, 6 Januari 1514, DHMPPO, vol. 1, hal. 54).
69. Beberapa sejarahwan mempertahankan gagasan yang salah bahwa Francisco Serrão kembali ke Malaka. Lihat, misalnya, “pengantar editor” oleh J.S, Cummins untuk edisi bahasa Inggris buku karya Antonio de Morga, Sucesos de las Islas Philipinas. Cambridge: Cambridge University Press 1971, p. 52. 69.
70. Orang-orang Spanyol dari armada Magellan menemukan bahwa penduduk kepulauan St Lazarus – Filipina di masa depan – percaya bahwa mereka adalah orang-orang Portugis yang berasal dari Maluku. Membandingkan laporan yang berbeda dalam perjalanan ini, Leandro Tormo Sanz Sanz (‘El mundo indígena conocido por Magallanes en las islas de San Lázaro’, in A Viagem de Fernão de Magalhães, edited by A. Teixeira da Mota, cit., pp. 405-406) menyimpulkan bahwa, dalam semangat mereka untuk melayani kekaisaran, beberapa penulis, seperti Pigafetta, Albo, Transylvano dan yang lainnya, kecuali yang disebut “Genoa Pilot”, memperlakukan tirai keheningan atas informasi mengenai kegiatan Portugis awal abad ke-16 di Filipina
71. Tentang hal ini, lihat karya klasik Geneviève Bouchon dan Luís Filipe Tomaz, Voyage dans les deltas du Gange et de l’Irraouaddy, relation portugaise anonyme (1521). Paris: Fundação Calouste Gulbenkian, 1988, dan teks oleh Maria Augusta Lima Cruz, ‘Exiles and Renegades in Early 16th century Portuguese India’, The Indian Economic and Social History Review, 23, 3, 1986, pp. 248-262, dan ‘Degredados e arrenegados portugueses no espaço Índico nos primórdios do século xvi’, Povos e Culturas, 5, 1996, pp. 41-61.
72. Suatu “alat kepercayaan dan transkripsinya”, Melaka, 10 October 1518, DHMPPO, vol. 1, p. 112-115, dimana nama Raja ini dieja Lebechuçem atau Lebechucem seperti dalam Gavetas, vol. 4, p. 516
73. Lihat surat dari Sultan Ternate kepada Raja Portugal, apud Schurhammer, ‘Novos documentos’, cit., p. 447.
74. Gaspar Correia, Lendas da Índia, vol. 2, cit., p. 552.
75. Esther Trigo de Sousa, ‘Capitães portugueses nas ilhas Molucas’, Stvdia, 43-44, 1980, p. 190.
76. Gavetas, vol. 3, p. 21.
77. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 274
78. Gavetas, vol. 3, pp. 31-32.
79. Informasi diberikan kepada istana [Spanyol] oleh Gonzalo Gomes de Espinosa, Ginés de Mafra dan Leon Pancaldo, Badajoz, August 5, 1527, dalam Obras de D. Martin Fernandez de Navarrete, vol. 4, edited by Carlos Seco Serrano. Madrid: Atlas, 1964, p. 336.
80. Gaspar Correia, Lendas da Índia, vol. 2, cit., p. 710.
81. A. Cortesão, The Suma Oriental of Tomé Pires, cit., p. 340.
82. Menurut sepucuk surat dari Rui Gago kepada Raja (DHMPPO, vol. 1, p. 169), mereka adalah Simão Correia, akuntan dari junk milik Suriadeva, pedagang Malaka, dan 6 rekannya, yang berdagang cengkih atas nama perbendaharaan kerajaan Portugis di pulau Bacan.
83. Pembalasan dan hukuman terhadap Raja Bacan akan terjadi 2 tahun kemudian, dilakukan oleh Simão de Abreu, penjaga benteng di Maluku dan salah satu perwira yang bertugas di bawah komando António de Brito, kapten pertama benteng Maluku. Abreu membakar sebuah desa, menewaskan beberapa orang. Lihat Luís de Sousa, Annaes de El Rei Dom João Terceiro, edited by Alexandre Herculano. Lisbon: Typ. da Soc. Propagadora dos Conhecimentos Uteis, 1844, p. 91, and António de Brito’s letter to the King, Ternate, 6 May 1523, Gavetas, vol. 8, p. 205 (isi serupa dalam surat lain, tertanggal 11 Februari, dipublikasikan dalam DHMPPO, vol. 1, pp. 133 ff).
84. Paramita Abdurachman (‘Niachile Pokaraga’, cit., p. 577), menamainya “Sultan Bacan”, sebuah gelar yang tidak diijinkan oleh bukti-bukti kontemporer. Andaya, bagaimanapun, menerima penjelasan yang diberikan oleh Barros, bahwa pedagang Jawa berada dibalik kematian Sultan Abu Lais, yang merasa dirugikan oleh hak istimewa yang Sultan berikan kepada Portugis dalam hal perdagangan cengkih (Leonard Y. Andaya, World of Maluku. Eastern Indonesia in the Early Modern Period. Honolulu: University of Hawaii Press, 1993, p. 117).
85. Surat ini diterbitkan oleh Blagden dalam transkripsi Latin yang dilengkapi dengan terjemahan dalam bahasa Inggris, dalam “Two Malay letters from Ternate in the Moluccas, written in 1521 and 1522”, cit., pp. 87-101, dan diterbitkan kembali dalam DHMPPO, vol. 1, pp. 121-123, di bawah judul “Carta do rei de Ternate, Abu Hayat, a el-rei”, dan yang terbaru dengan terjemahan bahasa Portugis oleh L. F. Tomaz, ‘As cartas malaias de Abu Hayat’, cit.
86. Pigafetta, Primer viaje, cit., p. 131.
87. Niat meninggalkan Maluku bersama Tristão de Meneses, dinyatakan oleh Garcia de Sá, kapten Malaka, dalam sepucuk surat yang ia tulis dalam tahun 1520 kepada Raja (Carta de Garcia de Sá, capitão de Malaca, a el Rey, Melaka, 23 August 1520, DHMPPO, vol. 1, p. 116; Gavetas, vol. 4, p. 245), kemudian ditegaskan oleh Jorge Botelho dalam testimoninya (ibid., vol. 3, p. 26) dan sejak itu diulang-ulang oleh penulis berbeda, kebanyakan orang Spanyol, misalnya António de Morga (p. 52), dan juga secara tidak langsung dikonfirmasikan oleh sebuah surat yang ditujukan sendiri oleh Sultan kepada kapten Malaka. Dalam surat ini, untuk mengantisipasi kepergian Serrão atau, sebagai alternatif, setelah kematiannya, dia tidak menyebutkan namanya, tetapi merujuk pada “tidak ada orang Portugis, baik atau jahat, yang tidak tinggal di Maluku sehingga seseorang dapat menamainya orang Portugis” (Gavetas, vol. 4, p. 521), yang pasti tidak akan dia katakan jika Serrão terus tinggal di sana. Memang, dalam kesaksiannya, Bartolomeu Gonçalves menunjukkan bahwa Sultan menulis surat kepada Melaka setelah kematian Serrão (Gavetas, vol. 3, p. 26), meskipun sebagian besar sumber setuju bahwa kedua orang itu diracun pada saat yang sama, setelah meninggal dalam waktu periode singkat. Keberangkatan Serrão ditunda “karena kalender monsun” calendar’ (Garcia de Sá to the King, Melaka, 23 August 1520, DHMPPO, vol. 1, p. 116; Gavetas, vol. 4, p. 245), yang memaksanya untuk kembali ke Ternate karena tidak ada angin yang baik, sementara armada Tristão de Meneses menunggu lima bulan di Banda (Pigafetta, Primer viaje, p. 135). Sementara itu, Serrão, yang bepergian dengan ditemani Tristan de Meneses sekembalinya ke Melaka, 'tidak terlalu rela', dalam kata-kata Gabriel Rebelo (‘Informação das Cousas de Maluco’, cit., Pt. II, Ch. I, DHMPPO, vol. 3, p. 406) mungkin kembali ke Ternate, yang dapat dengan mudah dan cepat ia capai. Memang, di pelabuhan Talangame, di Ternate, itulah, menurut António Galvo, dia menerima seruan untuk bantuan dari Simão Correia yang disebutkan di atas, yang berada dalam kesulitan di Bacan di bawah komando jung dari armada Meneses, dari mana ia dipisahkan saat berlayar dari Maluku ke Banda, seperti juga terjadi pada jung Serrão, yang datang ke pantai di Ternate (Jacobs, A Treatise on the Moluccas, cit., pp. 196-198). Barros, biasanya lebih rinci, mengatakan bahwa jung Serrão dilengkapi oleh Sultan Abu Lais, yang juga telah mengirim duta besar cachil Latu dengan kapal lain (Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 253).
88. Esther Trigo de Sousa, ‘Capitães portugueses nas ilhas Molucas’, cit., p. 190.
89. Paramita Abdurachman, ‘Niachile Pokaraga’, cit., p. 578.
90. Década Terceira, p. 278 and p. 283.
91.
Lihat António Garcia-Abásolo and José Luis Porras, Spain in
the Moluccas. Galleons around the Wold, Jakarta: s.n. 1992, p. 124; L. de
Albuquerque, ‘Fernão de Magalhães’, cit., p. 136; Visconde de Lagoa, Fernão
de Magalhães, cit., vol. 1, pp. 147-148; Queiroz Velloso, Fernão de
Magalhães, cit., p. 24; A. Teodoro de Matos, ‘As reuniões e as conversações
castelhano-portuguesas’, cit., p. 1357; Barros, Dos Feitos que os
Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 272; Tomé Pires, Suma
Oriental, cit., p. 338, n. 348; Gavetas, vol. 3, p. 20; Gaspar de
San Agustín, Conquista de las Islas Filipinas, edited by Manuel Merino.
Madrid: Consejo Superior de Investigaciones
Científicas, 1975, p. 36; Bañas Llanos, Islas de las Especias. Fuentes etnohistórícas
sobre las Islas Molucas (s. XIV-XX). Cáceres: Universidad de Extremadura,
2000, p. 32; José Montero y Vidal, Historia general de Filipinas desde el
descubrimiento de dichas islas hasta nuestros días, vol. 1. Madrid: Tello,
1887, p. 3.
92. ‘O Tratado de Tordesilhas e a questão das Molucas’, Mare Liberum, 8, Dec. 1994, pp. 9-18.
93. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 273. See Silva Rego, ‘As Molucas em princípios do século xvi’, cit., p. 86.
94. Alfredo Cominges Barcena et al., ‘La primera circunnavegación (Magallanes-Elcano)’, in Descubrimientos españoles en el Mar del Sur, edited by Amancio Landín Carrasco, vol. 1. Madrid: Banesto, 1991, pp. 116-117; Leoncio Cabrero, ‘Nuevas tierras y nuevas islas: el descubrimiento del Pacífico’, in Montero y Vidal, Historia General de Filipinas, cit., pp. 120-167.
95. Menurut sejarahwan Francisco López de Gomara, “Magellan...... menggunakan untuk menunjukan surat Francisco Serrão, .........orang Portugis, yang ditulis dari Maluku, dimana dia memintanya untuk pergi ke sana, jika dia ingin cepat menjadi orang kaya......” (Historia General de las Indias, vol. 1. Barcelona: Ed. Iberia, 1965, p. 160, apud Maria Belén Bañas Llanos, ‘Fuentes Hispanas para el Estudio de la Presencia Ibérica en las Islas Molucas’, in El Extremo Oriente Ibérico. Investigaciones históricas: metodología y estado de la cuestión, edited by Francisco de Solano, Florentino Rodao García, Luis E. Togores. Madrid: Agencia Española de Cooperación Internacional en colaboración con el Centro de Estudios Históricos, Departamento de Historia de América, CSIC, 1989, p. 246 dan juga dalam antologi yang disebutkan di atas yang diselenggarakan oleh penulis yang sama, Islas de las Especias, cit., pp. 19 and 32).
96. M. de Jong, Um Roteiro Inédito da Circunnavegação de Fernão de Magalhães, cit.
97. Max Justo Guedes, ‘Acerca de dois textos quinhentistas sobre a viagem de Fernão de Magalhães’, cit., p. 470.
98. Barros, Dos Feitos que os Portugueses fizeram, Década Terceira, cit., p. 285. See also Visconde de Lagoa, Fernão de Magalhães, cit., vol. 1, p. 189, n. 4. Dalam nada yang sama, pastor Schurhammer percaya bahwa surat yang dibawa dari Maluku oleh António de Miranda de Azevedo dan ditujukan kepada Ferdinand Magellan membawanya untuk menawarkan jasanya kepada kaisar (‘Novos documentos’, cit., p. 445, originally published in Brotéria, 14, 1932, pp. 278-288). Sejarawan Spanyol Roberto Barreiro-Meiro menganggap bahwa “kedatangannya ke Spanyol daripada ketidaksepakatan dengan Raja, adalah karena berita yang diterimanya dari temannya Francisco Serrão” (‘El Pacífi co y el Estrecho de Magallanes en la cartografi a del siglo XVI’, in A Viagem de Fernão de Magalhães, edited by A. Teixeira da Mota, cit., p. 522).
99. Leandro Tormo Sanz, ‘El mundo indígena conocido por Magallanes’, cit., p. 406.
100. See Pigafetta, Primer viaje, cit., p. 131, also reproduced by the Castilian chronicler Francisco Lopez de Gomara (Historia General de las Indias, vol. 1. Madrid: Espasa-Calpe, 1941, p. 213). The Pigafetta’s remark was gathered by Maria Lourdes Diaz-Trechuelo (‘La organización del viaje magallánico: financiación, enganches, acopios y preparativos’, in A Viagem de Fernão de Magalhães, edited by A. Teixeira da Mota, cit., p. 267, and by the same author, under DiazLopez Trechuelo-Spinola, ‘Las expediciones al área de la Especiería’, in Historia General de España y América, vol. 7 - El Descubrimiento y la fundación de los reinos ultramarinos. Hasta fines del siglo XVI, edited by Manuel Lucena Salmoral. Madrid: Ed. Rialp, 1982, p. 315) from whom Ana Maria Prieto Lucena summarised it (‘Conflictos entre Castellanos y Portugueses en Extremo Oriente, según los Cronistas Españoles de los Siglos XVI y XVII’, unpublished paper presented to the Symposium Maritime Routes and Associated Networks, Sagres, April 28 to May 1, 1992, CNCDP-UNESCO (dactil.), p. 2; id., El contacto hispano-indígena en Filipinas según la historiografía de los siglos XVI y XVII. Córdoba: Universidad de Córdoba, 1993, pp. 87-88 and 93). Similar views in Cuesta Domingo (‘Los viajes a las Islas Molucas’, cit., p. 46), or Charles McKew Parr (Ferdinand Magellan, Circumnavigator. New York: Crowell 1964 [1953], pp. 46, 61 and 83-84). Menurut Parr (p. 59 and p. 63), pilot Portugis terkenal João Serrão, yang berpartisipadi dalam ekspedisi Magellan sebagai kapten kapal Santiago, adalah kakak laki-laki tertua dari Francisco Serrão. Kajian terperinci oleh Visconde de Lagoa tentang para perwira Portugis, yang bertugas di Asia hingga tahun 1514, ketika João Serrão telah tinggal di Seville, tidak menyebutkan mereka adalah bersaudara
101. Penulis sejarah dan pengumpul, Pedro Fernández del Pulgar, mengatakan dalam karyanya, Descripción de las Philippinas y de las Malucas e Historia del Archipiélago Maluco, desde su descubrimiento al tiempo presente (BNMadrid, ms. 3002), bahwa Magellan adalah salah satu dari tiga kapten yang dikirim Afonso de Albuquerque untuk menemukan Maluku, direproduksi dari kata-kata Argensola (Conquista de las Islas Malucas, cit., p. 17). Karya Pulgar tetap tidak diterbitkan, meskipun beberapa ekstrak, khususnya “prolog” dan bab 1 hingga bab 3 dari buku kedua, diterbitkan oleh by Bañas Llanos (Islas de las Especias, cit., pp. 128-144), didahului oleh catatan bibliografi biografi (pp. 123-127) dan bagian yang dimaksud pada hal 134.
102. Visconde de Lagoa, Fernão de Magalhães, cit., vol. 1, p. 139.
103. Silva Rego, ‘As Molucas em princípios do século xvi’, cit., p. 89.
104. Pigafetta menyatakan bahwa, belum 8 bulan setelah kematian kematian Serrão, armada itu berlabuh di Tidore, pada tanggal 8 November tahun itu (Primer viaje, cit., p. 131). A. Cortesão percaya bahwa pembunuhan Serrão terjadi pada bulan Januari, tetapi dia tidak memberikan alasan untuk memilih tanggal yang lebih awal The Suma Oriental of Tomé Pires, cit., p. 338, n. 348).
105. Dia adalah Pero Afonso de Lourosa, mungkin orang yang sama yang disebut oleh António Galvão telah memberi tahu orang-orang Spanyol bahwa harga cengkeh yang mereka beli di Tidore terlalu tinggi (Jacobs, A Treatise on the Moluccas, cit., ch. 41 and n. 23, p. 352).
106. Cuesta Domingo, ‘Los viajes a las Islas Moluccas’, cit., p. 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar