Sumbangan pemikiran untuk
JAMAAT GEREJA PROTESTAN MALUKU
SAPAROEA – TIOUW (SAPTI)
Oleh:
Ferdy Lalala
ZAITUN, BETHESDA, YABOK, GALILEA, BETHLEHEM, MAKEDONIA
(Saparua) – TIBERIAS, EFATA, PETRA (Tiouw)
“Beta dapa inga kombali sebuah topik tentang nama-nama sektor di jamaat GPM SAPTI (Saparua-Tiouw) yang ingin beta tulis beberapa taong lalu mar balom kesampaian. Dan Puji Tuhan, akang su klar. Semoga tulisan sederhana ini bisa diterima deng bawa manfaat par katong samua.” (fla)
I.
Pengantar
“Beta Pisarana Ale Lounusa, Beta
Saparua Ale Tiouw. Katong SAPTI, se-iya se-kata dalam Tuhan.” adalah sebuah [ungkapan] yang beta cipta tahun 2018 lalu,
merefleksikan perhubungan yang erat kedua negri satu jamaat ini di dalam Tuhan. Jamaat Kristen Saparua – Tiouw
adalah jamaat tua, memiliki sejarah yang panjang, dan bukan baru dimulai sejak
tahun 1935 saat GPM menjadi gereja mandiri yang terlepas dari gereja negara.1)
Hal ini terbukti
dari data Zielsbeschrijvinge atau sensus penduduk di Gubernemen
Ambon untuk tahun 1673, 1686 dan 1691, dimana sejak negri Saparua – Tiouw kembali dari jazirah Hatawano pesisir utara (north coast) pulau Saparua tahun 1670 ke posisi semula, di pesisir selatan (south coast) seperti yang
ada sekarang, negri Saparua – Tiouw selalu berbagi 1 gereja dan 1 sekolah.2)
Prof Gerrit J. Knaap dalam kunjungan penelitian ke
Saparua di tahun 1981 dan 1983, bahkan pernah menghadiri kebaktian di gereja
Zeba’ot. Sang Prof menjelaskan bahwa “kebiasaan” ini bisa dilacak hingga ke
abad ke-17. Nama-nama guru jamaat
(Schoolmaster) untuk jamaat Saparua – Tiouw yaitu Willem Cornelisz van Abubu
(1673 – 1678), Isaak Fransz van Quelputij (Elpaputih) (1679 – 1687) dan Paulus
Jansz (1690 – 1695).3) Pada sebuah Laporan Umum (Generale Missiven),
Gubernur Jenderal VOC Christoffel van Swoll tertanggal 14 Januari 17154),
tertulis :
Consent aan den Patty van Tiouw5 en Radja van Saparoua6 tot het aanmaken van een nieuwe planke-kerk op een
steene voet ter oeffeninge van den……….
(Permohonan ijin Pattij van Tiouw dan Radja van Saparoua untuk membangun sebuah gereja baru yang “berfondasi” batu/semen……….)
Sehingga dari pemaparan fakta sejarah ini, katong orang Saparua – Tiouw bisa mengetahui bahwa jamaat GPM SAPTI adalah jamaat tua di pokok tua yang diperumpamakan sebagai ranting yang terus melekat dan bergantung erat kepada pokok anggur, yaitu Yesus Kristus. Dengan tetap terpaut pada-Nya sebagai “Sumber Kehidupan”, maka jamaat GPM SAPTI dapat menghasilkan buah yang manis, besar dan ranum. Adapun buah tersebut dapat tercermin melalui sikap hidup dan perbuatan yang benar dalam keseharian. (rujukan kitab Yohanes 15:1-8)
Sejak masa kecil lalu beranjak remaja, dan pada akhirnya mengerti bahwa di setiap wilayah atau lingkungan dalam jamaat GPM SAPTI itu dikategorikan kedalam 9 sektor pelayanan yang memiliki masing-masing nama yakni sektor “ZAITUN, BETHESDA, YABOK, GALILEA, BETHLEHEM, dan MAKEDONIA (di Saparua)” – sektor “TIBERIAS, EFATA, dan PETRA (di Tiouw)”. Nama-nama “wilayah” dan “perkataan” yang katong kenal dalam kisah para Nabi bangsa Israel di masa perjanjian lama (pl) maupun kisah para Rasul dan kisah Yesus Kristus di masa perjanjian baru (pb) yang tercatat dalam Alkitab. Pola kategorial sektor pelayanan seperti ini bukan hanya ada di jamaat GPM SAPTI saja tetapi ada pula di jamaat-jamaat GPM atau negri-negri lainnya. Ada yang memakai nama-nama “wilayah, istilah, maupun perkataan” dalam Alkitab seperti jamaat GPM SAPTI, ada pula yang hanya menggunakan “angka” (I, II, III, IV, … dstnya) untuk membedakan sektor satu dengan sektor lainnya dalam jamaat mereka.
Dewasa ini, saat teknologi informasi dan komunikasi sudah berkembang sangat pesat rasa penasaran tentang nama-nama Alkitabiah itu terus muncul dalam beta pung ingatan untuk mencari informasi lain. Apalagi ketika pada ajang sepakbola Piala Eropa 2020, yang diselenggarakan tahun 2021 lalu, ada sebuah negara konstestan bernama “North Macedonia atau Makedonia Utara” turut berkompetisi di ajang itu dan menjadi terkenal karena di fase penyisihan grup A bersua “Tim Nasional Belanda” yang memiliki basis pendukung fanatik di kepulauan Ambon – Lease, dan Tim Kurcaci itu cukup membuat “de oranje” kerepotan di kandang mereka “Amsterdam Arena” selama waktu 2 x 45 menit, walau akhirnya menyerah kalah dengan skor telak (0 – 3).
Rasa penasaran itu makin menjadi, karena ada satu sektor pelayanan di jamaat GPM SAPTI yang memiliki “kesamaan nama” dengan negara konstestan “Makedonia Utara” di Semenanjung Balkan, benua Eropa bagian selatan itu. Ya sektor pelayanan “Makedonia” di Saparua, sektor dimana beta lahir dari rahim ibu, menerima sakramen baptisan kudus, masa kecil di sekolah minggu tunas pekabaran Injil, remaja GPM, lalu menjadi dewasa secara iman kepada Yesus Kristus. Maka di jaman modern ini cukup dengan mengakses jaringan internet saja beta bisa mendapatkan informasi tentang seluk beluk negara itu, berbeda dengan jaman dulu, dimana media dan berita belum semarak sekarang, katong di jamaat GPM SAPTI yang nun jauh di timur matahari sana hanya bersandar dan merujuk pada literasi dalam kitab suci.
Ketika beta membaca PERATURAN ORGANIK URAIAN TUGAS DAN TATA LAKSANA JABATAN DAN BADAN-BADAN PELAYANAN GEREJA PROTESTAN MALUKU yang dikeluarkan oleh BADAN PEKERJA HARIAN SINODE GPM tahun 2016, pada penjelasan pasal 1, ayat 5 menjelaskan bahwa SEKTOR PELAYANAN, adalah suatu bagian dalam jemaat berdasarkan pembagian wilayah pelayanan yang meliputi beberapa unit pelayanan.7) Sependek yang beta ketahui, bahwa menjadi kebiasaan GPM untuk menggolongkan jamaat-jamaat binaannya yang berada dalam 1 negri (desa) menjadi 1 jamaat atau 2 negri menjadi 1 jamaat dengan mempertimbangkan banyak sedikitnya jumlah penduduk. Jika penduduk negrinya banyak maka dijadikan satu jamaat, misalnya jamaat GPM Haria, jamaat GPM Tuhaha, jamaat GPM Ouw di pulau Saparua dan sebaliknya apabila jumlah penduduk negri-negri yang berbatasan atau berdekatan sedikit maka dijadikan satu jamaat, misalnya jamaat GPM GATIK (Galala – Hatiwe Kecil) di pulau Ambon, jamaat GPM AMASOA (Amahai – Soahuku) di pulau Seram, jamaat GPM HASA (Haruku – Sameth) di pulau Haruku, jamaat GPM SILALEI (Sila – Leinitu) di pulau Nusalaut, dan katong pung jamaat GPM SAPTI (Saparua – Tiouw) di pulau Saparua.
Jamaat-jamaat ini kemudian digolongkan lagi menjadi sektor-sektor pelayanan yang bersifat teritorial untuk memudahkan pelayanan misi gereja. Persekutuan umat beriman di dalam sektor-sektor pelayanan ini terpanggil untuk senantiasa saling membangun kehidupan rohani dan kehidupan sosial. Bahkan untuk menyemarakkan perayaan hari-hari besar gerejawi, sektor-sektor dalam jamaat ini akan berkumpul, bersekutu dan berlomba paduan suara, vokal grup, duet, solois serta memainkan permainan tradisional seperti tarik tambang, egrang, dagongan, hadang, terompah panjang dan lainnya. Namun yang menjadi pertanyaan sejak kapan mulai diberlakukan penggunaan nama-nama sektor pelayanan pada jamaat GPM SAPTI itu? apakah di tahun 1970an akhir yang bersamaan dengan peresmian gedung gereja “Zeba’ot” jamaat GPM SAPTI itu?, gereja yang dibangun + 4,5 tahun sejak 13 Juli 1973 hingga 17 Desember 1977?8) atau malah lebih awal lagi pada masa gereja “Kabah” tahun 1895 sebagaimana informasi prasasti gereja “Kabah” yang terpatri pada dinding gereja “Zeba’ot”, jamaat GPM SAPTI dimana terukir nama-nama pendeta (dictus), diaken (diakenen), penatua (ouderling).9)
Kitab 1 Sulth
8:29-30 pada prasasti gereja “Kabah” adalah kitab 1 Raja-Raja 8:29-30 (pl)
yang berbicara tentang “pentahbisan
bait suci” pada perikopnya, sedangkan sub perikopnya adalah tentang “doa
salomo” yang berbunyi demikian:
Ayat 29 : Kiranya mata-Mu terbuka
terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap tempat yang Kaukatakan: nama-Ku
akan tinggal di sana; dengarlah doa yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini.
Ayat 30 : Dan dengarkanlah
permohonan hamba-Mu dan umat-Mu Israel yang mereka panjatkan di tempat ini;
bahwa Engkau juga yang mendengarkannya di tempat kediaman-Mu di sorga; dan
apabila Engkau mendengarnya, maka Engkau akan mengampuni. (ayat bacaan Pdt.
H.L. Langevoort/Pdt Spr-20/des/1895)
Kitab Mazmur 84:5 (pl)
Ayat 5 : Berbahagiah orang-orang
yang diam di rumah-Mu.
yang terus-menerus memuji-muji
Engkau. S e l a (ayat bacaan Pdt F. Quak/Pdt Nusalaut-20/des/1895)
1. H.L. Langevoort (Hendrikus Lubertus Langevoort),
sejak 22 Januari 1892 ditunjuk sebagai pendeta di Saparua hingga 10 Januari
1899, dan 10 April 1900 hingga 4 November 1901. Ia menggantikan pendeta Carl
Christian Julius Schroder (22 Desember 1885 – 22 Januari 1892)
2. F. Quak (Frederik Quak), sejak 19 November 1892
ditunjuk sebagai pendeta di Nusalaut (pastori di negri Ameth) hingga 1901, dan
8 Oktober 1903 – 13 Mei 1905.
Nama-nama bagian kiri adalah DIAKEN :
3. Th Pietersz : menjadi Diaken sejak tahun 1875
(seorang letnan 2 schuterij)
4. M.O. Pietersz
5. Jacob Eduard Siegers : menjadi Diaken sejak tahun
187410)
Nama-nama bagian kanan adalah PENATUA (Ouderling) :
6. Lambert. Titaley : menjadi Diaken sejak 1882,
kemudian menjadi Penatua. Ia juga Radja van Saparoea11)
7. E. Noya : menjadi Diaken sejak 1870, kemudian
menjadi Penatua sejak 1874
8. Pieter. Hendrik. Pattiwael juga menjadi Pattij van
Tiouw12)
Beta
juga tidak tahu tentang sejarah asal-muasal pemberian nama-nama sektor pelayanan
pada wilayah atau lingkungan dalam jamaat GPM SAPTI itu, bagaimana mekanisme
penentuan nama serta pembagian wilayah atau lingkungan sektor-sektor pelayanan itu,
apakah diputuskan dan ditetapkan melalui persidangan jamaat atau mengikuti pola
“wijk” (lingkungan) yang sudah tertata sejak jaman Belanda, sehingga ketika
mendapat rujukan nama sektor, dorang tua-tua agama jamaat GPM SAPTI tinggal menyematkan
saja pada wilayah atau lingkungan yang sudah ada.
Perlu diketahui bahwa sampai dengan tahun 2022 persidangan
jamaat GPM SAPTI sudah diselenggarakan untuk yang ke-45 kalinya. Jika dalam 1 tahun
diselenggarakan 1 kali persidangan jamaat, maka persidangan jamaat yang ke-1
dimulai tahun 1977, tahun yang sama dengan tahun peresmian gedung gereja Zeba’ot.
Dan beta menduga di tahun 1977 inilah untuk pertama kalinya diberlakukan penggunaan
nama-nama sektor pelayanan dalam jamaat SAPTI.
Berdasarkan
arsip-arsip Belanda yang diperiksa, bahwa dalam tahun 1903/1904, hingga tahun
1960an akhir, di negri Saparua – Tiouw terdiri dari 6 wijk atau lingkungan,
yaitu letter A, B, C, D, E dan F13). Seperti disebutkan, bahwa tahun
itu ada 6 wijk, yang terbagi 1 wijk (wijk letter A) meliputi keseluruhan negri
Tiouw dan 5 wijk (wijk letter B – F) berada di negri Saparua.
Wijk atau lingkungan dipimpin oleh seorang Wijkmesteer atau kepala lingkungan. Pada data tahun 1903/1904 ini diketahui:
- Wijkmeester
letter A yaitu (seseorang yang bermarga Hengstz)
- Wijkmeester
letter B yaitu J.D. Poetiraij (Josef Dirk Poetiraij) lahir tahun 1862
- Wijkmeester
letter C yaitu Dominggus Limaheluw
- Wijkmeester letter D yaitu F.P.M. de Haas (Frederik Pieter Marcus de Haas) lahir tahun 1849. Kakaknya yang bernama Jacob Hendrik de Haas (1847 – 1887) semasa hidupnya adalah seorang sipir (penjaga penjara) di penjara Saparua14)
- Wijkmeester
letter E tidak diketahui
- Wijkmeester F yaitu D.L. Pietersz atau Daniel Leonard Pietersz, lahir tahun 1859
Atau
data penduduk negri Saparua tahun 1962 yang berisikan daftar penduduk laki-laki
berumur 18 – 45 tahun beserta pekerjaannya di negri Saparua pada tahun 196215),
yang di susun oleh Radja Saparua, Lambert Albert Titaleij16), (meski
kemungkinan besarnya daftar ini tidak lengkap). Sesuai daftar yang terdiri dari
5 halaman itu, penduduk dalam kategori tersebut berjumlah 332 orang. Di masa
itu, negri Tiouw dibagi dalam 1 wijk yaitu wijk A sedangkan negri Saparua di
bagi dalam 3 wijk atau lingkungan yaitu wijk letter B, C dan D serta 2 wijk
“khusus” yaitu Saru dan Gunung Panjang yang mayoritas dihuni oleh orang-orang
Buton (Sulawesi Tenggara). Pada data tahun 1960an ini diketahui:
1. Wijk letter A, masih digunakan untuk keseluruhan
lingkungan di negri Tiouw (data lain tidak diketahui)
2. Wijk letter B – D, ketiga wijk ini dipimpin oleh
Izaac Huwae
3. Wijk “khusus” (mungkin letter E – F) Saru dipimpin oleh
La Ade dan Gunung Panjang dipimpin oleh La Hanapi
Kepala Kampung ini dibantu oleh Pembantu
Kepala Kampung sebanyak 21 orang yang tersebar di 5 “wijk” ini, yang bisa
dirincikan sebagai berikut : wijk B (4 orang), wijk C (5 orang), wijk D (6
orang), Saru (1 orang) dan Gunung Panjang (5 orang). Pembantu kepala kampung
itu masing-masing:
1. Wijk B yaitu Mathys Harmusial, Johannis Papilaja,
Mezaac Latupeirissa, George Pattiselano.
2. Wijk C yaitu Berty Hengstz, Jan Thyssen, Frans
Herman, Cornelis Tomasoa, Simon Nanlohy
3. Wijk D yaitu Amus Ririnama, Jacob Siahaya, Daniel
Lawalatta, Abraham Latupeirissa, Josias Palyama, Willem Sopaheluwakan
4. Wijk “khusus” Saru yaitu La Karim, serta di Gunung
Panjang yaitu La Rahim, La Sandi, La Samadi, La Golo/Gole dan La Dale.
Ada 2 Marinjo yaitu La Waga (di Gunung Panjang) dan La Musa (di Saru) dan 1 Kewang yaitu Hendrik Ririnama (di wijk D). Di wilayah Gunung Panjang ada pejabat-pejabat keagamaan yaitu 1 Imam (La Sarita), 2 Khatib (La Insja dan La Ali), 4 orang Modim (La Kodongu, La Dambi, La Saleh, La Idris, serta 2 Sara (La Aru dan La Borongko). Pada daftar ini juga disebutkan 2 orang penduduk yang mengalami gangguan kejiwaan, yaitu Louis Titaleij (di wijk D) dan Salin Tjiat (di wijk C).
Terlepas dari semua penyajian data serta pertanyaan yang terlintas, menurut pandangan beta, katong pung tua-tua agama kedua negri SAPTI tempo dolo sangat “visioner dan brilian”, dalam hal memberikan nama-nama sektor pelayanan dalam jamaat SAPTI. Jika memang dugaan beta tentang periodesasi penggunaan nama-nama sektor pelayanan itu betul, maka bayangkan saja, di masa itu, tentunya akses terhadap informasi masih terbatas, rujukan apa yang bisa dipakai untuk penentuan nama-nama tersebut, ya mungkin saja, di samping rujukan lain yang tidak diketahui, satu pedoman yang pasti adalah merujuk pada Alkitab atau Kitab Suci. Nama-nama khas yang bernuansa “Kristensentris” yang didapat dari Alkitab kemudian menjadi rujukan dan disematkan kepada wilayah atau lingkungan dalam jamaat SAPTI, tentunya dorang tua-tua agama mempertimbangkan berbagai macam faktor; baik faktor topografi atau kontur permukaan bumi, faktor letak strategis; kondisi geografis, iklim dan kondisi alam yang turut mempengaruhi kebiasaan hidup suatu masyarakat di wilayah itu, faktor filosofis yang merupakan pandangan hidup suatu masyarakat tentang nilai-nilai moral atau etika, faktor ekologis yang menitikberatkan pada hubungan antara manusia dan lingkungan, dan faktor lainnya.
II. Pembahasan Sektor-Sektor
Sektor-Sektor Saparua
a.
Sektor ZAITUN (sebagian kawasan
Slois, kampong Baru dan Gunung Panjang/Gupasa)
Nama Zaitun pertama kali muncul dalam
Alkitab (pl) ketika terjadi
banjir pada zaman Nuh. Nuh mengirimkan seekor burung merpati untuk ke dua
kalinya demi mengamati situasi di luar bahtera. Ketika burung itu pulang, pada
paruhnya dibawanya sehelai daun pohon Zaitun segar. Tahulah ia bahwa air telah
menyusut. (rujukan kitab Kejadian 8:11)
Zaitun adalah tumbuhan yang nyaris tidak
dapat binasa. Meskipun sudah ditebang, akarnya segera bertunas kembali. Dan,
sewaktu buahnya dipanen, pemiliknya memperoleh berlimpah minyak yang dapat
digunakan untuk memasak, penerangan, menjaga kebersihan dan kosmetik. Menurut
sebuah perumpamaan kuno yang dicatat di kitab Hakim-Hakim, “sekali peristiwa,
pohon-pohon pergi mengurapi seorang raja atas mereka”. Pohon apa yang menjadi
pilihan pertama? Tak lain dan tak bukan, pohon Zaitun yang tangguh dan subur.
(rujukan kitab Hakim-Hakim 9:8).
Selain sebagai tumbuhan, Zaitun juga adalah sebuah gunung
atau bukit. Pada rujukan kitab 2 Samuel 15:30; kitab Nehemia 8:16; dan kitab Yeheskiel
11:23 menyebut Zaitun dalam artian geografis yang menggambarkan wilayah
pegunungan atau perbukitan. Kitab Lukas 22:39-42, yang menarasikan tentang
hari-hari terakhir Yesus sebelum kematian-Nya, setelah perjamuan malam usai,
Yesus bersama murid-murid pergi ke taman Getsemani di daerah bukit Zaitun untuk
berdoa. Ini sejalan dengan penyematan nama sektor Zaitun untuk wilayah Kampong
Baru yang adalah wilayah atau lingkungan dengan “background” pegunungan atau perbukitan.
Sektor Zaitun ini ditempati oleh warga yang
berasal dari jasirah Hatawano (Tuhaha, Ihamahu, Itawaka, dan lainnya). Dulunya,
dorang datang ke negri Saparua karena alasan sekolah, berdagang (papalele) dan
bekerja, dorang memilih untuk menetap, melahirkan generasi yang turun-temurun
menempati wilayah perbukitan itu serta menjadi bagian integral dari jamaat GPM SAPTI.
Umat beriman di sektor Zaitun ini diperumpamakan sebagai pohon-pohon Zaitun
yang kokoh, tumbuh bertebaran di bawah kaki “gunung saniri” dan lereng berbatu-batu. Para penulis Alkitab sering
menggunakan pohon Zaitun sebagai lambang. Ciri-ciri utama pohon ini digunakan
untuk menggambarkan belas kasihan Allah, janji akan kebangkitan, dan kehidupan
keluarga yang bahagia.
Di dekat sektor Zaitun juga terdapat Tempat Pekuburan Umum (TPU) bagi masyarakat negri Saparua yang membatasi sektor Zaitun dengan sektor Bethesda di sebelah perbukitan dan Yabok di sisi lembah yang menyambung ke jalan belakang (achterstraat). Sektor Zaitun juga menjadi pembatas jamaat GPM SAPTI atau negri Saparua dengan jamaat GPM Tuhaha atau negri Tuhaha dan jamaat GPM Pia atau kampong Pia (Siri Sori Serani).
b.
Sektor BETHESDA (wilayah Kampong
Jate/Jati, dan kawasan Nona Mila hingga Waihenahia)
Nama “Betesda” dikatakan berasal dari bahasa Ibrani dan/atau bahasa Aram: “Bet hesda” (בית חסד/חסדא), yang artinya “rumah kemurahan”
atau “rumah anugerah” (“bet” artinya “rumah”).17) Dalam bahasa
Ibrani maupun Aram kata ini dapat juga berarti “malu, dipermalukan”. Makna
ganda ini dianggap cocok karena lokasi ini dipandang sebagai “tempat dipermalukan”,
karena kehadiran orang-orang sakit dan cacat, dan “tempat kemurahan” karena
terjadi mujizat kesembuhan. (rujukan kitab Yohanes 5 : 2-4).
Sektor Bethesda di jamaat SAPTI, seperti yang katong
ketahui berlokasi di wilayah perbukitan karang negri Saparua, dikenal dengan
nama “Kampong Jate/Jati”, di situ juga terletak Rumah Sakit Kusta Saparua (RSK
Saparua), yang menangani pasien-pasien penyakit kusta. Orang Belanda menyebut Rumah Sakit Kusta sebagai
Lazarus Huis (Rumah Lazarus). Lazarus, salah satu figur dalam Alkitab yang
diketahui menderita sakit kusta, disembuhkan dan dibangkitkan oleh Yesus
setelah mengalami kematian, selama 4 hari. Nama Lazarus Huis merujuk kepada
kisah Alkitab.
Diperkirakan RSK Saparua yang berlokasi di sektor
Bethesda ini sudah beroperasi sejak jaman Belanda, setelah berpindah dari pulau
Molana, sebuah pulau kecil diantara pulau Saparua dan pulau Haruku. Dalam arsip Belanda dan Inggris pulau Molana ini dijadikan sebagai Pos
Militer yang dijaga oleh beberapa tentara, selain itu berdiri Leproseri atau
Rumah Sakit Kusta (RSK) yang diperkirakan dibangun pada zaman VOC, sekitar 1713.18)
Laporan F.V.H.A. de Steurs, Gubernur
Maluku per 19 Maret 1840,
menulis jika di tahun 1836, penghuni Rumah Sakit Kusta di pulau Molana sebanyak
24 orang, tahun 1837 ada 24 orang, tahun 1838 ada 21 orang dan 1839 ada 21
orang.19)
Laporan Residen Ambon asal
Inggris Townsend Farquhar di tahun 1795, Molana disebut juga sebagai Colony
Leprozen atau pulau tempat orang kusta yang didirikan Belanda hampir seratus
tahun sebelumnya, dan juga sebagai Pos Militer.
Selain itu stigma atau pandangan negatif masyarakat yang melekat pada pasien kusta lantaran penyakitnya dianggap memalukan.
Di sisi lain, di sektor Bethesda ini pernah beroperasi
Rumah Sakit Umum Daerah Saparua (RSUD Saparua) atau rumah sakit lama yang kini sudah
direlokasi ke jasirah Porto – Haria. Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bisa dianggap
“tempat kemurahan” yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu. Warga di sektor Bethesda ini mayoritas
berasal dari jasirah Honimua atau jasirah Tenggara (Ullath, Siri Sori dan lainnya). Dorang datang ke negri Saparua
mungkin dengan alasan yang sama seperti warga jasirah Hatawano di sektor Zaitun
lalu memilih menetap di wilayah perbukitan karang itu, melahirkan generasi
bertambah banyak dan menjadi bagian integral dari jamaat GPM SAPTI.
Sektor Bethesda berbatasan dengan sektor Zaitun di sebelah perbukitan dengan Tempat Pekuburan Umum (TPU) negri Saparua sebagai pembatasnya, juga berbatasan dengan sektor Galilea dan sektor Yabok di sisi lembah yang menyambung ke jalan depan (forestraat) dan jalan belakang (achterstraat). Sektor Bethesda ini adalah sektor pembatas jamaat GPM SAPTI atau negri Saparua dengan jamaat GPM Siri Sori Serani atau negri Siri Sori Serani.
c.
Sektor YABOK (Soabaru/Tiang
Belakang, kawasan Jembatan Batu, kubur Inggris, dan sebagian Slois)
Dengan melihat karakteristik bentang alam yang ada di
wilayah atau lingkungan ini, dorang tua-tua agama jamaat GPM SAPTI mungkin
merujuk pada nama Yabok. Yabok adalah anak sungai dari sungai Yordan. Sungai
Yabok berarti “tempat pengosongan atau pelepasan”. Sungai dimana terjadi pergulatan
Yakub dengan Allah. “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel,
sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.”
(rujukan kitab Kejadian 32:28)
Anak sungai Yabok secara topografi itu terhubung ke danau
Galilea. Ini bisa dipersamakan dengan anak sungai Wai Toeha atau Air Tuha yang
mengalir melewati wilayah atau lingkungan kedua sektor Yabok dan Galilea hingga bermuara
di teluk Saparua.
Keberadaan dan penyebutan Wai Toeha atau Air Tuha secara
eksplisit pertama kali disebut atau ditulis pada tahun 1816. Penyebutan nama
objek ini pertama kali ditulis pada catatan harian perjalanan bertanggal 01
Desember 1816 oleh Hendrik Petrus Nicolas Hooft, Letnan 2 laut yang berdinas di
Kapal Perang Evertsen sejak 1 Desember 1816 – 4 Desember 1819. Pada periode
ini, kapal perang Evertsen memulai tugas “mengawasi” beberapa pengairan di
Gubernemen Ambon, termasuk perairan Lease.20)
Ada suatu peristiwa yang terjadi di wilayah atau lingkungan
yang menjadi cikal bakal sektor Yabok ini 2 abad silam. Pada tahun 1799,
tepatnya 26 April 1799, di negri Saparua, terjadi pembunuhan terhadap Residen
Saparua, asal Inggris bernama LEUITNAN JHON HENRY SLINGSBY, kelahiran 8 Juni
1777, di St Marylebone London Inggris, tahun 1793, ia masuk dinas ketentaraan,
dan 18 Maret 1795, pangkatnya menjadi Letnan. Ia kemudian ditugaskan menjadi
Residen Saparua yang memerintah dari 1798 - 1799.21)
LT. J.H. SLINGSBY dibunuh saat pulang mandi di Slois atau
pintu air, sebuah tempat pemandian para pembesar dimana Air Tuha mengalir turun
dari tengah hutan negri Saparua menuju teluk Saparua. Raja Ameth, Raja Siri Sori,
Porto, dan Ouw dituduh sebagai dalang pembunuhan itu, mereka bertiga di hukum
pembuangan ke Madras, India. Dalam laporan Residen Ambon, asal Inggris Townsend
Farquhar, kepada atasannya di Madras India, ia melaporkan bahwa dalang
pembunuhan Residen Saparua itu, ketiga raja telah dibawa dengan menggunakan
kapal perang Victoria ke Madras. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa
Almarhum Residen itu telah menerima sebuah makam yang MENGESANKAN DAN MEWAH DI
SAPARUA.
Sektor Yabok berbatasan dengan sektor Zaitun dan Bethesda
yang memanjang ke arah perbukitan, sektor Galilea di jalan depan (forestraat)
dan sektor Makedonia di jalan belakang (achterstraat).
d.
Sektor GALILEA (kawasan kampong Arab, kampong Soalanda dan
kampong Aboeboe)
Dalam kisah-kisah Alkitab, wilayah danau Galilea memiliki
kisah penting dimana Yesus sering menunjukkan mujizat yaitu berjalan di atas
air danau Galilea dan menghentikan badai yang terjadi. Melipatgandakan lima
roti dan dua ikan di tangannya untuk memberi makan 5.000 orang. Berkat mujizat
Yesus, 5.000 orang bisa makan roti dan ikan tersebut dengan cukup dan merasa
kenyang.
Kisah lain seperti terdapat pada Kitab Markus (terutama
Markus 1:14-20), Kitab Matius (terutama Matius 4:18-22), dan Kitab Lukas
(terutama Lukas 5:1-11) yang mencatat bahwa Yesus memanggil empat dari 12 murid
utama-Nya di antara para penangkap ikan yang tinggal di tepi pantai danau Galilea:
Simon Petrus dan saudaranya Andreas, dan dua bersaudara putra Zebedeus, Yohanes
dan Yakobus.
Wilayah atau lingkungan sektor Galilea ini bernama
“Soalanda” atau “Soa Belanda”, “Kampong Aboeboe” dan “Kampong Arab” yang berada
di sepanjang pesisir pantai membentang dari arah utara ke selatan negri Saparua.
Pantai dan lautan dimana segala aktivitas nelayan dan pelaku perikanan terjadi,
ini diibaratkan seperti danau Galilea. Dalam Kitab Matius 4:15 – (terjemahan
LAI) mengenal wilayah Galilea sebagai wilayah bangsa-bangsa lain. Hal ini bisa
dikaitkan dengan sektor Galilea yang dulunya menjadi kawasan pemukiman sebagian
besar masyarakat keturunan (Indo-Belanda, Tionghoa/Cina, dan Arab) bercampur
dengan sebagian kecil masyarakat dari negri-negri sekitar (Ullath, Ouw, dan pulau
Nusalaut).
Sektor Galilea berbatasan dengan sektor Bethlehem di
jalan depan (forestraat), sedangkan di jalan belakang (achterstraat) dengan
sektor Yabok dan sektor Bethesda di sisi perbukitan karang.
e.
Sektor BETHLEHEM “Hok Im
Tong” (sebagian wilayah kampong Arab, kawasan Tionghoa/wilayah muka
pasar Saparua)
Dalam bahasa Ibrani, Bethlehem terdiri dari kata “Beit”
berarti rumah/rumah tangga dan “Lechem” berarti roti/manna/makanan. Umumnya
lebih disebut sebagai “Rumah Roti”. Dalam bahasa Arab artinya adalah Rumah
Daging.
Sektor Bethlehem, sebelumnya merupakan bagian dari jamaat
GPM SAPTI, namun kini menjadi jamaat khusus GPM “Hok Im Tong” yang berarti “rumah
kabar kesukaan atau rumah injil”. Jamaat khusus “Hok Im Tong” ini mewadahi
mayoritas rumah tangga yang berasal dari etnis Tionghoa di kedua negeri Saparua
– Tiouw. Wilayah ini bisa dikatakan kawasan “Pecinan”-nya pulau Saparua. Dari
beberapa rujukan dikatakan bahwa Betlehem (wilayah di Tepi Barat atau West Bank
yang dikontrol oleh otoritas Palestina atau Israel ?) adalah kota dimana
aliansi dan harmoni antara umat Kristen dan Islam berlangsung, setidaknya
aliansi dan keharmonisan ini juga tercipta di sektor Bethlehem sampai dengan
masa konflik kemanusiaan berlatar SARA di Maluku tahun 1999, yang turut
berimbas sampai ke pulau Saparua. Hal ini bisa diperlambang dengan letak
strategis sektor Bethlehem, dimana Gereja Bethlehem atau kini Gereja “Hok Im
Tong” berdiri berdekatan dengan Masjid Al Falah, di kampong Arab negri Saparua yang membatasi sektor Bethlehem dengan sektor Galilea di jalan depan
(forestraat).
Lalu jangan lupa bahwa arti dari “Bethlehem” adalah
“Rumah roti, rumah Manna” sangat serasi jika ditinjau dari faktor-faktor yang
bisa ditemukan pada sektor Bethlehem di jamaat SAPTI. Mayoritas rumah tangga di
sektor Bethlehem adalah etnis Tionghoa yang bekerja sebagai pedagang, di sektor
ini juga terdapat pasar Saparua sebagai pusat perdagangan yang
memperjualbelikan berbagai kebutuhan bahan pangan dsbnya.
Sektor Bethlehem berbatasan dengan sektor Galilea dan sektor Tiberias (negri Tiouw) di jalan depan (forestraat) yang juga di kenal dengan sebutan “jalan muka pasar saparua” (saparoea marktstraat), sedangkan di jalan belakang (achterstraat) berbatasan dengan sektor Makedonia.
f.
Sektor MAKEDONIA (sebagian kawasan
Terminal Saparua, kampong Pohon Kelapa/Poksa, kawasan Saru, kawasan Waimoela, dan
kawasan pekuburan Salam)
Nama Makedonia (bahasa Yunani: Μακεδονία, Makedonía)
berasal dari etnonim Μακεδόνες (Makedónes), yang mengakar dari kata
dalam bahasa Yunani Kuno μακεδνός (makednós), yang berarti “tinggi” (kemungkinan
mendeskripsikan orang-orangnya. Asal mula kata tersebut sama dengan asal-usul kata
sifat μάκρος (mákros), yang bermakna “panjang” atau “tinggi” dalam bahasa
Yunani Kuno. Nama ini awalnya diyakini memiliki arti “orang dataran tinggi”,
“orang tinggi”, atau “orang yang bertumbuh tinggi”.22)
Dalam surat-menyuratnya di Alkitab, Rasul Paulus menyebut
kunjungan-kunjunganya kepada jemaat-jemaat kecil di Makedonia yaitu jemaat
Filipi, Tesalonika, dan Berea (Kisah Para Rasul 16:9-10, 2 Korintus 2:13; 7:5, 8:1,
dsbnya).
Menyimak historiografi asal-usul nama Makedonia yang diyakini
memiliki arti “tinggi” (kemungkinan mendeskripsikan orang-orangnya), atau “orang dataran tinggi”, lalu disebut juga bahwa
Makedonia, suatu daerah yang berpusat di dataran yang mengelilingi teluk
Tesalonika, dan yang semakin meninggi menuju pegunungan Balkan mengikuti
lembah-lembah sungai yang luas. Daerah ini terkenal karena kayu dan logam yang
berharga. Pada zaman dahulu daerah ini diperintah oleh golongan bangsawan
berkuda di bawah keluarga kerajaan. Ini bisa dikaitkan dengan bermacam
faktor pendukung tentang topografi, letak geografis, faktor ekologis, serta faktor
posisi strategis dan realitas sejarah hingga sebuah wilayah tersebut dinamai sektor
Makedonia yang berada dalam jamaat GPM SAPTI.
Tanpa menafikkan kelompok masyarakat lain yang mendiami
sektor Makedonia ini, boleh dikatakan bahwa sektor Makedonia yang terdiri dari
“Kampong Pohon Kelapa, Waimoela, dan Saru” adalah wilayah pemukiman kelompok masyarakat
asli atau soa asli negri Saparua (Pisarana Hatusiri Amalatu) beserta
keturunannya. Ini dibuktikan dengan pemukiman mula-mula “amano, hena” yang
dibentuk kelompok masyarakat asli yaitu soa Pelatu (Titaley), Manupalo
(Anakotta), Latuwaelaiti (Simatauw) dan Namasina (Ririnama) di daerah dataran
tinggi atau pegunungan. Arti “tinggi” (yang kemungkinan mendeskripsi
orang-orangnya) juga bisa dipersonifikasi kepada status mereka sebagai “tuan
tanah” atau “golongan para bangsawan” atau orang-orang yang mempunyai kedudukan
dalam pranata adat.
Sektor Makedonia suatu dataran yang berbatasan dengan
sektor Bethlehem juga mengelilingi teluk Saparua, dan semakin meninggi menuju
ke arah barisan pegunungan Sapa Rua Lesi dimana mengalir sungai-sungai kecil yaitu sungai Saru, Waimoela, dan Tintalo yang
juga bermuara di teluk Saparua.
Di sektor Makedonia jamaat GPM SAPTI ini juga, terdapat jamaat-jamaat
kecil yang bertumbuh sebagaimana ada dalam surat-menyurat Rasul Paulus dalam
Alkitab. Jamaat-jamaat kecil yang dimaksud adalah jamaat-jamaat Kristen dari gereja
denominasi lain (jamaat Gereja Sidang Jemaat Allah/GSJA, jamaat Gereja Pantekosta/GPdI, jamaat Kristen
Reformasi
Indonesia/GKRIA, jamaat Kristen Reformasi Injili/GEKARI, dsbnya) di luar jamaat arus utama yang berafiliasi ke GPM.
Sektor Makedonia berbatasan dengan sektor Yabok dan sektor Efata (negri Tiouw) di jalan belakang (achterstraat), sedangkan di jalan depan (forestraat) berbatasan dengan sektor Bethelehem.
Sektor-Sektor Tiouw
g.
Sektor EFATA (kampong Pisang/Kampis,
sebagian kawasan Terminal Saparua dan kampong Pohon Pule/Pompule)
Dalam rujukan Alkitab (pb) yang terdapat pada kitab
Markus 7:31-37, ada orang yang dipakai Tuhan untuk membawa seorang yang tuli
dan gagap kepada Tuhan. Dikisahkan dalam perikop tersebut, Tuhan Yesus
memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu meludah, dan meraba lidahnya.
Kemudian sambil menengadah ke langit, Yesus menarik napas dan berkata kepadanya
“Efata!” yang artinya: terbukalah! Maka, terbukalah telinga orang itu dan
seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan
baik.
Sektor Efata berbatasan di sisi perbukitan karang dengan sektor Petra, sedangkan di jalan belakang (achterstraat) menuju negri Saparua berbatasan dengan sektor Makedonia. Sektor Efata juga berbatasan dengan sektor Tiberias di jalan depan (forestraat) yang menyambung ke sektor Bethlehem di negri Saparua. Di zona perbatasan sektor-sektor ini berdiri Gereja Pusat Jamaat GPM SAPTI yaitu Gereja Zeba’ot, yang juga menjadi patok batas bagi kedua negri.
Menurut koleksi
foto sejarah milik “Moluks Historisch Museum” yang diambil tahun 1898, tiga tahun setelah pentahbisan Hervormde Kerk atau gereja “Kabah” katong bisa melihat
bahwa arsitektur bangunan gereja tua cikal bakal gereja Zeba’ot tersebut
memiliki 4 pintu utama. 2 pintu sisi timur
gereja menghadap ke negri Saparua dan 2 pintu sisi barat gereja menghadap
ke negri Tiouw. Arsitektur pintu utama ini tetap dipertahankan, ketika gereja “Kabah”
direnovasi tahun 1970an dan tampaknya ditambah lagi 1 pintu sisi depan gereja yang
menghadap ke teluk Saparua dan 1 pintu belakang (pintu konsistori) yang
menghadap ke sektor Efata.
Sektor Efata adalah sektor yang berdekatan dengan konsistori gereja Zeba’ot, ruang konsistori dimana pelayan-pelayan Tuhan berkumpul, berkata-kata dengan baik, mendengar dengan seksama dan saling terbuka. Dalam Gereja Protestan, konsistori adalah sebuah ruangan tempat majelis jemaat berkumpul ataupun rapat untuk mengambil sebuah keputusan tertentu.23)24)
h.
Sektor TIBERIAS (kawasan Lampu Lima/Mata
Jalan Tiouw, kawasan perigi negri Tiouw, wilayah sepanjang pesisir pantai
Waisisil)
Dalam rujukan kitab Yohanes 21:1-2 menceritakan tentang Yesus yang menampakkan diri kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias. Tiberias artinya adalah “good vision”, berbicara mengenai optimisme dan pengharapan. Yesus datang untuk memberikan pengharapan untuk katong umat manusia.
Danau Tiberias adalah nama lain dari danau Galilea yang
juga dikenali sebagai danau Genesaret (Yohanes 6:1, 21:1). Nama kunonya dalam
Alkitab (pl) ialah danau Kineret (rujukan kitab Bilangan 34:11; Yosua 13:27). Masing-masing
nama ini memiliki pengertian:
1.
Galilea: Revolution of the wheel (perputaran
roda)
2.
Tiberias: Good vision (berbicara mengenai
optimisme, pengharapan)
3.
Genesaret: Garden of the prince (taman raja)
4.
Kineret: Harp (harpa, kecapi)
Menyimak rujukan-rujukan Alkitab yang tersaji, dengan karakteristik bentang
alam yang tersurat, tak ada salahnya, dan ada benarnya jika dorang tua-tua
agama jamaat GPM SAPTI menamai lingkungan di sepanjang pesisir pantai Waisisil dimana sebagian kecil masyarakat negri Tiouw bermukim ini dengan nama
sektor Tiberias. Mungkin merujuk kepada wilayah dengan “background” perairan
yang luas “danau” atau “lautan”.
Sektor Tiberias berbatasan dengan sektor Efata di jalan
belakang (achterstraat) dan sektor Petra yang menuju ke arah perbukitan karang atau wilayah
Batu Bakar. Sedangkan di jalan depan (forestraat) berbatasan dengan sektor
Bethelehem negri Saparua. Sektor Tiberias juga menjadi pembatas jamaat GPM
SAPTI atau negri Tiouw dengan jamaat GPM Paperu atau negri Paperu.
i.
Sektor PETRA (Kawasan Kolam Amus,
Batu Bakar, sebagian kawasan Pohon Pule/Pompule)
Jika di sisi Saparua ada sektor Zaitun dan Bethesda, maka
sektor dengan “background” pegunungan atau perbukitan di sisi Tiouw adalah
sektor Petra. Wilayah atau lingkungan sektor Petra ini dikenal dengan nama
Kampong Batu Bakar.
Dalam tradisi tutur negri Tiouw diceritakan bahwa nenek
moyang negri Tiouw berasal dari berbagai tempat di pulau Seram, Haruku dan Ambon datang ke pulau
Saparua lalu menempati daerah pegunungan karang yang terletak di antara negri
Porto dan negri Saparua. Pemukiman mula-mula nenek moyang negri Tiouw di gunung
karang ini dinamai “Amanukuil”. Setelah beberapa kali berpindah lokasi
pemukiman karena dianggap kurang cocok atau kurang strategis akhirnya mereka turun
bermukim di wilayah Air Pancorang, Batu Bakar dan tersebar hingga ke daerah
pesisir seperti yang ada sekarang.
Penyematan nama “Petra” oleh tua-tua agama jamaat GPM SAPTI pada wilayah atau lingkungan Batu Bakar ini mungkin merujuk kepada pengertian Petra dalam bahasa Yunani yang berarti “batu karang”. Petra itu adalah Petrus yang akan menjadi “batu karang” dimana Tuhan akan membangun gereja-Nya. “Engkau adalah Petrus (Petros) dan di atas batu karang ini (Petra) Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” (rujukan kitab Matius 8:16)
Kisah Yesus dan
Petrus ini juga bisa dipersamakan dengan tradisi tutur tentang asal muasal dan
keberadaan nenek moyang negri Tiouw yang datang dari berbagai tempat, berhimpun
dan mendirikan “hena, amano atau negri” mula-mula di atas gunung karang
seumpama Tuhan yang mendirikan jamaat atau gereja di atas batu karang.
Sektor Petra berbatasan dengan sektor Efata di sisi perbukitan dan sektor Tiberias yang di sisi lembah. Sektor Petra juga menjadi pembatas jamaat GPM SAPTI atau negri Tiouw dengan jamaat GPM Porto atau negri Porto dan jamaat GPM Haria atau negri Haria.
III.
Penutup
Sebuah objek yang dinamai oleh seseorang atau kelompok “tidak mungkin” tercipta secara sengaja tetapi ada unsur-unsur “ingatan fotografis” dalam Alkitab yang telah tertanam sejak lama di ingatan orang-orang Saparua – Tiouw. Pemilihan nama Zeba’ot untuk menamai gereja baru jamaat GPM SAPTI di tahun 1970an itu juga bukan tanpa pergumulan dan pergulatan pemikiran, dari beragamnya pemikiran tua-tua agama jamaat GPM SAPTI di kala dulu, kenapa nama Zeba’ot yang terpilih untuk disematkan pada bangunan gereja baru itu? Zeba’ot yang berarti “Balatentara Tuhan”. Frasa YHWH Sebaot (un, sabaōth; Ibr. tseba’ot) biasa diterjemahkan sebagai “TUHAN semesta alam.” Terjemahan yang lebih mendekati istilah aslinya adalah TUHAN segala pasukan/TUHAN bala tentara (LORD of armies atau LORD of hosts)25), mungkin dorang tua-tua agama berpandangan bahwa jamaat GPM SAPTI harus menjadi Balatentara Tuhan yang terus berperang di jalan-Nya. Tentunya di masa Perjanjian Baru ini bukan berperang secara fisik dengan menggunakan parang dan salawaku atau mengandalkan kekuatan pasukan tetapi berperang secara rohani yang terus berlangsung antara kebaikan dan kejahatan. “Berperanglah” di jalan TUHAN, maka katong tidak akan pernah kehabisan sumber daya. Yakinkanlah bahwa apa yang katong lakukan dalam panggilan sehari-hari, itu semua memuliakan TUHAN. Dengan begitu katong tidak perlu takut menghadapi tantangan, TUHAN pasti menyertai!
Mungkin saja, para pembaca akan menganggap beta pung
tulisan sederhana ini sebagai sebuah bentuk “cocoklogi’ atau “bias konfirmasi”
yang adalah suatu kecenderungan mencari bukti-bukti yang mendukung
pendapat atau kepercayaannya serta mengabaikan bukti-bukti yang menyatakan
sebaliknya.26) Namun bagi beta, tulisan sederhana
ini adalah sebuah perspektif pribadi yang setidaknya memberi warna dan
pengenalan lebih baik kepada sektor-sektor pelayanan di jamaat terkasih, jamaat
GPM SAPTI, jamaat tua yang sudah melahirkan ribuan generasi yang
jadi mata tombak dalam semua aspek kehidupan.
Teruslah menjadi penting bagi negri dan jamaatmu. Jadilah “parang salawaku” untuk perubahan dan kemajuan negri dan jamaatmu ke arah yang lebih baik. Soli Deo Gloria.
Catatan Kaki:
1.
Dr. Th van den End dan Dr. J.Weitjins, S.J : Ragi
Carita 2, sejarah gereja di Indonesia 1860an – sekarang, PT BPK
Gunung Mulia, 1993 hlm. 62
2.
Komunikasi pribadi via email dengan Profesor Gerrit J
Knaap, tertanggal 4 dan 8 Mei 2021
3.
Ibid
4.
Christoffel van Swoll en Raad van Indie aan Heeren XVII
der VOC, Batavia, 14 Januari 1715. Kolonial Archiev 1739, folio 1431-1599
(dimuat oleh W.Ph. Coolhas dalam Generale
Missiven van Gouverneurs Generaal en Raden aan Heeren XVII der VOC, deel
VII (untuk periode Nov 1713 – Juli 1725), s’Gravenhage, Martinus Nijhoff, hal 136 –
152, khusus halaman 136
5.
Pattij van Tiouw yang dimaksud, kemungkinan pasti bernama Adrian Pauta, yang disebutkan Francois
Valentijn sebagai Pattij van Tiouw yang dalam tahun 1712 menjadi Ouderling
untuk pulau Honimoa.
§ Valentyn, Francois. Oud en
Nieuw Oost Indie (derde deel) Omstandig
verhaal van de geschiedenisen en zaaken het kerkelyke ofte......., Joannes
van Braam, Dordrecht, 1726, bag 2, derde boek,vyfde hoofdstuk (khusus hal 146)
6.
Radja van Saparoea yang dimaksud bernama Pieter Sawaitoe
§ Frans Hitipeuw, Kerajaan Iha
berinteraksi dengan segala suku bangsa di abad XVII dalam Perjuangan Nasional (dimuat
dalam buku Interaksi antar suku bangsa
dalam masyarakat Majemuk, Depdikbud, Jakarta, 1989, hal 51 – 107, khusus
lampiran-lampiran (hal 101, 103-105)
7.
Peraturan Organik Uraian Tugas
Dan Tata Laksana Jabatan Dan Badan-Badan Pelayanan Gereja Protestan
Maluku, yang dikeluarkan oleh BPH Sinode GPM tahun 2016
8.
Informasi yang tertera pada Prasasti Gereja Zeba’ot 1977
Jamaat GPM SAPTI
9.
Informasi yang tertera pada Prasasti Gereja Kabah 1895
Jamaat GPM SAPTI
10. Jacob Eduard Siegers, lahir di Saparua pada 9 Oktober 1836, putra dari Albertus
Hendrik Siegers dan Leonora Margaretha Latumahina. Menikah di Saparua pada 18
Maret 1865 dengan Geertruida Ana Fransina Poetiraij, lahir di Saparua pada 21
Juli 1839, putri dari Zacharias Poetiraij dan Lea Noija. Siegers meninggal di
Saparua pada 11 Maret 1918, sedangkan istrinya meninggal di Saparua pada 5 Juni
1901.
11. Lambert Titaleij, lahir di Saparua sekitar tahun 1845, menikah dengan
Sophia Maria Ferdinandus. Menjadi Radja van Saparoea (1874 – 1907)
12. Pieter Hendrik Pattiwael, lahir di Tiouw pada 10 Juni 1858 dibaptis pada 22
Agustus 1858, putra dari Barnabas George Pattiwael (Pattij van Tiouw) dan Maria
Petronella Nanlohij. P.H. Pattiwael menjadi Pattij van Tiouw pada periode 1876
– 1904. Menikah dengan Theodora Hendrina Engelina Kreutsz pada tahun 1879.
Pattiwael meninggal sekitar tahun 1904, sedangkan istrinya meninggal di Batavia
pada tahun 1921.
13. 6 wijk atau lingkungan, yaitu
letter A, B, C, D, E dan F
14. Jacob Hendrik de Haas menikah dengan Helena Konstantina Pelupessij, putri
dari Johan Abraham Pelupessij (Pattij van Ouw) dan Louisa Tatipata. Putri Jacob
Hendrik de Haas dan Helena Konstantina Pelupessij yaitu Margaretha Louisa
Henderjieta de Haas, menikah dengan Simon Gerrit Aleksander Laisina (Pattij van
Hulaliu) pada tanggal 16 April 1903.
15. Data kependudukan negri Saparua tahun
1962, disusun oleh Radja Saparua, Lambert Albert Titaleij.
16. Lambert Albert Titaleij, lahir di Saparua pada 10 Mei 1916 dibaptis pada 18
Juni 1916 dengan wali baptis D.Sipasulta dan Sara Sipasulta, putra dari Johan
Robert Titaleij (Radja van Saparoea) dan Henderina Johana Sahupala. Lambert
Albert Titaleij menikah dengan Leentjie Fransina Gaspersz pada 22 Mei 1942.
Titaleij menjadi Radja van Saparoea pada periode 1938 - 1969
17. https://jawabanapapun.com/bethesda-artinya-apa/
18. Memorie wegens den tegenwoordige staat en toestand van zaken in de
Provintie Amboina, Willem Fockens, 30 September 1767 (dimuat oleh Gerrit J. Knaap, Memories van Overgave van
Gouverneurs van Amboina in de zeventiende en achttiende eeuw, s’Gravenhage,
Martinus Nijhoff, 1987, hal 368 – 438, khusus hal 431
19. Algemeen
verslag door gouverneur der Molukken (luitenant-kolonel De Stuers) van het
gouvernement Ambon over
1839, en tevens over de jaren 1836-1838, Ambon,
19 maart 1840.Origineel. ARNAS, Ambon 580/c; afschrift in NA, collectie Melvill
van Carnbee 2.21.119, 2.
20. Journaal door 2e
luitenant-ter-zee H.P.N. 't Hooft gehouden aan boord van het linieschip de
Admiraal Evertsen, 1 december 1816 – 21 april 1819. Afschrift. NA, collectie 't Hooft
2.21.004.20, 2.
21. Chr.Fr. van Fraasen, Naam indeks Slingsby,
John Henry (dimuat dalam Bronnen
Betreffende de Midden Molukken 1796-1902, Huygen Knaw NL)
22. https://jawabanapapun.com/apakah-makedonia-bagian-dari-yunani/
23. Henk ten Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 89.
24. F. D. Wellem.1994, Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.
127
25. https://studibiblika.id/2022/02/11/yahweh-sebaot/
26. https://www.scientificamerican.com/article/the-political-brain/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar