Oleh:
Charles H. Lamoureux
[Universitas Hawai Manoa]
- Kata Pengantar
Artikel menarik sepanjang 12 halaman ini ditulis oleh Charles H Lamoureux, sarjana dari Universitas Hawai Manoa, dengan judul Maluku : Its Place in The History of Science, yang dimuat pada Jurnal Cakalele, volume 1, nomor 1 dan 2, 1990, halaman 1 – 12.
Sang penulis menyajikan kerja 2 ilmuwan terkenal yang pernah bekerja di Maluku, terkhususnya di pulau Ambon, yaitu Georgius Everhardus Rumphius dan Alfred Russel Wallace. Rumphius disebut bekerja selama hampir 50 tahun di pulau Ambon, sejak kedatangannya pada awal tahun 1654 hingga meninggal di tahun 1702. Selama 50 tahun “pengabdiannya” di Ambon itulah, Rumphius menghasilkan karya yang menjadi “rujukan” bagi Carl Linnaeus untuk menamai tumbuh-tumbuhan dan hewan dalam klasifikasi Linnaen yang diciptakannya. Sedangkan Wallace sering dihubung-hubungkan dengan lahirnya teori evolusi Darwin yang menggegerkan dunia pada abad ke-19 itu. Wallace disebutkan selama 4 tahun bekerja di Maluku sejak 1857 hingga 1861.
Adalah menarik dan membanggakan, bahwa Lamoureux secara jujur mengakui bahwa Maluku khususnya Ambon haruslah dianggap sebagai tempat lahirnya pengetahuan sejarah alam Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena kerja Rumphius yang luar biasa itu.
Kami menerjemahkan artikel ini menjadi 2 bagian, dimana bagian pertama berisikan kajian tentang Rumphius dan bagian kedua tentang Wallace. Artikel ini terdiri dari 13 catatan kaki, namun sayangnya tidak memiliki gambar ilustrasi, sehingga pada artikel terjemahan ini, kami menambahkan gambar ilustrasi dan beberapa catatan tambahan yang kami anggap perlu untuk ditambahkan.
Akhir kata, selamat membaca, selamat menjelajahi kisah-kisah ilmuwan yang sekitar 2 – 4 abad lalu pernah ada di Ambon dan bekerja dalam tugas-tugas profesional mereka. Kiranya kita bisa mengambil manfaat dari kisah-kisah mereka.
- Terjemahan
PENDAHULUAN
Untuk sekelompok kepulauan yang sangat kecil dan jauh, dari pusat-pusat aktivitas kerja formal orang-orang Eropa dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam, yang terjadi pada abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-19, kepulauan Maluku memainkan peranan penting yang mengejutkan dalam sejarah Ilmu Pengetahuan.
Pada wilayah-wilayah semacam itu, pengetahuan geografis, arsitektur kemaritiman, metodologi serta intrumen-instrumen pelayaran, adalah yang dibutuhkan dalam mempertimbangkan keuntungan-keuntungan yang sangat besar yang bisa dilakukan selama periode ini, akibat permintaan kebutuhan orang Eropa terhadap produk-produk dari 2 pohon, yaitu Cengkih dan Pala, yang merupakan produk asli, dan asalnya hanya bisa didapatkan di Maluku. Akan tetapi, topik-topik seperti itu telah dikaji panjang lebar oleh banyak sejarahwan dan ahli geografi, serta disebutkan di sini (pada artikel ini) hanya sebagai pengingat akan periode keemasan orang Eropa dalam aksi eksplorasi dunia “asing” yang dipicu oleh penyelidikan pada produk-produk asal kepulauan Maluku. Tujuan utama dari kajian ini adalah menyajikan ulang sumbangsih-sumbangsih yang dibuat untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan oleh 2 orang “ilmuwan” yang gagasan-gagasannya terbentuk oleh “riset” mereka di Maluku, dan publikasi-publikasi kerja mereka merefleksikan sumbangsih dari fenomena alam yang mereka amati di Maluku. 2 orang itu adalah Georg Everhard Rumpf (1627/1628 – 1702) dan Alfred Russel Wallace (1823-1913). Tujuan berikutnya adalah tinjauan singkat dari kerja-kerja lain ilmu pengetahuan yang dilakukan di Maluku.
RUMPHIUS
Georg Everhard Rumpf (yang kemudian dilatinkan menjadi Georgius Everhardus Rumphius, seperti kebiasaan bagi nama-nama ilmuwan), lahir di atau dekat Hanau, Jerman pada tahun 1627 atau 16281/a, yang asal usulnya dari Jerman atau mungkin Belanda2.
Pada usia 18 tahun ia direkrut oleh bangsawan jahat dari Hanau, dengan berpura-pura ingin menjadikannya sebagai serdadu Republik Venice. Pada kenyataannya, ia malah menjadi pegawai dari Dutch West India Company (WIC). Ia percaya kalau ia dibawa ke Venice, kenyataannya kapal yang ia tumpangi berlayar ke Brazilb. Di tengah perjalanan, kapal itu ditangkap oleh Portugis dan mengirimkan para penumpangnya ke Portugis. Ia tinggal di sana selama 3 tahun, dan bertugas sebagai serdadu sebelum kembali ke Hanau3.
Dalam tahun 1652, ia mendaftarkan diri untuk bekerja pada Dutch East India Company (VOC). Pada tanggal 26 Desember 1652, ia berlayar sebagai “kadet” dan tiba di Batavia pada bulan Juni 1653. Ia menghabiskan sisa hidupnya di wilayah tropis. Pada akhir tahun 1653 atau awal tahun 1654, ia tiba di Maluku. Untuk beberapa waktu, ia bertugas di militer termasuk dalam perencanaan dan pembangunan beberapa benteng. Ia memperlajari bahasa Arab, yang diperkenalkan oleh orang Yahudi, dan selanjutnya mempersiapkan manuskrip untuk kamus bahasa Melayu4. Dalam tahun 1657, tugas militernya berakhir saat ia diangkat sebagai pedagang muda (onderkoopman) di Larikec, barat daya Ambon. Pada periode ini, ia menikah. Dalam tahun 1660, ia diangkat sebagai Kepala (opperhooft) distrik Hitud (semenanjung utara Ambon), serta tahun 1662 dipromosikan sebagai pimpinan para pedagang (koopman) Hitu dan bermarkas di Hila (de Wit 1959).
Ia dengan serius mulai melakukan observasi pada tumbuh-tumbuhan dan hewan di darat dan laut5. Ia juga menggambar beberapa hal yang diamati dan menyiapkan catatan-catatan yang sangat luas dan kemudian berkembang menjadi manuskrip-manuskrip dari 3 karya besarnya : Amboinsc Kruidboek (buku tumbuh-tumbuhan obat, yang kemudian menjadi/berjudul Herbarium Amboinense), D’Amboinsche Rariteitkamer (koleksi barang-barang unik dari alam) dan Amboinsch Dierboek (buku tentang hewan). Ia juga menulis geografi dan sejarah Ambon.
Pada tanggal 20 Agustus 1663, ia mengirim sebuah surat kepada Tuan-tuan 17 atau para direktur VOC, menggambarkan pekerjaan risetnya (di waktu senggang) dalam sejarah ilmu alam dan meminta buku-buku yang dibeli untuknya oleh rekannya di Holland dapat diangkut oleh kapal-kapal VOC ke Ambon. Gubernur Jenderal VOC Maetsuyckere mendukung permintaan ini dan pihak kompeni menyetujuinya (de Witt 1959).
Pada tahun 1666, ia sementara waktu ditunjuk sebagai Secunde di Gubernemen VOC Ambonf, orang nomor 2 di bawah Gubernur. Selanjutnya, ia diganti melalui “kebijakan” politik, namun diberikan “hadiah hiburan” yaitu sepotong tempat kecil di dekat tembok kota, yang ia gunakan sebagai taman botani pada musim gugur tahun 1666 (de Witt 1959).
Tahun 1667, kontrak kerjanya berakhir. Ia diberhentikan, namun kemudian meminta ijin untuk sementara waktu menetap di Ambon antara 8 hingga 10 bulan lagi “ untuk menyelesaikan risetnya” (de Witt 1959:5). Permintaan itu ditolak, karena hanya para pegawai kompeni sajalah yang diijinkan untuk tetap berada di Ambon, tetapi ia meminta untuk memperpanjang kontrak kerja untuk tahun berikutnya, selama pihak kompeni berjanji tidak “memutasikannya”, serta “ dalam perintah untuk mempromosikan hasil pekerjaannya, kami akan tetap menyetujui semua fasilitas yang ia terima dan tetap diijinkan untuk menikmati waktu-waktu kesenangannya (pekerjaannya) tanpa menghancurkan kepentingan kompeni” (de Witt 1969:6)
Setahun kemudian, pada tahun 1668, ia menyampaikan rencananya untuk berangkat. Saat waktunya untuk berlayar, ia mengeluhkan tentang kapal (bernama de Loenen) yang tidak nyaman untuk pelayaran bagi keluarganya. Kembali lagi, ia meminta untuk tetap tinggal mengakhiri masa kontrak kerjanya dalam perintah untuk menyelesaikan hasil pekerjaannya, dan kembali lagi ia menolak. Sekali lagi, ia tinggal di Ambon dan melanjutkan pekerjaannya serta menyelesaikan kontrak kerjanya.
Pada April 1670, ia menjadi buta. Tak lama kemudian, Gubernur Ambong memerintahkannya untuk menghadap di kota (kantor) tanpa menunda “ dalam rangka ingin melakukan sesuatu untuk pemulihannya, jika disetujui, permintaan layanan tidak akan lagi dipenuhi” (de Witt 1959:7). Pada waktu ini, Rumphius masih memiliki penglihatan meski hanya dengan 1 mata, namun perjalanan menyebabkan penglihatannya menjadi hancur. Ia memohon untuk tinggal di Hitu, namun permohonannya ditolak Gubernur, dan ia tiba di kota pada tanggal 21 Juni 1670. Pemerintah di Batavia, diinformasikan tentang masalah ini, kemudian mengirim surat resmi menyalahkan Gubernur, Rumphius tinggal di kota Ambon sebagai pejabat tinggi gubernemen. Istrinya membantu Rumphius dalam pekerjaan ilmu alamnya6/h.
Pada tanggal 17 Februari 1674, adalah tahun baru China, istri Rumphius dan putri bungsunya mengunjungi sahabat-sahabat orang China untuk merayakannya. Sedangkan Rumphius berjalan-jalan menyusuri kota. Kemudian ada gempa bumi besar. Istri Rumphius dan putrinya terbunuh saat tembok menimpa mereka. Rumphius selamat dalam peristiwa ini, namun catatan harian yang tersimpan di benteng Victoria Ambon mencatat : “sangatlah menyedihkan untuk dirasakan, saat duduk di samping tubuh lelaki itu, dan mendengar tangisannya, atas kejadian tragis itu dan juga kebutaannya sendiri” (de Witt 1959:7). Ia melanjutkan pekerjaan observasi Ilmu Pengetahuannya dengan bantuan putranya, Paul Augusti, yang juga pegawai gubernemen, serta ia tetap menjaga korespondensi dengan teman-teman dan ahli-ahli ilmu pengetahuan di luar negeri.
Sebagai contohnya, pada tahun 1681, ia ditunjuk sebagai anggota Academia Naturae Curiosam di Nurnberg dengan gelar Plinius Indicus, dan lembaga itu mempublikasikan beberapa suratnya tentang laporan sejarah ilmu alam antara tahun 1683 dan 1698 (de Witt 1959).
Pada tanggal 11 Januari 1687, kebakaran besar melanda kota Ambon. Rumah Rumphius dengan perpustakaannya, banyak manuskrip (tetapi tidak semua), dan ilustrasi-ilustrasi asli dari Herbarium Amboinense terbakar habis. Pemerintah menyediakan para asisten, seniman, dan dibawah pengawasan putranya, lempengen-lempengan itu dikerjakan ulang. Naskah tersebut ditulis ulang.
Para Direktur Perusahaan sangat memuji pekerjaan itu, dan sebagai akibatnya mempromosikan putra Rumphius ke posisi Merchant, dengan gaji 60 fl per bulan. Namun Heeren XVII masih belum siap untuk mengizinkan penerbitan karya itu. Pada tanggal 19 Februari 1700, mereka menolak permintaan dari pihak penerbit dengan komentar : “setelah musyawarah, dapat dipahami bahwa penerbitan buku-buku tersebut di atas tidak diinginkan” (Sirks, 1945).
Pada tanggal 15 Juni 1702, Rumphius meninggal di Ambon. Pada tanggal 15 September 1702, para Direktur berubah pokiran dan mengizinkan publikasi tersebut asalkan tidak ada biaya yang dibebankan kepada perusahaan. Tidak ada peminat.
Akhirnya, bagian utama dari karya ini diterbitkan dalam 6 volume antara tahun 1741 dan 1750, dengan Auctuarium muncul pada tahun 1755. Rumphius aslinya menulis dalam bahasa Latin, bahasa khusus untuk penulisan ilmiah pada masa itu, tetapi ia kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Belanda (Sirks, 1945). Seperti yang diterbitkan, volume itu berisi teks Rumphius dalam bahasa Belanda dan terjemahan Latin baru yang disiapkan oleh Profesor Johan Burman dari Amsterdam. Lempengan-lempengan, sudah 2 versi dihapus dari aslinya, digabungkan dari gambar (banyak warna) hingga etsa untuk menghemat biaya publikasi.
D’ Amboinsche Rariteitkamer, suatu karya yang kurang teknis tentang sejarah alam, bernasib lebih baik. Naskah itu dikirim langsung ke salah satu teman Rumphius, Burgomaster of Delftj, yang menerimanya pada tahun 1701. Buku itu diterbitkan pada tahun 1705. Karya besar ketiga, Amboinsch Dierboek yang mengkaji hewan secara ilmiah dengan cara yang sama seperti Herbarium Amboinense pada tanaman, mengalami nasib yang tidak menentu. Naskah itu tidak pernah diterbitkan seperti itu, tetapi secara luas diduga bahwa sang zoologis, Valentijn, yang menerbitkan Oud en Nieuwe Oost-Indien pada tahun 1724 – 1726, dengan bagian Verhandelingen der dieren van Amboina, mengambil secara bebas dari naskah dan lempengen Rumphius, tanpa memberikan kredit yang memadai untuk Rumphius.
Apa tempat Rumphius dalam sejarah sains?. Herbarium Amboinense miliknya, yang sebenarnya termasuk informasi tentang tanaman dari seluruh Hindia Belanda, bukan hanya di Ambon, adalah karya klasik, karya botani utama pertama di kepulauan Nusantara. Akibatnya, buku-bukunya berisi deskripsi tertua dan ilustrasi tanaman dan hewan dari Asia Tenggara7.
Nomenklatur taksonomi dalam ilmu biologi saat ini didasarkan pada serangkaian kode formal yang sangat mirip dengan kode hukum. Ketika seorang ilmuwan menemukan spesies yang ia yakini sebagai “baru”, artinya belum pernah dijelaskan sebelumnya dalam literatur ilmiah, ilmuwan menyiapkan deskripsi yang cermat, memberi organisme nama resmi, memilij spesimen yang akan disajikan sebagai spesimen “jenis” nomenklatural, melestarikannya secara permanen, menyimpannya di museum, dan menyampaikan semua informasi ini dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. (Jika organisme adalah tanaman, lebih lanjut ditentukan bahwa deskripsi spesies akan diterbitkan dalam bahasa Latin). Nama ilmiah tertua/pertama yang diterbitkan untuk spesies itu kemudian menjadi nama yang benar, dan titik awal untuk seluruh proses ini adalah karya Carolus Linnaeusk, naturalis Swedia, yang merupakan ilmuwan pertama yang secara konsisten menggunakan sistem binomial untuk penamaan organisme.
Dalam banyak kasus, tidak ada masalah menentukan apa yang dimaksud tanaman Rumphius. Dalam kasus lain, muncul masalah. Para ilmuwan abad ke-17, cenderung menggunakan kriteria yang berbeda dari yang modern, ketika mengklasifikasikan organisme hidup dan beberapa fitur penting dari tanaman saat ini dianggap penting untuk klasifikasinya bahkan sering tidak disebutkan. Selain itu, ilustrasi dalam Herbarium Amboinense, setidaknya dalam versi ketiga yang digambar ulang sejak Rumphius telah menyiapkan dan melihat mereka, dan di setiap versi, kesalahan baru cenderung terselip. Komplikasi ini kadang-kadang membuat sulit untuk menerapkan nama untuk tanaman nyata.
Dengan demikian, sejumlah pekerja berusaha untuk menafsirkan pekerjaan Rumphius dan menghubungkannya dengan sistem klasifikasi Linnaen. Yang pertama adalah murid Linnaeus, Olaf Stickman. Yang lainnya adalah Johan Burman, yang telah menyiapkan Herbarium Amboinense untuk dipublikasikan. Sejumlah ilmuwan abad ke-19 lainnya juga mengambil tugas itu, tetapi, dengan tidak adanya spesimen, ilmuwan Eropa yang tidak mengunjungi Maluku, atau mengamati tanaman tropis di lingkungan alaminya, berusaha melakukan hal yang mustahil.
Pada tahun 1900, diputuskan bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan tugas ini adalah mengirim ahli botani terlatih ke Ambon, untuk melakukan pekerjaan lapangan yang diperlukan dan mengumpulkan referensi penting spesimen. Pada tahun 1900, J.G. Boerlagel dari Kebun Raya Buitenzorg, dikirim ke Ambon untuk melakukan pekerjaan ini. Tidak lama setelah dia tiba di Ambon, dia menderita demam dan meninggal di Ternate, ketika dalam perjalanan pulang kembali ke Jawa; tidak ada hasil ekspedisinya yang dipublikasikan. Pada Juni 1913, Charles. B. Robinsonm, seorang ahli botani Amerika yang bekerja di Filipina di bawah arahan Elmer D Merrill dari Bureau of Science di Manila, dikirim ke Ambon untuk melakukan upaya lain dalam menyelesaikan masalah. Dia bekerja dengan rajin, mengumpulkan spesimen dan membuat catatan yang banyak dari akhir Juni hingga 5 Desember. Pada tanggal itu, dia menemui akhir yang menyedihkan ketika dia terbunuh di sebuah desa kecil, antara Aerlouw dan Seri, sekitar 15 km dari kota Ambon.
Charles Budd Robinson Jr (1871 - 1913) |
Sebelum kematiannya yang terlalu cepat, Robinson telah mengumpulkan banyak catatan, dimana Merrill bisa mempublikasikannya dalam An Interpretation of Rumphius’s Herbarium Amboinense pada tahun 1917, yang menyelesaikan banyak masalah lama, meyakinkan tempat Rumphius sebagai cendekiawan utama dimana dia berada, dan sekali lagi, menarik perhatian dunia tentang peran Maluku, khususnya Ambon, sebagai tempat lahirnya pengetahuan sejarah alam Asia Tenggara9.
===== bersambung =====
Catatan Kaki:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar