(bag. 3)
[J.B.J. Van Doren]
Seperti yang pembaca ketahui sebelumnya, rumor tersebut selama ini dianggap rekayasa, tabir kerahasiaan tiba-tiba tersingkap ketika Gubernur Middelkoop menerima sepucuk surat kecil dari istri Resident Van den Berg yang diucapkannya dengan kata-kata putus asa, bahwa seluruh pulau sedang memberontak dan suaminya “terkurung” dalam benteng, dan bahwa keadaannya sedemikian rupa sehingga jika bala bantuan tidak dikirim dengan cepat, benteng tersebut akan direbut dan semua orang Eropa akan dibunuha.
Ketika surat ini diterima, para serdadu telah dibunuh dan benteng Duurstede telah dikuasai oleh para pemberontak!. Segera setelah kabar buruk ini menjadi perhatian para komisaris, dewan tertinggi bersidang untuk memikirkan cara-cara untuk menekan pemberontakan, yang kini telah serius dan terus berkembang dari waktu ke waktu. Namun tampaknya mereka ragu-ragu, atau setidaknya bisa berubah pikiran, seperti yang mereka sampaikan kepada Letnan Kapten laut Verhuellb, yang awalnya telah memberi perintah untuk segera berlayar dengan kapal “De Evertsen” menuju teluk Saparua dan menduduki benteng Duurstede, namun ketika semuanya sudah siap, perwira ini mendapat perintah sebaliknya, karena – begitulah adanya – menyatakan bahwa “ibu kota tidak ingin memberi bantuan dengan salah satu kapal terbesar, dan oleh karena itu mereka akan menunggu kembalinya fregat Maria Reigersbergen ”. Letnan Kapten laut tersebut kemudian diperintahkan untuk berlabuh tepat di titik luar arah tenggara kastil/benteng Niew Victoria, sehingga ia dapat bertindak tegas jika terjadi serangan tidak terduga ke benteng dengan cara memasok peluru tajam ke benteng.
Mayor Genie G.J. Beetjesc yang mengetahui lokasi teluk Saparoa dan benteng Duurstde melalui survei lokal sebelumnyad, diberi perintah untuk mengkomandani ekspedisi, yang terdiri dan 8 arumbai kecil dan 2 arumbai besar, dimana arumbai besar dipesenjatai dengan “senjata putar”, selain komandan yang disebutkan sebelumnya, berada juga di arumbai itu Radja van Sory-Sory Serani, Johannes Salomon Kirauly, yang telah pergi ke Ambon untuk menyampaikan berita tentang pemberontakan yang akan terjadi.
Seluruh pasukan, yang disemangati dengan semangat yang baik, meninggalkan teluk Amboina; dan setelah perjalanan yang sulit selama 2 hari mereka mendarat di pulau Haruku, dimana segala sesuatunya telah dipersiapkan untuk memastikan pendaratan yang sukses di teluk Saparua. Namun, takdir berkata lain! Mayor Beetjes dan sebagian besar anak buahnya menjadi korban pelaku kemarahan dan dendam. Kadet (Taruna) kelas II dari kapal “De Evertsen”, F.X.R. ‘t Hooft, kini laksamana muda Angkatan Laut Belandae, melalui kecerdikan yang besar dan keberanian yang tidak mengenal rasa takut, tidak hanya berhasil menyelamatkan diri, tetapi dialah juga yang memegang bendera Belanda, yang dilingkari sebagai ikrar suci yang telah dipikulnya, diselamatkan saat berenang. Kita akan menceritakan hal ini nanti; sekarang terlebih dulu kita mengikuti rangkaian aksi dan petualangan Mayor Beetjes.
Pada tanggal 22 Mei [1817]f, seluruh pasukan berangkat pada malam hari, sementara kadet (taruna) Musquetirg dari kapal “De Evertsen”, yang ditugaskan sebagai komandan ekspedisi, mengambil alih pos di Haruku dengan kekuatan armada sekitar 20 orang. Armada tersebut, setelah mendekati tebing Paperoe, menyeberang ke Waynahyah, 15 menit perjalanan ke sebelah timur benteng Duurstde, tetapi karena terjadi ombak besar di pantai, komandan disarankan untuk tidak menurunkan pasukan di sana, jadi dia terus bergerak melewati benteng menuju ke Way Asili, sungai kecil antara [negeri] Tiouw dan Paperoe, di situlah mereka berlabuh, dan sekitar jam 10 pagi, pasukan turun ke darat.
Begitu kapal-kapal tersebut belum terlihat oleh para pemberontak, mereka berkumpul di desa/negeri Tiouw, sedangkan para perempuan, anak-anak dan laki-laki yang berusia tua, atas perintah Matulesia, ditempatkan di pantai timur sebelah benteng, bersama dengan para pemberontak, dengan tujuan licik untuk menyesatkan kita dengan siasat sesuai dengan spesifikasi yang akurat, kekuatan musuh diperkirakan 800 – 1000 orang berbadan sehat – untuk mencegah pendaratan dan menyerang kita dari belakang1. Seluruh ekspedisi mendayung ke teluk atas perintah komandan, dibentuk menjadi barisan batalion; dan meskipun mereka disambut oleh musuh dengan tembakan musket yang terarah, tembakan kami, atas perintah Mayor, tidak dilakukan. Menurut rencananya, semua perahu harus bergerak pada waktu yang sama menuju pantai, dan jika ada sinyal, setengah kekuatan akan mendarat dibawah perlindungan setengah kekuatan lainnya. Perahu-perahu bergerak serentak menuju pantai, dan sinyal untuk turun diberikan, yang didukung oleh beberapa tembakan dari “senapan putar” di arumbai, berlangsung terus menerus. Pasukan telah disusun dalam batalion, Mayor Beetjes memerintahkan pasukan menembak beberapa kali ke arah semak-semak, untuk mengusir mereka jika ada pemberontak bersembunyi di dalamnya.
Mereka kemudian berbaris menyusuri pantai sambil menabuh genderang. Kadet ‘t Hooft yang disebutkan di atas, yang dipercayakan panji-panji Belanda, berada di divisi infantri, dibawah komando Letnan Infantri Verbruggej. Dibawah tembakan senapan musuh yang gencar, divisi ini bergerak menyusuri pantai menuju suatu tempat bernama Hatoemarhoe, yang jaraknya 150 hingga 200 langkah dari jembatan Way Sioelk. Di sini tembakan musuh mulai menjadi begitu dashyat sehingga banyak dari pasukan kita yang terbunuh karenanya. Diantara para prajurit yang terbunuh itu terdapat Mayor Beetjes dan beberapa perwira lainnyal. Letnan Verbrugge, yang dikepung oleh musuh, dua kali menyerang dengan senjata yang mati, tetapi berhasil dipukul mundur karena kehilangan senjatanya sendiri, dan ketika dia ingin mencoba serangan ketiga , sinyal untuk mundur diberikan, sementara dari pemberontak terdengar suara : Hioooeeee (hoerah !!!) yang diulang tiga kali. Banyak pemberontak yang awalnya dapat dihalau oleh pasukan kita, kini bangkit lagi dengan keberanian baru, sehingga pasukan kita harus menyerah.
Hal ini menyebabkan kebingungan di kalangan prajurit Belanda : senjata-senjata mereka dibuang, dan mereka melarikan diri ke arumbai, namun sayang!. Karena arumbai itu tidak dijaga, arumbai itu terkoyak oleh angin kencang dan terdorong lebih jauh ke laut, menutup semua jalan keluar. Adegan pembunuhan yang dialami pasukan kita sungguh mengerikan !!!. Dikejar terus-menerus oleh musuh, mereka yang berdiri di dalam air untuk menyelamatkan diri dibantai di sana. Kadet yang baik, berani dan masih muda, ‘t Hooft, yang mengalami nasib sama, dengan bendera di satu tangan dan pedang di tangan lainnya, mempertahankan bendera tersebut, yang dianggapnya sebagai benda suci. Dia merobek bendera Belanda yang megah dari tiangnya dan menerjunkan diri ke air laut, berenang untuk mencapai salah satu perahu yang sedang mengapung. Setelah sekian lama berenang dan kelelahan karena beban senjata – kata Verhuell dalam ceritanya – ia menemukan tidak jauh dari dirinya seorang pelaut bernama Vink, yang ia mohon agar tidak meninggalkannya. Pelaut yang baik ini menepati janjinya, sementara ‘t Hooft, dengan bantuannya, menanggalkan pakaiannya saat berenang, melilitkan bendera di kedua pistol dan tas selongsong pelurunya, serta menenggelamkannya ke dasar laut. Lelah dan putus asa, tetapi didorong oleh kebaikan Vink, kedua orang ini mencapai salah satu kapal yang terapung. Secara kebetulan, di kapal itulah mereka beristirahat dan di dalamnya masih tergeletak jenazah komandan mereka yang malang, Munter, yang sudah membusuk, yang kemudian dibuang ke laut sesuai dengan kebiasaan para pelaut untuk mencegah penyakit.
Juga Letnan infantri, Verbrugge, yang disebutkan di atas, sersan Laukampm dan beberapa orang lainnya menyelamatkan diri dengan cara berenang, sehingga jumlah yang selamat segera bertambah menjadi 13 orang. Dengan kekuatan mendayung, mereka mencapai salah satu kapal pada sore hari, yang mereka temukan di kejauhan, berlayar menuju Amboina, setelah mereka melewati tanjung Boy. Mereka diselamatkan oleh Letnan laut kelas II, Schediusn, yang terluka parah, serta ahli bedah kelas III, Van Opdorpo, dan anak buah juru mudi, Havermanp dan sekitar 18 orang yang berada di kapal, disambut dengan tangan terbuka, sementara mereka mengucap syukur karena telah lolos dari kematian. Maka berakhirlah pembantaian ekspedisi yang membawa bencana !!!. Dengan hati yang sangat terluka, para prajurit yang berduka atas kematian rekan-rekan mereka, dan mereka dengan suara bulat bersumpah untuk melakukan balas dendam yang pantas terhadap para pemberontak.
Dua flankeurs Eropa, yang bernama Van Hamer dan Leidemeijerq, ditemukan di antara mayat-mayat di pantai, setelah kemarahan para pemberontak mereda, dibawa ke Matulesia. Van Hamer dijatuhi hukuman pemenggalan kepala, meskipun secara kebetulan dia diampuni karena dia menunjukkan lengannya yang terluka dan berpura-pura menjadi orang Inggris. Leidemeijer juga diampuni karena dia bisa menabuh genderang dan menjadi penjahit. Keduanya tetap dibiarkan hidup dan dipekerjakan oleh Matulesia, namun dibawah pengawasan ketat, hingga operasi penumpasan dilakukan di Saparua dan mencapai kemenangan. Para pemberontak dalam pertempuran dipimpin oleh Matulesia, yang berpakaian seperti penduduk pribumi sederhana, Patti moeda Gaga Bavanoer dan Anthony Salomon Rhebok.
Jenazah para prajurit pertempuran ini dikuburkan bersama-sama di sebuah lubang di pantai, berisikan 10 atau lebih jenazah. Perbuatan keji ini diperintahkan Matulesia kepada penduduk Noessa-Laut karena tidak datang memberikan bantuan tepat waktus. Tempat terjadinya peristiwa mengerikan itu dianggap tidak disukai oleh penduduk pribumi, dan mereka tidak pernah berani mendekati/melewatinya pada malam hari, karena takut diganggu/diserang oleh arwah orang yang telah mati. Pertama kali saya berada di Saparua pada tahun 1836, saya mengunjungi tempat itu; dan pada kesempatan itu, melalui Radja [negeri] Saparua, Milianus Jacob Titalayt yang menemani saya, diberitahu tentang peristiwa tahun 1817, yang meyakinkan saya bahwa penduduk pribumi masih takut untuk mendekati tempat itu. Berbicara tentang hasil buruk ekpedisi tersebut, dia mengatakan kepada saya : “Jika Mayor Beetjes tidak membiarkan dirinya disesatkan oleh siasat Matulesia yang disebutkan di atas [sebelumnya], yaitu dengan mengabaikan wanita, anak-anak dan laki-laki yang berusia tua yang telah dia tempatkan di sisi timur benteng, dan seandainya dia bertindak lebih hati-hati seperti [keadaan] perang, ekspedisinya tidak akan gagal”.
Saya pernah mendengar orang lain menyatakan bahwa kegagalan ekspedisi tersebut disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak dilindungi oleh kapal perang. Apa pun masalahnya, saya tidak ingin mengambil keputusan di sini, karena seni perang mempunyai sisi kemenangan dan sisi malangnya, dan karena sebuah pepatah Belanda, yang telah dibuktikan melalui contoh-contoh, mengatakan bahwa : “Nakhoda terbaik berdiri di pantai”. Tentu saja, setelah peristiwa tragis itu keberanian pemberontak telah mencapai puncaknya. Matulesia, yang sadar betul bahwa Belanda, dengan harga diri yang hancur, akan mengirimkan kekuatan militer yang tangguh, juga bersiap untuk menambah pasukannya dan untuk itu ia pergi ke wilayah-wilayah sekitarnya. Dia memerintahkan kepada Regent Latoeu, Kawalooijv, Schoelatoew dan Roemakayx untuk pergi ke semua desa/negeri pesisir antara Kaybobo dan Amahey2 untuk meminta para pemimpinnya datang ke Saparoea bersama penduduk mereka untuk membantu mengalahkan musuh mereka – Belanda -. Undangan ini membuahkan hasil yang sangat baik sehingga tidak hanya penduduk desa-desa tersebut yang datang membantu mereka, tetapi banyak desa di pantai tenggara Seram, di bawah wilayah administrasi Banda, ikut ambil bagian dalam pemberontakan; sementara Radja [negeri] Toinatihoey, mengatur agar lebih dari 1000 Alifuru gunung muncul di Saparua, yang dipimpin oleh Radja bersama kedua putranya3 dan memainkan peran penting selama pemberontakan.
Matulesia juga mengirimkan kapal-kapal Seram ke Baliz dengan surat yang ditujukan kepada raja, dimana ia menyatakan posisinya dan posisi Belanda dan juga meminta pasokan bubuk mesiu, yang permintaannya dikabulkan oleh raja. Kapal-kapal itu berisi rempah-rempah, namun untungnya jatuh ke tangan komandan korvet “Wilhelmina”aa, yang membawanya ke Amboina. Sementara itu panglima pemberontakan telah mengirimkan ekspedisi lebih dari 1000 orang ke Haroekoe, dibawah komando kapitan Lucas Selanobb, Aroncc dan Patti Sabadd, untuk menyerang dan menguasai benteng di sana. Dan untuk menginspirasi keberanian para pemimpin ini, Matulesia memberikan pedangnya kepada kapitan Lucas Selano, untuk digunakan selama ekspedisi itu. Namun, hal itu tidak ada gunanya. Keberanian Belanda sekali lagi terlihat jelas di sini, dan para penyerang berhasil dipukul mundur dengan kerugian besar.
Sejak kadet/taruna kelas I, D.W. Musquetier dari kapal “De Evertsen”, yang bersama sekitar 50 orang, serta kadet Scheidiusee dengan 30 orang, di benteng Zeelandia di Haroekoe, mereka mendengar rumor bahwa telah disebarkan kemana-mana, sekelompok lebih dari 1000 orang akan datang dan bersiap, dan melihat kondisi artileri yang menyedihkan dengan kekuatan sebesar itu – hampir semua senjata tidak dapat digunakan, berkarat dan hancur – dia mulai bekerja untuk menyelesaikan beberapa masalah. Beberapa kuda-kuda putar baru dibuat, dan potongan-potongan ini ditempatkan di tempat yang diduga akan muncul musuh, sedangkan Radja [negeri] Haroekoe yang saat itu setiaff, ditemani oleh beberapa penduduk pribumi, dikirim ke wilayah itu untuk membubarkan penduduk, untuk membujuk mereka agar bertobat, namun upaya tersebut tidak berhasil.
Kadet Musquetier, karena sakit, dipulangkan kembali ke Amboina atas permintaannya, Kapten infantri P.L. Van Drielgg bersama Letnan Schefferhh dan bala bantuan ke benteng Zeelandia dan mengkomando pasukan di sana, dan kemudian menugaskan kadet Schedius mengkomando artileri. Dengan sesekali mendatangkan bantuan, kekuatannya ditingkatkan menjadi 200 orang; dan oleh kapal angkut Inggris “Zwaluw” yang dikomandoi oleh Kapten Wilson, dimana Letnan kelas II, W.L. Veermanii yang berada di kapal dengan 4 pelaut untuk membantu, peralatan artileri telah ditingkatkan sebanyal 2 buah, beberapa kuda-kuda dan amunisi dalam jumlah yang cukup.
Pada tanggal 30 Mei 1817, para pemberontak dengan kekuatan sekitar 600 orang menyerang benteng Zeelandia, tetapi mereka berhasil dipukul mundur dengan kerugian besar. Kapten Van Driel, secara tidak sengaja mengetahui – mata-mata pemberontak, bernama Adriaan Radjawanjj, telah ditangkap oleh pasukan kita – bahwa Matulesia memimpin 2000 pemberontak, yang terdiri dari Alifuru Ceram atau biasa disebut pemotong kepala, orang Saparua dan orang Haruku, berbekal senapan, tombak, klewang, busur dan anak panah, ketika benteng akan diserang lagi pada tanggal 2 Juni, ia mengambil tindakan sesuai dengan keadaan untuk menghadapi kekuatan yang tangguh ini. Namun, alih-alih melakukan serangan pada tanggal 2 Juni, serangan justru terjadi pada tanggal 3, ketika para pemberontak keluar secara bergelombang dengan teriakan mengerikan dan liar, sementara yang disebut doeblan – pejuang/kapitan – membentuk setengah lingkaran di depan kelompok musuh, menampilkan Tjakileli – atau tarian perang. Ketika para pemimpin pemberontak berada dalam jangkauan tembakan, Kapten Van Driel melepaskan tembakan dashyat dari senjatanya, yang mempunyai efek merusak sehingga para pemberontak bergegas dan melarikan diri, dengan kerugian besar.
Walaupun pasukan kita kurang beruntung dalam pertempuran sebelumnya, kini pasukan kita kembali menang; kemenangan tersebut, dengan pertolongan Tuhan, berkat keberanian dan kebijakan yang tak tergambarkan dari Kapten Van Driel4 tersebut di atas. Kita tinggalkan untuk sementara waktu aksi para pemberontak, yang terus mengganggu pos-pos kita di pulau Saparua dan Haruku, dan kita kembali ke Amboina untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana, seperti tindakan-tindakan yang diambil oleh Gubernur Van Middelkoop. Diantara tindakan yang merugikan dan keliru yang diambil/dilakukan oleh pemerintah sementara Inggris di Amboina, kita juga dapat berasumsi bahwa kewajiban yang ada pada masyarakat negeri sehubungan dengan arumbai, yang harus disuplai setiap tahun kepada pemerintah, menjadi tidak efektif. Karena kekurangan arumbai, Gubernur Middelkoop telah diwajibkan, setelah menerima pengambilalihan pemerintahan, untuk memperbarui perintah untuk memulihkan kewajiban tersebut; namun karena ia memperkirakan bahwa tindakan tersebut akan menimbulkan ketidakpuasan melalui cara-cara paksaan, dan karakter masyarakat Ambon yang terlalu membanggakan diri atas nama orang Kristen tidak mudah menerima cara-cara pemaksaan, maka ia menjelaskan secara moderat perlunya hal tersebut. Untuk memuaskan rasa hormat dan harga diri masyarakat Ambon, beliau menambahkan : “barangsiapa yang tidak berkeingan untuk memberikan tanda keterikatan terhadap pelayanan dan kepentingan Yang Mulia Raja Belanda dalam hal ini, dapat sepenuhnya menganggap diri mereka dipecat/diberhentikan dari kewajiban ini”.
Gubernur berkewajiban untuk melakukan upaya perbaikan tersebut karena hal ini telah membangkitkan/menyadarkan hati nurani masyarakat Ambon. Ambisi masyarakat Ambon terpicu, para Regent dan pemimpin lainnya dengan suara bulat menyatakan, bahwa rakyatnya sudah siap tidak hanya untuk memasok arumbai yang diinginkan, tetapi juga untuk membangun yang baru; sementara [negeri] Hatu yang sebelumnya harus menyuplai arumbai tersebut bersama dengan [negeri] Nussa-Nivel, kini telah melengkapi diri dengan arumbai itu, karena penduduk Hatu tidak mau “berdagang” dengan penduduk Nussa-Nivel5.
Dalam ketidakpastian akan kedatangan segera Komisaris Jendral, Laksamana Muda Buijskess dan pengumuman penguatan pasukan, Gubernur Van Middelkoop telah memerintahkan pemanggilan umum kaum burger dan menunjuk penjabat hakim, Tuan Rosevelt, sebagai pemimpin korps yang baru ini, dengan tugas akan menyajikan rencana organisasi. Kekuatan korps itu adalah 800 orang, diantaranya hanya 300 orang yang bersenjatakan senapan dan sisanya dengan tombak. Selain itu, ia membuka pendaftaran bagi sukarelawan untuk bertugas di benteng Nieuw Victoria jika diperlukan. Kekuatan korps itu akan terdiri dari sekitar 250-300 orang, yang komandonya ditugaskan kepada Sekretaris Scholerkk, yang juga harus merancang sebuah organisasi. Korps ini, yang terbaik, terdiri dari pejabat bawahan kelas II dan III, para putra dari penduduk terkemuka, yaitu dari para Regent dan kerabatnya, dengan tujuan untuk mendekatkan mereka dengan kepentingan pemerinah dan pada saat yang sama menjaga mereka dibawah pengawasan dan kontrol. Menurut proyek tersebut, 100 orang akan dipersenjatai dengan senjata, sementara sisanya akan dilatih mengoperasikan artileri.
Lembah Batoe Gadjah, ca. 1860 |
Selain itu, Gubernur Van Middelkoop, juga melalui pendaftaran sukarela, membuat seruan di kalangan negeri untuk membentuk apa yang disebut milisi nasional, yang terdiri dari putra dan kerabat dari orang-toewah, kapala soa, dan kapala dati, agar dapat bertindak bersama dengan “angkatan darat” jika ekspedisi darat ke Gahall, Alang atau Liliboy, Ceit dan Larike dianggap perlu. Sebagai tindakan yang perlu, ia memerintahkan sekitar 40 warga Bengalmm yang ada di Amboina untuk diorganisasikan ke dalam suatu korps kepolisian, agar mereka dapat berpatroli di kota dengan berjalan kaki atau menunggang kuda dalam keadaan apa pun, untuk menangani orang-orang jahat dan juga, jika terjadi masalah darurat, dapat membantu mengatasinya.
Sementara itu, para pemberontak melanjutkan rencana berani mereka. Dengan menguasai benteng Duurstede, para pemberontak, menurut informasi yang diperoleh, telah membentengi diri mereka sendiri secara internal dengan menggali lubang-lubang “serigala” dan mendirikan kubu-kubu pertahanan, khususnya di desa/negeri Porto dan Haria; serangan pertama baik melalaui darat maupun di laut, membuat ekspedisi melawan pemberontak menjadi sangat sulit, dan akibatnya pasukan kita harus khawatir akan kehilangan lebih banyak orang lagi dibandingkan sebelumnya. Juga, sejak jatuhnya atau dikuasainya benteng di Saparua dan karena kegagalan menyeberangi pesisir-pesisir Seram dan Saparua, pulau Noessa-Laut telah dibentengi secara internal oleh para pemberontak dan benteng pertahanan Beverwijk telah dikuasai oleh pasukan kita sebelum pemberontakan. Namun, penguasaan dan pendudukan benteng di Saparua menghalangi semua korespondensi dan komunikasi dengan pemberontak di Saparua, keberanian para pemberontak melampaui semua imajinasi dan unggul dalam segala hal. Semua anjuran dan peringatan yang mungkin diberikan atau disampaikan tidak membuahkan hasil. Mereka tidak hanya menghadapi dan melawan pasukan kita untuk mengambil perbekalan air di darat, yang selalu dilakukan dibawah perlindungan tembakan, namun bahkan menembak mati pasukan kita melalui penyergapan dari pohon-pohon tinggi tempat mereka bersembunyi.
Karena para pemberontak selalu mendapat pasokan senjata, rempah-rempah dan bahan makanan dari penduduk pesisir selatan Seram Besar, perhatian Gubernur tertuju pada hal ini dan mengapa ia memutuskan untuk mengambil tindakan tegas untuk mencegah pasokan tersebut. Untuk mencapai tujuannya, ia menganggap pulau Saparua paling aman dan paling disarankan untuk diblokade atau dipatroli hilir mudik secara ketat di wilayahnya, untuk mencegah segala kemungkinan korespondensi, pasokan bahan makanan dan rempah-rempah, serta ekspor cengkeh ke tempat lain. Dengan cara ini, dia [Gubernur] ingin menciptakan perbedaan atau pertikaian di antara pemberontak, dan membuat mereka, yang didorong oleh kelaparan dan kekurangan amunisi, seperti para domba ke medan perang, untuk memohon pengampunan atas kesalahan mereka; sedangkan benteng Duurstede, yang didukung oleh persenjataan kapal-kapal besar, akan terkendali tanpa serangan besar-besaran dari pasukan kita, dengan begitu pasukan kita akan mengalami keuntungan yang lebih besar untuk mencoba ekspedisi melawan desa-desa Porto, Haria dan jazirah Hoetoewana, dan serangan ini dilakukan secara bersamaan dari sisi laut dan darat, yang mana untuk tujuan ini, granat dilemparkan atau ditembakan ke wilayah desa-desa dengan howitzer, akan memberikan hasil terbaik.
Sementara itu, Pattij [negeri] Akongnn dari Noessa-Laut yang “membiarkan” dirinya terbawa arus pada awal pemberontakan karena takut terhadap Matulesia, telah “menyerah” pada saat melihat munculnya kapal perang “ De Iris”oo. Kapal ini dikirim dengan membawa surat-surat atau pamflet anjuran dan peringatan untuk membuat penduduk yang berkeinginan untuk tunduk/menyerah dan mendesak mereka untuk menyerahkan para pemimpin mereka. Pattij [negeri] Akong segera ditahan dan dibawa kembali ke Noessa-Laut, dimana ia ingin dibunuh, tapi untungnya dia diselamatkan oleh tembakan meriam kapal “The Dispatch” – sebuah kapal swasta Inggris yang disewa untuk melawan para pemberontak -, sementara salah satu pelayannya dan seluruh harta bendanya jatuh ke tangan pemberontak dan rumahnya dibakar habis.
Berdasarkan laporan yang diterima, para pemberontak di Haroekoe nampaknya mempunyai dua pemikiran dalam tindakannya, yaitu apakah mereka akan kembali tunduk kepada pemerintah atau memenuhi sumpah yang mereka buat kepada pimpinan para pemberontak. Keadaan ini, diduga, tidak mungkin terjadi selain dari kekurangan sarana kehidupan dan pertahanan, serta kapal-kapal perang yang membombardir mereka dari segala sisi telah menimbulkan kepanikan di antara mereka.
Begitulah pemahaman Gubernur Van Middelkoop. “Kalau Harokoe ditaklukan/dikuasai, kata Gubernur dalam salah satu laporannya, Saparoea akan segera menyusul. Penduduk pribumi pulau Harokoe secara umum tidak terlalu bersalah dibandingkan penduduk pulau Saparua, namun mereka harus ditindak tegas, terutama pemimpin [negeri] Omapp, Aboroqq, Halaliuwrr, Pilauwss, Kaybobott dan Roemakay”. Gubernur, setelah mengetahui bahwa terdapat kekurangan perbekalan di antara mereka dan melihat hal ini sebagai keadaan yang akan berkontribusi pada tindakan menyerah mereka, memberi tahu mereka bahwa jika mereka bisa membunuh para pemimpin pemberontak dan para penghasut utama pemberontakan dan pendukung pemberontak utama Matulesia, mereka dapat mengandalkan komitmen yang baik dari perlindungan pemerintah.
Masyarakat negeri Harokoe, Sameth, Toelohoe dan Tenga-Tenga yang berada dalam wilayah administrasi karesidenan Amboina, sejauh ini tetap setia kepada pemerintah; oleh karena itu, Gubernur Van Middelkoop tidak bisa menahan diri untuk melindungi para Regent dan para pemimpin lainnya serta masyarakat tersebut. Namun, jika dia memperoleh laporan yang baik tentang penduduk di tempat-tempat tersebut, hal itu berbeda dengan desakan Orang kaya dan penduduk negeri Tial Islam dan Tial Serani [Kristen] yang merupakan bagian dari wilayah administrasi [karesidenan] Haroekoe, tidak bisa melepaskan diri dari para pemberontak, bahkan telah menyediakan pasukan untuk membantu para pemberontak, seperti : mengirimkan 3 orang dari negeri Tial Islam dan 2 orang dari Tial Kristen ke Kaybobouu, untuk menyampaikan berita yang mereka dapati tentang akan adanya penyerangan ke Haroekoe [oleh pasukan Belanda], meskipun saat berada di Amboina, mereka mengklaim selama proses interogasi di hadapan hakim bahwa hal ini terjadi, hanya untuk meyakinkan diri mereka sendiri apakah rumor tentang penumpasan dan penaklukan yang akan terjadi itu benar atau tidak, namun tidak dengan tujuan untuk bersikap melawan kita.
Bahwa pernyataan tersebut hanya sekedar alasan, terbukti dari berbagai informasi peradilan yang ada, yang lebih memperjelas masalah ini; jaksa [fiscal] bahkan telah meminta kepada Gubernur agar diperbolehkan mengambil tindakan hukum terhadap para Regent dan penduduk desa tersebut. Orang kaya [negeri] Tial Islamvv, yang melalui pernikahannya dengan putri Radja [negeri] Kwaas/Kwaosww, Regent di Seram-Laut, memiliki otoritas atas masyarakat dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penduduk, oleh Gubernur Van Middelkoop diputuskan, untuk mengingatkan jaksa (fiscal) mengenai hal ini, dan menyarankan kepadanya bahwa hal yang terbaik adalah tidak menangani masalah ini dengan terlalu serius untuk pertama kali, namun sebaliknya, lanjutkan proses ini dengan sangat hati-hati sampai keadaannya menjadi lebih menguntungkan. Sementara itu, kedua orang kayaxx tersebut akan tetap tinggal [ditahan] di Amboina agar dapat diawasi tentang hal ini dari dekat dan untuk membujuk orang-orang negeri, yang dilanda harapan dan ketakutan mengenai apa yang akan terjadi pada akhirnya, untuk dengan bermurah hati mau mengakui.
Selain 2 orang kaya tersebut, ada juga Radja tuwa, yaitu dari negeri Hulalien dan Pilauwyy yang telah berada di Amboina sebagai tersangka sejak bulan Mei. Yang disebutkan pertama [maksudnya Raja Tuwa negeri Hulaliu] telah menyebarkan desas-desus bahwa penduduk Hitoe mempunyai niat jahat, sedangkan Raja Tuwa [negeri] Pilau, telah diajukan karena beberapa pengaduan, menurut penjabat hakim, telah dikirim ke Amboina oleh Resident van Haruku, UytenBroek. Radja tuwa [negeri] Hulaliu berpenampilan sebagai orang jujur namun bodoh, sedangkan Radja tuwa [negeri] Pelauw adalah seorang pribumi yang cerdas dan licik, yang sebelumnya telah diberhentikan karena tindakan sewenang-wenang dan pemerasan terhadap rakyatnya, dan yang sepupunya kemudian memegang kekuasaan sebagai Radja [negeri] Pelauw; sementara para putranyazz yang masih tinggal di Pelauw dicurigai bersekutu dengan para pemberontak.
Karena istri Radja [tuwa] negeri Pelauw bersama beberapa perempuan dan anak-anak negeri lainnya telah menetap di [negeri] Kabauw di pesisir pantai Seramaaa, maka Radja tersebut meminta izin kepada Gubernur untuk berangkat ke Pelauw sambil berjanji akan berusaha menyadarkan masyarakat di sana kembali tunduk dan patuh kepada pemerintah yang sah. Gubernur Van Middelkoop yang terlalu sadar akan kecurigaan yang ia [Radja tuwa Pelauw] alami, yaitu bahwa ia [Radja tuwa Pelauw] pasti sudah mengetahui seluruh alur pemberontakan, karena rumor tentang Hitoe berasal darinya, dan karena Resident Uytenbroek juga merasakannya, bahwa pada saat itu ia berusaha memancing ikan di air keruh, dengan tujuan untuk kembali memerintah di Pelauw, Gubernur menganggap tidak disarankan untuk mengabulkan permintaannya, malah sebaliknya tetap mengawasinya di Ambon sampai keadaan membaik; karena tidak bertanggungjawab jika semakin membahayakan kepentingan pemerintah hanya berdasarkan janji-janji tersebut, yang tidak lain hanyalah niat jahat di balik semua itu. Gubernur memperhitungkan bahwa orang seperti dia [Radja tuwa Pelauw] itu, yang telah mengetahui banyak kelemahan kekuatan militer kita di saat itu, akan semakin berani melakukan pemberontakan dan memperburuk keadaan sehingga merugikan kita.
Letnan Kapten Groot, komandan fregat perang “Maria Reigersbergen” dan Letnan Kapten Pool, komandan fregat “ De Iris” diberi perintah untuk bergerak dengan seluruh anak buahnya ke pantai timur laut pulau Honimoa untuk menghukum orang-orang yang ikut serta dalam pemberontakan6.
===== bersambung =====
Catatan Kaki:
1. Di antara para pemberontak terdapat banyak Cerammer [orang Seram] dari [negeri] Latu, lha, Rumakay, dll., serta sejumlah Alfuru dari Katalane, di bawah Samasuru, yang membawa banyak kepala korban ke Seram.
2. Seluruh negeri ini terletak di pesisir barat dan selatan Seram Besar
3. Deze Alfoeren zijn tot in de maand November te Saparoea gebleven, toen zij naar hunne negorijen zijn teruggekeerd.
4. Perwira yang baik ini seperti Lt. Kolonel, meninggal akibat kelelahan saat perang di Jawa.
5. Sejak saat itu, dimulailah kembali operasi lintas arumbai yang digunakan untuk mengangkut cengkeh dari setiap negeri oleh penduduk asli ke Ambon.
6. Wij hebben ons voor deze bijzonderheden gedeeltelijk een rapport van eerst genoemden hoofdofficier, Op den 21sten Julij 1817 aan den Kapitein ter zee Sloterdijk, kommanderende Z. M oorlogsvaartuigen in de Molukken, gerigt, hetwelk ons in der tijd ter lectuur is gegeven, ten nutte gemaakt.
Catatan Tambahan:
a. Surat yang dikirim oleh Johana Christina Umbgrove [atau istri Resident Van den Berg] pada tanggal 15 Mei 1817 dan diterima di Ambon [oleh Nicolaus Engelhard] pada tanggal 16 Mei 1817. Surat ini ditandatangani oleh Juru Tulis Ornek dan Komandan Benteng Duurstde, Verhagen
§ Lihat surat Nicolaus Engelhard kepada iparnya, Johannes Siberg di Batavia, yang ditulis di Ambon pada tanggal 3 Juni 1817 [Particulier. Minuut of afschrift, eigenhandig. NA, collectie Van Alphen 2.21.004.19, 315.]
§ Lihat juga, Van der Kemp, P.H., 1911, Het Herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, BKI volume 65, halaman 612 – 613
b. Quirijn Maurits Rudolph Verhuell. Sejak 26 Juli 1816 – 24 Maret 1817 Letnan Kapten Laut sekaligus perwira pertama di kapal Evertsen yang dikomandani oleh Kapten Laut D.H. Dietz. Setelah kematian Dietz pada tanggal 24 Maret 1817, Verhuell menjadi komandan kapal Evertsen sejak 24 Maret 1817 – 4 Desember 1819.
c. Yang benar semestinya. P.J. Beetjes atau Pieter Jacobus Beetjes. Penulisan G.J. Beetjes, mungkin kekeliruan teknis semata.
d. Saat berpangkat Letnan Genie, Pieter Jacobus Beetjes pernah bertugas di Ambon pada periode 1803-1807, sehingga otomatis ia telah melakukan perjalanan ke Saparua dalam tugasnya.
e. F.X.R. ‘t Hooft memiliki nama lengkap Francois Xavier Richard ‘t Hooft, lahir di Dordrecht pada 20 Oktober 1799 dan meninggal dunia pada 16 Maret 1860 di Dordrecht. Ia berpangkat Taruna/Kadet kelas II ( adelborst 2 e klasse) sejak 1 Desember 1816 – 4 Desember 1819 dan bertugas di kapal Evertsen. Sejak 1 Januari 1856, pangkatnya menjadi Laksamana muda (Schout bij-nacht). Perlu diingat bahwa buku dari Van Doren ini diterbitkan tahun 1857, sehingga memang tepat jika Van Doren menyebut F.X.R.’t Hooft kini [tahun 1857 itu] adalah Laksamana muda
f. Yang benar adalah tanggal 20 Mei 1817. Mungkin tanggal penulisan adalah kekeliruan teknis semata. Menurut surat dari Nicolaus Engelhard per tanggal 3 Juni 1817, diketahui bahwa pasukan ini berangkat dari Ambon pada tanggal 17 Mei 1817 pagi, tiba di Haruku pada tanggal 19 Mei 1817, dan menuju ke Saparua dan tiba pada tanggal 20 Mei 1817
§ Lihat surat Nicolaus Engelhard kepada iparnya, Johannes Siberg di Batavia, yang ditulis di Ambon pada tanggal 3 Juni 1817 [Particulier. Minuut of afschrift, eigenhandig. NA, collectie Van Alphen 2.21.004.19, 315.]
§ Lihat juga, Van der Kemp, P.H., 1911, Het Herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, BKI volume 65, halaman 612 – 613
g. kadet (taruna) Musquetir memiliki nama lengkap Willem Daniel Musquetier, lahir di Roterdam pada 19 Juli 1799, dan meninggal dunia pada 18 Maret 1849 di Batavia (Jakarta). Ia berpangkat Taruna/Kadet kelas I (adelborst 1e klase) sejak 1 April 1817 dan bertugas di kapal Evertsen sejak 1 Juni 1815 – 4 Desember 1819.
h. Waynahya atau Waihenahia. Van der Kemp menulisnya Wai Hanaia, sedangkan pada peta pulau Saparua yang diterbitkan tahun 1875 menulisnya Wae Henaja, pada peta pulau Saparua tahun 1905 tertulis Wae Henaija
§ Lihat juga, Van der Kemp, P.H., 1911, Het Herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, BKI volume 65, halaman 612
i. Way Asil atau Waisisil, Van der Kemp menulis Way Sisi, peta pulau Saparua tahun 1905 tertulis Waisisil
j. Letnan Infantri Verbrugge memiliki nama sebenarnya Willem van der Brugghen, lahir di Brusel pada 1 Maret 1781, dan meninggal dunia pada 18 Desember 1818. Ia berpangkat Letnan 2 infantri sejak 12 Januari 1817 dan berasal dari batalion 21 infrantri
k. P.H. Van der Kemp dalam sumbernya, menduga dan “mempertanyakan” bahwa kata Waysioel adalah kekeliruan penulisan dari Waisisil
§ Lihat juga, Van der Kemp, P.H., 1911, Het Herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, BKI volume 65, halaman 616, catatan kaki nomor 3
l. Ada 8 perwira yang dikirim pada ekspedisi yang dipimpin oleh Mayor Beetjes itu, termasuk Mayor Beetjes sendiri, dari 8 perwira itu yang meninggal sebanyak 6 orang dan hanya 1 yang selamat. 7 Perwira yang meninggal adalah Mayor Genie Pieter Jacobus Beetjes, Kapten Infanteri (sejak 14 September 1814) David Staleman, Letnan 2 laut (sejak 1 November 1814) Philip Adam de Jong, Letnan 2 laut (sejak November 1814) Jacob Hendrik Frans Munter, Letnan 2 laut (sejak 1 April 1817) Gabriel Pieter Rijk, dan Letnan 2 laut (sejak 1 April 1817) Jean Henri van Lith de Jeude. Yang selamat adalah Letnan 2 infantri Willem van der Brugghen (lihat catatan tambahan huruf j di atas) dan Letnan 2 laut (sejak 1 Juli 1814) Gilles Nieland Schedius
m. Sersan Laukamp atau Sersan Loukamp (menurut pengejaan dalam laporan Anthing) memiliki nama lengkap Marten Hendrik Loukamp
§ Lihat juga, Van der Kemp, P.H., 1911, Het Herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, BKI volume 65, halaman 621, catatan kaki nomor 1
§ Lihat Rapport Anthing (1861) dimuat dalam Tijdschrift voor Nederlandsch- Indie, tahun ke-23 (1861), deel I, halaman 339 -343, khusus halaman 341
n. Letnan 2 laut (sejak 1 Juli 1814) Gilles Nieland Schedius terluka parah pada peristiwa di Waisisil ini dan meninggal pada 29 Mei 1817 di kapal “De Nassau”.
o. ahli bedah kelas III, Van Opdorp memiliki nama lengkap Josephus Hendrikus van Opdorp, lahir pada 1 April 1797 di Antwerpen, dan meninggal dunia pada 28 Juni 1842. Ia ahli bedah kelas III (chirurgijn 3e klasse) yang bertugas di kapal Nassau sejak 20 Juni 1815 -31 Desember 1818, dan kemudian dipindahkan bertugas di kapal Evertsen sejak 1 Januari 1819 – 4 Desember 1819.
p. anak buah juru mudi, Haverman, memiliki nama lengkap Frederik Theodorus Haverman, lahir pada 25 Mei 1799 di Dordrecht, dan meninggal dunia pada 20 Desember 1853 di Doesburg. Ia bertugas di kapal Evertsen sejak 1 Desember 1816 – 4 Desember 1819 sebagai anak buah juru mudi (stuurmansleerling)
q. Van Hamer dan Josephus Leidemeijer
r. Patti moeda Gaga Bavanoe, jika kata Patti moeda adalah sebuah gelar, maka biasanya kata ini merujuk pada pemimpin muda atau “calon” pemimpin atau “calon” Regent di sebuah negeri. Biasanya saat seorang Regent memerintah, putranya telah dipersiapkan untuk menjadi pengganti dirinya, dan ia mengajukan kepada pemerintah untuk menetapkan putranya itu sebagai “raja muda” atau disebut “Jonge Regent”. Identitas figur Gaga Bavanoe ini tidak diketahui persis. Mungkin “kemisterian” figur inilah yang membuat antropolog Dieter Bartels dalam bukunya berasumsi atau “menyimpulkan” asal usul tentang “Pattimoera”
s. Berdasarkan sumber Porto Report atau Laporan Porto per tanggal 13 November 1817, yang ditulis oleh Hendrik Rissakotta, penguburan jenazah dilakukan pada tanggal 21 Mei 1817. Ia Menulis : Pada tanggal 21 Mei 1817, penduduk pulau Nusalaut tiba dan menguburkan jenazah-jenazah itu di ujung desa/negeri Tiouw, yang bernama Waesisi
t. Milianus Jacob Titalay atau Melianus Jacob Titaley, lahir sekitar tahun 1800. Ia diangkat sebagai Radja van Saparua pada tahun 1818. Berdasarkan sumber tahun 1823 namanya ditulis M.J. Titaley.
u. Regent Latoe, mungkin bernama Moeda Pattij
v. Regent Kawalooij atau Hualoy, mungkin bernama Hatuawang Lussij
w. Schoelatoe, kami belum bisa mengidentifikasi secara tepat nama negeri Schoelatoe ini, tapi mungkin maksudnya negeri Solehatai, negeri di barat Seram antara negeri Honitetu dan Nui. Nama Regent Solehatai tidak diketahui
x. Regent Roemakay, mungkin bernama Joseph Corputty
y. Toinatihoe, kami belum bisa mengidentifikasi nama negeri ini secara tepat, juga nama regent yang dimaksud
z. Berdasarkan sumber dari Porto Rapport, surat yang dikirim ke Bali melalui Raja negeri Ondor, yang tiba di Haria pada tanggal 3 Oktober 1817.
aa. Komandan Korvet Wilhelmina bernama David Wilson sejak Oktober 1817
bb. Lucas Selano atau Lucas Huliselan atau Lucas Wattimena Silano, Kapitan dari negeri Nolloth
cc. Aron atau Lucas Arong Lissapaly, Kapitan dari negeri Ihamahu
dd. Paty Saba, mungkin maksudnya adalah Paty Saha. Paty Saha merujuk pada figur Melchior Kesaulya, sepupu dari Johanes Salomon Kesaulija. Ia diangkat/ditunjuk oleh Thomas Matulesia menjadi Regent van Siri Sori [Serani] setelah Johanes Salomon Kesaulija meninggal.
ee. kadet Scheidius yang dimaksud bernama Willem Carel Nieland Schedius, lahir di Zutphen pada 15 Mei 1797, dan meninggal pada 16 Februari 1845. Ia berpangkat Kadet kelas I (adelborst 1e klasse) sejak 1 April 1817 dan bertugas di kapal “De Nassau” sejak 1 Desember 1816 – 31 Desember 1819. Ia adalah adik bungsu dari Letnan 2 laut Giles Nieland Schedius (lihat catatan tambahan huruf n)
ff. Radja [negeri] Haroekoe bernama Petrus Eduard Ferdinandus
gg. Kapten infantri P.L. Van Driel memiliki nama lengkap Petrus Laurentius Driel, lahir di Utrecht pada 12 Agustus 1782, dan meninggal dunia pada 31 Januari 1831. Ia bepangkat Kapten Infantri sejak 10 September 1816. Ia menjadi penjabat Resident van Haruku (Agustus – November 1817) menggantikan Arnoldus Uytenbroek yang diberhentikan pada Agustus 1817.
hh. Letnan Scheffer memiliki nama lengkap Hendrik Christian Scheffer, lahir di Ambon pada 8 April 1777, putra dari Carel Willem Scheffer dan Esther Rehatta. Ia berpangkat Letnan 2 per tanggal 22 Mei 1817.
ii. Letnan kelas II, W.L. Veerman memiliki nama lengkap Willem Leonardus Veerman, lahir pada 3 Februari 1793 di Vlaardingen, dan meninggal dunia pada 9 Juli 1824. Ia berpangkat Letnan 2 laut dan bertugas di kapal Evertsen sejak 9 Januari 1815 – 4 Desember 1819, sekaligus diperbantukan di kapal “De Zwaluw” sejak 23 Mei – 12 Oktober 1817.
jj. Adriaan Radjawan atau Adriaan Radjawane, penduduk negeri Kariu ditangkap di Haruku pada tanggal 31 Mei 1817 dan dieksekusi pada Oktober 1817.
kk. Sekretaris Scholer yang dimaksud bernama Johan Hendrik Schuler, lahir di Colombo [Srilangka] pada 17 Januari 1787, dan meninggal di Banda pada 24 Mei 1822. Ia menjadi Sekretaris Gubernemen Maluku sejak 1817 – 1820
ll. Gaha, maksudnya negeri Laha
mm. Bengalezen atau orang Bengal (India). Warga ini adalah milisi pribumi yang bekerja/bertugas di masa pemerintahan sementara Inggris (1810 – 1817)
nn. Pattij [negeri] Akong yang dimaksud bernama Domingos Thomas Tuwankotta
oo. Pattij negeri Akoon “menyerah” dan berkunjung ke kapal “De Iris” pada 26 Juli 1817
pp. pemimpin [negeri] Oma bernama B atau P. Pattinama
qq. Regent negeri Aboro/Aboru bernama P.S. Usmanij
rr. Regent negeri Halaliuw atau Hulaliu bernama Frans Hatalaibessij
ss. Regent negeri Pilauw belum diketahui identitasnya, namun laporan dari J.A. Van Middelkoop disebutkan ia adalah sepupu dari Pattijhena Latuconsina, Regent sebelumnya
tt. Regent negeri Kaybobo pada tahun 1817 ini belum diketahui identitasnya, tapi mungkin berasal dari keluarga Kakisina. Hal ini dikarenakan Regent sebelumnya bernama Petrus Kakisina (?? – 1807)
uu. Yang benar adalah ke Kailolo, bukan ke Kaybobo, mungkin kekeliruan teknis semata. 3 orang dari negeri Tial Islam yaitu Tuwar, Adjira dan Lepisina, sedangkan 2 orang dari negeri Tial Kristen bernama Johannis Silawanebessij dan Julius Tatuhey
§ Lihat Laporan J.A. Van Middelkoop kepada Laksamana Muda A.A. Buijskes, tertanggal Amboina, 4 Oktober 1817 [Afschrift. NA, Koloniën 2.10.01, 721, vb. 24 december 1829 no. 100].
§ Lihat pernyataan Jacob dan Nedju Silawanesbessy kepada Gubernur J.A. Van Middelkoop tertanggal 26 Juli 1817
vv. Orangkaya van Tial Islam yang dimaksud kemungkinan adalah Kaijhena Tuarita. Berdasarkan arsip tertanggal 26 Juli 1817, disebutkan bahwa Atiba Rolobessy adalah bekas/mantan Orangkaya van Tial Islam, ini berarti bahwa Atiba Rolobessy tidak lagi menjadi Regent van Tial Islam beberapa waktu sebelum 26 Juli 1817. Menurut tradisi lisan, disampaikan bahwa pada masa pemerintahan Kaijhena Tuarita, ada pendatang asal Seram yang datang menetap dan beranak pinak di negeri Tial Islam, bahkan Kaijhena Tuarita memberikan sebuah tanah dusun kepada pendatang asal Seram itu
§ Komunikasi pribadi dengan Gilman Kakaly [penduduk negeri Tial Islam] pada 22 Mei 2024
ww. Orangkaya van Kwaos bernama Islamat [minimal 1810 – minimal 1819], sedangkan nama putrinya yang menikah dengan orangkaya van Tial Islam belum bisa diidentifikasi
xx. Orangkaya van Tial Kristen bernama David Benjamin Silawanebessij [minimal 1817 – 1829], sedangkan Orangkaya van Tial Islam, mungkin adalah Kaijhena Tuarita [lihat catatan tambahan huruf vv]
yy. Raja tuwa atau bekas Raja dari negeri Hulaliu pada tahun 1817 belum bisa diidentifikasi secara tepat, tetapi mungkin adalah Matheus Tuwanakotta [Juli 1805 – 1810], sedangkan bekas Raja dari negeri Pelauw bernama Pattijhena Latuconsina
zz. Para putra dari Pattijhena Latuconsina adalah Abdul van Iperen Latuconsina [nantinya menjadi Regent van Pelauw dalam tahun 1827], Mohidin Latuconsina, Muhadir Latuconsina dan Terseman Latuconsina
aaa. Ini tidak boleh diartikan secara formal atau kaku bahwa negeri Kabauw terletak di pesisir pulau Seram. Negeri Kabauw terletak di utara pulau Haruku, yang notabene “berhadapan” dengan pesisir selatan Pulau Seram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar