Kamis, 24 Oktober 2024

Penaklukan Amboina Tahun 1810 dan Eksekusi Kolonel Filz

 

(bag 1)

[W.Ph. Coolhas]

  1. Kata Pengantar

Dalam historiografi Maluku, terkhususnya Ambon dan sekitarnya yang merupakan wilayah Gubernemen van Amboina pada periode VOC (1605 – 1799), pada akhir abad ke-18 hingga dekade-dekade awal abad ke-19, pernah dikuasai oleh Inggris. Pemerintahan Inggris di wilayah ini, di kalangan sejarahwan dikenal sebagai pemerintahan intergnum atau pemerintahan transisi/peralihan atau sementara. Sejak tahun 1796 – 1817, pemerintahan Inggris di wilayah ini saling berganti dengan pemerintahan Belanda. Untuk lebih “gampangnya” bisa diurai pemerintahan Inggris jilid I berlangsung dari tahun 1796 – 1803, kemudian diambil alih oleh pemerintahan Belanda yang berlangsung dari tahun 1803 – 1810, kemudian diganti lagi dengan pemerintahan Inggris jilid II yang berlangsung dari tahun 1810 – 1817, dan akhirnya diambil alih lagi oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1817 – 1942.

Artikel yang kami terjemahkan ini menyoroti lanskap sejarah pada akhir-akhir periode pemerintahan Belanda tahun 1803 – 1810, dan titik awal sejarah penaklukan dan pengambilalihan wilayah Ambon pada tahun 1810 oleh Inggris. Artikel ini ditulis oleh W.Ph. Coolhas, seorang sarjana Belanda, dengan judul De Overgave van Amboina in 1810 en De Executie van Kolonel Filz, yang dimuat pada jurnal Bijdragen voor Vaderlandsche Geschiedenis en Oudheidkunde, 8e reek, 3e deel [atau Seri ke-8, bagian ke-3], terbit tahun 1942, pada halaman 55 – 94. Artikel sepanjang 40 halaman dengan 51 catatan kaki ini, dimulai dengan menceritakan secara “umum” situasi politik Eropa Barat akibat revolusi Perancis yang berujung pada sejarah Napoleon Bonaparte. Melalui petualangan inilah, Belanda dikuasai oleh Perancis dengan menempatkan Louis Bonaparte/Lodewijk Bonaparte, adik dari Napoleon Bonaparte, sebagai Radja Belanda. Louis Bonaparte inilah yang kemudian menempatkan Herman Willem Daendels untuk berkuasa di Hindia Timur/Belanda terkhususnya di Jawa pada periode 1808 – 1811. 

Benteng Victoria Ambon, sekitar awal abad XIX

Seperti disebutkan di atas bahwa artikel ini menyoroti lanskap  sejarah pada akhir pemerintahan Belanda tahun 1803 – 1810 dan titik awal sejarah penaklukan dan pengambilalihan wilayah Ambon pada tahun 1810 oleh Inggris. Pada saat pemerintahan Daendels, tahun 1808 – 1811, ia melakukan restrukturisasi pemerintahan di wilayah timur Hindia Belanda atau timur besar, dan menempatkan personel-personelnya khususnya di wilayah Ambon. W.J. Cranssen, yang sebelumnya menjadi Gubernur van Amboina (1804 – 1809) dipanggil pulang oleh Daendels ke Batavia karena terlibat masalah, dan pemerintahan sementara dipegang oleh komandan militer Maluku yaitu Kolonel C.E. von Jett dengan singkat pada Januari – Maret 1809. Pemerintahan sementara ini dilanjutkan oleh penggantinya Kolonel J.Ph.F. Filz, komandan militer Maluku juga dengan singkat pada Maret – 14 Maret 1809. Pemerintahan ini kemudian diganti oleh Gubernur van Ambon, C.L. Wieling, sejak 14 Maret 1809 – 25 Juli 1809, dimana C.L. Wieling sendiri meninggal mendadak saat masih bertugas pada 25 Juli 1809, dan sementara waktu pemerintahan sementara dipegang lagi oleh komandan militer Maluku, J.Ph.F. Filz untuk periode Juli 1809 – Januari 1810. Pemerintahan sementara ini kemudian didefinitifkan dengan penunjukan Levinus Heukevlugt sebagai “Gubernur” dengan gelar Prefek van Ambon (Januari – Februari 1810). Sementara Filz tetap sebagai komandan militernya. Pada Februari 1810, wilayah Ambon ditaklukan oleh Inggris dan kemudian diambilalih. Moment-moment penaklukan dan pengambilalihan inilah, yang kemudian memicu kemarahan Daendels, sehingga kolonel Filz diminta pertanggungjawabannya, yang berujung pada eksekusi matinya di Batavia pada 12 Juni 1810. 

Membaca kajian dari W.Ph. Coolhas ini membuat kita memahami dinamika sejarah yang berlangsung pada periode ini, misalnya tentang perekrutan orang-orang Ambon sebagai serdadu yang diminta/diperintah oleh Daendels. Lanskap peristiwa ini menjadi latar belakang “terpisahnya” Eliza Titaleij dengan Elisabeth Gassier/Gaspersz, dan menjelaskan hubungan “tidak resminya” dengan Thomas Matulesia yang berujung pada peristiwa pemberontakan tahun 1817. Selain itu, ada informasi-informasi menarik yang bisa diperoleh dalam 40 halaman artikel ini. Sayangnya, artikel ini tidak menampilkan ilustrasi, sehingga kami menambahkan sedikit ilustrasi dan catatan tambahan yang diperlukan, dan membagi artikel ini menjadi 3 bagian. Akhirnya, semoga tulisan ini bisa bermanfaat dalam pengembangan wawasan kesejarahan kita.

 

  1. Terjemahan

Sejarah Kepulauan Hindia dari -secara luas- tahun 1790 hingga 1870, dan sebagian besar historiografi periode itu, sebagian besar didominasi oleh perselisihan tentang cara bagaimana kekayaan yang dihasilkan di pulau-pulau di timur itu dapat dioperasikan.

Subjek ini begitu menarik perhatian para sejarahwan dan kontemporer sehingga semua negarawan kolonial saat itu hanya dianggap dari sudut pandang ini. Bahkan mereka yang sedikit atau tidak terlibat dalam isu ini dinilai berdasarkan posisi mereka dalam isu tersebut. Seorang yang tidak penting seperti Komisaris Jenderal du Busa, yang dikirim ke Hindia sebagai diktator penghematan, tidak bisa lepas dari hal ini1, seperti halnya orang yang cenderung lalim seperti Daendelsb. Dalam kasus terakhir, hal ini sudah sangat tidak biasa; keadaan terisolasi yang dia alami ketika ia menemukan sisa-sisa harta milik Belanda di Timur tidak hanya menjadikan pemikirannya secara abstrak tentang cara menghasilkan produk, yang distribusinya sulit atau tidak mungkin dilakukan, menjadi tidak berarti apa-apa, tetapi juga alasan mengapa ia, dari semua orang yang ada, dikirim ke Jawa yang adalah wilayah yang sama sekali berbeda dari yang dimaksudkan. Dan menurut saya ada gunanya untuk memperhatikan pada aspek yang sama sekali berbeda dari sejarah kepulauan Hindia pada tahun-tahun tersebut. 

Herman Willem Daendels (1762-1818)

Tugas utama Daendels adalah membuat/menjadikan wilayah jajahan Belanda menjadi berharga untuk pertempuran yang akan menghancurkan Inggris. Tekanan keadaan telah mengakibatkan fakta bahwa orang yang mengira dapat menaklukan kepulauan itu dengan cara yang berbeda dari serangan ke pusat, secara langsung atau melalui Irlandia, yang diinginkan Hochec, seharusnya dengan berat hati membatalkan perjalanan ke Mesir sebelum ia menyerang kekuatan Inggris di India, tempat dimana ia ingin membuat perbedaan, tidak dapat melaksanakan rencana besarnya di sana. Menjelang akhir abad ke-18, wilayah jajahan Perancis2 dan Belanda3 di India tidak lagi berarti banyak dan telah hilang dalam perang revolusioner, Sultan Mysore, kerajaan Tippo, beserta sekutunya terbunuh, namun banyak pangeran India, terutama dari kelompok Mahrat yang militan, bersedia kembali berperang melawan Inggris. Setelah Perang 7 tahun yang secara efektif menyebabkan jatuhnya kekaisaran Prancis Dupleix di India, para petualang Prancis tetap mempertahankan nama baik dan pengaruh di sana selama bertahun-tahun sebagai pemimpin pasukan pembantu para pangeran yang sebagian berasal dari Eropa dan sebagian lagi pribumi, dan yang terakhir dari mereka, Jenderal Perrond, yang pernah bertugas di bawah Scindia4, belum kembali ke Perancis sampai tahun 1803. Di Timur-Jauh, Pigneau de Behainee, Uskup Adran, adalah orang paling berpengaruh di Cochin, Cina. Bahkan setelah kematiannya pada tahun 1799, nama orang Perancis tetap sangat dihormati di sana, dua [2] diantaranya tetap menduduki posisi tinggi dari tahun 1792 hingga 1817, keduanya sebagai jenderal angkatan darat menengah -, tanpa rekan senegaranya yang menghubungi mereka selama tahun-tahun itu. Napoleon masih diberitahu pada tahun 1812 oleh Menteri Angkatan Lautnya tentang kemungkinan-kemungkinan di sana. Posisi Perancis di Persia sangat penting; Shah Feth Alif, takut akan kekuatan Inggris yang semakin besar di perbatasan timurnya dan bahkan lebih takut lagi pada kekuatan Rusia di utara, terlibat, terutama setelah Austerlitz, dalam perundingan yang berujung pada Perjanjian Finckenstein Prancis-Persia pada tanggal 4 Mei 1807, dimana Shah, sebagai imbalan atas janji jaminan wilayahnya dan penyerahan Georgia oleh Rusia, berjanji, jika Perancis menginginkannya, untuk segera menyatakan perang terhadap Inggris, mengundang orang-orang Afganistan yang liar untuk menyerang India bersamanya. Hasil dari perjanjian ini adalah pengiriman misi militer ekstensif dibawah Jenderal de Gardaneg, yang terdiri dari perwira dan cendekiawan muda dengan cara yang hampir sama seperti staf ekspedisi Mesir tahun 1798, yang melakukan pekerjaan yang sangat penting di Persia, terutama di bidang keilmuan.

Yang lebih realistis adalah cara Napoleon ingin menyerang Inggris di India dari laut. Sejak tahun 1803, Decaenh yang cakap, dengan gelar agung capitaine général des établissements francais a l'est du Cap de Bonne-Espérance, bertanggungjawab atas 2 pulau Perancis : Ile de France (sekarang bernama Mauritius) dan Ile Bonaparte (sebelumnya bernama Ile de Bourbon, sekarang bernama Réunion). 

C.M.I. Decaen (1769-1832)

Armada yang dimilikinya cukup lemah untuk menyerang Inggris di India; Laksamana Linois membatasi dirinya pada kampanye perompak yang tidak bisa dianggap remeh di lautan Cina, tetapi ketika ia sedang dalam perjalanan kembali ke Perancis, setelah Tanjung Verde jatuh ke tangan Inggris untuk kedua kalinya, ia harus menyerah antara Tanjung Verde dan Kepulauan Canary. Decaen saat itu hanya memiliki satu kapal perang. Ia telah mengirim saudaranya ke Perancis untuk meminta bantuan; Roger Decaen muda telah mencapai Napoleoni di medan perang Austerlitz dan di sana telah memperoleh janji untuk mengirim satu skuadron. Hal ini tidak pernah terjadi, namun dari waktu ke waktu beberapa kapal berdatangan. Hal ini memberikan kesan bahwa setiap kali perhatian Napoleon tertuju pada persoalan-persoalan di Timur-Jauh, dia langsung segera tertarik pada masalah-masalah tersebut, namun ada begitu banyak masalah yang lebih jelas dan mendesak di sekitarnya, sehingga rencana-rencana untuk India tersebut berulang kali dibatalkan/dikesampingkan lagi dan lagi. Sebuah proyek pada tahun 1805 untuk mengirim 3 skuadron berkekuatan 20.000 orang5 tidak membuahkan hasil, sama seperti rencana tahun 1806 untuk espedisi darat gabungan melalui Asia Tengah dan melalui Mesir dan pengiriman armada melalui Tanjung Harapan. Menteri Angkatan Laut, duc Decrèsj, adalah orang kurang inisiatif dan terlalu takut menimbulkan ketidaksukaan kaisar, untuk bekerja secara mandiri dalam persiapan dan pelaksanaan rencana tersebut jika atasannya mempunyai kekhawatiran lain. Tampaknya ia menarik nafas lega ketika situasi politik mengalihkan perhatian ke hal lain, sehingga dia bisa bersembunyi di belakang layar. Selama bertahun-tahun, Decaen berhasil menghambat pelayaran Inggris dengan beberapa kapal perangnya dan terutama dengan kapal-kapal pribumi yang diperlengkapi untuk perompak, yang disebut patmars. Nama kedua Surcouf belum dilupakan sebagai nama para perompak yang sangat berani. Decaen mengeluarkan banyak agen dan menifesto untuk menjaga keengganan para pangeran India terhadap Inggris, terutama kantor Denmark Tranquebar dan Serampore yang menjadi pusat aksinya, sampai mereka jatuh ke tangan Inggris akibat perang yang pecah dengan Denmark. Pada tahun 1810, Napoleon berniat untuk mempercayakan pemerintahan tertinggi di Jawa kepada Decaen, dan menurut Prentout inilah salah satu alasan mengapa Daendels digantikan oleh Janssensk, yang usianya lebih muda dari Decaenl. Rencana aksi untuk menyerang pemukiman Inggris yang masih baru di Australia sudah siap. Namun, hal itu tidak terjadi; lebih dari setengah tahun sebelum Jawa takluk, pada tanggal 3 Desember 1810, Decaen harus menyerah dengan cara yang disebut Napoleon sebagai cara terindah yang pernah diketahuinya. 

J.W. Janssens (1762-1838)

Di antara para penyerang potensial di sekitar pusat Inggris di India, koloni-koloni kita (Belanda) secara alami membentuk mata rantai yang penting. Akan tetapi, mereka kurang siap menghadapi situasi perang dan orang-orang yang bertanggung jawab atas segala sesuatunya sama sekali tidak mampu untuk melakukan tugas tersebut. Gubernur Jenderal Van Overstratenm memang telah berupaya memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh para pendahulunya, namun pemerintahannya terlalu singkat, dan para penerusnya, Sibergn yang ceroboh dan kikuk, yang merupakan produk khas dari semangat “nepotisme” dan pemerintahan keluargao, serta Wiesep, yang sama sekali tidak militer meskipun pangkatnya adalah letnan jenderal kerajaan Belanda, ia bukanlah orang yang mampu menunjukkan ketegasan yang diperlukan. 

P.G. van Overstraten

Dan Daendels tidak bisa memungkiri hal itu !!! Apakah tindakannya selalu yang paling tepat adalah pertanyaannya, tetapi tidak seorang pun akan mencela dia karena tidak menunjukkan energi yang diperlukan dalam tugas menempatkan wilayah jajahan yang dipercayakan kepadanya dalam keadaan bertahan dan, jika mungkin, melalukan penyerangan. Dan masih banyak yang harus dilakukan!! Hampir tidak ada lagi pembicaraan tentang armada; kapal-kapal yang berlayar setelah Perdamaian Amiens dibawah Wakil Laksamana Harstinckq yang tidak aktif, yang secara ketat mematuhi perintahnya yang hanya memberinya sedikit ruang, hampir tidak mencapai apapun dan dirundung segala macam kesulitan. Wiese dan Direktur Jenderal, Van Ysseldijkr pada tanggal 15 November 1807 mengeluh kepada Menteri Perdagangan dan Koloni, Van der Heims, tentang “bencana yang ditimbulkan oleh musuh pada tahun sebelumnya terhadap sisa kecil angkatan laut aktif negara di pelabuhan ibu kota ini” (ini berarti hancurnya kapal-kapal perang Belanda dan sejumlah kapal dagang yang ditambatkan di sana oleh satu skuadron dibawah Pellewt pada tanggal 27 November 1806), “hilangnya fregat Pallas dalam perjalanan pulang dari Ambon dan kerugian besar yang diderita pada kesempatan itu dalam penangkapan dan pembakaran kapal-kapal bersenjata dan kapal-kapal lain yang masih tersisa bagi kita”. Sesaat sebelum kedatangan Daendels – Marsekal [Daendels] menjabat sebagai Gubernur Jenderal pada 14 Januari 1808 – Laksamana Pellew kembali muncul di lepas pantai Jawa untuk menangkap dan menghancurkan 2 kapal perang yang tersisa, Pluto dan Revolution, serta kapal Rusthof di Grissee [Gresik]. Tentara telah dikurangi menjadi hanya lebih dari 2.000 orang pada Perdamaian Amiens, tidak termasuk batalion ke-12 tentara Perancis, 25 perwira dan 516 orang, yang datang dari Ile de France pada tahun 1798 dengan beberapa artileri dan petasan. Kondisi senjata api, terutam senapan, sebagian dalam kondisi buruk, sedangkan meriamnya sebagian sudah sangat ketinggalan jaman. Setelah Perdamaian, negara mengirimkan 1.098 orang, yang tiba pada akhir tahun 1802 dan awal tahun 1803, sedangkan pada tahun 1804, De Mistu dan Janssens mengirimkan  batalion ke-23 tentara Bataaf, berkekuatan 775 orang dari Tanjung Harapan ke Jawa. Menurut data nasional, tentara di sana berjumlah 4.715 orang. 

Johannes Siberg

Laksamana Muda Buijskesv, yang dikirim segera setelah Daendels yang bergelar Letnan Gubernur Jenderal dan dengan tugas, jika Daendels tidak datang, bertindak sebagai penerus/pengganti Wiese, atau bertugas sebagai panglima angkatan laut di Hindia, dimulai pada bulan Desember 1808 untuk mempersiapkan pangkalan angkatan laut di Surabaya dan membentuk armada peralatan kecil sesuai semangat yang dibentuk oleh Decaen di Ile de France.  Pada bulan Februari 1809, 2 fregat Perancis tiba di sana dan pada tanggal 19 Maret galangan kapal telah berkembang pesat sehingga perbaikan dan pembangunan kapal perang dapat dimulai. Namun, Buijskes kembali ke tanah air [Belanda] pada bulan November 1809. Penyakit menjadi alasan yang tepat untuk menutupi alasan sebenarnya, [yaitu] hubungan buruk dengan Daendels. Pada saat itu, tidak banyak yang dihasilkan dari pembangunan satu skuadron yang terdiri dari 15 fregat yang masing-masing memiliki 44 senjata, yang telah ditulis Daendels kepada Menteri Van der Heim pada tanggal 25 Maret 1808, dengan menyatakan bahwa ia tidak akan dapat menyediakan perwira dan awak kapal dan bahwa senjata, jangkar dan barang besi lainnya juga harus dikirimkan kepadanya.

Profesor Van Vollenhoven berbicara tentang Raffles yang “pamer”. Namun, bagaimana dengan Daendels???. Orang ini melakukan banyak hal, tidak dapat disangkal, tetapi ketika seseorang membaca cara dia menyombongkan diri dan tanpa kritik diri dimana dia membesar-besarkan tindakannya sendiri, orang tidak akan tahu dimana kebenaran berakhir dan fantasi dimulai. Fakta bahwa ia menunjukkan “optimisme” yang paling besar dalam pesan-pesannya yang ditujukkan kepada masyarakat di Hindia Belanda mungkin ada benarnya, tetapi bahwa ia melakukan hal sama dalam pesan-pesan yang ditujukan kepada pihak berwenang di Belanda adalah hal yang patut/harus dimaafkan, tetapi sama sekali tidak ada gunanya membanggakan diri terhadap orang seperti Decaen, yang tentu saja dapat memahami bagaimana keadaan di Jawa6. Dengan sikap berlebihan ini, dia memberikan banyak pengaruh kepada musuh-musuhnya; kalau saja dia menjaga pernyataannya dalam batas-batas yang mungkin terjadi, orang-orang akan memuji pencapaian yang dia raih dalam waktu yang sangat singkat, tetapi sekarang dia kehilangan kepercayaan awalnya pada janji-janjinya dan sering membuat dirinya konyol dengan bualannya. 

A.H. Wiese

Ia mengira tentara akan terdiri dari 5 resimen infanteri, masing-masing 3 batalion (5 kompi) dengan kekuatan 1000 orang dan satu batalion pemburu, selanjutnya dipisahkan satu resimen kavaleri dan satu resimen artileri; kekuatan gabungan harus berjumlah 21.578 orang. Resimen pertama, tulisnya kepada Raja pada tanggal 29 April 18087, akan seluruhnya terdiri dari orang Jawa “qui sont bons soldats par tout ailleurs qu’a Java même” (artinya, “yang sama sekali tidak dapat digunakan di Jawa dan karena itu akan saya kirim ke tempat lain”)8. Saya saya tidak menemukan informasi tentang resimen kedua, informasi itu hanya ada di atas kertas. 3 resimen terakhir akan terdiri dari 1 batalion orang Ambon, 1 batalion yang sebagiannya orang Madura, yang sebagian lagi orang Jawa, dan 1 batalion terdiri dari budak-budak dari Makassar dan Bali, yang akan bebas setelah 8 tahun mengabdi/bertugas9. Karena kurangnya jumlah orang Eropa, hanya 1 kompi orang Eropa yang ditugaskan di setiap batalion, “sans pouvoir même étendre cette mesure a tous les corps............." [tanpa kewenangan atau kewajiban, tindakan ini berlakukan pada seluruh korps.....]. Kurangnya perwira dan bintara juga menyebabkan perlunya membuat kompi-kompi menjadi begitu besar, namun hanya 2 atau 3 perwira yang dapat ditempatkan di setiap kompi, dan bahkan seperempat dari posisi perwira harus dibiarkan kosong !!!. Daendels terus menerus mendesak Van der Heim, Raja, dan Kaisar sendiri untuk mengirim bala bantuan, yang kepentingannya terhadap Timur ia ketahui. Perwira muda Eropa, bintara, dan prajurit terlatih sangat dibutuhkan; dari pasukan yang tiba setelah Perdamaian Amiens, hanya batalion yang datang dari Tanjung Harapan yang memiliki personel yang baik; yang datang dari Belanda, menurut Daendels, hanya sebatas “sedikit rekrutan”. 

Louis Bonaparte

Pada tanggal 20 April 1810, ia melaporkan kepada Kaisar bahwa ia telah meminta Lodewijk Napoleonw untuk menyediakan 300 perwira bawahan, 6 hingga 700 bintara, 3000 prajurit, selanjutnya perwira angkatan laut, pelaut, dokter dan ahli bedah, juga beberapa perwira senior. Kadang-kadang ada penambahan dari Eropa. Maka dari itu, Daendels melaporkan pada tanggal 25 Maret 1808 bahwa Letnan Kolonel Gordon telah tiba melalui Amerika bersama 23 perwira dan 4 dokter pada akhir Maret. Senjata api yang bagus tidak cukup - dia meminta 20.000 senapan – serta batu api, kain, kanvas, anggur, dan brendi. Decaen juga dimintai bantuan : 5 hingga 600 orang Kreol diperlukan untuk melengkapi batalion ke-12, serta 40 hingga 50 bintara, yang cocok untuk dipromosikan menjadi perwira, dan jumlah prajurit yang baik yang sama, yang dapat didistribusikan sebagai bintara diantara berbagai batalion prajurit Hindia. Menurut Collet10, yang tidak punya banyak uang, mengirim 30 pemuda kreol pada tahun 1809, yang diangkat menjadi perwira di Jawa, dan seorang pembuat senjata yang terampil. Pada tanggal 25 Februari 1809, Daendels memberitahu banyak hal kepada Decaen tentang 8 hingga 9.000 pasukan yang menurutnya akan siap dalam waktu 4 hingga 5 bulan, selain dari mereka yang dimaksudkan untuk mempertahankan Jawa, dan ia hanya kekurangan 300 perwira dan bintara Eropa, yang tentu saja ingin dihilangkan oleh Decaen, yang pasti memiliki terlalu banyak kader. Decaen cukup bijaksana untuk tidak menerima usulan ini atau usulan Daendels pada tanggal 19 September 1809, untuk bersama-sama, dalam aliansi dengan Kaisar Burma, menyerang Inggris di India. Mengingat kurangnya kapal, yang terakhir ini tentu saja hanya sesumbar belaka, jika bukan upaya untuk mendapatkan beberapa kapal dari rekannya. Karena Daendels bisa saja merasa senang bahwa apa yang disebut Perang Mahrat ke-3 dan keadaan damai di India setelahnya, dapat mencegah serangan Inggris di wilayahnya untuk waktu yang lama11. De Sandol Royx, komandan tentara yang dikirim oleh Daendels ke Belanda dan dengan demikian menyingkirkan, salah satu musuh beratnya, meninggalkan sebuah catatan untuk Van Polanen di New York, dimana ia menulis, meremehkan organisasi tentara-nya Daendels : “organisasi yang direncanakannya, termasuk mayor dan para perwira, berjumlah 21.578 orang, tetapi meskipun penduduk dipaksa menjual 600 budak kepadanya dengan harga 175 Rsd dan ia terus membeli barang impor baru dengan harga 180 Rsd, seluruh pasukan hanya berjumlah 14.080 orang per tanggal 1 Desember 1809, termasuk semua perwira. Dari 14.080 orang ini, jumlah orang Eropa dan Kreol hanya berjumlah 2.513 orang dan dari jumlah ini 1/6 cacat dan 1/8 orang Kreol, beberapa diantaranya adalah perwira dan prajurit yang sangat buruk sehingga di masa rezim lama dilarang menaikan pangkat mereka menjadi perwira”. Tampak bagi saya bahwa hasil dari upaya Daendels, jika kita memperhatikan apa yang dia temui pada awal tahun 1808 dan kurangnya sumber daya, adalah tidak buruk sama sekali !!!.

Karena tidak cukup banyak orang Eropa yang dibutuhkannya : orang-orang muda yang kuat dan belum melemah karena penyakit tropis, Daendels harus menjadikan elemen-elemen lain sebagai tulang punggung pasukannya. Baik orang Jawa maupun pada budak merupakan pasukan yang sangat diragukan. Oleh karena itu, seperti yang diberitahukannya kepada Raja pada tanggal 13 November 1808, ia mengharapkan 2.500 orang Ambon dan orang Kristen dari pesisir Manado, Gorontalo dan dari pulau Sulawesi (yaitu Sulawesi Selatan), “prajurit-prajurit terbaik di dunia dalam iklim seperti ini”. Baginya, orang Ambon khususnya, dan memang demikian, tampak sebagai pasukan yang lebih baik. Perdamaian Amiens telah mengembalikan wilayah koloni kita di Timur Besar, dan wilayah koloni ini dapat memasok orang-orang yang sangat dibutuhkan oleh tentara. Amboina, pulau rempah-rempah yang terpencil, dengan demikian untuk sementara waktu kembali menjadi titik penting dalam sejarah dunia.

Delapan tahun antara pengembalian oleh Inggris dan pengambilalihan yang kedua kali merupakan ciri khas, khususnya tentu saja dibawah pemerintahan Daendels, ditandai dengan serangkaian tindakan, yang, hampir tidak diterapkan di Batavia dan diberlakukan di pulau-pulau tersebut, digantikan oleh tindakan lain. Personelnya juga berulang kali berubah. Siberg telah mengirim Cransseny, orang yang menyerahkan Ternate kepada Inggris pada tahun 1801z, sebagai Gubernur di Amboina. Wiese dan Van Ysseldijk – saya sengaja menyebut orang yang kedua, karena dia orang hebat di masa Wiese – untuk menyediakan uang dan makanan bagi pulau-pulau penghasil rempah-rempah dan mencari pasar bagi hasil produksi pulau-pulau tersebut – hal ini terutama berkaitan dengan pala dari Banda, karena budidaya cengkih sangat menderita akibat pemindahan tanaman cengkih ke Mauritius dan Réunion pada tahun 1770, dan sejak itu ke tempat-tempat lain – telah mengirim Wakil Presiden Dewan Tinggi Kehakiman, Tuan R.G. van Polanenaa, ke Amerika. Segala sesuatu yang berkaitan dengan misi tersebut dapat ditemukan secara lengkap dalam buku karangan Dr.L.W.G. de Roo “Documenten omtrent Herman Willem Daendels”, yang konon merupakan suplemen untuk jilid XIII dari edisi besar dokumen dari karya De Jonge, yang diberi judul aneh untuk masa itu : “De Opkomst van het Nederlandsch Gezag in Oost Indië”. Daendels memulai dengan apa yang juga dilakukannya di tempat lain : melimpahkan kekuasaan di Amboina kepada satu orang; sistem lama : Gubernur dan Dewan dihapuskan; melalui keputusan tanggal 15 Juni 1809, ia membubarkan Dewan Politik (Raad van Politiek). Di Batavia, sebuah komisi dibentuk untuk mempersiapkan organisasi baru di seluruh wilayah Timur Besar (Groote Oost). Sentralisasi adalah semboyannya, prefek Amboina akan menjadi orang pertama [pemimpin] di dunia kepulauan timur dan kepala prefek Banda dan sub-prefek Timor. Daendels “melepaskan” Ternate, yang telah menyiapkan proyek itu sendiri, sehinggi komisi tidak punya pilihan lain lagi selain menyajikan rencana yang sempurna kepada tuan dan majikannya12, sementara seorang prefek, dibawah pemerintahan Amboina, akan ditempatkan di Manado. Akan tetapi, hal ini dibatalkan pada saat-saat terakhir setelah protes dari komisi; seorang Komandan akan tetap berada di Ternate, yang juga memegang kekuasaan/otoritas sipil, sementara Gorontalo dan Manado tidak akan lagi berada di bawah Ternate, tetapi langsung di bawah Amboina. Personel di Makassar telah dikurangi jauh sebelumnya, sedangkan sisanya ditempatkan di bawah panglima militer. Keputusan tanggal 23 November 1809, yang mencakup penataan ulang/reorganisasi seluruh wilayah Maluku, akan dilaksanakan oleh Levinus Heukevlugtbb, yang sebelumnya menjabat sebagai Jenderal Fiscal Dewan Tinggi Kehakiman dan anggota komite tersebut. Karena Cranssen telah lama meninggalkan Amboina, ia telah membuat kesalahan dengan mengirimkan sejumlah besar pala yang tidak diberi kapur dan karena itu mudah rusak, telah menimbulkan kemarahan orang yang berkuasa itu, sehingga Cranssen segera dipanggil pulang dengan tergesa-gesa, sementara barang-barangnya disita untuk mengganti kerugian yang diderita. Dia bisa senang karena penyitaan ini dicabut atas perintah pengadilan dan bahwa ia dibebaskan dengan hukuman atas semua biaya, kerugian, dan kepentingan yang timbul dari penyitaan itu, ya, bahwa ia kemudian diterima kembali dengan setengah hati dan diangkat sebagai President Dewan Pengurus [van het college van schepen] di Batavia. Ia digantikan oleh Wielingcc, bekas Gubernur Ternate, namun Wieling mendadak meninggal; komandan militer di Amboina harus segera mengambil alih pemerintahan sipil untuk sementaradd. Perekrutan telah dilakukan dengan sangat gencar pada masa Daendels dan, setidaknya menurut Dassen13, telah sangat berhasil di Amboina; dalam beberapa bulan, 2 hingga 3000 orang dikatakan telah menanggapi perekrutan tersebut. Sebuah surat aneh tertanggal 17 November 1809, yang membahas perekrutan, dari Coop a Groen14/ee, yang telah menjadi Gubernur di sana selama 4 bulan setelah kepergian Wieling dari Ternate, kepada komandan militer-prefek ad interim di Amboina, menunjukkan betapa sedikit yang dicapai dalam hal ini di wilayah lain di Timur Besar. “Bekas Gubernur Ternate dan mendiang Gubernur Ambon, Yang Mulia Wieling15” dalam “nota tambahan tentang pemerintahan Ternate” pada akhir Februari yang lalu mengatakan : “bahwa dibutuhkan banyak upaya untuk mendapatkan 1.500 orang setiap tahunnya dari 3 gubernemen [yaitu] Ambon, Banda, dan Ternate sesuai dengan perintah Yang Mulia Marsekal [Daendels]” bahwa “menggunakan tindakan pemaksaan mungkin akan membantu untuk 1 tahun saja, tetapi pada tahun-tahun selanjutnya akan menimbulkan keresahan, yang akan sangat menghambat, atau bahkan mencegah sama sekali, tindakan perekrutan”. Coop a Groen melaporkan bahwa kerusuhan di Tidore dan Tondano sangat menghambat perekrutan. Di Minahasa, ada upaya untuk mendapatkan jaminan utang yang ditujukan untuk tentara; perekrutan oleh Wieling di Talaud juga tidak berhasil seperti yang dilakukan oleh Coop a Groen sendiri di Bolaang Mongondow. Yang terakhir, juga telah meminta Pendeta Van der Dussenff untuk “melakukan perjalanan ke Sangir”, untuk “membagikan segel suci di sana dan, melalui nasihat dan bujukan lembut-Nya kepada rakyat di berbagai kerajaan agar melayani Yang Mulia Raja”. Wakil Prefek, Predigergg, yang telah diberhentikan, tidak banyak diharapkan dalam soal perekrutan seperti halnya Wieling.  

R.G. van Polanen

Jika Daendels ingin mendapatkan lebih banyak rekrutan, ia harus bergegas, karena hingga saat itu komunikasi dengan Timur Besar masih memungkinkan di luar dugaan, sehingga Daendels dapat malaporkan kepada Van der Heim pada tanggal 23 Agustus 1809 : “semua ekspedisi pengumpulan hasil bumi, yang dilaksanakan di sana berdasarkan instruksi khusus dari Jenderal Buijskes, berjalan lancar dan tiba dengan selamat di pelabuhan Kristen di sudut timur bersama muatannya” (de Jonge o.c. XIII, halaman 462); tidak lama kemudian, Kapten Footehh, pemimpin fregat Inggris “'la Piémontaise”, tiba untuk menyampaikan pesan atas nama Laksamana Muda Druryiiorang-orang masih sopan pada masa itu!!! – bahwa Jawa, Maluku, dan pulau-pulau koloni Perancis telah dinyatakan dalam keadaan blokade. Daendels menulis surat mendesak pada tanggal 7 musim gugur tahun 1809 meminta pengiriman 1 skuadron; kapal-kapal yang dimilikinya dikirim untuk mengumpulkan produk hasil bumi dan rekrutan dari wilayah Timur Besar dan untuk membawa Heukevlugt dengan perbekalan dan perlengkapan perang ke Ambon sambil lalu. Daendels tidak memiliki kekhawatiran besar tentang pertahanan Amboina, batalion pertama dari resimen pertama yang disebutkan di atas, hanya terdiri dari orang Jawa, ada di sana dan kompi ketiga dan keempat dari batalion ke-2 resimen artileri, total berjumlah 1.445 orang; selain itu terdapat 282 orang (pribumi) burger yang bertugas, sedangkan kapal terakhir yang dikirim membawa 134 orang rekrutan lainnya. Dan Komandan sebelumnya, Kolonel von Jettjj, belum lama digantikan oleh orang yang sangat dipercayai oleh Daendels. Buijskes juga menulis kepada Van der Heim pada tanggal 31 Maret 1810 dari markasnya di St George di Bermuda, bahwa situasi di Maluku cukup baik setelah kepergiannya.

====bersambung====

 

Catatan Kaki

1.       Lihat tulisanku, Het Regeeringsreglement van 1827, Utrecht 1936, halaman 37-39.

2.      Pondichery, Karikal, Chandernagor, Mahé, Yanaon.

3.      Terutama: Chinsura di Benggala, Sadras dan Paliakatte di Coromandel dan Tuticorin di pantai Madura.

4.      Gelar pangeran Mahratten, yaitu. yaitu Gwalior.

5.      Prentout: L’lle de France sous Decaen —, p. 402.

6.      Lihat contohnya dalam karya Mühlenfeld: Betrekkingen tusschen Ile de France en Java in het eerste decennium der 19e eeuw, yang dimuat dalam Feestbundle yang diterbitkan oleh het Koninklijk Bataviaasch Genootschap, bagian K dan W, volume II, halaman 202, 205, tahun 1929.

7.      Kecuali dinyatakan lain, kutipan dari surat-surat ke negara asal diambil dari kumpulan dokumen oleh H.W. Daendels yang disimpan di ARA, dibagian koloni, bagian IIe no 96

8.      Di Kepulauan kita, personel pribumi, bahkan dalam dinas sipil, selalu dapat ditempatkan dengan baik di daerah yang adat istiadatnya tidak membebankan kewajiban terhadap keluarga, yaitu di luar asal wilayahnya.

9.      “Yang ketiga yang dari Makassar dan Bali, dibebaskan setelah 8 tahun”. Bahkan jika anda melihat : …………….” Pembelian budak-budak dari Bali dan Makassar yang memperoleh Kembali kebebasan mereka dengan memasuki korps”.

10.    lle de Java sous la domination francaise,  Bruxelles 1910.

11.     Pendapat dari Van Stapel, di Geschiedenis van Nederlandsch Indie, volume V, halaman 71, bahwa tidak ada aksi perang yang terjadi dalam 2 tahun pertama Daendels, karena perang koalisi membuat armada “terikat” di Eropa, menurut saya sangat patut dipertanyakan.

12.     Agaknya sehubungan dengan tingginya biaya yang disebabkan oleh gejolak berbagai calon pengganti sultan di Kerajaan Tidore

13.     De Nederlanders in de Molukken, halaman 65. Saya tidak dapat menjamin keakuratan informasi ini.

14.    R.A., Papieren Van Alphen, no. 308

15.     Tentang bagaimana informasi lengkap, dapat ditemukan di bukunya Haga, Nieuw Guinea

 

Catatan tambahan

a.      Komisaris Jenderal du Bus yang dimaksud adalah Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies. Lahir di Oost-Vlaanderen pada 1 Maret 1780, dan meninggal di Oostmale pada 31 Mei 1849. Ia adalah putra dari Pierre Ignace Joseph Du Bus dan Maria Therese Barbe Vuylsteke. Menikah 2 kali dengan Marie Anne Catherine Bernadine de Deuwaerder dan Marie Caroline Antoinete van der Gracht de Fretin. Ia ditunjuk sebagai Komisaris Jenderal untuk Hindia Belanda pada tanggal 10 Agustus 1825 dan mulai menjabat sejak 4 Februari 1826 – 16 Januari 1830.

b.      Herman Willem Daendels, lahir di Hattem pada 21 Oktober 1762 dan meninggal di St George del Mina pada 2 Mei 1818, putra dari Mr Burchard Johan Daendels dan Josina Christina Tulleken. Daendels menikah dengan Aleyda Elisabeth Reyniera van Vlierden. Ia ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda oleh Raja Lodewijk Napoleon (Louis Napoleon) pada 28 Januari 1807, dan secara resmi mulai memerintah pada 14 Januari 1808 hingga 15 Mei 1811

c.      Hoche yang dimaksud adalah Lazare Hoche, seorang pemimpin militer Perancis, lahir di Versailes pada 24 Juni 1768 dan meninggal di Wetzlar pada 19 September 1797, putra dari Louis Hoche dan Anne Merliere. Ia menikah dengan Anne Adelaïde Dechaux

d.      Jenderal Perron yang dimaksud adalah Pierre Cuiller-Perron, lahir antara tahun 1753 hingga 1755 dan meninggal pada tahun 1834

e.      Pigneau de Behaine memiliki nama lengkap Pierre Joseph Georges Pigneau, lahir pada 2 November 1741 dan meninggal pada 9 Oktober 1799

f.       Shah Feth Ali atau Fath Ali Shah Qajar, lahir di Iran pada 25 September 1772 dan meninggal pada 23 Oktober 1834.

g.      Jenderal de Gardane yang dimaksud adalah Claude-Matthieu, Comte de Gardane, seorang Jenderal dan Diplomat Perancis, lahir pada 11 Juli 1766 dan meninggal pada 30 Januari 1818

h.      Decaen yang dimaksud adalah Charles Mathieu Isidore Decaen, seorang Jenderal Perancis, lahir pada 13 April 1769 dan meninggal pada 9 September 1832

i.       Napoleon Bonaparte

j.       Menteri Angkatan Laut, duc Decrès yang dimaksud Bernama Denis duc Decrès, lahir pada 18 Juni 1761 dan meningga pada 7 Desember 1820

k.      Janssens yang dimaksud Bernama Jan Willem Janssens, lahir di Nijmegen pada 12 Oktober 1762 dan meninggal pada 23 Mei 1838 di s,Gravenhage, putra dari Johannes Jacobus Janssens dan Adriana Rees. Menikah dengan Anna Barbara Balneavis dan Sara Louisa Hartsen. J.W. Janssens menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda menggantikan Daendels sejak 15 Mei 1811 – 18 September 1811

l.       Mungkin ada kekeliruan tentang informasi bahwa Janssens lebih muda dari Decaen (lihat catatan tambahan huruf h dan k untuk membandingkan tahun lahir mereka, dimana Janssens lebih tua dari Decaen)

m.    Gubernur Jenderal Van Overstraten yang dimaksud adalah Pieter Gerhardus van Overstraten, menjadi Gubernur Jenderal VOC dan Hindia Belanda sejak 22 Januari 1798 – 22 Agustus 1801. Ia lahir pada 19 Februari 1755 dan meninggal pada 22 Agustus 1801 di Batavia (Jakarta), putra dari Johannes Hendricus van Overstraten dan Catharina Wilhelmina Aelmans. Ia menikah dengan Jacoba Maria Lodisio

n.      Siberg yang dimaksud adalah Johannes Siberg, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, sejak 22 Agustus 1801 – 15 Juni 1805, lahir pada 14 Oktober 1740 di Rotterdam dan meninggal di Batavia pada 18 Juni 1817, putra dari Hendrik Siberg dan Ana Theodora Jalink. Ia menikah dengan Pieternella Gerhardina Alting, putri dari Willem Arnold Alting dan Hendrina Maria Knabe

o.      Maksudnya adalah ayah mertua dari Johannes Siberg, yaitu Willem Arnold Alting, juga adalah Gubernur Jenderal VOC pada periode 1 September 1780 – 17 Februari 1797. Dari hubungan keluarga ini, maka W.Ph Coolhas menyebut bahwa pemerintahan Siberg adalah pemerintahan nepotisme dan keluarga.

p.      Wiese yang dimaksud adalah Albertus Henricus Wiese, lahir pada tahun 1761 dan meninggal pada 7 Januari 1810 di Haarlem, putra dari Diederich Wiese dan Ida Henriette Dreijer. Ia menikah dengan Christina Elisabeth Marci dan Jacoba Maria Lodisio (janda dari Pieter Gerhardus van Overstraten – lihat catatan tambahan huruf m). Wiese menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda sejak 15 Juni 1805 – Januari 1808

q.      Wakil Laksamana Harstinck  yang dimaksud adalah Pieter Harstinck atau Pieter Hartsinck, lahir sekitar tahun 1760 dan meninggal pada 8 Juli 1808 di Baltimore, putra dari Andries Hartsinck dan Johana Cornelia de Bas

r.      Direktur Jenderal, Van Ysseldijk yang dimaksud adalah Wouter Hendrik Ijsseldijk/Ysseldijk, lahir pada 31 Desember 1755 di Utrecht, dan meninggal pada 12 mei 1817 di Surakarta, menikah dengan Johana Maria Magdalena Oland. Van Isseldijk menjadi Direktur Jenderal pada periode 1805 – 1809

s.      Van der Heim yang dimaksud adalah Paulus van der Heim, putra dari Jacob van der Heim dan Maria Arnoldina Gevaerts, lahir pada 8 Februari 1753 dan meninggal dunia pada 6 April 1823. Ia menikah dengan Jacoba Elisabeth Groeninx van Zoelen, Agatha Philippina van der Does dan Maria Aletta van der Hoeven. Ia diangkat sebagai Menteri Perdagangan dan Koloni pada 29 Juli 1806

t.       Pellew yang dimaksud adalah Edward Pellew Exmouth, lahir pada 9 April 1757 dan meninggal pada 23 Januari 1833. Ia menjadi komandan marinir Inggris di Asia pada periode 1804 – 1809

u.      De Mist yang dimaksud bernama Mr Jacob Abraham de Mist, lahir pada 20 April 1749 dan meninggal dunia pada 3 Agustus 1823, menikah dengan Amelia Elisabeth Wilhelmina Strubberg dan Elisabeth Margaretha Morré. Ia menjadi Komisaris Jenderal untuk Tanjung Harapan pada periode 1802 – 1804.

v.      Laksamana Muda Buijskes yang dimaksud adalah Arnold Adriaan Buijskess

w.     Louis Bonaparte atau di Belanda dikenal sebagai Lodewijk Napoleon, adik dari Napoleon Bonaparte, lahir pada 2 September 1778 dan meninggal pada 25 Juli 1846. Ia menjadi Raja Belanda pada 1806 - 1810

x.      De Sandol Roy yang dimaksud bernama Simon de Sandol Roy, komandan tantara di Batavia sekitar tahun 1802 – 1808.

y.      Cranssen yang dimaksud bernama Willem Jacob Cranssen, menjadi Gubernur Ternate pada periode 1799 – 1801, Gubernur Ambon pada periode 30 April 1804 – Januari 1809. Ia meninggal di Bogor pada 17 Agustus 1821

z.      Tentang penaklukan dan penyerahan Ternate pada tahun 1801 oleh W.J. Cranssen kepada Inggris, lihat tulisan P. A. Leupe dengan judul Stukken betrekkelijk de verdediging van Ternate door Gouverneur Willem Jacob Cranssen, 1800 – 1801, en de Overgave van het Gouvernement aan de Engelsche op den 21 Junij 1801 door den Raad van politie aldaar, dimuat Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlansch-Indie, 17de Deel [3e Volreeks, 5e Deel] (1870), halaman 215 – 338

aa.    R.G. van Polanen bernama Rogier Gerard van Polanen, lahir pada 3 Mei 1757 di Rotterdam dan meninggal pada 11 September 1833 di Amerika, putra dari Jan van Polanen dan Sara Macquelijn. Menikah dengan Helena Wilhelmina de Vos dan Bernardina Adelaide van Doorninck.

bb.   Levinus Heukevlugt, lahir sekitar tahun 1770 dan meninggal di Batavia pada 26 Juli 1837. Ia menjadi Prefek van Amboina pada 1 Januari 1810 – 19 Februari 1810

cc.    Wieling bernama Carel Lodewijk Wieling, menjadi Gubernur Ternate pada 1804 – 1809, menjadi Gubernur Ambon pada periode 12 September 1803 – 30 April 1804 dan periode 14 Maret 1809 – 25 Juli 1809.

dd.   C.L. Wieling meninggal mendadak pada 25 Juli 1809 di Ambon, dan untuk sementara digantikan oleh Kolonel Jean Philippe Francois Filz, komandan militer Maluku (Maret 1809 – 19 Februari 1810) pada periode 25 Juli 1809 – 1 Januari 1810 dan kemudian digantikan oleh Levinus Heukevlugt (lihat catatan tambahan huruf bb)

ee.    Coop a Groen bernama Roloef Coop a Groen, menjadi Gubernur (onderprefek) van Ternate pada periode 1809 – 1810

ff.     Pendeta Van der Dussen bernama Paulus van der Dussen, lahir sekitar tahun 1770, menjadi Pendeta di Ternate pada 1795, di Makassar pada 1795 – 1808.

gg.    Prediger yang dimaksud bernama Carel Christoffel Prediger, menjadi Resident (onderprefek) van Manado pada periode 1803 – 1809

hh.   Kapten Foote yang dimaksud bernama Charles Foote, meninggal di Madras pada 5 September 1811

ii.      Laksamana Muda Drury yang dimaksud bernama William O’Bryen Drury, komandan marinir di Asia/Hindia Timur pada periode 1809 – 1811, meninggal pada 6 Maret 1811

jj.      Kolonel von Jett yang dimaksud bernama Carolus Eugenius von Jett, komandan militer Maluku pada periode 1803 – Maret 1809. Von Jett menggantikan sementara W.J. Cranssen yang diberhentikan sebagai Gubernur Ambon pada Januari 1809 (lihat catatan tambahan huruf y) mulai Januari 1809 – Maret 1809, dan kemudian digantikan oleh J.P.F. Fils mulai Maret 1809 – 14 Maret 1809 dan kemudian digantikan oleh C.L. Wieling (lihat catatan tambahan huruf cc). Von Jett meninggalkan Ambon pada akhir Mei 1809 menuju Batavia/Jakarta.

 

 

 

 

                    

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar