(bag 2)
[W.Ph. Coolhas]
II.
Setelah penemuan Cooka yang menakjubkan dan pelayaran yang bermanfaat ke Bougainville, Louis XVIb mengirim La Pérousec ke Samudra Pasifik pada tanggal 1 Agustus 1785 dengan ekspedisi 2 kapal yang diperlengkapi dengan baik untuk tujuan penyelidikan. Sejak saat itu, tidak ada kabar maupun tanda yang terdengar dari La Pérouse, dan pada bulan September 1791 Majelis Nasional mengirim d'Entrecasteauxd untuk mencarinya. Ekspedisi ini juga tidak banyak berhasil : d'Entrecasteaux sendiri menderita penyakit kudis dan kedua kapalnya dibawa ke Batavia oleh Belanda pada akhir tahun 179316. Dalam deskripsi perjalanan yang indah dan terbagi dalam beberapa volume ini17, kita dapat menemukan daftar peserta ekspedisi di garis depan, diantaranya ada seorang bernama Filz, yang memiliki pangkat sederhana “armourer” [pembuat senjata] – dimana saya akan menerjemahkannya sebagai kadet armorer/wapenkundige [kadet pembuat senjata]. Jean Philippe Francois Filz, lahir di Nemours18 pada tahun 1771e. Pastilah pengetahuan profesional pemuda Perancis itulah yang merekomendasikannya untuk dipindahkan ke tentara kolonial, setidaknya pada tanggal 24 September 1794, ia adalah seorang letnan biasa artileri di Batavia dan tanggal itu adalah hari pernikahannyaf. Dia memiliki pernikahan yang sangat baik, atau setidaknya sangat kaya. Ia menikah dengan Johanna Susanna Hooymang, putri pendeta Lutheran dengan nama tersebut dan pemilik tanah Pondok Gedeh dan Tjipinang, yang dibunuh secara misterius di tanah miliknya pada malam tanggal 20 Juni 1789. Dalam “Indische Navorscher” edisi bulan Juli 1935 (1e jaargang, no 16 – [tahun ke-1, nomor 16]), kita dapat menemukan beberapa informasi tentang hal ini dari Mr Minderman, yang memberi kesan bahwa janda Hooyman, yang bertunangan dengan Mr Fetmengerh pada malam yang sama, pasti sudah tahu lebih banyak tentang pembunuhan itu. Namun, di Hindia Belanda, orang-orang dengan cepat lupa : ayah tiri Johanna Hooyman adalah anggota luar biasa Dewan Hindia (extraordinair Raad van Indie) pada tahun 1795i. Filz tampaknya memiliki bakat untuk mendapatkan banyak teman baik : jika namanya disebutkan dalam korespondensi pribadi saat itu, itu selalu disertai pujian dan kepuasan. Pernikahan keduanya, yang dilakukan pada 27 Maret 1808, dua tahun setelah kematian istri pertamanya, dengan Johana Wilhelmina Meyerk yang kaya raja, janda dari Dirk te Boekhorstl, tidak memperburuk posisinya. Saat itu, tepatnya pada tanggal 14 Maret [1808], pangkatnya dinaikan menjadi Kolonel dan, seperti yang dikatakan sedikit orang, sangat disukai oleh Daendels. Saya tidak menemukan informasi tentang aktivitasnya sebagai perwira hingga saat ini; yang pasti dia tidak pernah ikut berperang/bertempur. Sebagai seorang kolonel, ia menjadi kepala resimen artileri dan mulai tanggal 20 Maret 1809 juga menjadi Inspektur Jenderal yang mengawasi gudang-gudang perang, ruang-ruang senjata, pabrik mesiu, gerbong senjata dan segala perlengkapannya di seluruh Jawa dan kantor-kantor terpencil lainnya dengan tanggung jawab untuk melaporkan pembelian-pembelian yang diperlukan oleh “berbagai komisaris” dan inspektur dan menyerahkannya kepada Gubernur Jenderal, setelah itu pembelian atau tender tersebut dilakukan di hadapan Direktur Jenderal atau Inspektur Jenderal dengan persetujuan Yang Mulia. Ini adalah fungsi baru yang, mengingat kesibukan Daendels, jelas bukan hal yang mudah. Tidak lama kemudian, ia pun menjadi ajudan jenderal.
Lembah Batoe Gadjah Ambon, ca. 1817 |
Orang inilah yang, pada awal tahun 1809, ditempatkan oleh Daendels sebagai pangganti Von Jettm pada jabatan penting dan bertanggung jawab di Amboina, dengan penuh keyakinan bahwa dia telah membuat pilihan yang sangat baik. “Mengingat,” tulisnya kepada Van der Heim pada tanggal 21 April 1810, “sementara saya, khususnya orang Inggris, mungkin sedang menginginkan kudeta di Maluku, saya juga yakin bahwa pasukan di sana akan melaksanakan tugasnya, percaya atas keberanian dan kesetian Kolonel Filz, yang memimpin di sana, seorang kelahiran Perancis dan telah menunjukan aktivitas dan dedikasinya, sehingga saya telah memberitahunya tentang rencana musuh melalui kapal-kapal yang dikitim secara khusus untuk tujuan itu”. Dan ketika 4 hari kemudian, dia [Dandaels] kembali menyetujui penghargaan yang diberikan atas otoritasnya sendiri untuk 20 ksatria dan 5 komandan di Orde van Unie, yang hanya disetujui oleh Radja untuk 12 ksatria dan 4 komandan, dikatakan : “................ dan juga Yang Mulia meyakinkan bahwa hal ini jauh lebih dihargai di sini daripada di Eropa dan bahwa, antara lain, Kolonel Filz lebih memilih kehilangan separuh kekayaannya daripada kehilangan prospek untuk dapat memakai tanda-tanda kehormatan ini”.
Nama Filz disebutkan dengan cara yang berbeda dalam surat-surat berikutnya Belanda. Pada tanggal 26 Mei 1810, dia menulis kepada Radja19 : “Baginda! Amboina, pulau terpenting di Maluku, dikuasai oleh 2 fregat dan sebuah korvet Inggris. Kolonel Filz, seorang Perancis, yang memiliki reputasi terbaik, memimpin di sana dan garnisunnya terdiri dari 1500 orang pasukan terbaik (ini benar-benar Daendels!) kita. Saya menangkapnya untuk diadili : dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hal ini terdapat dalam kiriman saya hari ini kepada Menteri, serta nama dan muatan kapal, yang diambil pada kesempatan ini dalam jumlah yang cukup besar......”.
Herman Willem Daendels |
Jika sekarang kita memeriksa berita hari itu kepada Van der Heim, kita tidak akan menemukan penjelasan tentang apa yang telah terjadi, karena itu rujukan/referensi dibuat ke sumber-sumber luar biasa yang akan dibahas selanjutnya. Akan tetapi, Daendels mengomentari peristiwa tersebut sebagai berikut20 : “yang lebih menyedihkan lagi adalah peristiwa yang membuat saya terpaksa melaporkannya kepada Yang Mulia, yaitu penaklukan dan penyerahan Ambon kepada Inggris pada tanggal 17 Desember yang lalu. Keadaan-keadaan yang mendahului ini dan yang mendorong Kolonel Filz untuk menyerahkan koloni ini ke tangan musuh, sebagaimana dinyatakan olehnya, bersama dengan kesimpulan penyerahan, terkandung dalam laporan dan lampiran, yang ia kirimkan kepada saya untuk alasan itu. Dokumen-dokumen ini, serta keputusan saya tanggal 9 hari ini, dimana saya menyerahkan Kolonel Filz ke Fiscal Pengadilan Tinggi Militer, dan komunikasi tertulis yang saya sampaikan kepada pemerintah tentang pengambilalihan Ambon, telah ditempatkan/dimuat di Bataviasche Koloniale Courant nomor 20 dan 21, yang mana saya mendapat kehormatan untuk menambahkan lanjutannya di sini........... Saya tidak dapat sepenuhnya menjelaskan secara rinci kemarahan yang saya rasakan akibat perilaku pengecut Kolonel Filz tersebut dan kesedihan mendalam yang saya alami karena pemerintah tiba-tiba kehilangan sumber daya yang besar karena kepengecutan seorang pria, yang menurut pendapat publik memiliki reputasi terbaik, seperti yang saya laporkan tentang hal ini dan harapan saya akan kebaikan Yang Mulia pada salah satu pejabat termuda saya; saya bungkam atas aib yang dilakukan terhadap bangsa Belanda pada umumnya dan terhadap tentara gagah berani Yang Mulia Radja pada khususnya atas perbuatan itu. Hilangnya Ambon tidak hanya menghilangan keuntungan dari prinsip tersebut sesuai dengan pengaturan yang disederhanakan yang telah diperkenalkan oleh Pemerintah Tertinggi/Agung mengenai pengelolaan wilayah timur, namun juga akan segera berkurang dengan diambilalihnya Banda dan Ternate, misalnya, yang tujuannya dapat dipastikan bahwa Inggris akan melancarkan ekspedisi baru, karena mereka telah menempatkan garnisunnya di Ambon. Kepemilikan tempat itu oleh Inggris menjadi penghambat pasokan perbekalan keamanan ke Banda dan Ternate......”. Banda diberi perbekalan yang cukup untuk tahun 1810, sebaliknya Ternate dilucuti semua perbekalannya, karena orang-orang yang ditakdirkan ke sana telah dibawa dengan kapal-kapal. Orang-orang Kristen yang direkrut dari Menado dan Gorontalo kini juga tidak akan tiba, sementara jika tidak, jumlah orang yang dapat diandalkan adalah 3 hingga 4.000 orang. (Bandingkan surat Coop a Groen!) “Tidaklah cukup bahwa akibat berbahaya dari pengambilalihan Ambon hanya terbatas pada ini, tetapi pada saat yang sama hampir seluruh sisa kapal dan perahu kita, yang disatukan dengan usaha dan biaya yang besar, telah jatuh ke tangan Inggris, seperti corvet Mandarijn, brig Rembang, Margaretha, Louisa, Recruteur, Madures, Dely dan Pantjallang21 de Hoop, disamping lebih dari 10 kapal pribadi/swasta dengan sewa berbeda, yang semuanya sebagian besar terjadi di bulan-bulan musim dingin dan bulan Januari tahun lalu yang dikirim dari sini untuk mengangkut ke timur besar kebutuhan biasa berupa beras dan perbekalan lainnya serta pakaian untuk pasukan dan sebagian kecil uang tunai, baik dalam bentuk uang logam maupun dalam bentuk koin tembaga dan duit Jepang, yang terakhir terutama (!) digunakan untuk perekrutan dan yang sejauh diketahui sebagian besar telah disimpan, dengan asumsi bahwa 2 kapal swasta, yang membawa mata uang senilai 17.000 rijksdaalder itu, berlabuh di Banda”.
Daendels merujuk kepada menteri untuk mendapatkan informasi lebih rinci di dalam negeri ke surat kabar terlampir, surat kabar ini juga menjadi sumber informasi kami ketika kami ingin mengetahui apa yang terjadi di Amboina. Bataviasche Koloniale Courant merupakan produk luar biasa di masa itu, yang, berkat perhatian baik dari Dr. F.W. Stapel baru-baru ini (September 40) ditampilkan pada pameran ulang tahun Royal Coloniale Institute di Amsterdam22. Hal itu muncul dari “vendunieuws”, satu-satunya sumber berita yang sampai saat itu masih berhubungan dengan Batavia. Ketika kantor percetakan kota di sana, penerbit mingguan tersebut, dibeli oleh pemerintah dan digabungkan dengan Kantor Percetakan Pemerintah, Daendels mula-mula melanjutkan penerbitannya, namun segera mengembangkannya menjadi surat kabar “asli”, terbitan seminggu sekali “Bataviasche Koloniale Courant”, yang darinya, melalui Java Government Gazette-nya Raffles dan Bataviasche Courant, muncul Javasche Courant saat ini, yang sama sekali tidak dapat dibaca sebagai surat kabar tetapi juga hanya dimaksudkan sebagai organ publikasi resmi23. Ciptaan Daendels tidaklah ilegal. Bagi Professor24 Rossn, satu-satunya pendeta Reformed yang masih ada di Batavia, tahu bagaimana memberikan variasi ketika ditugaskan melakukan penyuntingan dibawah pengawasan Sekretaris Pemerintahan Tertinggi/Agung. Asal muasal bisnis lelang tidak dapat disangkal : pengumuman seperti penjualan budak Pluto (yang bisa bertugas di meja dan mengasah pisau), dapat diperoleh dari sipir penjara negara, diselingi dengan laporan singkat mengenai politik besar, yang diambil dari Moniteur, yang datang dari Ile de France atau Amerika dari waktu ke waktu; semuanya bergenre seperti ini : kita melakukan segalanya dengan benar dan selalu menang, musuh kita bodoh dan kriminal dan selalu kalah. Selain itu, ketika teka-teki silang yang tidak tertandingi belum populer, pendeta Ross menghibur para pembacanya dengan laporan-laporan yang benar-benar polos di tengah pagi : pendahulu dari anak-anak Dione, seorang petani yang menemukan harta karun di Yunani, dan seorang laki-laki yang mengalami hal serupa di dekat Naples. Yang lebih penting adalah laporan-laporan dari Jawa. Daendels tidak menyembunyikan metode-metode aneh yang ia gunakan dalam menangani para pejabatnya; nyaris tidak ada sejumlah pejabat yang lolos tanpa mengalami kecaman, skorsing, penurunan pangkat, pemecatan. Namun, pujian, promosi, kasus pemulihan jabatan ke pangkat sebelumnya pun tidak kurang, demikian pula tidak ada kenaikan gaji, yang tentunya menjadi sumber banyak gosip yang membuat kecemburuan.
Courant memuat informasi yang sangat penting mengenai topik yang akan dibahas di sini : setelah beberapa laporan di nomor 19 dan 20 (11 dan 18 Mei 1810), nomor 21 (25 Mei) memuat laporan dewan militer yang diadakan di Amboina pada tanggal 17 Februari, pasal-pasal kapitulasi/penyerahan25 dan tulisan singkat, dimana Filz menggambarkan peristiwa tersebut, nomor 25 (22 Juni) memuat pemberitahuan eksekusinya, nomor 30 (27 Juli) memuat tuntutan pidana fiscal pengadilan Tinggi Militer Hindia Belanda, dan no 31 (3 Agustus) memuat tentang vonis/hukuman yang dijatuhkan terhadap Filz.
Benteng Victoria Ambon, ca 1817 |
Pusat pertahanan Amboina adalah kastil/benteng (baru) Victoria26 yang berusia berabad-abad dan masih kokoh, terletak kira-kira di tengah pantai utara Leitimor, semenanjung paling selatan dari 2 semenanjung Amboina. Benteng ini berbentuk segi tujuh (segi-7) tidak beraturan, dilengkapi dengan parit dan galeri tertutup di sisi darat. Sayangnya, benteng ini dapat dicapai dari 2 pegunungan/perbukitan, yang berjarak ± 650 M hingga 1 KM dan dikelilingi oleh perluasan sisi daratan sehingga tidak ada medan tembakan yang jelas di sana. Tidak ada jalan darat, tidak ada kendaraan yang dapat melaju lebih jauh dari 800 M di luar kota. Di sekitar kota sejumlah benteng dan kubu pertahanan telah dibangun, untuk mencegah pendaratan di sana dan untuk menjaga ketinggian yang dituju bebas dari musuh; yang terpenting diantaranya adalah Waynitoe, Batoe Gantung dan yang disebut Waterkaasteln di sebelah barat kota, sayap kiri dan Amantello di sayap kanan27.
Heukevlugt baru saja mengambilalih pemerintahan sipil dari Filz, karena itu ia [Filz] dapat membatasi dirinya pada masalah militer, dimana ia dibantu oleh komandan setempat, Letnan Kolonel D. Basséo dan sejumlah besar kapten dan letnan28. Pertanda datangnya malapetaka, menurut catatan singkat Filz, adalah berita/laporan yang masuk mengenai penjarahan sebuah sampang bermuatan29 di Manipa pada tanggal 1 Februari 1810 oleh sebuah kapal kecil bertiang tiga, yang telah mencoba mendarat di sana pada tanggal 2 dan 3 [Februari], tetapi berhasil dipukul mundur. Kapten kapal, Holst de Weerthp, dari brig “Rembang”, yang datang dari Jawa, melaporkan beberapa saat kemudian bahwa ia telah bertemu dengan sebuah kapal yang menghindarinya. Prefek Heukevlugt kemudian mengirimkan Rembang dan pantjalang de Hoop untuk menyelidiki di dekat Boeroe. Pada tanggal 6 jam 9 pagi, 3 mil barat laut tanjung Alang30 sebuah kapal bertiang tiga terlihat mengibarkan bendera Amerika31 dan membuat sinyal mencurigakan; kemudian kapal berbendera Amerika kedua dan sebuah brig menyusul. Filz kemudian memperkuat lini pertahanannya, terutama sayap kiri. Sore harinya ada pesan/informasi yang masuk bahwa brig telah menuntun 2 kapal yang disebutkan itu dan bahwa kapal berbendera Amerika telah berlayar ke teluk Amboina sampai ke Lilibooi. Kapal itu kemudian menghilang lagi dari sana, tetapi keesokan harinya, meskipun tidak lagi mengibarkan bendera Amerika, kapal itu memasuki [negeri] Hatoe dan menembaki desa itu, dan melarikan diri lagi di malam hari. Filz kemudian juga memperkuat pertahanan sayap kanan dan waterkaastel dan menempatkan seorang penjaga di brig Madurees yang baru tiba. Sebuah pesan diterima dari sersan Snelq, pemimpin pos di Namakoely, bahwa dia telah mengirim kopral Breemer ke kapal berbendera Amerika itu, tetapi orang itu belum kembali. Beberapa saat kemudian Regent (Radja) Lilibooi dan Hatoer melarikan diri ke kota. Menurut mereka, pesisir dari Alang hingga Hatoe telah dirusak cukup parah dan para pelaut sempat mendarat di sana dalam waktu singkat menggunakan sekoci. Karena kapal itu sudah tidak terlihat lagi, Filz mengirim kedua Regent itu kembali dengan perintah untuk memastikan tidak ada korespondensi dengan musuh (!). sementara itu, ia telah meminta Heukevlugt untuk memanggil “orang-orang yang waspada”, tetapi hanya membuahkan sedikit hasil; hanya berjumlah 100 orang, semuanya dari desa-desa dekat kota utama, yang muncul. Mereka biasa membawa perbekalan ke Amantello dan untuk berkeliling di sepanjang pantai pada malam hari dengan perahu-perahu mereka. Keesokan paginya, tanggal 8, mereka melaporkan telah melihat 3 tongkang, yang ketika ditemukan, telah kembali ke dua kapal dan 2 brig yang tersisa di pintu masuk teluk. Dua yang terakhir dikenal sebagai Rembang dan Hoop. Tidak ada kapal musuh yang memasuki teluk pada hari itu. Oleh karena itu Filz tidak menganggap perlu untuk mengumumkan keadaan darurat militer militer, ia membatasi dirinya untuk membawa sekitar 50 warga burger untuk membantu militer dan mengirim 2 petugas, salah satunya dengan menunggang kuda ke pos-pos bagian barat. 26 prajurit pribumi dan 16 pelaut yang pernah bertugas di Rembang dan Hoop, sore harinya kembali ke Amboina dengan membawa cerita sebanyak 500 orang, semuanya orang Eropa, akan bertugas di kapal tersebut. Mereka kembali terbagi di Madurees dan kapal pemotong Anna (Ajax?). Kapal musuh juga tidak memasuki teluk pada hari-hari berikutnya; walaupun beberapa selalu terlihat di pintu masuk teluk, namun berturut-turut laporan datang dari negeri-negeri di pantai selatan Leitimor, dari Bagoela di timur dan dari Hila di pantai utara Hitoe, bahwa kapal-kapal terlihat di sana dan terdengar tembakan. Rupanya bagian dari skuadron sedang melakukan tur keliling pulau. Namun, pada tanggal 13 [Februari], semua kapal berkumpul kembali di pintu masuk teluk; pagi-pagi sekali 2 kapal dan 1 brig, pada pukul 08.30 9 kapal lain dan 2 brig berlayar masuk ke teluk. Darurat militer kini diumumkan. Filz memerintahkan agar uang dan dokumen-dokumen dipindahkan ke Amantello dan gudang pertukangan, yang menghalangi bagian depan benteng/kastil dibongkar. Bassé ditugaskan di bagian tengah, kapten Tarofskys bertanggung jawab di sayap kanan, kapten Stiglert bertanggung jawab di sayap kiri, yang akan menjadi bagian paling penting. Setengah kompi kapten Gowijnu ditugaskan untuk mempertahankan waterkaastel, de Madurees harus berlayar ke teluk bagian dalam. Pada malam tanggal 14 hingga 15 Februari, hujan turun sangat deras sehingga orang-orang tidak dapat melihat apapun. Di pagi hari tampaknya pasukan Inggris telah melarikan diri lagi; namun, pada siang hari, mereka muncul lagi, sehingga pada malam harinya terdapat 4 kapal, 3 brig, dan 1 kapal pemotong di teluk Laha di pantai selatan Hitoe. Seorang marinjo32, dengan 24 orang kuarto (=wajib militer), dikirim untuk membersihkan bala bantuan yang tidak perlu, melarikan diri, segera diikuti oleh separuh dari orang-orang negeri/negorij. De Madurees, Ana, dan sampan-sampan sagu berlabuh di teluk bagian dalam atas perintah Filz. Pada malam hari hujan mulai turun deras lagi, tetapi di arah Amahoesoe, di sebelah barat sayap kiri, terlihat nyala api, oleh karena itu letnan satu Théodoranv dikirim dengan 50 “elite” dan 50 fusiler/penembak untuk memperkuat Stigler.
Keesokan paginya, separuh kapal masih terlihat berlabuh di Laha, sisanya berlayar bolak-balik di teluk bagian dalam, dimana sekitar 3 hingga 400 orang diturunkan dengan perahu dan tongkang di pantai selatan Hitoe. Letnan laut Pietersen tiba dan melaporkan bahwa dia harus meninggalkan posnya di Alang dan bahwa ia telah melihat total 8 kapal berlayar masuk; beberapa saat kemudian tiba sebuah laporan dari Batoe Merah di sebelah timur kota utama, bahwa orang Inggris yang telah mendarat di teluk bagian dalam telah kembali ke kapal. Pada tanggal 16 [Februari], peralatan pemberi isyarat di Larike (pantai barat Hitoe) diatur sedemikian rupa sehingga kapal-kapal Belanda yang datang harus mengetahui bahwa ada masalah; selanjutnya beberapa kubu pertahanan ditempatkan di sayap kanan. Sebuah pesan yang dianggap sangat penting oleh Filz diberikan kepadanya oleh 2 orang pribumi yang dilepas oleh Inggris, salah satunya dari Batavia, pernah bertugas di kapal Amerika “Montezuma” yang telah dibawa oleh Inggris antara Indramajoe dan Batavia dengan muatan kopi. Mereka mengatakan bahwa pasukan Inggris terdiri dari 3 kapal dengan 50 senjata dan satu kapal dengan 40 senjata, membawa senjata kaliber 18 pon di kubu pertahanan dan meriam di setengah dek. Kapal-kapal lainnya adalah barang rampasan yang diambil oleh Inggris. Mereka membawa surat yang menyatakan bahwa Inggris akan menyerang dengan kekuatan 700 orang pada malam berikutnya.
Pada pukul 14.00 siang tanggal 17 Februari, kapal-kapal Inggris berlayar ke Wainitoe, tempat mereka mendaratkan pasukan. Tembak menembak terjadi antara kapal dan kubu pertahanan kita, termasuk kubu pertahanan di benteng, yang menunjukkan keunggulan persenjataan Inggris. Pada pukul 16.oo terdengar informasi bahwa kubu pertahanan di Wainitoe kehabisan bubuk mesiu, segera kubu pertahanan kita ditembak dari sana; tampaknya juga pasukan Inggris sedang bergerak maju melewati pegunungan. Kapten Francw, ajudan dari Filz, yang telah ditunjuk sebagai komandan di Wainitoe pada sore hari atas permintaannya, tetapi tidak dapat mencapai kubu pertahanan ini tepat waktu, kini dikirim ke sayap kanan untuk memindahkan orang-orang yang hilang di sana ke saya kiri yang makin terancam, dengan harapan Wainitoe dapat direbut kembali. Ajudan Karreman dikirim dengan 30 orang untuk membantu kapten Gowijn, dan kapten burger Bockx diperintahkan untuk bergabung dengan Stigler di Batoe Gantoeng dengan 30 orang. Ketika Franc bergegas membantu mereka pada pukul 18.30 malam dengan 60 orang dari sayap kanan, dia bertemu dengan Stigler yang melarikan diri, yang telah memakukan senjata Wayoe, bersama anak buahnya di Air Hollanda (Air Belanda). Stigler telah ditembaki dari Wainitoe di Batoe Gantoeng, sehingga beberapa petugas tewas. Waterkaastel tidak dapat lagi dipertahankan akibat serangan ini, dan kapten Gowijn diperintahkan untuk meninggalkannya setelah bagian-bagiannya dihancurkan. Semua jembatan di sayap kiri dihancurkan dan jalan dari sayap kiri ke sayap kanan ditempati untuk mencegah Inggris menyerang mereka dari arah belakang; pos pantai Batoemerah juga ditempati. Pada malam hari, Filz mendengar suara tembakan dari waktu ke waktu, patroli yang dikirim terkadang melakukan kontak dengan musuh. Pagi-pagi sekali, Regent van Soyay membawa kabar bahwa musuh sedang bergerak maju melalui pegunungan menuju Amantello; kapten Gowijn dikirim ke sana bersama 40 anak buahnya. Saat fajar terlihat musuh sedang memasang kubu pertahanan di benteng di Batoe Gantoeng; dia juga sibuk ke arah Soya (bagian tenggara), tetapi waterkaastel tidak ditempati olehnya. Namun, tidak menimbulkan banyak kerusakan, peluru sudah berjatuhan ke dalam benteng; yang lebih buruk lagi adalah para pekerja tidak membantu. Di sekitar semuanya sepi, diduga musuh ingin mengepung sayap kanan, itulah sebabnya letnan satu Hallez diberi tugas untuk memperkuatnya dengan 60 orang. Sekitar jam 10.00 pagi seorang anggota parlemen Inggris tiba di kastil dengan kapal tongkang, kemudian tembak menembak di kedua sisi berhenti. Kapten Tuckeraa, komandan Dover, menuntut penyerahan diri, karena 4 kubu pertahanan utama berada di tangan Inggris dan dia dapat menembaki kota dan benteng (Victoria). Filz menjawabnya dengan surat, menolak, karena dia tidak kekurangan amunisi atau perbekalan; dia berharap, tulisnya, akan banyak darah yang tertumpah. Sementara dewan perangbb masih mempertimbangkan surat ini, tembakan terdengar di pegunungan Amantello, dimana Halle, yang belum berangkat, dikirim ke sana dengan seluruh kekuatan 464 orang yang tidak diperlukan di kastil. Alih-alih surat pertama, surat lain dikirim ke Tucker, memprotes penembakan saat bendera putih dikibarkan. Beberapa saat kemudian kopral asal Ambon, Philip Hukom, datang melaporkan atas nama komandan sayap kanan bahwa pasukan musuh sedang menembaki Sterrenchanscc di sana. Tidak lama kemudian, surat kedua dari Tucker diterima, yang menyatakan bahwa tembakan yang terdengar tidak mungkin berasal dari pihak Inggris, yang tidak meninggalkan posnya sejak bendera putih dikibarkan. Pembawa surat itu segera meminta jawaban atas surat pertama Tucker, namun dewan perang meminta penundaan hingga pukul 20.00 malam. “Kami merasa menjadi korban pengkhianatan yang paling keji, karena orang-orang negorij telah pergi”, para budak dan orang-orang kwarto telah membelot dan hanya tersisa 11 pekerja rantai atau anak buah pemerintah. Menurut laporan, sebagian besar budak orang Cina dan penduduk lainnya juga telah meninggalkan tempat itu. “Kami semua yakin akan ketidaksetiaan orang Ambon” – para Regent, kecuali Radja [negeri] Soya, tidak ikut serta dan terlihat bahwa penduduk pribumi melayani musuh sebagai kuli angkut dan pemandu serta pengangkut barang-barang dan senjata. Sebagian pasukan “absen” ketika terjadi penyerangan, seperti orang Ambon dari kompi elit Théodoran (!); para prajurit terus menerus bertugas sejak tanggal 6 dan sangat kelelahan yang mereka alami; semua pegunungan dan perbukitan di sekitarnya telah dikuasai oleh Inggris; kapal mereka dapat mendekat dalam jarak 40 – 50 kaki dari “Victoria”; bubuk mesiu kita yang sangat buruk (kita hampir tidak dapat mencapai tempat dengan 24 pon yang dapat dijangkau musuh dengan 6 pon), yang sebagian besar juga telah hilang di sayap kiri kita; buruknya kualitas senjata kita dan kelangkaannya, banyaknya prajurit yang sakit (sekitar 118 orang), tidak cocoknya rekrutan yang datang dari Jawa, semua itu membuat dewan perang bersiap untuk menyerah : mereka hanya akan dikhianati dan hanya bisa bertahan paling lama 2 hari dan sekarang mereka masih bisa menegosiasikan persyaratan yang baik. Filz menyerah, jawaban jam 20.00 malam berisi penyerahan diri, karena, seperti yang ditulisnya kepada Tucker, “kombinasi dari situasi yang tidak menguntungkan, ditambah dengan perilaku tidak setia dan pengkhianatan dari penduduk pribumi Ambon, yang, sebagai pembalasan atas manfaat yang baru-baru ini ditujukan kepadanya, memberikan bukti kepada bangsa Belanda tentang hatinya yang jahat”, membuat hal ini perlu dilakukan. 14 pasal penyerahan diri, yang, sebagaimana kemudian muncul, telah disusun oleh Heukevlugt 2 hari sebelumya atas permintaan Filz, juga dikirimkan bersama. Pada dasarnya pasal-pasal penyerahan itu dikabulkan, penyerahan selanjutnya ditangani oleh Filz dan Kapten Spencerdd. Kondisinya bukannya tidak menguntungkan : pasukan harus meletakan senjata mereka di lapangan terbuka keesokan paginya, dan dengan pergantian musim hujan, seperti para pejabat, jika mereka mau, akan dipindahkan ke Jawa dengan kapal angkut Inggris, tetapi serdadu-serdadu Ambon hanya jika mereka bersumpah untuk tidak lagi bertugas melawan Inggris. Setiap orang dibayar gajinya sampai hari penyerahan, hak milik pribadi diperbolehkan untuk dipertahankan, uang kertas yang beredar dijamin oleh Inggris, kapal-kapal yang disita dari perorangan akan dikembalikan kepada mereka.
Negeri Soya, ca. 1821 |
Bagi saya, uraian singkat tentang peristiwa ini, sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan singkat Filz, sudah berbicara sendiri/sudah menjelaskan dirinya sendiri. Seluruh hal ini mengejutkan. Kesan yang ditimbulkan oleh perilaku Filz juga tidak lebih ketika membaca apa yang dia berikan dalam tulisan singkat yang sama sebagai alasan untuk menyerah. Terdapat argumen-argumen penting, namun signifikannya menjadi sangat lemah karena fakta bahwa argumen-argumen tersebut berada di antara argumen-argumen lain yang sangat tidak penting sehingga kita bertanya-tanya mengapa argumen-argumen tersebut dimasukan. Anehnya, argumen-argumen tersebut tidak lagi mencakup “perilaku pengkhianatan penduduk pribumi Ambon”, yang bahasa atau tandanya tidak lagi terdengar dan ternyata berasal dari penembakan di sayap kanan, sehingga setidaknya hal ini tidak hanya terjadi dalam imajinasi para pejabat yang gugup di sekitar Filz.
9 alasan untuk menyerah adalah :
1. Kepengecutan Letnan satu Keiler dan Kapten Stigler : orang yang pertama [maksudnya Letnan satu Keiler] langsung mundur saat mendarat; setelah itu, meskipun Sidin, petugas pribumi, meminta bantuannya, untuk memperkuat pasukan di Wainitoe, tetapi malah terus bergerak menuju Batoe Gantoeng; kemudan, saat bertugas di bawah rekannya, yaitu Halle, dia melarikan diri lagi. Stigler telah meninggalkan kubu pertahanannya tanpa perlawanan. Tingkah laku kedua perwira bawahan ini memang jauh dari kata menyenangkan; tetapi kenapa Filz yang sudah hampir 1 tahun memimpin Ambon dan karena itu seharusnya mengenal anak buahnya, menempatkan kedua perwira ini di titik paling terancam, kenapa juga, saya bertanya-tanya, tidak ada tanda-tanda aktivitasnya sendiri???
2. Kurangnya pasukan yang baik di sayap kiri, dimana orang-orang Jawa melarikan diri dari Wainitoe (bukankah itu karena contoh dari kedua perwira yang disebutkan di atas, dan apakah perilaku Sidin bukan bukti terbalik dari sikap kepengecutan?), dan para grenadier Ambon di Batoe Gantoeng tidak tersedia. Pasukannya semuanya buruk : orang Jawa dan Madura sebagian adalah orang-orang yang meninggalkan Jawa dan dibawa ke Ambon dalam keadaan dirantai, sebagian lagi gelandangan, sebagian lagi orang tua dan cacat; tidak kurang dari 100 orang penyandang disabilitis fisik di antara mereka. Orang-orang Eropa berperilaku buruk, kecanduan minuman keras, cacat sebagian, dan tidak tahu berbahasa Melayu. Semua ini memang argumen yang penting, tetapi bukankah Filz seharusnya menarik perhatian Daendels lebih awal, jika perlu, dengan penjelasan bahwa dia tidak bisa bertanggung jawab dengan pasukan seperti itu? Namun, semangat para prajurit tidak terlalu buruk, terlihat dari sikap mereka, seperti yang akan dijelaskan nanti, saat meletakan senjata/menyerah; argumen ini juga bertentangan dengan alasan nomor 9.
3. Buruknya mesiu kita yang sudah diketahui Kolonel von Jett, dan keunggulan Inggris. Argumen ini akan dibahas nanti. Saya bertanya-tanya, apakah Filz dalam kapasitas sebelumnya bukanlah orang yang bertanggung jawab atas produksi bubuk mesiu tersebutee.
4. Ketidaksesuaian tempat untuk pertahanan, membentuk cekungan yang dikelilingi oleh perbukitan/ketinggian dan dapat diakses dari mana saja dari arah laut.
5. Luasnya garis pertahanan; selain benteng utama (Victoria), terdapa 12 kubu pertahanan, yang dalam beberapa kasus hanya dijaga oleh orang-orang Ambon
6. Kelelahan yang luar biasa dari pasukan yang telah bertugas terlalu lama dan laporan palsu bahwa 700 orang akan menyerang pada malam hari, telah mencegah kemungkinan terjadinya serangan balik. Menurut pendapat saya, ini adalah argumen yang sangat lemah
7. Kondisi yang memprihatinkan dan kekurangan senjata. Apa yang telah dinyatakan pada alasan nomor 3 berlaku dalam hal ini
8. Untuk pertahanan, hanya serdadu dan kaum burger yang tersedia, karena orang Cina hanya menjaga kamp mereka sendiri dan hampir semua budak dan penduduk telah dievakuasi pada awal penyerangan; hampir tidak ada Regent yang membantu, beberapa orang Ambon menunjukkan jalan kepada musuh; terjadi kekurangan sagu dan beras, pasokan ikan tidak tersedia. Argumen yang rumit dan aneh ini memberikan petunjuk tentang kurangnya keterampilan wawasan organisasi dari Filz.
9. Kemungkinan bahwa, jika seseorang menyerah sekarang, sejumlah besar prajurit dapat tersedia di Jawa.
Rumah penduduk Ambon, ca. 1824 |
Sebelum kita berpindah ke periode terakhir kehidupan Filz, ada baiknya kita melihat sumber lain yang dapat memberikan kita informasi tentang apa yang terjadi. Jumlahnya tidak banyak, data yang belum dicetak tidak tersedia di Belanda dan data yang dicetak berasal, secara tidak langsung, baik dari Bataviasche Koloniale Courant atau ke bacaan-bacaan berbahasa Inggris. Sumber-sumber ini sering dikomentari sesuai dengan tingkat simpati atau antipati yang dirasakan penulis terhadap Daendels. Bacaan berbahasa Inggris itu dapat ditemukan dalam Thornff : Memorie of the Conquest of Java (London, 1815)gg, halaman 350 – 359, mampu menghilangkan ilusi terakhir tentang kemampuan Filz. Pasukan Inggris dibawah Kapten Tucker awalnya terdiri dari fregat Dover dan Cornwallis serta korvet Semarang, yang secara bertahap datang 5 kapal yang disita dari kita, yang tentu saja memperkuat peralatan tetapi tidak memperkuat personel.
Menurut surat kabar nomor 20 yang sering kami kutip, Tucker diperintahkan untuk memblokade Amboina sampai bala bantuan yang dikirim untuk memungkinkan dia untuk menyerang. Jika hal itu benar, maka ia telah bertindak lebih jauh dari yang dinyatakan dalam instruksinya, karena ia melihat kebingungan di antara orang-orang itu. Karena pada sore hari tanggal 17 Februari [1810] ia mendarat di Wainitoe :
a. 1 detasemen artileri Madras 46 orang
b. 1 detasemen resimen Eropa 130 orang
c. Pelaut dan marinir dari Dover 85 orang
d. Pelaut dan marinir dari Cornwallis 105 orang
e. Pelaut dari korvet Semarang 38 orang
Total 404 orang
Dan kekuatan kecil ini, yang dipimpin beberapa perwira, salah satunya, Kapten Courthh, yang mengenal Amboina sejak tahun-tahun sebelum Perdamaian Amiens, sudah cukup untuk menghancurkan kekuatan Filz, yang tiga kali lebih kuat. Pasukan pendaratan terbagi menjadi dua. Separuh pasukan dibawah Kapten Philipsii berhasil merebut 11 meriam di Wainitoe, yang dipertahankan oleh 300 orang, tanpa kesulitan, sehingga kubu pertahanan di bagian pantai berhasil dikuasai. Yang kedua dibawah Kapten Forbesjj yang menyerang Batoe Gantoeng, yang dicapai setelah perjalanan sulit, yang menyebabkan pasukan kita melarikan diri karena ketakutan, dimana kubu pertahanan kedua di pesisir (saya menduga yang dimaksud adalah waterkaastel) ditinggalkan. Saat malam tiba, Inggris sudah menguasai sepenuhnya sayap kiri. Sementara itu, kapal-kapal telah bersiap di garis pertempuran dan melancarkan tembakan hebat ke benteng, kota dan kubu pertahanan di pantai. Hal ini dijawab dengan penuh semangat dari kubu pertahanan “dengan tembakan membara”. Kapal-kapal tersebut banyak menderita akibat tembakan kita, dan juga sangat terganggu oleh arus laut yang kuat, karena hanya ada sedikit orang yang tersisa akibat pendaratan tersebut, sehingga tidak dapat bermanuver dengan baik. Kapal Cornwallis khususnya terkena tembakan berulang kali di lambung kapal. Hanya ketika kubu pertahanan di pantai telah direbut oleh pasukan pendarat barulah kapal-kapal Inggris dapat membuang sauh. Pada malam hari, bagian-bagian kubu pertahanan di Batoe Gantoeng diperbaiki dan dipasang, dan dari waktu ke waktu tembakan dilepaskan ke kota, yang dibalas oleh kita dengan bom. Menjelang pagi, kapal-kapal tersebut mengambil posisi tempur seperti malam sebelumnya; namun, tidak ada lagi pertempuran pada tanggal 18 Februari itu, karena bendera putih segera dikibarkan dan sisa hari itu dihabiskan dengan negosiasi atau berunding, yang, seperti kita ketahui, berujung pada penyerahan diri.
Thorn melanjutkan : ......................” pada pagi hari tanggal 19 Februari, ......adegan yang paling menarik terjadi. Di sana, pasukan utama Inggris, yang awalnya mendarat, ditempatkan di gletser benteng untuk menerima garnisun yang telah meraka taklukan. Pasukan Belanda, yang terdiri dari tentara Eropa dan Melayu, dengan awak beberapa kapal, meskipun beranggota 4 kapal, mengepung kapal Inggris dengan jarak lebih dari 2 kali lipas panjang garis pertahanan mereka; dan rasa tidak puas serta rasa malu dari tentara Eropa, saat melihat segelintir orang yang telah memukuli mereka, tidak dapat ditahan. Kutukan dilampiaskan, sementara beberapa perwira terlihat mematahkan pedang mereka karena kesal; dan tekad yang kuat ditunjukkan oleh para prajurit, untuk mengangkat kembali senjata yang telah mereka letakkan. Namun, semangat ini segera diredam oleh ketangkasan para perwira kita, dan penguasaan penuh akhirnya diperoleh. 218 senjata ditemukan terpasang di benteng dan kubu pertahanannya, dan garnisunnya terdiri lebih dari 2.000 orang, tidak termasuk kaum burger, dan penduduk Belanda lainnya”.
Pernyataan ini, sebagaimana terlihat dari kekuatan garnisun yang berlebihan, tidak dapat dianggap remeh. Namun, hal ini memberikan tambahan yang baik pada penjelasan Filz sendiri tentang apa yang terjadi. Kondisi artileri sedemikian ruapa sehingga menimbulkan banyak masalah bagi Inggris, dan adegan penyerahan diri yang memalukan, yang kebenarannya dibuktikan dalam persidangan Filz, membuktikan bahwa semangat di antara para prajurit itu baik. Kita hanya bisa berasumsi bahwa Filz, yang belum pernah terlibat dalam pertempuran sebelumnya, tidak lagi mampu berpikir dengan tenang, dan bahwa ia sepenuhnya bergantung pada nasihat dari para perwira stafnya, yang diantaranya adalah pengecut dan pengkhianat.
=====
bersambung ====
Catatan Kaki
16. Pencarian terhadap la Pérouse dimulai kembali setelah periode Napoleon; baru pada tahun 1827 orang Inggris Peter Dillon, dapat melaporkan bahwa "la Boussole" dan "l'Astrolabe" telah hancur di New Hebrides.
17. Salinannya dapat ditemukan di Perpustakaan Nasional.
18. De Haan, Priangan, vol. IV, § 226 (halaman 560), catatan kaki nomor 1, menulis: Filz dari Nérac atau Nemours, tidak jelas bagi saya; dalam hukuman pidana yang dijatuhkan terhadapnya pada 7 Juni 1810, disebutkan tentang dia: "berusia 39 tahun (menurut pernyataan), lahir di Nemours". Saya tidak menemukan Nérac disebutkan sebagai tempat kelahiran Filz di mana pun kecuali oleh De Haan.
19. Pada hari yang sama ia juga melaporkan penyerahan Amboina kepada Napoleon.
20. Lih. de Jonge, volume XIII. halaman 462.
21. Pantjalang adalah kapal Melayu dengan satu atau dua tiang, dek bersambung dan kabin; Ada dua jenisnya, yang lebih luas, digunakan sebagai kapal dagang, dan yang lebih ramping, yang dikirim lebih cepat, dengan kurir, sejenis "kapal penjelajah" asli, yang sering digunakan oleh bajak laut. Tipe kedua juga digunakan oleh Angkatan Laut Kolonial pada saat itu.
22. Perpustakaan Nasional mempunyai salinan yang hampir lengkap.
23. Bagi Hindia, hal ini sama dengan lembaran negara bagi negara induknya.
24. “Gelar ilmiah yang dianugerahkan Daendels kepadanya atas jasa-jasanya yang luar biasa, namun kini tidak dapat dideteksi lagi ” ujar Dr. F. de Haan dengan gaya jenakanya dalam Oud Batavia § 1374.
25. Beberapa di antaranya sudah termasuk dalam no. 20.
26. Penjelasan rinci dapat ditemukan dalam (Dr.) V. I. van de Wall's: De Nederlandsche Oudheden in de Moluccas, The Hague 1928, yang, bagaimanapun, hanya dapat digunakan dengan sangat hati-hati untuk rincian sejarah (lih. Bijdr ini. VIe Reeks, jilid VIII, hal319).
27. Peta kota utama Amboina pada lembar/halaman 28 dari Atlas van Tropisch Nederland memberikan Gambaran tentang Lokasi benteng-benteng ini, peta : De Ambonsche eilanden dalam atlas sekolah Hindia Belanda [milik] Lekkerkerker dari sebagian besar tempat lain yang disebutkan di sini. Sangat bagus adalah peta Ambon, Oeliasser dan Seran Barat (no x) dari atlas milik N. Macleod : De Oost Indische Compagnie als zeemogendheid in Azie
28. Het Naamboek v. d. Weledele Heeren der Hoge Indiasche Regeering zo tot, als buiten Batavia (van ultimo December 1808) memberikan nama-nama orang tersebut
29. Kapal pemuat orang pribumi asli
30. Tanjung di titik barat daya Hitoe, semenanjung utara Amboina.
31. Berlayar di bawah bendera palsu merupakan hal yang sangat umum pada saat itu.
32. Istilah Portugis yang digunakan di Maluku untuk pejabat pribumi, sejenis polisi desa, yang digunakan oleh Regent untuk seribu satu pekerjaan.
Catatan Tambahan
a. Cook yang dimaksud adalah James Cook, seorang penjelajah, kartografer dan perwira angkatan laut Inggris
b. Louis XVI adalah Raja terakhir monarkhi Perancis, lahir pada 23 Agustus 1754 dan meninggal pada 21 Januari 1793. Istrinya Bernama Marie Antoinette
c. La Pérouse yang dimaksud adalah Jean- François de Galaup, comte de Lapérouse, seorang penjelajah dan perwira Angkatan laut Perancis, lahir pada 23 Agustus 1741 dan meninggal sekitar tahun 1788
d. d'Entrecasteaux yang dimaksud adalah Antoine Raymond Joseph de Bruni, chevalier d'Entrecasteaux, seorang penjelajah, perwira angkatan laut Perancis, dan gubernur koloni, lahir pada 8 November 1737 dan meninggal pada 21 Juli 1793
e. menurut suatu sumber lain, J.P.F. Filz lahir pada tanggal 11 April 1771
§ https://www.genealogieonline.nl/stamboom-noya/R208.php
f. Menurut W. Wijnaendts van Resandt, Jean Philip Francois menikah dengan Johanna Susanna Hooyman van Batavia pada 26 Agustus 1797
§ W. Wijnaendts van Resandt, Huwelijken te Batavia in den Compagniestijd, dimuat pada Maandblad van het Genealogisc-Heraldiek Genootschap De Nederlandche Leeuw, 23e jaargang, tahun 1905, hal 15 – 21, 55 – 63, 96 – 100, 129 – 139, 192 – 201, 232 – 236, 253 – 258, dan 283 – 292, khusus di halaman 199.
[pada edisi ini, daftar pernikahannya meliputi dari tahun 1710 – 1730, dan 1769 – 1807]
g. Johana Susana Hoijman lahir di Batavia, sekitar tahun 1775 dan meninggal sekitar tahun 1806, putri dari Johannes Hooyman dan Elisabeth Odilia Weijermen van Cananore
h. Mr Fetmenger yang dimaksud adalah Godefridus Christoffel Fetmenger van s’ Bosch. Elisabeth Odilia Weijermen menikah lagi dengan Godefridus Christoffel Fetmenger pada 5 Oktober 1789.
§ W. Wijnaendts van Resandt, Huwelijken te Batavia in den Compagniestijd, dimuat pada Maandblad van het Genealogisc-Heraldiek Genootschap De Nederlandche Leeuw, 23e jaargang, tahun 1905, hal 15 – 21, 55 – 63, 96 – 100, 129 – 139, 192 – 201, 232 – 236, 253 – 258, dan 283 – 292, khusus di halaman 136
§ Wijnaendts van Resandt, W. Het Geslacht Reijnst in Indie van 1755 tot heden (in de Maandblad van Het Genealogisch-Heraldiek-Genootschap. De Nederlandsche Leeuw 25e jaargang (1907) halaman 201, catatan kaki no 46)
i. Pada tahun 1795, Godefridus Christoffel Fetmenger adalah President Raad van Justitie di Batavia.
j. Johana Wilhelmina Meyer, lahir di Cochin pada tahun 1783 atau tanggal 23 November 1788
§ https://www.genealogieonline.nl/stamboom-noya/R208.php
§ https://www.genealogieonline.nl/stamboom-noya/R3601.php
k. Dirk te Boekhorst adalah anggota college van weesmeesteren van Batavia, menikah dengan Johana Wilhelmina Meyer pada tanggal 24 September 1803. Ia meninggal pada 9 Juli 1806
§ W. Wijnaendts van Resandt, Huwelijken te Batavia in den Compagniestijd, dimuat pada Maandblad van het Genealogisc-Heraldiek Genootschap De Nederlandche Leeuw, 23e jaargang, tahun 1905, hal 15 – 21, 55 – 63, 96 – 100, 129 – 139, 192 – 201, 232 – 236, 253 – 258, dan 283 – 292, khusus di halaman 254
l. Von Jett yang dimaksud adalah Carolus Eugenius von Jett, komandan militer Maluku pada tahun 1803 – Maret 1809
m. Professor Ross yang dimaksud adalah pendeta Johannes Theodorus Ross, lahir pada 2 Desember 1755 dan meninggal pada 28 Maret 1824 di Batavia. Ia menikah dengan Christina Diedericka Dirks, lahir di Ambon pada 24 Januari 1768, putri dari Ernst Lodewijk Dircks dan Barbara Veeler.
n. Waterkaastel adalah nama pos terdepan Benteng Nieuw-Victoria yang menjorok ke laut, dibangun pada tahun 1755 di barat daya Benteng Nieuw-Victoria di muara Wai Batu Gadjah untuk melindungi apa yang disebut pelabuhan orang bebas
o. Letnan Kolonel D. Bassé Bernama lengkap Dominique Bassé , komandan militer wilayah kota Ambon (minimal 1809 – 1810)
p. Holst de Weerth yang dimaksud bernama Otto Holst de Weerth, meninggal di Surabaya pada 3 Oktober 1817, putra dari Wilhelm de Weerth dan Alvina Alagonda Holst, menikah di Surabaya pada 12 Oktober 1809 dengan Maria Magdalena Knibe. Komandan brig Rembang pada periode minimal 1809 – 1810.
q. sersan Snel yang dimaksud Bernama Johannes Snel, menikah dengan Johana Vink.
r. Regent (Radja) Lilibooi pada tahun 1810 bernama Paulus Hetharion (31 Desember 1807 - ??) dan Regent (orangkaija) Hatoe pada tahun 1810 tidak diketahui identitasnya, namun figur ini digantikan oleh Marcus Hehalatu (24 Juli 1810 – minimal 1835)
s. kapten Tarofsky Bernama Stephan Tarofsky/Tarovskij, menikah di Ambon dengan Elisabeth Catharina Ring pada tahun 1803 atau awal tahun 1804.
t. kapten Stigler bernama Johan Godried Stigler, telah bertugas di Ambon dalam tahun 1804.
u. kapten Gowijn Bernama Johan Ferdinan Gowijn, lahir di Cirebon dan meninggal di Batavia pada 19 November 1833, menikah dengan Petronella Jacoba Willems. Telah bertugas di Ambon dalam tahun 1806.
v. letnan satu Théodoran Bernama George Théodoran, telah bertugas di Ambon dalam tahun 1805
w. Kapten Franc bernama J. Franck
x. kapten burger Bock bernama Johan Frederick Bock
y. Regent (Radja) van Soya dalam tahun 1810 bernama Petrus Latuputij (25 September 1806 – 1829)
z. letnan satu Halle yang dimaksud Bernama Hendrik Halle, lahir pada 24 Mei 1780 di Amsterdam dan meninggal pada 26 Agustus 1835 di Amsterdam. Menikah dengan Carolina Phitzinger.
aa. Kapten Tucker yang dimaksud Bernama Edward Tucker, lahir pada tahun 1777 dan meninggal pada 26 Maret 1864. Komandan fregat Dover pada periode 1807 – 1810.
bb. Dewan Perang/Dewan Militer (Krijgsraad) di Gubernemen Ambon pada tahun 1810 adalah Kolonel Jean Philip Francois Filz (Ketua/President), Letnan Kolonel Domique Base, Kapten Lodewijk Weintre, Kapten Johan Godried Stigler, Kapten Hendrik van Walraven, Kapten J. Franck, Kapten Henning Frederik Diederiksz, Kapten Zacharias Schrooijestein, Kapten Jan Hendrik Martens, Kapten Fredrik Bock, dan Letnan Hendrik Dupont.
cc. Sterrenchans adalah benteng dengan sudut menonjol di Ambon, terletak di sebelah timur Fort Victoria
dd. Kapten Spencer yang dimaksud adalah Richard Spencer, komandan brig Semarang
ee. W.Ph. Coolhas mempertanyakan kapasitas Filz, yang sebelumnya adalah seorang Inspektur Jenderal pada Maret 1809 yang bertugas mengawasi gudang-gudang senjata, pabrik mesiu dll, sehingga “seharusnya” ia mengetahui dan mengambil tindakan jika di Gubernemen Ambon, terjadi kekurangan amunisi.
ff. Thorn yang dimaksud bernama Mayor William Thorn.
gg. Thorn, William, Memoir of the Conquest of Java, with the subsequent operations of the British Forces in the Oriental Archipelago, London, 1815.
hh. Kapten Court yang dimaksud Bernama Henry Court, lahir pada 5 November 1783 di London dan meninggal pada 23 November 1874.
ii. Kapten Philips yang dimaksud Bernama Richard Philips, pangkatnya menjadi kapten sejak 22 November 1808.
jj. Kapten Forbes yang dimaksud Bernama David Forbes, lahir pada 10 April 1778 dan meninggal dunia pada 18 April 1815 di Banda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar