PROSESI BAYAR HARTA NEGERI
Dikisahkan kembali,
Oleh : Aldrijn
Anakotta
Pendahuluan
Prosesi bayar harta negeri
banyak dijumpai pada masyarakat adat di Maluku, khususnya di jajaran Pulau
Ambon dan Lease. Bayar harta negeri merupakan sebuah kewajiban yang harus
dipenuhi/dilaksanakan oleh keluarga mempelai laki-laki yang mengawini wanita yang
merupakan anak adat dari negeri adat tersebut. Selain bayar harta keluarga, ada
pula bayar harta negeri. Negeri Saparua (Pisarana Hatusiri Amalatu) sebagai
salah satu negeri adat juga memiliki prosesi dimaksud. Prosesi ini dilaksanakan
jika mempelai laki-laki dari negeri lain/kaum pendatang yang menikahi
wanita/perempuan dari Negeri Saparua, khususnya wanita/perempuan dari 4 soa.
Hal ini tidak berlaku bagi orang lain/kaum pendatang. Soa yang di maksud adalah
Soa Anakotta, Soa Titaley, Soa Ririnama, dan Soa Simatauw.
Dulunya prosesi ini
merupakan sebuah kewajiban, namun seiring waktu, hal ini bukan lagi sebuah
kewajiban, mulai hilang dan tak lagi memiliki makna ritual. Hal ini mungkin
disebabkan karena majunya perkembangan jaman, anggapan bahwa ini semacam
penyembahan berhala serta ketidak percayaan terhadap “Bala/Malapetaka” jika
prosesi ini tidak dilakukan. Dewasa ini, hal ini bisa dilakukan, karena masih
adanya kepedulian dari orang tua/keluarga mempelai wanita, serta terkadang
ketika terjadi berbagai masalah dalam rumah tangga, baru terbersit bahwa ada
kewajiban yang belum dilaksanakan.
Persiapan
Perlu dijelaskan bahwa,
bayar harta negeri ini bermula dari proses “Masu Minta/Acara Melamar”.
Selain pembicaraan soal harta keluarga, ada juga soal harta negeri yang harus
dibayar/dilunasi. Biasanya hal itu dilakukan bersamaan dengan prosesi
pernikahan tapi juga sering dilakukan beberapa tahun kemudian setelah
pernikahan. Dewasa ini, di Negeri Saparua, hal itu dilakukan bahkan puluhan
tahun setelah pernikahan. Hal ini disebabkan karena terjadinya berbagai masalah
dalam keluarga itu dan baru terpikirkan.
Dulunya “Harta
Negeri Pisarana Hatusiri Amalatu” yang harus dibayar
termasuk sulit untuk didapatkan, namun sekarang bisa digantikan oleh beberapa
benda yang mudah didapatkan atau uang secukupnya sebagai pengganti dari
benda-benda dimaksud. Harta negeri yang dimaksud adalah Kain
Patola, Sirih, Pinang dan Sebotol Sopi. Setelah keluarga laki dan keluarga wanita
menyepakati hal itu, mereka melaporkan kepada Raja dan Saniri Negeri bahwa
mereka akan melakukan prosesi bayar harta negeri. Di Negeri Pisarana Hatusiri
Amalatu, biasanya dikenal dengan nama “Kas Nae Kaeng Berkat” atau “Bawa
Harta/Kas Nae Harta”.
Prosesi
Setelah ditetapkan hari,
biasanya hari selasa untuk acara adat, Raja, Kapitang, Malessy, Kepala Soa
serta Saniri Negeri telah siap di dalam Baileu sambil menunggu keluarga yang
akan membayar harta. Keluarga yang berkepentingan meletakan harta di sebuah
baki/bake dan ditutup kain. Ketika memasuki area Baileu/Rumah Adat, mereka
berhenti di pintu masuk baileo karena dihentikan oleh Malessy sebagai Penjaga
Baileu. Malessy menanyakan alasan dan tujuan mereka datang, dan dijelaskan oleh
keluarga bersangkutan. Setelah selesai, Malessy mempersilahkan keluarga
tersebut untuk naik/memasuki area dalam Baileu. Di dalam Baileu, Raja,
Kapitang, Kepala Soa dan Saniri Negeri telah menunggu. Raja menanyakan
keperluan, alasan dan tujuan dari keluarga tersebut dan di jelaskan oleh
keluarga tentang alasan, maksud dan tujuan mereka datang. Setelah selesai Raja
mempersilahkan, keluarga tersebut meletakan baki/bake/nampan yang berisi harta
tersebut di atas meja di depan Raja.
Raja lalu memberikan
petuah/nasehat kepada keluarga tersebut. Kemudian raja membuka kain penutup
harta yang dibawa. Jika harta tersebut berupa kain patola, sirih, pinang dan
sopi, maka benda-benda tersebut selain kain patola, atas perintah Raja
dibagikan kepada Tetua Adat yang hadir untuk dikonsumsi/dimakan bersama. Jika
harta yang dibawa berupa uang, Raja menerima, menghitungnya dan memberitahukan
besaran jumlah uang tersebut. Sebagian dari uang tersebut diambil untuk
kas negeri dan sebagian lagi dibagi secara merata kepada yang hadir atau bisa
juga atas kesepakatan bersama, uang yang akan dibagikan itu digunakan untuk
membeli sopi dan diminum bersama oleh Tetua Adat yang hadir pada prosesi
dimaksud.
Kemudian Raja memberikan
air minum mentah/belum dimasak dalam botol yang di ambil dari
sumur/parigi negeri kepada keluarga tersebut untuk diminum atau dibawa pulang.
Perlu dijelaskan soal pengambilan air minum yang dimaksud. Ketika Raja dan
tetua adat menunggu keluarga, Raja memerintahkan Marinyo dalam hal ini keluarga
Dominggus Pattinasarany (Antho Onggo) yang menjabat pada waktu itu, untuk
mengambil air minum di “Sumur/Parigi Negeri” yang
berlokasi di Tiang Belakang/Soa Baru Negeri Saparua. Aturan yang harus di
patuhi oleh Marinyo adalah, ketika berjalan menuju sumur tidak boleh
bersuara/berbicara/menyahut pembicaraan orang yang ditemui di sepanjang jalan.
Itu juga dilakukan ketika mengambil/timba air di dalam sumur. Sebelum mengambil
air, Marinyo melemparkan beberapa uang koin kedalam sumur, dan ketika pulang aturan
tidak berbicara/bersuara tetap dilakukan sampai tiba di Baileu.
Setelah Raja memberikan air
minum, Raja mempersilahkan keluarga untuk pulang. Dengan berakhirnya kegiatan
itu maka Prosesi Bayar Harta Negeri itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar