LEGENDA MATA AIR PERKARA
Dikisahkan kembali oleh,
Anak cucu Leparissa Manupalo
Pengantar
Ini adalah sebuah legenda
dari Negeri “Pisarana Hatusiri Amalatu” tentang
asal mula sebuah nama tempat. Kita pasti mengenal legenda terjadinya Gunung
Tangkuban Perahu, Danau Toba dan banyak legenda lainnya. Negeri Saparua juga
memiliki sejarah yang biasanya dikategorikan sebagai legenda. Bisa disebut
legenda karena sejarah yang diceritakan melalui lisan atau dibicarakan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Selain itu disebut legenda karena sejarah
itu tidak didokumentasikan dalam tulisan sebagai arsip. Karena itu hanya berupa
cerita yang disampaikan secara turun-temurun ke generasi berikutnya, dibumbui banyak
mitos dan khayalan jika dipandang dari perspektif sejarah modern.
Asal Mula
Air perkara, adalah sebuah nama
tempat yang berlokasi di “Dati Anakotta” petuanan
Negeri Saparua, yang sekarang dikenal dengan nama Kebun Cengkeh. Penamaan istilah kebun cengkeh tidak diketahui
secara pasti, mungkin disebut demikian karena daerah itu banyak ditanami pohon
cengkeh, sehingga mirip perkebunan yang hanya berisikan tanaman cengkeh. Pada
jaman dahulu kala di sebuah “Dati Simatauw”, ada sebuah
kali/sungai tempat mandi sekaligus tempat cuci pakaian. Biasanya ketika selesai
mencuci pakaian, para wanita akan mandi di kali/sungai yang mengalir itu.
Sungai atau kali itu sekarang dikenal dengan nama Air Saru.
Pada suatu waktu, banyak
wanita yang datang mencuci dan sekaligus mandi di kali tersebut seperti
biasanya. Dari sekian banyak wanita yang datang, ada seorang wanita cantik
bermarga Simatauw. Ketika mereka sedang sibuk mencuci dan mandi, tanpa mereka
ketahui, seorang laki-laki bermarga Anakotta yang lewat di daerah situ, mungkin
pulang dari mengambil hasil hutan. Karena terpesona dengan kecantikan wanita
tersebut, laki-laki Anakotta tersebut hanya berniat untuk memandang secara
sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan karena laki-laki Anakotta tersebut
memiliki penyakit di seluruh badan yang dalam istilah kedokteran jaman ini
dikenal sejenis penyakit kulit namun dalam istilah orang-orang Lease disebut sebagai penyakit Kaskadu. Karena penyakit itulah,
laki-laki Anakotta tersebut merasa malu jika memperlihatkan diri secara
langsung, namun bersembunyi di balik pohon-pohon besar untuk menikmati wanita
bermarga Simatauw yang cantik tadi.
Tak disangka, usaha untuk
menikmati kecantikan tersebut diketahui oleh para wanita yang sedang melakukan
aktivitas di sungai. Karena merasa terhina diintip oleh seorang laki-laki
bermarga Anakotta yang memiliki cacat tubuh, wanita bermarga Simatauw yang
cantik tadi, mulai mengeluarkan kata-kata penghinaan, makian, umpatan terhadap
laki-laki bermarga Anakotta tersebut. Dengan menanggung rasa malu dan dendam,
laki-laki bermarga Anakotta tersebut melarikan diri, dan berencana membunuh
wanita tersebut. Laki-laki bermarga Anakotta bersembunyi di sebuah pohon durian
besar sambil menunggu wanita tersebut pulang dari kegiatan mencuci dan mandi.
Ketika wanita tersebut pulang dan melewati pohon durian tadi, secara tiba-tiba
laki-laki Anakotta itu menyergap, menyeret serta menyandarkan wanita Simatauw
tersebut di batang pohon durian dan membunuhnya dengan sangat brutal dan sadis.
Pohon durian itu kemudian diberi nama “Durian Sandar Nyonya” karena bangsawan-bangsawan Saparua
dahulu memanggil wanita yang masih bujang/gadis dengan panggilan Nyonya bukan Nona.
Penyelesaian perkara
Peristiwa pembunuhan
tersebut sangat menggemparkan Negeri Saparua, dan bisa menimbulkan peperangan
di antara Soa Anakotta dan Soa Simatauw sebagai korban. Hanya karena masih ada
pertimbangan kekeluargaan di antara para soa dan sejarah para leluhur sajalah
yang menyelamatkan hal ini. Atas pertimbangan itulah, maka masalah pembunuhan
ini akan diselesaikan secara damai dalam lingkup kekeluargaan. Tempat yang
dipilih untuk penyelesaian masalah pembunuhan ini adalah Dati Anakotta atau
kebun cengkeh tadi, ketika masalah ini dibicarakan, para wanita dari ke-4 soa
yang hadir di kebun cengkeh menangis bercucuran air mata, meminta kepada para
Tetua Negeri supaya menyelesaikan masalah dendam ini dengan sebaik-baiknya.
Tangisan para wanita inilah yang kabarnya memunculkan sebuah mata air atau
sumber air berupa tetesan air yang mengalir dari dalam batu. Munculnya mata air
yang keluar dari dalam batu itulah yang menjadi sumber air sampai
sekarang.
Sumber “”Mata Air di “Dati Anakotta” ini oleh masyarakat Negeri Saparua biasa disebut
atau dikenal dengan nama “Air Perkara”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar