Kamis, 09 Januari 2014

Save Our Tradisi Negeri_Tutu Baileu Pisarana



Defenisi Baileu
Baileu adalah rumah adat negeri Maluku atau mungkin lebih dikenal dengan sebutan Balai Desa dalam perspektif keindonesiaan. Bangunan yang berukuran besar, tidak berdinding, tampak menonjol dan berbeda dari bangunan kebanyakan setelah Gereja dan Mesjid  tentunya, sekaligus menjadi ciri khas negeri tersebut. Berfungsi sebagai tempat berlangsungnya upacara adat atau tempat pertemuan masyarakat adat untuk membicarakan berbagai hal menyangkut permasalahan adat di negeri tersebut. Negeri Saparua sebagai salah satu negeri adat di Maluku tentunya juga memiliki Baileu.

Lokasi, Bentuk dan Pemaparan singkat
Sebagai bagian  dari  Persekutuan PatasiwaBaileu Negeri Saparua berbentuk menggantung dengan menggunakan  penyangga yang memisahkan lantai dasar Baileu dengan tanah/bumi. Berbeda dengan negeri-negeri adat yang tergabung dalam Persekutuan Patalima, dimana Baileu-nya tidak memakai penyangga sehingga lantai Baileu langsung dibangun di atas tanah sebagai lantainya, seperti halnya bentuk Baileu Negeri Tiouw tetangga negeri Saparua. Baileu Negeri Saparua terletak di negeri Saparua dan berlokasi di halaman SD Negeri 1 Saparua. 
Dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Raja Melyanus Titaley sekitar tahun 1514. Letak koordinat geografisnya (UTM) adalah koordinat x yaitu 0461965 dan koordinat y adalah 9605159. Selain menggantung, Baileu juga berbentuk persegi panjang berlantai papan kayu dengan 18 tiang penyangga atap, atapnya berbentuk pelana kuda dan penutupnya menggunakan atap yang terbuat dari daun rumbia (daun sagu). Dari 16 tiang penyangga atap tersebut terdapat 4 tiang utama yang terletak pada pintu masuk dan pintu keluar Baileu. 4 tiang utama tersebut adalah lambang/milik dari 4 soa/fam yang merupakan orang negeri asli Pisarana Hatusiri Amalatu.


Penjelasan struktur bangunan Baileu Negeri Saparua adalah sebagai berikut :
2 tiang utama di pintu masuk (sebelah barat), 1 tiang sebelah kanan adalah milik Soa Anakotta atau biasa dikenal dengan nama Tiang Anakotta. 1 tiang sebelah kiri adalah milik Soa Titaley atau biasa dikenal dengan nama Tiang Titaley. 2 tiang utama di pintu keluar (sebelah timur), 1 tiang sebelah kanan adalah milik Soa Ririnama atau biasa dikenal dengan nama Tiang Ririnama dan 1 tiang sebelah kiri milik Soa Simatauw atau biasa dikenal dengan nama Tiang Simatauw. Harus dipahami kalau penjelasan lokasi 4 tiang tersebut di atas berdasarkan dipandang dari depan pintu masuk ke arah pintu keluar Baileu, bukan sebaliknya. Hal ini harus diperjelas agar tidak disalahpahami. Di dalam Baileu terdapat 1 meja berbentuk bulat/bundar dan beberapa kadera/kursi buat Upu Latu/Raja, namun karena ketidakpedulian dari pemerintah Negeri Saparua sendiri, maka barang-barang inventaris tersebut sudah rusak/hilang.

Prosesi Acara Tutu Baileu
Pada umumnya pergantian atap Baileu biasanya 10 tahun sekali, tergantung dari kemampuan/kekuatan/kondisi atap Baileu. Jika sudah rusak atau bocor maka harus diganti seluruhnya. Jika hanya terdapat beberapa saja yang bocor/rusak bisa diganti tanpa perlu melakukan sebuah prosesi adat. Hal itu bisa dilakukan atas kebijakan Raja. Namun jika semuanya telah rusak/bocor maka harus diganti lewat sebuah prosesi adat yang dikenal dengan nama Tutu Baileu. 

1.       Persiapan
Atas kesepakatan Raja dan para Kepala Soa yang tergabung dalam Saniri Negeri yang menyatakan bahwa penutup Baileu harus diganti, maka penutup/atap tersebut dilepas/dibongkar. Acara ini tidak melewati prosesi adat hanya dilakukan secara biasa dan dilakukan Anak-anak soa (dari ke-4 soa) dan penduduk pendatang (soa ke-5). Setelah atapnya dibongkar, kemudian dilihat kondisi rangka penutup dan kondisi Baileu, jika ada yang rusak dan perlu diganti maka diganti, jika tidak ada maka tidak perlu diganti. Misalnya jika papan lantai Baileu rusak maka diganti, jika jeruji-jeruji langkang rusak maka diganti/dibuat baru/diperbaiki. Semua itu harus diperbaiki terlebih dulu sebelum acara puncak Tutu Baileu.
Sementara yang lain mempersiapkan atap penutup Baileu, biasanya daun rumbia/sagu dianyam sendiri (cucu atap), atau dibeli dari para penjual yang biasanya dari negeri-negeri tetangga. Hal ini dikarenakan negeri Saparua kekurangan pohon sagu dan alasan efisiensi waktu dan kerja. Pembuatan bumbungan berjumlah 9 buah mengikuti aturan jumlah Patasiwa, dan pembuatan Paramasang  atau tiris-tiris utama.
Selain itu juga ada sumbangan atap dari Negeri Tuhaha/Beinusa Amalatu. Hal ini dikarenakan perjanjian adat antara dua negeri, sebagai balas budi negeri Tuhaha kepada negeri Saparua. Ketika terjadi perselisihan batas negeri Tuhaha dengan negeri Sirisori Amalatu, negeri Saparua yang menjadi saksi kunci sehingga negeri Tuhaha bisa memenangkan gugatan ketika perselisihan batas wilayah kedua negeri dibawa ke pengadilan/landraad pada jaman dulu. Sebagai balas budi itulah, negeri Tuhaha mengadakan perjanjian/angkat sumpah akan membantu jika ada renovasi Baileu Negeri Saparua.
Sumbangan atap dari negeri Tuhaha biasanya setengah atau bahkan lebih dari jumlah keseluruhan yang dibutuhkan dalam acara tersebut. Atap tersebut dikirim beberapa hari sebelum acara itu. Selain sumbangan atap, negeri Tuhaha juga membantu dalam acara penutupan atap Baileu dengan mengirim anak/pemuda/orang tua untuk membantu pada acara puncak. Selain persiapan fisik di atas juga persiapan konsumsi yang dipersiapkan oleh anak-anak soa dari ke-4 soa. Masing-masing soa mempersiapkan makanan dan dibawa pada acara puncak, makanan ditaruh di Dulang/Nyiru Besar/Nampan lalu dijunjung di atas kepala (keku), dan wanitanya menggunakan Baju Cele
  
                        Perempuan Pisarana Keku Dulang 
Selain persiapan makanan, juga ada latihan tarian sebagai pengiring naiknya atap bumbungan untuk menutup Baileu. Perlu dijelaskan soal tarian pengiring ini, tarian ini diperagakan oleh 8 Wanita Bujang/Belum Pawin/Perawan dari 4 soa. Masing-masing soa diwakili oleh 2 penari dan berbentuk 2 baris memanjang yang berisi 4 penari. Urutan para penari adalah 2 penari di depan adalah berasal dari Soa Anakotta, 2 penari berikutnya adalah penari yang berasal dari Soa Ririnama, kemudian diikuti di belakangnya 2 penari dari Soa Titaley dan 2 penari terakhir adalah berasal dari Soa Simatauw, tarian ini nantinya akan diperagakan untuk mengiringi naiknya atap bumbungan untuk menutup bumbungan baileu. Pasukan penari ini dikomandani oleh seorang wanita yang berasal dari Soa Ririnama. Masing-masing penari memegang setangkai daun/bunga sebagai lambang/simbol soa mereka di jemari tangan kanan. Lambang/simbol ke-4 soa yang dipakai untuk menari antara lain sebagai berikut :

a)       Soa Anakotta  memegang Daun Pandusta (Merah Darah)
b)       Soa Titaley  memegang Daun Kasuari.
c)       Soa Ririnama  memegang Daun Bambu/Bulu
d)       Soa  Simatauw  memegang Daun Beringin/Waringing.

Jika semua persiapan di atas telah selesai maka tibalah pada acara prosesi Tutu Baileu.

                     Lambang 4 Soa Pisarana
                                                                                     
                2.       Prosesi Adat Tutup Baileu
Prosesi Adat Tutu Baileu dilaksanakan pada hari selasa atau jumat, namun kebanyakan pada hari selasa untuk kegiatan-kegiatan adat. Setelah anak-anak negeri Tuhaha datang ke negeri Saparua. Beberapa hari sebelum acara ini dilaksanakan, Malessy akan pergi meminta restu para leluhur di Amano/Hena atau Negeri Lama (Hutan Rila), negeri lama/negeri mula-mula ini berada di pegunungan. Permintaan restu leluhur dimaksud agar supaya setiap tahapan prosesi Tutu Baileu dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan kerja sampai pada kematian (Tolak Bala).
Pada keesokan harinya, pada saat yang sudah ditentukan Malessy yang dalam hal ini berasal dari Soa Ririnama keluar dari Rumah Tua Ririnama untuk menjemput Kapitan Anakotta di Rumah Tua Anakotta. Malessy Ririnama mengawal Kapitan Anakotta menuju Rumah Raja untuk menjemput Upu Latu/Raja Titaley sambil menari Cakalele. Setelah penjemputan, Kapitan dan Malessy membawa Upu Latu/Raja ke lokasi Baileu. Sesampainya di Batu Meja/Batu Pengalasan yang berdekatan dengan Baileu, dengan memakai Bahasa Tana, Upu  Latu/Raja lalu membuka prosesi, tanda dimulainya prosesi adat Tutu Baileu. Ketika proses penjemputan Upu Latu/Raja, anak-anak Soa dari 4 Soa telah bersiap di atas Baileu dengan Paramasang/atap tiris-tiris utama dan atap tiris-tiris lainnya. Ketika Upu Latu/Raja selesai membuka acara, pemuda/anak Soa Simatauw memberikan Paramasang kepada pemuda/anak Soa Titaley, dan memberikan kepada pemuda/anak Soa Ririnama dan selanjutnya memberikan kepada pemuda/anak Soa Anakotta untuk memasang  Paramasang pada tempatnya.
Dalam proses pemasangan Paramasang ini, masing-masing soa bertugas sesuai dengan tugasnya dan tidak diperkenankan/diijinkan untuk membantu soa lainnya. Karena merupakan hak/kehormatan soa masing-masing terhadap tugasnya. Setelah pemasangan Paramasang dilakukan, maka masyarakat  pendatang di negeri Saparua atau soa ke-5 (bebas) diijinkan untuk bersama-sama membantu memasang tiris-tiris lainnya. Soa ke-5 memasang atap/menutup hanya ¼ saja (7 bangkawang naik), kemudian dilanjutkan oleh masyarakat negeri Tuhaha hingga selesai sampai dengan batas bumbungan. Ketika selesai semua orang di atas Baileu diminta untuk turun dan membiarkan Baileu kosong. Tibalah acara puncak yaitu proses menutup bumbungan yang cukup memakan waktu karena terdiri dari 9 buah bumbungan dan setiap bumbung diiringi oleh tarian dari pasukan penari 4 soa. Di atas Baileu hanya boleh ada 3 orang pemuda/anak soa yaitu Soa Anakotta, Soa Ririnama dan Soa Simatauw, sedangkan Soa Titaley bertugas di bawah di tempat pemasangan bumbungan yang nantinya akan ditarik dengan menggunakan tali. Soa Anakotta berdiri/berposisi di sepanjang kayu pijakan/tempat menaruh bumbungan, Soa Ririnama berposisi di dekat Soa Anakotta dan Soa Simatauw bertugas mengikat bumbungan yang diletakkan oleh Soa Anakotta.

  
           Penaikan 9 Buah Bumbungan
Proses penutupan bumbungan dimulai dari bawah. Bumbungan 1 diletakkan di atas tali oleh Soa Titaley, mereka merancang atau membuat tali tersebut sehingga ketika ditarik dari  arah puncak Baileu, posisi bumbungan seperti sayap terentang di kedua buah tali yang dipergunakan. Bumbungan  diletakkan di atas tali dan ditarik perlahan-lahan oleh Soa Ririnama yang berdiri  di samping  Soa Anakotta, ketika ditarik pasukan penari menari menuju Batu Meja, kalau diperhatikan secara cermat bumbungan seolah-olah menaungi/meneduhi pasukan penari tersebut. Irama naiknya bumbungan itu harus seirama dengan gerak dan irama para penari, sehingga prosesi memakan waktu yang cukup lama. Sementara bumbungan terus ditarik, para penari menari bergerak menuju batu meja/batu pengalasan dengan memegang daun/simbol masing-masing untuk diletakkan pada bagian sudut batu yang berbentuk persegi empat tersebut. Jika dilihat dari arah para penari maka sudut kanan atas adalah milik Anakotta, sudut kiri atas adalah milik Ririnama, sudut kanan bawah adalah miliki Titaley dan sudut kiri bawah adalah milik Simatauw, di bagian sudut-sudut itulah akan diletakkan daun oleh para penari tersebut sesuai asal soa dan tempat masing-masing pada Batu Meja/Batu Pengalasan tersebut.

           Menerima 9 Buah Bumbungan
            Menutup  9 Buah Bumbungan
Setelah meletakkan daun tersebut di tempat masing-masing para penari berbalik arah sambil menari menuju tempat awal menari, dan harus bertepatan dengan selesainya pengikatan bumbungan. Ketika bumbungan telah tiba di puncak Baileu, bumbungan tadi diambil oleh Soa Ririnama kemudian diberikan kepada Soa Anakotta untuk meletakkannya, arah peletakan bumbungan dimulai dari pintu keluar menuju ke pintu masuk, jadi bumbungan 1 diletakkan di pintu keluar, bumbungan kedua mengikuti hingga bumbungan ke-9 tepat pada pintu masuk. Ketika diletakkan bumbungan tersebut, soa Simatauw yang bertugas untuk mengikat bumbungan itu agar tidak terlepas. Begitu seterusnya dari bumbungan 1 hingga bumbungan terakhir. Ketika bumbungan terakhir/ke-9 ditutup, Soa Anakotta yang menutupnya dan merupakan orang terakhir yang turun dari bumbungan.

Upu Latu Titaley - Malessy Ririnama - Penari 4 Soa
Setelah prosesi itu selesai, kedua Upu Latu/Raja negeri Saparua dan negeri Tuhaha bersumpah di depan  Batu Meja/Batu Pengalasan dengan meminum Sopi Adat  yang telah disediakan, dan kemudian dibagikan kepada masyarakat untuk meminumnya sebagai tanda perjanjian kedua negeri untuk tetap saling mengingat dan saling membantu seperti yang sudah dilakukan dari jaman leluhur terdahulu sampai ke anak cucu nanti.


Salam

Anak Cucu “Leparissa Manupalo”

7 komentar:

  1. Blog ini sangat bagus s'kali, dengan ada blog kaya gni katong jadi mangarti silsilah keturunan dengan asal-usul negeri saparua...

    Trima kasih 4 Bu Ferdy jua..

    BalasHapus
  2. rasa2 beta ada kenal ka deng bung chalvian

    BalasHapus
  3. Prosesi acara adat perlu dipublikasikan sehingga generasi muda tidak keliru dalam melanjutkan tradisi yang ada. Horomate...

    BalasHapus
  4. Beta Penasaran kanapa Titaley Pung Simbol Pohon Kasuari, sebab bahasa daerah Maluku, khususnya Ternate,lelei artinya pohon ru atau ( kasuari )

    BalasHapus
  5. Bahasa dimaluku, hanya bahasa Ternate yg memiliki arti pohon kasuari, yaitu lelei' apakah tita lei - Lei asal katanya dari lelei?karna pengertiannya pohon kasuari yg menariknya adalah dari fam titalei memiliki simbol kasuari 😁apakah admin tau arti dari makna simbol tersebut???🙏

    BalasHapus