---- Jejak-jejak
sebuah “nama” dalam Arsip dan Sumber
serta
Perbincangan dalam ruang waktu ----
(Bag I)
Oleh
Aldrin
Anakotta & Kotje Novaria Anakotta/W
A. Pendahuluan
Nama
Lease atau lebih khusus nama Pulau Saparua yang kita kenal di masa kini, bukan
lahir tiba-tiba. Nama ini mengalami “sejarah” yang panjang, hingga tiba pada
percakapan yang familiar di masa sekarang. Jika bersandar pada sumber-sumber
tertulis, sejarah panjang itu bisa berusia hampir mendekati 7 abad lamanya. Suatu
rentang waktu yang sangat panjang, banyak babakan dalam kronologis narasi
sejarah yang menyertainya. Rentang panjang yang “berisikan” banyak
generasi-generasi manusia di dalamnya. Banyak cerita kehidupan yang melingkupi
dan turut “membentuk” pada rentang itu.
Apa yang
kita ketahui, pahami dan akhirnya diterima bersama pada masa kini, bukan secara
tiba-tiba muncul. Ia melewati begitu banyak jalan, menapaki kerikil-kerikil
zaman yang berbeda-beda, bergulat bersama kehidupan dan berujung di masa kini. Masa
kini, bukan akhir dari perjalanan itu, ia akan terus bergerak, berputar dan
berjalan hingga dunia ini akan berakhir nantinya.
Artikel
ini berisikan hal demikian. Narasi panjang tentang sebuah nama itu. Nama
“Lease” dan “Saparua” tidaklah terpisah atau berdiri sendiri-sendiri. Kedua
nama ini saling berpaut, saling “melingkar” dan saling berhubungan satu dengan
lainnya.
Narasi
“sejarah” tentang nama Lease dan Saparua pada artikel ini bersandar pada sumber
tertulis.
Penulis
mencoba menelusuri sumber-sumber tertulis yang secara eksplisit menulis tentang
nama ini. Sumber-sumber itu dalam penelusuran/pelacakan penulis, bermula dari
abad XIV hingga abad XX. Sumber yang dimulai dari masa Madjapahit pada tahun
1365 hingga berakhirnya periode penjajahan Belanda (Hindia Belanda) pada tahun
1942.
Dilihat
dari “pembabakan kronologis” yang dibuat oleh penulis, maka sumber-sumber yang
digunakan oleh penulis berasal dari sumber-sumber Portugis, Spanyol, VOC, Belanda/Hindia
Belanda, dan Inggris.
Maka
dengan demikian, artikel ini bisa dianggap sebagai pelengkap artikel-artikel
sebelumnya yang pernah ditulis tentang tema yang sama. Ini juga bisa dianggap
sebagai artikel “lengkap” yang merangkum artikel-artikel sebelumnya.
Mempertimbangkan
kurun waktu yang panjang, maka pastilah artikel ini juga akan panjang. Maka
itulah, artikel ini akan dibagi dalam beberapa bagian, dengan maksud agar
terstruktur dalam penguraian dan bisa
diikuti/dibaca dengan baik.
Artikel
bagian pertama ini meliputi periode yang dimulai dari masa Madjapahit hingga
akhir periode Portugis pada tahun 1605. Bagian “pertama” ini terdiri dari
beberapa “sub bagian” karena menceritakan lingkup periode 1 abad lamanya,
terkhususnya di masa Portugis.
Bagian
kedua dan seterusnya akan mengikuti periode berikutnya.
Selain
itu, pada artikel ini, penulis mencoba mengurai, menjelaskan, bahkan
“mempertanyakan” sumber-sumber yang digunakan itu. Itu adalah bagian dari
“percakapan” dalam ruang waktu. Percakapan antar 2 generasi berbeda. Generasi penulis
yang berasal dari abad XX dengan generasi penulis sumber-sumber itu. Pada sisi
lain, percakapan dalam ruang waktu, juga bisa diartikan sebagai pemakaian/penggunaan nama sebuah objek (nama
Lease dan Saparua) dalam perbincangan antar manusia di sepanjang sejarah
mereka, di sepanjang rentang waktu yang telah meliputi hampir 7 abad itu.
Kita
akan melihat “fluktuasi” penggunaan nama itu dalam rentang panjang ini. Kita
juga akan melihat berbagai “gaya” dan “varian” penggunaan kata ini dalam sumber-sumber
tertulis, yang pastinya berasal dari percakapan kehidupan sehari-hari.
B. Perbincangan
itu.................
Haruslah
diakui, bahwa nama “Saparua” untuk nama
sebuah pulau yang kita kenal sekarang, tidak pernah disebut secara eksplisit
dalam arsip maupun sumber, baik itu sumber asing maupun lokal, sebelum abad XVI
-XVII.
Bangsa
Portugis yang pertama kali tiba di wilayah “Maluku” pada November 15121
atau awal abad 16, tidak pernah menyebut nama ini. Namun, bukan berarti nama
Saparua belum dan tidak ada sama sekali. Mungkin, nama itu hanyalah “konsumsi”
untuk perbincangan sosial yang terbatas, percakapan antar manusia-manusia dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan biasanya “terbungkus” dalam “selimut” tradisi
lisan saja. Maksudnya belum ditulis dalam teks yang berupa kata dan kalimat.
Haruslah
dipahami konteks sejarah dan kronologisnya untuk minimal bisa menjelaskan
mengapa ini terjadi.
Seperti
yang disebutkan diatas, semuanya bermula saat Bangsa Portugis menaklukan Malaka
pada November 15112. Beberapa bulan kemudian, 3 Armada dikirim ke
wilayah Banda. 2 Armada (kapal) kembali ke Malaka dalam bulan November 1512
tanpa mencapai Ternate3. 1 Armada yang dikomandani oleh Fransisco
Serao terdampar di pulau Nusa Penyu. Sumber Portugis menyebut pulau ini sebagai
baixos de Lucupino/ Lucepinho 4.
Di tempat
ini, armada ini dibajak dan dibawa ke Nusa Telo dan akhirnya di bawa ke Hitu5.
Kedatangan “orang asing” ini terdengar oleh Sultan Ternate, Sultan Bayanullah
(1500 -1522), segera mengirimkan juanga (perahu tempur) untuk menjemput dan
membawanya ke Ternate6. Sumber Portugis menyebut nama Sultan ini
sebagai Abu Lais atau Boleif7.
Dimulai
dari periode ini, hingga 20an tahun selanjutnya, bangsa Portugis lebih banyak
“berdiam” di wilayah Utara (Maluku Utara sekarang).
Hal ini
menyebabkan, nama Saparua jarang atau bisa dibilang tidak pernah disebut dalam
arsip-arsip mereka pada periode ini.
Orientasi
mereka adalah perdagangan, dan Ternate merupakan pusat cengkih di masa itu,
maka wajarlah jika pulau-pulau lain yang tidak memiliki “keuntungan” dalam
perspektif ini tidak disebut.
Jikapun
disebut, itu hanya disebut secara sepintas lalu atau “samar-samar”, hanya mungkin
karena merupakan tempat persinggahan sementara.
Kondisi
kedua adalah terbatasnya “pegawai” yang dimiliki oleh bangsa Portugis. Kondisi
terbatas ini ditambah dengan situasi di masa itu, maka tentunya hal-hal penting
atau lokasi pusat tempat mereka sajalah yang ditulis atau dilaporkan.
Namun,
sekali lagi nama-nama pulau yang “tidak penting” itu bukan tidak ada.
Pada periode
yang bersamaan, dimana bangsa Portugis pertama kali tiba di wilayah “Maluku”, Tome
Pires menulis Suma Oriental pada tahun 15138 di Malaka.
Tome
Pires tiba di Malaka bersamaan dengan takluknya Malaka ditangan Portugis pada
November 1511. Ia adalah seorang Apoteker yang bekerja untuk Pangeran Kerajaan
Portugis9.
Pada
sisi yang lain, Afonso de Alburqueque di akhir tahun 1512 itu memerintahkan
salah satu armada dibawah pimpinan Simao Afonso Bisagudo dan Fransisco
Rodrigues untuk “menata” kembali kota Malaka.
|
Peta Fransisco Rodrigues (1512)
|
Fransisco
Rodrigues adalah seorang kartografer (pembuat peta)10, yang
dilibatkan dalam “project” ini kemudian menghasilkan sebuah buku berjudul Livro de Fransisco Rodrigues11
Buku ini
berisikan 68 sketsa dan lukisan dataran di beberapa tempat, hasil kunjungan
armada mereka dari wilayah timur Nusantara dan kepulauan Banda, serta
tempat-tempat lain.
Buku ini
terbit tahun 1513 dan “dilampirkan” dalam bukunya Tome Pires, dan bisa dianggap
sebagai “visualisasi” dari hal-hal yang diurai oleh Tome Pires.
Terlihat
pada peta12 dalam buku Rodrigos itu, tidak ada nama bahkan wujud
pulau “saparua”. Pada peta itu hanya ada pulau Ambon, Buru (Buro), Banda (Ilhas
de Banda) dan Seram (Ceiram tem houre : Ceram has gold). Memang di sekitar
pulau Seram itu, terlukis 20an pulau-pulau kecil, namun tidak tertulis namanya.
Kita bisa
saja berhipotesis bahwa di antara 20an pulau-pulau kecil itu, salah satunya
adalah pulau “saparua”. Hipotesis terhadap hal ini, pastilah didasari pada pemahaman
dan pengetahuan tentang peta di masa sekarang. Hal ini pastilah tak bisa
dibantah, apalagi jika kita mengaitkan letak pulau-pulau kecil di sekitar pulau
Seram pada peta itu, dengan pengetahuan kita tentang letak pulau saparua pada
peta di masa sekarang.
Namun
jika kita mau lebih “jujur”, hipotesis itu seperti bersifat “narsis” dan
“egois” karena faktanya memang nama pulau saparua tidak secara eksplisit
ditulis pada peta itu.
Maka
kita harus menerimanya dengan “perspektif” kemungkinan saja. Bisa saja salah
satu dari pulau-pulau kecil itu adalah pulau saparua, seperti maksud dan
pengetahuan dari Rodrigues pada masa itu, atau bisa saja bukan, atau mungkin
lebih merujuk pada pulau-pulau kecil di bagian timur pulau seram (seram laut)
sekarang.
Hal ini
juga seharusnya membuat kita memahami lebih jauh, tentang masih sederhananya
dan terbatasnya pengetahuan dan pemahaman peta di masa itu.
Sebaliknya,
Tome Pires dalam bukunya secara eksplisit telah menyebut nama “saparua”, meski
dengan nama lain yang “unik”
Ia
menyebut nama pulau Saparua adalah Vull13. Tome Pires mendeskripsikannya
sebagai berikut (telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Armando Cortesao) :
Amboina is one island and next to it are Yta (Hitu), Cuaij
(Haruku), Vull (Honimoa), Nucalao (Nusalaut) and they are all nearly up against
the coast of Ceram. The people of the island are wooly – haired, bestial, they
have no merchandise and they have not a very good port, they have no trade. It
is a place of dangerous people............................
(Ambon adalah pulau tersendiri, dan selanjutnya ada pulau Yta,
Cuaij, Vull dan Nucalao. Pulau-pulau itu sangat berdekatan dan letaknya
“berhadapan” dengan pantai pulau Seram. Penduduk pulau-pulau ini berambut
keriting dan “liar”, dimana mereka tak memiliki alat-alat perkakas, tak mempunyai
pelabuhan dan tidak berdagang. Ini adalah pulau yang dihuni oleh orang-orang
yang sangat “berbahaya”)
Pada catatan
kaki, Cortesao menjelaskan lebih jauh tentang Yta, Cuaij, Vull, dan Nucalao.
Catatan
kaki tentang Vull14, Cortesao menjelaskan sebagai berikut :
Vull
must be Oliacer, Saparua or Honimoa island, the third large islands in the
Amboina group, lying eastward of Haruku and very close to it.
(
(kata) Vull itu merujuk pada pulau Oliacer, Saparua atau Honimoa (yang kita
kenal sekarang), pulau besar ketiga dalam gugusan kepulauan Ambon. pulau ini
terletak disebelah timur pulau Haruku dan sangat berdekatan)
Cortesao
juga melanjutkan...
This
corresponds perhaps to the Nucilloel which appears in Dourado,s atlases,
south-east of Amboino, and is mentioned by Castanheda as Nunciuel. It is
possible that this is meant for “nusa uel”.
(kata/namaVull
ini mungkin sama dengan kata Nucilloel yang ada pada peta Dourado, sebuah pulau
disebelah tenggara pulau Ambon, serta yang juga disebutkan oleh Castanheda
sebagai Nunciuel. Kedua kata ini mungkin berarti Nusa Uel.
Kata
Nucilloel oleh Dourado yang dirujuk oleh Cortesao maksudnya adalah nama yang
ditulis oleh Fernao vaz Dourado dalam peta yang dibuatnya pada tahun 1571.Begitu
juga rujukan pada Castanheda, maksudnya nama yang ditulis oleh Fernao Lopes de
Castanheda dalam bukunya Historia do
descobrimento & conquista da India pelos Portugueses, Livro VIII... yang
terbit tahun 1561.
Meskipun
telah diurai dengan “terperinci” namun beberapa tahun kemudian, nama Vull tidak
disebutkan lagi.
Hal ini “dibuktikan”
oleh Duarte Barbosa, seorang “pegawai” bangsa Portugis yang bertugas pada
periode 1500 – 1517. Ia menulis sebuah
buku dan terbit tahun 1518.
Pada
buku yang berjudul The book of Duarte Barbosa15” ini sama sekali
tidak disebutkan nama-nama pulau disekitar pulau Seram atau Pulau Ambon.
Barbosa hanya mendeskripsikan tentang Pulau Ambam (Ambon16) saja. Itupun
hanya 2 paragraf pendek.
Periode-periode
selanjutnya masih tetap sama, tidak disebutkan sama sekali baik secara sepintas
maupun deskripsi yang lebih luas.
|
Kakawin Nagarakrtagama |
Periode
sebelum Portugis, di abad XIV pada masa Majapahit, Nagarakratagama menyebutkan
nama Muar17, sebagai salah satu wilayah “kekuasaanya” di bagian
timur Nusantara.
Kakawin Nagarakratagama seperti yang
diketahui bersama ditulis oleh Mpu
Prapanca, seorang yang sebenarnya berdasarkan analisis kesejarahan, bernama
asli Dang Acarya Nadendra18. Nama Mpu Prapanca adalah nama samaran
atau nama “pena” saat ia menyusun kakawin ini. Mpu Prapanca adalah putra dari seorang pejabat istana Majapahit dengan
pangkat Dharmadyaksa ring Kasogatan (pemimpin urusan agama Buddha).
Ia menyusun kakawin ini saat telah pensiun
dari jabatannya dan menetap di lereng gunung di sebuah
desa kecil yang bernama Kamalasana.
Nama asli dari kakawin ini adalah Decawarnana/Desawarnana
sesuai “judul” yang ditulis oleh Mpu Prapanca sendiri dalam kakawin itu, yaitu
pada pupuh 94, “ayat/sub” 219.
Nama Nagarakrtagama sendiri muncul dalam kolofon
terbitan DR J.L.A. Brandes yaitu Iti
Nagarakretagama Samapta20. Ternyata nama Nagarakretagama sendiri adalah
tambahan penyalin yang bernama Arthapamasah saat menyalin naskah asli ke dalam
aksara Bali pada bulan Kartika tahun1662 Caka/Saka (20 Oktober 1740).
Decawarnana/Desawarnana sendiri berarti “Uraian
desa-desa21” sedangkan Nagarakratagama berarti “Negara dengan
Tradisi/Agama yang suci”.
Naskah asli ditulis dalam aksara/Bahasa Kawi
atau Jawa Kuno dan diselesaikan oleh Mpu Prapanca pada pada bulan Aswina tahun 1287 Saka (September-Oktober
1365 Masehi)22.
Kakawin ini terdiri dari 98 pupuh atau canto, dan
secara garis besar terdiri dari 2 bagian. Bagian I berisikan 49 pupuh dan
bagian II terdiri dari 49 pupuh. Bagian pertama terdiri atau dimulai dari pupuh
ke-1 hingga pupuh ke-49 dan seterusnya.
Penulisan/penyebutan kata/nama Muar terdapat pada
bagian 1 yaitu pupuh 14, “ayat/sub” ke 5.
Isi dari pupuh ke-14 itu selengkapnya adalah sebagai
berikut23 :
Pupuh 14:
1.
Kadaɳdanan i landa len ri samdaɳ tirm tan kasah, ri sedu buruneɳ ri kalka saluduɳ ri solot /
pasir, baritw i sawaku muwah ri tabaluɳ ri tuñjuɳ kute, lawan
ri malano makapramukha ta ri tañjuɳpuri.
2.
Ikaɳ sakahawan pahaɳ pramukha taɳ hujuɳ medini, ri
lnkasukha len ri saimwan i kalanten i tringano, naçor pa-(98a)kamuwar dunun ri
tumasikh / ri saɳhyaɳ hujuɳ, klaɳ keda jere ri kañjap i niran
/ sanusa pupul.
3.
Sawetan
ikanaɳ tanah jawa muwah ya warnnanen, ri balli makamukya taɳ badahulu mwan i lwagajah, gurun makamukha sukun / ri
taliwaɳ ri dompo sapi, ri saɳhyan api bhima çeran i hutan
kadaly apupul.
4.
Muwah tan i
gurun sanusa manaran ri lombok mirah, lawan tikan i saksak adinikalun /
kahajyan kabeh, muwah tanah i banatayan pramukha banatayan len / luwuk, tken
uda makatrayadini-kanaɳ
sanusapupul.
5.
Ikaɳ saka sanusanusa makhasar butun / bangawi, kunir
ggaliyau mwan i salaya sumba solot / muar, muwah tikhan i wandan ambwan
athawa maloko wwanin, ri seran i timur makadinin aneka nusatutur.
Beberapa sarjana menerjemahkannya ke dalam
Bahasa Inggris24 dan Bahasa Indonesia25
Robson yang menerjemahkan dalam Bahasa Inggris
menulis demikian (penulis hanya mengutip “ayat” 5 untuk kepentingan artikel
ini) :
§ Those that are (enumerated)
island by island (are): Makasar, Butun, Banggawi, Kunir,Galiyao and Salaya,
Sumba, Solot, Muar, and the Waudan (country), Ambwan and Maloko too,
Wwanin, Seran, Timur. These make the first of the numerous islands that are
mindfull
Slamet Mulyana dan Ketut Riana menerjemahakan
ayat ini dalam Bahasa Indonesia, dan menulis demikian :
§ Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Benggawi, Kunir, Galian
serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau
Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain
Para Sarjana mencoba untuk mengidentifikasi,
mendeskripsikan dan menjelaskan serta mengintrepetasi lokasi-lokasi geografis yang
disebutkan oleh Prapanca tersebut kedalam pemahaman geografis di masa sekarang.
Dalam konteks kata Muar, deskripsi
serta intepretasi kata dan lokasi geografis“Muar” juga meninggalkan hal yang
samar dan memunculkan perdebatan26
G.P.
Rouffaer dalam artikelnya di tahun 190527 itu, mengidentifikasi kata
dan lokasi Muar yang disebut dalam Nagarakratagama sebagai Kei (Maluku
Tenggara). Ia kemudian merevisi pendapatnya, melalui artikel tahun 190828,
dengan merubah lokasi Muar menjadi Saparua (Honimoa).
Pada
tahun 1911, J.C. Eerde menulis artikel berjudul De Madjapahitsche
Onderhoorigheden Goeroen en Seran29. Artikel ini garis besarnya
adalah “mendiskusikan” hasil publikasi yang dilakukan oleh P.J.Veth30
tahun 1867. Kajian Veth, adalah hasil revisi tentang wilayah kekuasaan kerajaan
Madjapahit berdasarkan kronik/Hikayat Radja-Radja Pasai. Kajian ini sebenarnya cuma
merevisi saja hasil publikasi dari E.
Dulaurier tahun 184631 berdasarkan “penemuan” atas Koleksi Thomas
Stamford Raffles yang disimpan di Royal Asiatic Society . Kerja dari Dulaurier
ini diperbaiki oleh Jan Pijnappel tahun 184632, H.J. Logan tahun
184833 dan akhirnya oleh Veth tersebut.
Dulaurier,
Pijnappel, dan Logan dalam kerja mereka tidak menyebut/menulis tentang Muar.
Eerde dalam artikelnya ini “mengamini” pendapat
Rouffaer tentang lokasi Muar yaitu Honimoa atau Saparoewa berdasarkan kutipan
yang sesuai sumber Rouffaer tahun 1908 itu.
|
Oudheidkundige Kaart van den Archipel (menurut N.J. Kroom) |
12 tahun
kemudian di tahun 1923, N.J. Krom menyisipkan sebuah peta34 dalam
bukunya35. Pada peta itu terlihat dengan jelas, Krom menempatkan
lokasi Muar pada bagian selatan Pulau Seram, tepatnya di lokasi gugusan
kepulauan Lease yang kita kenal sekarang. Menurut penulis, jika dilihat secara
seksama, Krom menempatkan lokasi ini di Pulau Saparua.
Theodore.G.Th.
Pigeaud dalam buku kolosalnya36 yang terbit tahun 1962, “mengadopsi”
pendapat Roufaaer tentang nama dan lokasi Muar. Pigeaud juga menyisipkan peta37
pada volume ke-5 dari buku ini, namun “ganjilnya” ia tidak menulis apa-apa
tentang Muar pada peta itu.
Pada
peta tersebut, ada lokasi Ambwan, Wandan, Wwanin dan lain-lain, namun tidak ada
lokasi Muar.
14 tahun
setelah terbitnya buku ini, Fraasen dalam artikelnya38, membantah
pendapat Rouffaer. Ia tidak setuju, jika lokasi Muar adalah Kei atau Saparua. Fraasen
menunjuk Hoamoal sebagai lokasi yang paling “benar” seperti maksud dari
Nagarakratagama. Ia mendasari pendapatnya ini dengan mengutip sumber awal dari Portugis39,
Tiele40, Schurhammer41, dan Jacobs42.
Pendapat
Fraasen ini dikutip oleh M.C. Boulan Smith untuk “memperkuat” pemaparan salah
satu bagian pada thesisnya43.
G.E. Rumphius
pada tahun 167144, menyebut “region” ini sebagai Veranula, Varnalo
atau Warnoel/Warnoela45
Makna
kata “Muar” menurut Cortesao46, dalam bahasa Melayu berarti “Mouth
of river” atau muara sungai.
Jika
makna kata ini “bisa diterima” maka konsekuensinya, “lokasi” Muar tidak harus
di Hoamoal, seperti yang dinyatakan oleh Fraasen. Pada catatan kaki tentang
kata Bemuaor, Cortesao menunjuk lokasi ini dekat dengan Waibobot di sisi timur
teluk Teluti, Seram selatan.
Begitu
juga, wilayah Muar (Moer) telah secara eksplisit disebutkan oleh Pires47
dalam bukunya itu, berada di wilayah Malaka. Pires menyebutnya Muar River.
C.O.
Blagden dalam artikelnya yang terbit tahun 190948 juga menyebut distrik
Muar atau Muar River berada di wilayah Malaka.
Pada awal
abad XVII49 kata Muar juga disebut pada lokasi yang sama.
Steven
van der Haghen dalam beritanya itu (lihat catatan kaki no 49), menyebut Moer,
dan Tiele dalam catatan kakinya menjelaskan Moer : de rivier van Moar of Muar
ten zuid van Malaka.
Bahkan
Nagarakratagama juga menyebut 2 kata Muar, yaitu pada pupuh ke 14 itu. Kata
Muar yang pertama ada pada “ayat” ke-250, serta kata Muar yang kedua
pada “ayat” yang ke-5.
Rouffaer
dan Eerde mengidentifikasi kata Muar yang pertama ini sebagai Pakamuwar (Moear
of peken moear) yang letaknya di Semenanjung Malaka.
Selain
itu, perhatikan penyebutan kata yang ditulis oleh Rumphius, ia menyebut kata
Warnoel.
Kata oel
pada kata Warnoel mungkin saja memiliki “makna” yang sama dengan Nunciuel atau
Nucelloel seperti yang disebut oleh Castanheda dan Dourado51
|
Outline Map of the Indian Archipelago (menurut Th. Pigeaud) |
Menurut
penulis, makna kata “muar” mungkin digunakan bukan sebagai nama “asli” dari
sebuah lokasi tapi lebih kepada “karakteristik” atau “potensi” yang ada pada
wilayah itu.
Hoamoal
disebut Muar, mungkin lebih kepada karakteristik wilayahnya, yang memiliki
“pelabuhan” yang baik atau kepada potensi, yang berhubungan dengan sumber atau
Produsen cengkih pada masa itu, atau bisa juga sebagai “lalu lintas”
perdagangan.
Fraasen
dalam artikelnya, menyimpulkan bahwa dengan penyebutan nama Muar dan Seran
dalam Nagarakrtagama, memberikan perspektif lain, bahwa Pulau Ambon pada abad
XIV, telah dikenal dan menjadi jaringan (jalan tol) perdagangan menuju Banda,
yang lebih dikenal.
Kesimpulan
ini bisa membuka “kemungkinan” yang lebih jauh, bahwa mungkin saja pulau
“Saparua” juga telah diketahui atau dikenal pada periode itu, meski memang tak
ditulis/disebut secara eksplisit.
Hal ini
mungkin saja menjadi landasan dari hipotesis Rouffaer yang menyebut Muar adalah
Kei dan kemudian dirubah menjadi Saparua (Honimoa)
Selain
Vull yang disebut oleh Pires, Antonio Pigafeta yang turut serta dalam
perjalanan Fernao Magalhaes, pada tanggal 25-27 Desember 1521,menulis jurnal
perjalanan itu dan mendeskripsikan beberapa pulau di “sekitar Ambon Lease” yang
kita kenal dimasa sekarang.
Pigafeta
menulis sebagai berikut52 :
Passing outside the latter on its western side, we laid our course
west southwest, and discovered some islets toward the south. And inasmuch as
the Malucho pilots told us to go thither, for we were pursuing our course among many islands and shoals, we turned toward the
southeast, and encountered an island which lies in a latitude of two degrees
toward the Antarctic Pole, and fifty-five leguas from Maluco. It is called Sulach, and its inhabitants are heathens. They
have no king, and eat human flesh. They go naked, both men and women, only
wearing a bit of bark two fingers wide before their privies. There are many
islands there about where the inhabitants eat human flesh. The names of some of them are as follows : Silan, Noselao, Biga, Atulabaou, Leitimor,
.... Tenutum, Kalairuru, Mandan, and Benaia
Robertson
dalam catatan kakinya53 ( untuk kata-kata yang digaris bawahi)
menerangkan wilayah-wilayah tersebut.
Ia
secara jujur memulai dengan nada pesimis,
dan menulis demikian :
It is impossible to identify these names with complete assurance
(agak mustahil untuk mengidentifikasi nama-nama tempat itu dengan pasti).
The first four probably correspond to the group of islands near
Amboina, which contains those of Honimoa, Moelana, Oma, and Noesfa Laut;
Leitimor (Ley-timur) is a peninsula of Amboina.
(4 nama pertama mungkin merujuk pada gugusan
pulau yang berdekatan dengan pulau Ambon, yaitu Honimoa, Moelana, Oma dan
Nusalaut, sedangkan Leitimor adalah salah satu semenanjung/Jazirah di Pulau
Ambon)
Robertson
hanya menulis demikian, tanpa menunjuk satu demi satu. Maksudnya ia tak
menjelaskan kata Silan itu merujuk pada apa dan seterusnya.
Jika
kita memperhatikan nama-nama itu, maka hal yang pasti, hanyalah nama Noselau
dan Leitimor, itu tidak lain dan tidak mungkin lain, pastilah merujuk pada nama
pulau Nusalaut dan Jazirah Leitimor.
Silan,
Biga dan Atulabaou juga memiliki kemungkinan yang sama untuk nama-nama pulau
yang dirujuk pada catatan kaki Robertson itu.
Itu
berarti pulau “Saparua” bisa saja merujuk pada kata Silan,atau Biga atau mungkin
saja Atulabaou.
Hal
senada dan sedikit “menjelaskan” juga
disampaikan oleh Lord Stanley of Alderley, dalam edisi terjemahan bahasa
Inggris atas jurnal perjalanan yang dibuat oleh Pigafetta. Pada bukunya yang berjudul
The First Voyage Round the World by
Magellan : translated from the account of Pigafetta54 dan terbit tahun 1874 itu, ia memberikan
catatan kaki55.
Catatan
kaki yang dimaksud adalah pada bagian yang Robertson lakukan seperti tertulis
diatas.
Stanley dalam
catatan kakinya, menulis demikian :
Comparing
this with what the author writer a little further on, there is another proof
that he took down the names of the islands, and laid down their position as he
thought he understood the pilot who spoke a language which he little understood.he
here notes ten islands, and he has drawn six without names to the north of
Sulach, where other geographers also lay down a few islets, but of these ten,
Tenutum, Kalairuru, Mandan, and Benaia are again named and drawn further
on.................
Maksud
dari Stanley pada catatan kakinya adalah membandingkan deskripsi Pigafetta
dengan penulis-penulis lain yang lebih “modern”, maka Stanley menyimpulkan
bahwa Pigafetta melakukan “kekeliruan”
Ia
menyebut bahwa ada bukti lain dimana Pigafetta menamakan pulau-pulau itu dan
“meletakan” posisi pulau-pulau dimaksud, hanya berdasarkan pemahaman atas
bahasa pemandu (dalam pelayaran itu) yang sedikit dimengerti dan terbatas oleh Pigafetta.
Hal ini
diperkuat pada kalimat berikutnya : bahwa 10 nama pulau itu, “ternyata”
disebutkan Pigafetta kembali dan ditempatkan pada lokasi yang lain lagi.
Penjelasan
ini membuat deskripsi Pigafetta dan catatan kaki oleh Robertson menjadi hal
yang memungkinkan bahwa kata Silan, Biga dan Atulabaou adalah bukan pulau
Saparua.
Pada
periode awal ini, yang mungkin sedikit “pasti” adalah apa yang disebut oleh
Pires. Jika membaca uraian Pires yang “terperinci”, kita bisa sedikit lebih
yakin bahwa kata Vull (dalam teks Pires) adalah nama untuk pulau Saparua.
Pemahaman
akan hal itu didasari oleh penulis dengan memperhatikan dan menganalisa 2
faktor.
Faktor
pertama adalah “kebiasaan” cara “penulisan” sebuah kata pada masa itu.
Umumnya
para penulis di masa itu menulis huruf V, sebagai “pengganti” huruf U atau
sebaliknya.
Jika
mereka ingin menulis Mollucas, maka mereka menulis Mollvcas. Jika mereka ingin
menulis Galvao, maka mereka menulis Galuao
Faktanya
bisa dilihat pada judul buku yang ditulis oleh Antonio Galvao/Galvano.
Galvao
menulis buku yang terbit pada tahun 1555 dalam bahasa asli Portugis :
Tratado : Que compos o nobre & notauel
Capitao Antonio Galuao....................
(Treatise : compose by the noble and
remarkable captain Antonio Galvao/Galvano.....)
Buku ini
pertama kali diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Richard Hakluyt pada tahun
160156 dengan judul :
“The
Discoveries of the World, from their first originall vnto the yeere of
our lord 1555, briefly written in the Portugall tongue, by Antonie Galuano,
Gouernor of Ternate, the chiefe island of the Malvcas”
Perhatikan
kata-kata yang digaris bawahi penulis, vnto maksudnya adalah unto, Galuano atau
Galuao maksudnya Galvano atau Galvao, Gouernor maksudnya adalah Governor dan
Malvcas maksudnya adalah Malucas.
Cara
penulisan seperti itu, adalah kebiasaan cara penulisan bahasa “Eropa” pada masa
itu.
Faktor
kedua adalah hubungan faktor pertama dengan Laporan-laporan para misionaris 25
tahun kemudian setelah periode Pigafetta. Pada periode ini, para misionaris
Katholik telah “mengalihkan” perhatian dan ladang penyebaran Injil di wilayah
lain, setelah mereka “terusir” dari Ternate. Laporan-laporan dari “ladang”
Tuhan yang baru ini dengan analisa lebih lanjut terhadap faktor pertama
tersebut.
Untuk
memahami konteksnya, kita harus terlebih dahulu memahami “background”
sejarahnya, mengapa para misionaris itu beralih ke wilayah lain.
Beberapa
tahun setelah tahun 1512 itu (terdamparnya Fransisco Serao), orang Portugis menjadikan
Hitu sebagai tempat pengisian air dan tempat menunggu musim yang baik untuk
kembali ke Malaka57.
Awalnya
hubungan Portugis dengan Hitu berjalan baik, dan awal tahun 1520, mereka
membangun sebuah “benteng” kecil disitu.
Beberapa
tahun kemudian mereka “bergerak” masuk menuju “kota” Ambon, dan menempati
wilayah yang bernama Hukunalo (sekarang bernama Rumah Tiga)58.
Melalui
eskalasi “politik” yang di dalamnya melibatkan unsur-unsur seperti patasiwa-patalima
dan konflik dengan kekuatan Islam Ambon, Portugis secara perlahan-lahan mulai menanamkan
kukunya di dalam kota Ambon. Pada periode ini, para misionaris mulai
berdatangan ke pulau Ambon dan melakukan tugas agama, meskipun frekuensinya
jarang, namun mereka telah memiliki “markas besarnya” di kota Ambon.
Di sisi
lain, di bagian utara, Portugis dan Spanyol bersaing terus menerus
memperebutkan pengaruhnya dalam berhubungan dengan kesultanan Ternate.
Persaingan
yang tajam59, dan eskalasi sifat serakah, mengakibatkan Portugis
akhirnya tersingkir dari Ternate. Ini dimulai dengan peristiwa terbunuhnya
Sultan Ternate, Sultan Hairun pada tahun 157060. Sang Anak, Sultan
Baabulah bersumpah membalas dendam kematian ayahnya dan mengusir Portugis dari
Ternate61. Usaha-usaha para Misionaris di Ternate dan sekitarnya
yang selama ini diberi kemudahan oleh sultan Hairun, dihentikan oleh Baabulah.
Portugis
menyingkir ke kota Ambon kemudian mulai berkonsentrasi di kota Ambon, hingga
berhasil mendirikan sebuah benteng pada 23 Maret tahun 157562.
Benteng itu yang kita kenal sekarang bernama benteng Nieuw Victoria63.
Nama asli dari benteng ini adalah “Nossa Senhora da Anunciada” yang bermakna “Sampai
di sini Bunda Maria di bangun”64
Para Misionaris
kemudian lebih banyak berfokus di kawasan ini.
|
Peta dari Pedro Reinel (1517) |
20an
tahun sebelumnya pada 14 Februari 154665 , sang Misionaris terkenal
Fransiscus Xaverius tiba di Ambon. Ia bekerja di Ambon dalam periode Februari
–Juni 154666.
Sejak
itulah, selalu dikirim para misionaris dari kaum Jesuits. Menurut sebuah sumber,
dalam rentang periode 1546 – 1577 telah dilakukan pengiriman para Misionaris sebanyak
36 kali 67
Pekerjaan
menyebarkan injil yang dilakukan oleh para misionaris ini, hambatan, deskripsi
wilayah-wilayah baru tempat mereka bekerja dan hasil pekerjaan mereka,
disampaikan lewat surat kepada markas besar mereka di Goa India.
Seperti
yang disebut di atas, Fransiscus Xaverius bekerja di wilayah Ambon dan
sekitarnya pada periode Februari – Juni 1546, serta periode Januari – April 154768. Pada periode
pertama ini, ia berkunjung ke beberapa negeri di Pulau Ambon, begitu juga di
Seram (Negeri Tamilou69), di Pulau Nusalaut dan Pulau Saparua. Di
Pulau Saparua, ia disebut berkunjung ke negeri Ullath70.
Namun
kunjungannya ke negeri Ullath ini, sedikit “membingungkan” dan beberapa sumber
saling “bertentangan”.
Pieter
Anton Tiele menyebut Xaverius berkunjung ke negeri Ulate (Ullath) berdasarkan
sumber dari Ed. De Vos71.
B.J.J. Visser
yang menyebutkan hal sama, juga mengutip dari Tiele, sembari menjelaskan lebih
terperinci jalan ceritanya, C. Wessels pun menceritakan hal yang sama.
Namun
“anehnya” sumber lain tidak menceritakan hal apa-apa tentang kunjungan Xaverius
ke negeri Ullath. Adolph Heuken72 hanya menyebut Xaverius ke
Tamilau, kemudian kembali ke Nusalaut dan pulang kembali ke Ambon.
Huberts
Jacobs yang “mempresentasikan” surat-surat dari Xaverius yang ditulis dari
Ambon73, juga tidak menyebut tentang kunjungannya ke negeri Ullath.
Memang
dalam sumber Jacobs, ia menyampaikan ada beberapa surat Xaverius yang hilang,
namun agak “aneh” jika kunjungan “sepenting” itu tidak tercatat atau tidak
disebutkan oleh mereka berdua.
Atas desakan
Xaverius, setahun kemudian pada 1548 datang “kloter” kedua di pulau Ambon,
salah satu diantara mereka adalah Frater Nuno Ribeiro.
Nuno
Ribeiro bertugas di Pulau Ambon selama 2 tahun hingga ia meninggal pada 23
Agustus 154974, kemungkinan besar di racun75.
Selama
setahun Ribeiro bekerja di Pulau Ambon, ia diduga76 berkunjung ke
daerah “lease”, sayangnya surat dan register baptisan yang dibuatnya hilang77.
Dugaan kunjungan
Ribeiro ke daerah “Lease” itu berasal dari isi surat Frater Fransisco Perez
yang ditulis di Malaka pertanggal 24 November 1550.
Huberts
Jacobs dalam catatan kaki tentang kalimat dalam isi surat Perez ini menulis :
The
words maybe suggest that Ribeiro did not always remain in the island Ambon but went
visiting other islands, probably the Uliaser and perhaps Buru.
(penggalan
kalimat itu, mungkin memberi kesan bahwa Ribeiro tidak selalu/ tidak bekerja
hanya di pulau Ambon, tetapi juga berkunjung ke pulau-pulau lain, mungkin ke
Uliaser dan Buru
Huberts
Jacobs mengutip sumber dari Joanes Alphonsu Polanco78 untuk
“memperkuat” catatan kakinya.
Polanco menulis :
Ab
una enim insula aliam atque aliam transeundum erat ----- but also the villages
on ambon itself were visited by vessel (tapi juga negeri-negeri (lain) di Ambon
dikunjungi sendiri olehnya (Ribeiro) dengan menggunakan perahu.
Namun
sayangnya, seperti yang disebut oleh Huberts sendiri, bahwa surat dari Ribeiro
telah hilang, sehingga kita tak bisa mengetahui kunjungan dan penyebutan nama
“Lease” dalam suratnya itu.
6 tahun
kemudian, mungkin untuk pertama kalinya nama pulau “Saparua” disebut atau
ditulis secara eksplisit dalam laporan atau sumber, nama yang di masa sekarang
kita kenal atau ketahui dengan nama Lease.
Nama
Lease secara eksplisit tertulis didalam Surat tertanggal 15 November 1556 dari
Scholastic Louis Frois SJ dan Baltasar Dias
kepada “Kaum” Jesuits di Portugal79. Surat ini ditulis di
Malaka dan berisikan “55 point”. Nama Lease serta nama Negeri Siri-Sori (Nama negeri
di Pulau Saparua), tertulis pada point ke-4880.
Isi dari
poin 48 tersebut sebagai berikut :
Dez
legoas desta ilha estao as terras D’Amboino onde ha muitos..............Alem
desta esta outra dahi a huma legoa, a qual toda he de christao, chama-sse Liase ................... ai hi outra que se chama Sorecore.......................
Huberts
Jacobs memberikan catatan kaki pada kata yang digaris bawahi oleh penulis
(dalam teks surat itu, catatan kaki tentang kedua kata ini diberi no 74 dan
75).
Huberts
menulis demikian (no 74) :
Liasse,
Lease or Ulliase(r) is the old native name of the island Saparua, the middle
and largest of the three islands of Ambon. but here it evidently points to
Haruku, the nearest to Ambon of the three, whereas for Saparua the nama
Sorecore is reserved after an important kampong on it, which became the modern
double town of Sirisori-serani and Sirisori-islam. The collective name Ulliaser
for all the three of them together, which is common now, is said to date only
from the Dutch period
(Liasse,
Lease atau Ulliase(r) adalah nama lama atau “asli” dari pulau Saparua, pulau
kedua (di bagian tengah) dan terbesar di antara 3 pulau dari gugusan pulau Ambon.
tetapi di sini (maksud dari kata di sini – here it, adalah berdasarkan/menurut isi
surat), nama Liasse “faktanya” ditujukan pada pulau Haruku, pulau yang lebih
dekat ke pulau Ambon, sedangkan (yang sebenarnya/seharusnya) untuk pulau
Saparua (Liasse), dirujuk (“diwakili”) oleh Sorecore yang disebut belakangan,
adalah nama negeri penting (di masa itu) yang
di masa sekarang menjadi 2 negeri yaitu Sirisori Kristen dan Sirisori Islam, dan
terletak di Pulau Saparua sendiri
Nama
Ulliaser untuk gugusan ketiga pulau ini yang di masa sekarang dikenal dan
dipahami, hanya disebutkan/digunakan sejak masa Belanda (VOC dan Hindia
Belanda).
Huberts
Jacobs juga mengutip sumber dari G.W.W.C. van Hoevell81 dan Encyclopaedie
van Nederlands Indie82 untuk “membuktikan” lebih jauh catatan
kakinya.
Jadi
bisa dikatakan, bahwa sumber di atas, adalah “bukti pertama” nama “Lease”
dengan seluruh varian penulisannya telah ada, minimal di masa itu, atau
beberapa generasi sebelum itu, bahkan mungkin saja puluhan-ratusan tahun
sebelumnya, meski memang tak ditulis secara eksplisit dalam laporan, dokumen.
Pemahaman
kedua dari pembacaan sumber diatas, membuktikan hal kedua, bahwa sejak dulu,
minimal di masa awal Portugis, nama “Lease”, adalah nama untuk Pulau “Saparua”
dan bukan untuk nama gugusan 3 buah pulau, dengan istilah Lease yang kita
pahami di masa sekarang.
Pemahaman
ketiga bahwa nama “Lease” pada sumber di atas, akan menjadi entri point untuk
mengaitkan dan menganalisa lebih lanjut hubungan kata ini dengan nama Vull yang
digunakan oleh Pires, nama Nucelloel yang disebut oleh Dourado, Nama Nunciuel
oleh Castanheda, bahkan nama Muar oleh Rouffaer, Eerde, Pigeaud dan Fraasen.
Bukti-bukti selanjutnya akan dipaparkan oleh penulis untuk menyajikan
serta “menguatkan” ketiga pemahaman ini.
==== bersambung ====
Catatan Kaki
1. Lobato,
Manuel, A Man in the Shadow of Magellan : Fransisco Serao, the first European
in the Maluku Island (1511-1521), Revista de Cultura/Review of Culture,
International Edition, série 111, 39, 2011, pp. 103-20
·
Lobato,
Manuel, The Introduction of Islam in the Maluku Islands (Eastern
Indonesia): Early Iberian Evidence and Oral Traditions, Estudos Orientas
Universidade Catolica Editora, pp 65-74
·
Tiele, Pieter
Anthon, De Europeers in den Malaischen Archipel, eerste gedelte (1509-1529) (dimuat pada Bijdragen tot de Taal, Land en
Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1877, hlm 321-420)
·
De Argensola,
Bartholemew Leonardo. The discovery and conquest of the Moluco and Philipine
Islands, (edisi Inggrisnya diterjemahkan dan diterbitkan ulang London Printed,
1708)
2. Lobato,
Manuel, A Man in the Shadow of Magellan : Fransisco Serao, the first European
in the Maluku Island (1511-1521), Revista de Cultura/Review of Culture,
International Edition, série 111, 39, 2011, pp. 104
3. Lobato,
Manuel, A Man in the Shadow of Magellan : Fransisco Serao, the first European
in the Maluku Island (1511-1521), Revista de Cultura/Review of Culture,
International Edition, série 111, 39, 2011, pp. 105
4. Idem
(hlm 105-106)
5. Idem
(hlm 106)
6. Amal,
M. Adnan, Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, hlm 7
7. Idem
(hlm 40)
8. The
Suma oriental of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya
diterjemahkan oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume)
9. The
Suma oriental of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya
diterjemahkan oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume,
introduction hlm xxiv)
10. Lobato, Manuel, A
Man in the Shadow of Magellan : Fransisco Serao, the first European in the
Maluku Island (1511-1521), Revista de Cultura / Review of Culture,
International Edition, série 111, 39, 2011, pp. 106
11. Idem
12. Lobato, Manuel, A
Man in the Shadow of Magellan : Fransisco Serao, the first European in the Maluku
Island (1511-1521), Revista de Cultura/Review of Culture,
International Edition, série 111, 39, 2011, pp. 107 – 108
·
The Suma
oriental of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya
diterjemahkan oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume,
fifth book,
·
Plate xxvii, hlm 209)
·
Assemblage of
Four Sketches from Fransisco Rodrigues’s rutter of the east, plate III (ca
1513) (dimuat oleh F.R. Luis Felipe, Thomas, The Image of Archipelago in
Portuguese Cartography of the 16th and early 17th centuries,
Archipel, vol 49, hal 99)
13. The Suma oriental
of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan
oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, fifth book, hlm 211)
14. The Suma oriental
of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan
oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, fifth book, hlm 212)
15. Dames, Mansel
Longworth, The Book of Duarte Barbosa (edisi terjemahan bahasa Inggris dari
teks Portugis, two volume, London)
16. Dames, Mansel
Longworth, The Book of Duarte Barbosa (edisi terjemahan bahasa Inggris dari
teks Portugis, volume 2, hlm 199)
17. Brandes, J.L.A,
Nagarakrtagama, Lofdicht van Prapantja op Koning Radjasanagara, Hayam Wuruk van
Madjapahit (dimuat dalam Verhandelingen van Het Koninklijk Bataviaasch
Genootschap van kunsten en wetenschappen, S’Gravenhage, Martinus Nijhoff,
Batavia, Albrecht & Co, volume 54, 1902)
·
Kern, H. De
Nagarakrtagama, Oudjavaansche Lofdicht op Koning Hayam Wuruk van Madjapahit
door Prapanca, 128 Caka = 1365 AD (dimuat dalam Verspreide Geschriften,
s’Gravenhage, Martinus Nijhoff, vol 7-8, 1917 – 1918)
·
Kern, H dan
Krom, N.J. Het Oud-Javaansche Lofdicht Nagarakrtagama van Prapanca (1365),
s’Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1919
·
Poerbatjaraka,
R.Ng.”Aaanteekeningen op de Nagarakertagama.: BKI jilid 80 (1924), hal 219-286
·
Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol IV, (commentaries and recapitulation), The Hague,
Martinus Nijhoff, 1962, hlm 34
·
Muljana,
Slamet Nagarakertagama, yang diperbaharui ke dalam Bahasa Indonesia, Djakarta,
Siliwangi, 1953
·
Muljana
Slamet, Nagara Kretagama dan Tafsir Sejarahnya, Jakarta, Bhratara, 1979
·
(buku ini
kemudian dicetak ulang dengan judul baru: Tafsir sejarah Nagara Kretagama dan
diterbitkan oleh LKiS, Jogjakarta, 2006 dan 2007)
·
Robson, S.
Desawarnan (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca, Leiden, KITLV Press, 1995
18. Muljana Slamet,
Nagara Kretagama dan Tafsir Sejarahnya, Jakarta, Bhratara, 1979
(buku ini kemudian dicetak ulang
dengan judul baru: Tafsir sejarah Nagara Kretagama dan diterbitkan oleh LKiS,
Jogjakarta, 2006 dan 2007)
·
Robson, S.
Desawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca, Leiden, KITLV Press, 1995
·
https://id.wikipedia.org/wiki/Kakawin_Nagarakretagama
19. Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol I, The Hague, Martinus Nijhoff, 1960, hlm 72 - 75
·
Robson, S.
Desawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca, Leiden, KITLV Press, 1995, hlm 92 - 98
·
https://id.wikipedia.org/wiki/Kakawin_Nagarakretagama
·
Muljana
Slamet, Nagara Kretagama dan Tafsir Sejarahnya, Jakarta, Bhratara, 1979
·
(buku ini
kemudian dicetak ulang dengan judul baru: Tafsir sejarah Nagara Kretagama dan
diterbitkan oleh LKiS, Jogjakarta, 2006 dan 2007)
20. https://id.wikipedia.org/wiki/Kakawin_Nagarakretagama
·
Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol I, The Hague, Martinus Nijhoff, 1960,
Introduction, hal XI
21. Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol I, The Hague, Martinus Nijhoff, 1960,
Introduction, hal XII
·
https://id.wikipedia.org/wiki/Kakawin_Nagarakretagama
22. https://id.wikipedia.org/wiki/Kakawin_Nagarakretagama
23. Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol I, The Hague, Martinus Nijhoff, 1960, hlm 11 - 12
·
Robson, S.
Desawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca, Leiden, KITLV Press, 1995, 33-35
·
Riana, I
Ketut, Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama: Masa Keemasan
Majapahit, Penerbit Kompas, Agustus 2009 (Cetakan ke-3), hlm 96 - 110
·
http://cirebonan.org/naskah-kuno-negarakertagama/
24. Robson, S.
Desawarnana (Nagarakrtagama) by Mpu Prapanca, Leiden, KITLV Press, 1995, 33-35
25. Muljana Slamet,
Nagara Kretagama dan Tafsir Sejarahnya, Jakarta, Bhratara, 1979 (buku ini
kemudian dicetak ulang dengan judul baru: Tafsir sejarah Nagara Kretagama dan
diterbitkan oleh LKiS, Jogjakarta, 2006 dan 2007)
·
Riana, I
Ketut, Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama: Masa Keemasan
Majapahit, Penerbit Kompas, Agustus 2009 (Cetakan ke-3), hlm 96-110
26. Rouffaer, G.P.
Tochten (Oudste Ondekkings) tot 1497 (dimuat dalam Encyclopaedia van
Nederlandsch Indie, deel IV, S,Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1905, hlm 385)
·
Rouffaer, G.P.
De Javaansche naam “Seran” van Z.W. Nieuw Guinea voor 1545 en een Rapport van
Rumphius over die kust van 1684 (dimuat dalam Tijdschrift van het Nederlandsch
Aardrijkskundig Genootschap, 2e serie, XXV, 1908, hlm 308-347)
·
Eerde, J.C.
van – De Madjapahitsche Onderhoorigheden Goeroen en Seran, (dimuat
dalam Tijdschrift van het Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap,
2e serie XXVIII, 1911, hlm 219-233)
·
Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol IV (commentaries and recapitulation), hlm 34
·
Fraasen,
Fr.Chr, Drie Plaatsnamen uit Oost-Indonesie in de Nagara-Kertagama : Galiyao,
Muar en Wwanin en de vroege handels-geschiedenis van de Ambonse eilanden
(dimuat dalam Bijdragen tot de taal,land en volkenkunde, deel 123, 1976, hal
293-305)
27. Rouffaer, G.P.
Tochten (Oudste Ondekkings) tot 1497 (dimuat dalam Encyclopaedia van
Nederlandsch Indie, deel IV, S,Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1905, hlm 385)
28. Rouffaer, G.P. De
Javaansche naam “Seran” van Z.W. Nieuw Guinea voor 1545 en een Rapport van
Rumphius over die kust van 1684 (dimuat dalam Tijdschrift van het Nederlandsch
Aardrijkskundig Genootschap, 2e serie, XXV, 1908, hlm 308-347)
29. Eerde, J.C. van –
De Madjapahitsche Onderhoorigheden Goeroen en Seran, (dimuat
dalam Tijdschrift van het Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap,
2e serie XXVIII, 1911, hlm 219-233)
30. Veth, P.J, De
Onderhoorigheden van Madjapahit (dimuat dalam Tijdschrift van nederlandsch
Indie, Jaargang 1867, Deel 1, hal 88 – 97, Deel 2, hlm 96 – 98)
31. Dulaurier, E
(dimuat dalam Journal Asiatique van Juni 1846, 4me Serie, Tome VII, P.544 -
571)
32. Pijnappel, Jan,
(dimuat dalam Journal Asiatique 1846, 4me Serie, Tome CII, p.544)
33. Logan, J.R,
Antiquity of Chinese Trade with India and Indian Archipelago (dimuat dalam
Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, Vol 2, Singapore, 1848, hlm 604 dan 605)
34. Krom, N.J.
Oudheidkundige kaart van den Archipel, schaal 1:10.000.000 (hlm 507 pada buku N.J. Krom – lihat cat kaki no 23)
35. Krom, N.J.
Hindoe-Javaansche Geschiedenis, The Hague, 1926 (edisi ke-1 dicetak tahun 1926,
edisi ke-2 dicetak ulang tahun 1931)
36. Pigeaud,
Theodore.G.Th. Java in the 14th Century A study in cultural history
Nagara-Kertagama, Vol IV (commentaries and recapitulation), hlm 34
§ Buku
ini secara lengkap terdiri dari 5 volume, dan volume terakhir terbit pada tahun
1963
37. Pigeaud, Theodore,
G.Th, Outline Map of the Indian Archipelago and Malaya in the 14th century (map
iv pada lampiran buku ini, terbit tahun 1963)
38. Fraasen, Fr.Chr,
Drie Plaatsnamen uit Oost-Indonesie in de Nagara-Kertagama : Galiyao, Muar en
Wwanin en de vroege handels-geschiedenis van de Ambonse eilanden (dimuat dalam
Bijdragen tot de taal,land en volkenkunde, deel 123, 1976, hlm 293-305)
39. The Suma oriental
of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan
oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, fifth book, hlm 210)
40. Tiele, Pieter
Anthon, De Europeers in den Malaischen Archipel, eerste gedelte (1509 – 1529) (
dimuat pada Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie,
1877, hlm 357)
41. Schurhammer, G,
Frans Xaver, sein Leben en Seine zeit. Zweiter band, eerster halbband Indien en
Indonesien, 1541-1547
42. Jacobs, T.Th.Th.
M, A Treatise on the Molucas (ca. 1544) Probably the prelimanary version of
Antonio Galvao,s lost historia das Molucas
43. Smith, Marie
Christine Boulan, We of the Banyan Tree, tradition of origin of the Alune of
West Seram, catatan kaki no 10, hal 32 (thesis yang dipertahankan pada Mei 1998
di The Australian National University)
44. Rumphius, Georgius
Everhardus, De Ambonse Historie, deel 1
45. Rumphius, Georgius
Everhardus, De Ambonse Historie, deel 1 (hlm 4)
46. The Suma oriental
of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan
oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, fifth book, hlm 210, catatan kaki tentang kata Bemuaor)
47. The Suma oriental
of Tome Pires, Tome Pires 1512-1515, (edisi bahasa inggrisnya diterjemahkan
oleh Armando Cortesao, London, 1944, two volume, first volume, sixth book, hlm 232)
48. Blagden, C.O.
Notes on Malay History (dimuat dalam Journal of the Straits Branch of the Royal
Asiatic Society, vol 153, 1909, hal 139-162. Kata Muar berada pada hlm 149)
49. Brief van Steven
van der Haghen aan Bewindhebbers der Oost Indie Compagnie, 10 Maret 1616
(dimuat oleh P.A.Tiele dalam Bouwstoffen voor geschiedenis der
Nederlanders in den Maleischen Archipel, Eerste deel, P.A. Tiele, Martinus
Nijhoff, 1886, hlm 119)
50. Catatan kaki no 23
51. de Castanheda,
Fernao Lopes, Historia do descobrimento & conquista da India pelos
Portugueses, Livro VIII, 1561
·
Dourado,
Fernao vas. Atlas de ........Reproducao fidelissima do examplar da torre da
tombo datado da Goa, 1571
52. Pigafetta,
Antonio. Magellan’s voyage around the world (edisi terjemahan bahasa
Inggris oleh James Alexander Robertson, two volume, The Arthur H Clark Company,
Cleveland, 1906)
53. Pigafetta,
Antonio. Magellan’s voyage around the world (edisi terjemahan bahasa
Inggris oleh James Alexander Robertson, volume 2, The Arthur H Clark Company,
Cleveland,1906, hlm 148-149, dan cat kaki no 553 pada
hlm 222)
54. Alderley, Lord
Stanley of. The First Voyage Round the World by Magellan : translated from
account from Pigafetta, The Hakluyt Society, London, 1874
55. Alderley, Lord
Stanley of. The First Voyage Round the World by Magellan : translated from
account from Pigafetta, The Hakluyt Society, catatan kaki no 2, hlm 229, London, 1874
56. Hakluyt, Richard,
The Discoveries of the World, from their first originall vnto the yeere of our
lord 1555, briefly written in the Portugall tongue, by Antonie Galuano,
Gouernor of Ternate, the chiefe island of the Malvcas, G. Bishop, London, 1601
57. Heuken, Adolph,
Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud, 1512-1680
(dimuat dalam buku : A History Christianity in Indonesia, dieditori oleh
Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden Boston, 2008, hlm 33)
58. Idem
59. Argensola,
Bartholemew Leonardo, The Discovery and Conquest of The Molucco and Philipine
Island, hlm 30
60. Heuken, Adolph,
Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud, 1512-1680
(dimuat dalam buku : A History Christianity in Indonesia, dieditori oleh
Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden Boston, 2008, hlm 44)
·
Argensola,
Bartholemew Leonardo, The Discovery and Conquest of The Molucco and Philipine
Island, hlm 42
·
Amal, M.
Adnan, Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, hlm 49-50
61. Amal, M. Adnan,
Kepulauan Rempah-rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, hlm 50
62. Lemos, Estevao de
Extracto dalgumas causas que Goncalo Pereira ..............., 1580, hlm 470-471
·
Maffei, Ioan
Petri SJ, Relacao Vasconcelos, 1600, hlm 319-320
63. De Wall, W.I. van,
Het Kasteel Nieuw-Victoria ter Hoofdplaats Amboina (dimuat dalam Oudheidkundig
Verslag, 1922, hlm 88)
64. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 2 (1577-1606 ), Jesuit Historical Institute, Roma,
1980, chapter I (General Introduction) hlm 4
§ Hubert
Jacobs, SJ, Wanneer werd de stad Ambon gesticht?, bij een vierde eeuwfeest
(dimuat dalam (Bijdragen tot de taal-land, volkenkunde, 131, 1971, Leiden, hlm 427-460
65. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577 ), Institutum Historicum Societatis
Iesu, Roma, 1974, chapter IV, hlm 15
·
Heuken,
Adolph, Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud,
1512-1680 (dimuat dalam buku : A History Christianity in Indonesia, dieditori
oleh Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden Boston, 2008, hlm 34)
66. Heuken, Adolph,
Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud, 1512-1680
(dimuat dalam buku : A History Christianity in Indonesia, dieditori oleh
Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden Boston, 2008, hlm 36)
67. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter IV, hlm 18
68. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter IV, hlm 19
69. Heuken, Adolph,
Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud, 1512-1680
(dimuat dalam buku : A History Christianity in Indonesia, dieditori oleh
Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden Boston, 2008, hlm 37)
70. Tiele, Pieter
Antonie, De Europeers in den Malaischen Archipel, deerde deel (1541 – 1555),
1880, hlm 329
·
Visser, B.J.J.
Onder Portugeesch-Spaansche vlag : de Katholieke missie van Indonesie
(1511-1605), Amsterdam, 1925, hlm 45-47
·
Wessels, C. De
Geschiedenis der RK Missie in Amboina (1546-1605), Nijmegen Utrecht, 1926, hlm 14-15
71. Vos, Ed de. Leben
und Briefen des H. Xaverius (Regensb, 1877), hlm 315-317
72. Heuken, Adolph,
Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud, 1512-1680 (dimuat dalam buku : A History Christianity in
Indonesia, dieditori oleh Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden
Boston, 2008, hlm 37 - 38)
73. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter VI (Documents), hlm 1-22
74. Wessels, C. De
Geschiedenis der RK Missie in Amboina (1546-1605), Nijmegen Utrecht, 1926, hlm 23
·
Heuken,
Adolph, Catholic converts in the Mollucas, Minahasa and Sangihe Talaud,
1512-1680 (dimuat dalam buku : A History Christianity in Indonesia, dieditori
oleh Jan.S.Aritonang dan Karel Steenbrink, Brill, Leiden Boston, 2008, hlm 40)
75. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter IV, hlm 21
76. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter VI (Documents), cat kaki no 8, hlm 83
77. Catatan kaki no 75
78. Polanco, Joanes
Alphoncus, Vita Ignatii Loiolae ........... (buku ini lebih dikenal atau secara
umum dikenal dengan judul Chronicon), 6 volume, Matriti, 1894-1898 (Huberts
mengutip dari vol 1 hlm 476)
79. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter VI (Documents), hlm 175-206
80. Hubert Jacobs, SJ,
Documenta Malucensia, Vol 1 (1542-1577), Institutum Historicum Societatis Iesu,
Roma, 1974, chapter VI (Documents), cat kaki no 74 dan 75, hlm 203
81. Hoevell, G.W.W.C.
Baron van, Ambon en meer Bepaaldelijk de Oeliasers : Geographisch,
Ethnographisch, Politisch, en Historich, Bluse en van Braam, Dordrecht, 187, hlm 12
82. Encyclopaedie van
Nederlandsch Indie deel 3, hlm 54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar