(bag
3 - selesai)
[W.Ph. Coolhas]
III.
Kesalahan Filz adalah ini : dia telah lalai dalam memenuhi tugas yang harus dilakukan oleh setiap perwira, tentunya sebagai perwira senior, untuk menyelidiki dirinya sendiri secara cukup mendalam untuk mengetahui apakah seseorang akan memenuhi tuntutan yang dibebankan oleh fungsi tanggung jawab kepada prajurit di saat-saat berbahaya. Jika seseorang mengetahui dalam dirinya bahwa ia kekurangan kekuatan pikiran dan ketenangan pikiran, maka ia harus menarik satu-satunya kesimpulan yang mungkin dari hal ini : ia harus mengundurkan diri dari jabatannya dan meminta pemberhentian dari dinas militer. Setiap perwira mempunyai kewajiban ini terlebih dan dari sudut pandang moral siapapun yang gagal memenuhinya adalah bersalah, meskipun konsekuensinya tidak seburuk pada kasus Filz. Namun, yang membuat kita bersimpati kepada orang ini, dan yang membuat kita memahami bahwa ia memiliki banyak teman yang lebih mengasihaninya daripada mengutuknya, terletak pada sikap yang diambil setelah kegagalannya. Orang yang sebelumnya membanggakan segala hal yang akan dilakukannya dan tidak berbuat banyak, kini menujukkan keberanian moral yang tinggi untuk menerima hukuman atas kesalahan yang telah dilakukannya. Dia membuktikan dirinya bersedia menderita atas kesalahannya, dimana penebusan dosa tidak mungkin dilakukan; dia menunjukkan penyesalan yang tulus dengan lebih memilih, daripada melarikan diri dari apa yang akan terjadi, menebus kesalahannya dengan cara yang paling keras, seperti pahlawan dalam tragedi klasik. Apakah zaman klasik mungkin memberi Filz contoh yang diperlukan untuk hal ini? Kita tidak tahu, kita tahu bahwa dia tidak berpikir untuk mengikuti contoh perwira tertentu yang bergabung dengan Inggris, atau perwira seperti Stiglera yang meminta perlindungan Inggris33. Meskipun Tuckerb memperingatkannya tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, dia bersikeras untuk dibawa kembali ke Jawa, dan ketika teman-temannya di Pakalangon kembali dengan serius menasihatinya untuk tidak pergi ke Batavia, dia melanjutkan perjalanannya ke sana tanpa basa-basi.
Koningsplein di Batavia, tempat eksekusi J.P.F. Filz, 12 Juni 1810 |
Dia tiba di sana pada tanggal 9 Mei [1810] dan langsung diserahkan dalam tahanan pidana kepada fiscal Pengadilan Tinggi Militer, dimana Marsekal [Daendels] memutuskan bahwa, apapun hasil dari kasus pidana tersebut, ia tidak akan pernah lagi menikmati kehormatan untuk mengabdi panji-panji Yang Mulia Raja Belanda. Heukevlugt, yang tiba di Batavia pada tanggal 14 [Mei], juga diberhentikan dari semua jabatannya karena kerjasamanya dengan pasal-pasal kapitulasi dan dinyatakan tidak layak untuk mengabdi kepada Raja Belanda. Filz tidak perlu berlama-lama berada dalam ketidakpastian tentang nasib yang menantinya. Pada tanggal 7 Juni [1810], dia mendengar putusan yang dijatuhkan kepadanya oleh Lambertus Zeegers Veeckensc, President Hoge Militer Vierschaar, sesuai dengan Kesimpulan Tuntutan Pidana ad mortem dari Jan Izaak van Sevenhovend, anggota pengadilan yang bertindak sebagai fiscal, sebagai berikut : untuk diajukan ke hadapan seluruh garnisun di ibu kota ini dan dihukum di sana dengan peluru yang akan berakibat pada kematian, dengan selanjutnya menghukum terdakwa dengan biaya dan tindak pidana ringan persingan serta membayar biaya perkara/persidangan.
Dakwaan Van Sevenhoven yang terdiri dari 240 pasal, tidak memberi kita banyak hal. Agaknya ia tidak tahu lebih banyak hal dari apa yang diberikan Courant kepada kita; ia merujuk pada pengakuan Filz, yang ia anggap bersalah atas kepengecutan, kelalaian kriminal, dan pengkhianatan, yang karenanya harus diingat bahwa pengkhianatan harus dipahami dalam pengertian teknis hukum, karena tidak ada pertanyaan tentang pengkhianatan dalam pengertian sehari-hari. Van Sevenhoven lebih lanjut merujuk pada jurnal dan pernyataan singkat Filz. Selain hal-hal yang telah disebutkan, dapat ditambahkan bahwa dalam persidangan ternyata Filz telah menyita selongsong peluru prajurit pada malam tanggal 18 [Februari] dengan alasan membersihkan senjata dan ia mengakui melakukan hal itu kepada garnisun ke-19, lalu “bergumam” ketika harus meletakkan senjatanya di hadapan Inggris. Bertentangan dengan pernyataan Filz bahwa pasukannya buruk, Letnan Kolonel Von Jett, pendahulu Filz yang baru saja meninggalkan Ambon, dan Kapten Thierense menyatakan bahwa ketika mereka meninggalkan pulau tersebut tidak lama sebelum kejadian, pasukannya “sangat terlatih”, dan Cranssen34 mengatakan bahwa ketika Brigadir Von Jett menyerahkan tugasnya kepada Filz pada bulan Maret 1809, mereka dalam kondisi terbaik.
Dakwaan Pidana dari Jan Izaak Sevenhoven kepada Filz |
Dari surat Filz kepada Daendels yang diserahkan di persidangan, dapat disimpulkan bahwa Filz tidak pernah mengeluhkan kekurangan senjata. Menurut keterangan ketiga saksi tersebut, kondisinya sangat baik; bubuk mesiunya memang bukan berkualitas terbaik, namun masih sangat layak digunakan. Filz lebih lanjut menyatakan bahwa dia akan menyerang jika dia mengetahui kecilnya kekuatan lawan, dan mengakui ketidaktahuan dan ketidakpastiannya mengenai hal ini sebagai salah satu penyebab utama penyerahan diri; dia juga mengakui bahwa dia tidak melakukan apapun ketika Inggris telah mengambilalih beberapa kubu pertahanan, atau ketika musuh mengalahkan pertahanan sayap kiri, dan itu karena prajuritnya terlalu lelah. Filza, lanjut van Sevenhoven dengan tepat, seharusnya menempatkan dirinya sebagai pemimpin pasukan untuk menyerang jika dia tidak mempercayai perwiranya, seperti yang dia nyatakan. Hal ini sangat merugikan dirinya karena ia berargumentasi dalam pembelaannya bahwa ia tidak membantu pertahanan sayap kanan, karena dengan melakukan melakukan hal demikian ia akan mengekspos harta benda pemerintah dan kalangan swasta – Van Sevenhoven menduga bahwa dia telah memikirkan kepentingannya sendiri dan kepentingan rakyat serta keluarganya saat melakukan tindakan tersebut – dan bahwa dia telah menyusun pasal-pasal kapitulasi beberapa hari sebelumnya. Dia telah berperilaku buruk dan karena Daendels telah menjadikan para komandan secara pribadi bertanggung jawab untuk mempertahankan tempat/wilayah yang dipercayakan kepada mereka, dia pantas dihukum mati.
Bataviasche Koloniale Courant tertanggal 15 Juni [1810] memuat berita berikut tentang tanggal 12 Juni [1810] : “Pagi ini terjadi peristiwa besar di sini. Bekas Kolonel dan Komandan Amboina, Jean Philip Francois Filz dieksekusi berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Militer, di hadapan Komisaris Pengadilan Tinggi Militer, di hadapan seluruh garnisun, di Lapangan Latihanf. Dia menghadapi kematian dengan pasrah dan mempertahankan ketenangan pikirannya sampai saat-saat terakhir”. “Contoh yang mengerikan ini”, tulis Daendels kepada Raja tertanggal 5 Juli 1810, “diperlukan di sebuah koloni dimana negara militer sebelumnya dibenci dan direndahkan, dan dimana seorang perwira akan dihukum karena melakukan pembelaan yang bagus jika hal itu bertentangan dengan kepentingan tertentu”.
Berita tentang eksekusi Filz pada 12 Juni |
Apakah ada alasan untuk berasumsi bahwa Filz hanyalah korban malang dari kecenderungan tirani seorang Daendels, bahwa ia mengeksekusi orang Perancis itu agar kesalahannya dapat ditanggung oleh almarhum? Bagi saya, Gubernur Jenderal tidak seharusnya dituduh melakukan hal seperti itu. Sudah cukup banyak hal yang terjadi di Amboina untuk menganggap orang yang bertanggung jawab di sana bersalah atas kematian bahkan dibawah rezim yang berbeda dan lebih lunak. Saya tahu apa yang dipikirkan banyak orang yang sezaman tentang Daendels; saya tahu, misalnya, surat yang ditulis Janssens kepada Decrès tentang pendahulunya dalam bahasa Perancis yang tidak terlalu bagus pada tanggal 21 Juni 181135 : “Saya harus berbicara dengan Yang Mulia secara rahasia tentang keadaan koloni ini. Bukan karakter saya untuk mencoba menyakiti siapapun secara diam-diam, tetapi memiliki kepastian bahwa keadaan di negara ini akan ditampilkan dengan cara yang berbeda dengan apa yang saya temukan, baik karena harga diri membutakan kita sampai pada titik dimana seseorang percaya bahwa seseorang mengatakan kebenaran, padalah menyimpang darinya, atau karena seseorang mempunyai rencana untuk mencoba memaksakannya, tugas saya adalah mengatakan kebenaran, tidak tertarik untuk menyembunyikannya. Pulau Jawa sangat tidak bahagia, dan saya yakin bahwa meskipun banyak sertifikat yang dapat dihasilkan, ketidakpuasan, apalagi keputusasaan, berada pada puncaknya, dan jika secara umum terlihat pasti bahwa semua orang, baik orang Eropa maupun Pribumi, ingin melihat koloni itu jatuh ke tangan musuh, hal ini dianggap sebagai Anglomania yang menjijikan, padahal itu hanya keinginan kuat untuk mengakhiri pemerintahan yang menghancurkan semua orang. Terornya begitu hebat sehingga kesannya tetap bertahan bahkan setelah kedatangan saya (mungkin ada celah di sini). Saya tahu lebih sedikir tentang koloni itu daripada yang seharusnya saya ketahui sejak sebulan saya berada di ibu kota – rasa takut masih menutupi mulut para pejabat tinggi – ada desas-desus bahwa Gubernur baru tidak akan tinggal dan Gubernur lama akan kembali; dengan ini mereka ingin melanjutkan pengaruh. Membawa kembali roh-roh sepertinya tidak sulit bagiku, jika kita punya waktu.....”, tetapi saya juga tahu bahwa Janssens, yang menampilkan dirinya secara terbuka, telah tertarik terhadap Daendels ketika ia menjadi anggota perwakilan Belanda di Paris pada bulan Agustus 181036 dan bahwa pada bulan Juni 1811 ia sangat berminat untuk menyajikan situasi seperti yang dilakukannya.
Saya sama sekali tidak menyatakan bahwa Daendels bukanlah orang yang akan mempengaruhi Pengadilan Tinggi Militer, khususnya Presidentnya, yaitu Zeegers Veeckens, meskipun perlu dicatat bahwa Van Sevenhoven, yang merupakan “pria gemuk yang terpelajar dan cerdas”37, bukanlah Vargas dan tentu saja bukan orang yang bisa memenuhi tuntutan yang terlalu ketat, “seorang sahabat umat manusia yang dicintai oleh setiap orang Eropa dan penduduk pribumi” seperti dirinya, juga “karena penampilannya yang bahagia dan tawa yang tulus dan murah hati”38, tetapi dalam hal ini tentu saja tidak ada alasan bagi Daendels untuk campur tangan.
Berita tentang vonis kepada Filz |
Namun, celaan serius dilontarkan terhadap mereka dalam hal ini. E.S. de Klerck mengatakan dalam bukunya History of the Netherland East Indies39, secara singkat dan apodiktikg : “Garnisun...... yang terdiri dari 1500 orang, selain 280 warga bersenjata terpaksa pergi ke kota karena kelaparan, setelah Daendels mengabaikan permintaan jatah makanan yang berulang-ulang. Komandannya, Kolonel Filz, kemudian secara sukarela datang ke Batavia, dimana ia diadili di pengadilan militer dan ditembak”, sementara De Stapel, meskipun mengekspresikan dirinya dengan lebih hati-hati, mengacu pada arah yang sama ketika dia mengatakan dalam volume bukunya sendiri Geschiedenis van Nederlandsch Indies40 mengatakan : “Penyerahan ini menjadi tidak bisa dijelaskan ketika kita mengetahui bahwa tentara sudah lama tidak menerima gaji dan makanan yang diberikan sangat sedikit. Ada indikasi bahwa Filz telah menarik perhatian Daendels jauh sebelumnya, namun tidak membuahkan hasil. Konsekuensi dari hal ini adalah beberapa tentara menolak berperang kecuali mereka terlebih dahulu membayar tunggakan gaji mereka”. Lalu ada rumor tentang mendekatnya armada musuh dalam jumlah besar, menyebabkan musuh dilebih-lebihkan. “Tetapi”, Stapel melanjutkan, “hal ini tentu saja tidak bisa dijadikan alasan untuk menyerah secara pasif”41.
De Klerck dan Stapel, bagaimanapun, memperoleh pendapat mereka dari De Jonge, yang dalam bagian XIII dari [bukunya] Opkomst.... mencoba untuk mengaitkan hubungan antara penyerahan Amboina dan pelanggaran kontrak yang dibuat oleh Van Polanen di Amerika oleh Daendels. Di halaman LXXXVI dapat dibaca di sana : “The Goldsearcher”, salah satu dari .......kapal, yang disewa oleh Van Polanen di New York, adalah berangkat ke Ambon dengan membawa banyak uang dan bahan makanan. Namun Daendels pun melanggar kontrak tersebut dan terpaksa menurunkan muatannya di sana yang lebih dulu berkunjung ke Surabaya. Dalih palsu yang mendasari terjadinya pelanggaran kontrak ini memberikan bayangan suram pada sejarah penyerahan Ambon yang sudah menyedihkan. Seperti diketahui, pulau itu diserahkan kepada Inggris oleh Komandan Filz tanpa perlawanan apapun, meskipun faktanya garnisun dibawah perintahnya melebihi jumlah kekuatan pihak penyerang, dan Filz ditembak karena alasan tersebut. Akan tetapi, kini tampak bahwa telah terjadi kekurangan makanan dan uang di Amboina, dan bahwa ketidaksetiaan prajurit pribumi, yang menjadi bagian garnisun dan mengakibatkan penyerahan diri justru disebabkan oleh belum dibayarnya gaji dan kekurangan makanan (catatan : Daendels menulis kepada Menteri Van der Heim tentang “Laporan Kolonel Filz, yang berisi keadaan yang menggerakan dia untuk menyerahkan koloni itu ke tangan musuh”. Namun Van Polanen dengan tegas menyebutkan “laporan terakhir Kolonel Filz”, yang menunjukkan hal di atas. Jadi pasti ada lebih dari satu laporan mengenai penyerahan itu). Timbul pertanyaan apakah penahanan kapal Amerika dengan tujuan Ambon dan paksaan yang dilakukan Daendels untuk membongkar muatan di Jawa dapat dibenarkan. Daendels beralasan bahwa Ambon sudah dibekali segala sesuatunya sendiri; namun berbagai peristiwa segera menyangkal klaim tersebut, sehingga sangat merugikan negara. Armada Inggris yang menaklukan Ambon juga mengambilalih kapal-kapal yang awalnya dikirim dari Batavia ke Timur Besar untuk mengankut bahan makanan, peralatan, dan uang tunai. Setidaknya bagi Ambon, pengiriman dengan kapal Amerika, “Goldsearcher” sudah bisa menyediakan hal ini. Namun, alih-alih menggunakan bendera netral, pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, karena kebenciannya terhadap kontrak-kontrak Amerika dan terutama terhadap orang yang menandatangani, lebih memilih menggunakan benderanya sendiri. Dan akibat dari tindakan sembrono ini adalah “hampir seluruh kelebihan kapal dan kapal kita, yang telah kita kumpulkan dengan susah payah dan mahal, jatuh ke tangan musuh”. Daripada berasumsi bersama Daendels bahwa kerugian ini merupakan akibat dari penaklukan dan penyerahan Ambon, semua keadaan tampaknya berpendapat bahwa penaklukan dan penyerahan tersebut merupakan akibat fatal dari kegagalan kapal-kapal tersebut. Nada tegas Van Polanen mengungkapkan dirinya kepada Menteri Koloni tentang “penyebab yang diketahui yang menyebabkan hilangnya pulau itu” seharusnya menjadi bahan pemikiran penyelidikan yang ketat akan mengungkapkan bahwa putusan yang mana komandannya menjadi korban akan terbuka untuk ditinjau oleh pengadilan opini publik.
R.G. van Polanen |
Pernyataan De Jonge inilah yang membuat saya berpikir dan memulai penyelidikan saat ini. Dan saya hanya bisa menjelaskan bahwa saya menganggap argumen De Jonge sama sekali tidak masuk akal. Ia mengandalkan pernyataan Van Polanen, seorang laki-laki yang, sedapat mungkin, menampilkan tindakan Daendels dalam sudut pandang yang tidak menguntungkan42. Van Polanen ini konon mengetahui laporan “terakhir” Filz di New York yang jauh, yang seharusnya menunjukkan bahwa kurangnya uang dan perbekalan serta pemberontakan yang diakibatkannya adalah penyebab penyerahan Amboina. Keberadaan laporan ini tidak pernah menjadi perhatian siapapun; lebih jauh lagi, baik dalam berita acara pengadilan dewan perang di Amboina, maupun dalam pernyataan singkat Filz, maupun dalam dokumen persidangannya, tidak ada satupun yang menyebutkan alasan “sebenarnya” untuk penyerahan ini43; alasan lain yang kurang meyakinkan telah dikemukakan sebagai penggantinya. Diketahui bahwa, sebagaimana akan disebutkan secara singkat, pemberontakan di Ternate karena kurangnya pembayaran makanan menyebabkan penyerahan tempat tersebut kepada Inggris. Apa yang lebih sederhana daripada berasumsi bahwa Van Polanen, jika ia dianggap beritikad baik dalam hal ini, mengacaukan kejadian di Amboina dan Ternate !!!. Akan tetapi, De Jonge berdasarkan otoritasnya berasumsi bahwa akan terjadi kekurangan pangan di Amboina, akibat Inggris mengambilalih kapal-kapal yang harus membawa kebutuhan pokok dari Jawa. Namun, ia lupa bahwa tidak semua kapal yang disebutkan oleh Daendels dalam suratnya tertanggal 26 Mei 1810, sebagian direproduksi di atas (halaman 70), dibawa ke Ambon, namun ada juga yang bertolak ke Banda dan Ternate, dan sama-sama, beberapa diantaranya yang lebih penting adalah De Mandarin, De Rembang, De Madurees, dan tentu saja De Hoop, mungkin De Margaretha Louisa, hanya diambilalih setelah kapal itu singgah di Amboina44. Dan yang terakhir, De Goldsearcher seharusnya menjadi malaikat penyelamat!!!. Namun jika sekarang ditemukan dalam Bataviasche Koloniale Courant nomor 9 edisi tanggal 9 Februari 1810, yang ditulis sebelum diketahui di Jawa bahwa banyak hal telah terjadi di Amboina, maka kapal Goldsearcher, sebuah kapal besar berbobot 206 ton, rupanya telah memasuki Surabaya dengan muatan tepung, anggur Teneriffe, dan lain-lain, maka menjadi sangat jelas bahwa kapal ini tidak akan mempunyai kesempatan untuk tiba di Amboina dari sana sebelum tanggal 6 Februari, tanggal dimana Inggris muncul di teluk Ambon. Saya belum mengetahui tanggal pasti kedatangan kapal Goldsearcher di Surabaya. Pada tanggal 28 Januari [1810], kapal super kargo Bartsch dan Henry bersikeras untuk mematuhi ketentuan kontrak yang dibuat oleh Van Polanen; dalam rapat pertama Pemerintahan Tertinggi yang diadakan setelah diterimanya surat mereka yaitu pada tanggal 3 Februari 1810, Daendels mengajukan usulnya untuk membatalkan kontrak tersebut. Dalam resolusi ke-5 Pemerintah Tertinggi menyebutkan bahwa pada pertemuan sebelumnya, Daendels telah diberitahu oleh President bahwa kapal Goldsearcher sedang berlayar dari Banjoewangi menuju Surabaya. Kedatangan kapal itu tidak bisa dijadwalkan jauh sebelum tanggal 28 Januari.
Bagi saya, argumen De Jonge tampaknya telah gagal total. Di awal artikel ini, saya menunjukkan pandangan umum tentang sejarah Hindia Belanda dari sudut pandang ekonomi. Ya, De Jonge masih terlalu kanak-kanakh pada masanya untuk melihat Daendels selain sebagai seorang tiran dan penentang pandangan ekonomi kolonialnya sendiri. Darah lebih kental daripada air : jatuhnya Amboina pasti ada hubungannya dengan tindakan Daendels terhadap Van Polanen. Jika ada yang menuduh saya terlalu bergantung atau mengandalkan diri pada sumber utama itu, yang berulang kali dikutip Daendels dari surat kabar resmi, saya dapat menunjukkan dari fakta yang sama sekali berbeda, yang tentunya tidak terduga, bahwa teman-teman Filz pun harus menyetujui eksekusinya, betapapun mereka menyesalinya. Yang saya maksudkan adalah dari Het Openbare en Bijzondere Leven milik Tuan H.G. Nahuys van Burgsti, 1799-184145. Adik ipar Schimmelpenninck inij, yang berusia 28 tahun pada tahun 1810 – dia selalu menyebutkan hubungan keluarga ini dan saya tidak ingin menyangkal kesenangan ini sekarang – adalah teman dari Filz. Ia mengetahui ekskusi tersebut ketika berada di Jawa Tengah melalui surat yang sangat simpatik kepada De Kock,k yang kemudian menjadi Letnan Gubernur Jenderal, yang saat itu menjadi Brigadir Angkatan Darat dan Kepala Staf Umum Angkatan Laut Kerajaan dan Kolonial serta rombongan militer divisi keliling di Batavia, menulis kepadanya dengan gaya pedagang kelontong yang mudah dikenali : “Kemarin, sobat! Kami mengalami hari yang sangat tidak menyenangkan di sini. Filz telah ditembak [dieksekusi]. Hukum telah menghukumnya, dan ketika seseorang mempertimbangkan apa yang bisa dia lakukan untuk melayani koloni dan demi kebaikannya sendiri, dia tidak dapat dianggap dihukum terlalu berat; tapi Filz sebaliknya adalah pria yang jujur dan baik. Dari semua tindakannya terlihat dia lemah dan tidak berwawasan luas, namun bagiku juga dengan bersikap seperti itu dia membayangkan dirinya melakukan yang terbaik untuk pengabdian pada negara, dan hanya tinggal dia yang tidak ada penasehat yang baik untuk bertindak dengan benar. Saya mengunjungi dia di penjaranya, dan meskipun dia sangat terpengaruh pada awalnya, dia perlahan-lahan menjadi tenang dan berbicara dengan saya untuk waktu yang lama, merasakan dengan baik posisinya dan nasib yang menantinya. Dia mendengarkan hukumannya dengan tenang, terutama ketika hal itu dibacakan kepadanya untuk kedua kalinya, sesuai dengan perintah yang belum pernah terjadi sebelumnya, di depan pasukan, dan dia meninggal sebagai orang terhormat. Di malam hari dia dimakamkan dalam keheningan. Dia telah membantu saya untuk membantu upacara tersebut, dan saya melakukannya. Saya melihat dengan kegembiraan bahwa sebagian besar perwira artileri hadir dan sangat terharu. Temanku! Kami berharap contoh ini akan mencegah orang-orang lemah lainnya, dan tidak kalah jujurnya, untuk melakukan kejahatan serupa”.
H.G. Nahuys van Burgst, teman Filz. |
Nahuys sendiri juga menilai Filz lebih patut dikasihani daripada dikutuk : dia tidak pernah menyaksikan perang dari dekat dan terlalu mengandalkan ajudannya dan mereka meningkatkan kekuatan musuh menjadi 3 kali lipat; Gubernur, Heukevlugt yang suda lanjut usia, merekomendasikan penyerahan diri, yang telah dia rencanakan untuk menyerah; istri Filzl memintanya untuk mengikuti nasihat Heukevlugt. Ketika teman-teman di Pekalongan menasihati Filz yang baik hati agar tidak pergi ke Batavia, dia menjawab : “Aku lemah, tapi pelarianku akan menjadikanku pengkhianat yang pengecut”46. “Catatan lucu” juga ada dalam pengakuan Nahuys. Ketika ia diperkenalkan ke klub di Semarang – apakah ada sesuatu yang terjadi pada abad ke-19 di Hindia yang tidak ada kaitannya dengan klub tersebut? – ia bertemu dengan seorang pria yang cukup berisik, yang ternyata adalah mantan ajudan Filz, yaitu Franc. Nahuys sangat kesal dengan pria itu sehingga dia mencengkeram kerah bajunya dan melemparkannya keluar ruangan. Tindakan ini mengakibatkan duel senjata, tetapi Franck menarik diri dan Nahuys mengusirnya keluar ruangan lagi “setelah mendapat teguran ringan”. Namun, saat Nahuys mengingat kembali apa yang terjadi, dia tidak merasa sepenuhnya aman saat Franc mengajukan keluhan terhadap penyerangannya, dan meminta bantuan De Kock dan petugas Blok. Orang terakhir [maksudnya petugas Blok] memberi tahu Nahuys bahwa perilaku Franck di Amboina membuatnya tidak pantas untuk diterima bersama pejabat yang baik; dalam surat tertanggal 16 September 1810, De Kock menyebutnya sebagai “bajingan, yang disukai oleh keberuntungan, tetapi belum mampu memperoleh harga diri, karena dia ingin mengakhiri seperti apa yang telah dia mulai”. Terakhir kali nama Filz disebutkan dalam “Bataviasche Koloniale”, dalam lampiran terbitan 18 Agustus 1810, dimana diumumkan penjualan beberapa barang bergerak peninggalannya.
Yang tersisa bagi saya untuk menyatakan secara singkat bagaimana unit angkatan laut yang dikirim ke Timur dan sisa harta benda kita di sana telah jatuh ke tangan Inggris. Hal ini juga terlihat dari sikap Daendels terhadap pihak berwenang yang terlibat bahwa ia menganggap contoh yang diberikan dalam eksekusi Filz sudah cukup dan bahwa ia menghargai sikap para perwira dan pejabat yang tegas. Mengenai kapal-kapal, berikut ini47 : Brigadir H.M. de Kock ditugaskan bersama 2 perwira angkatan laut untuk menjadi komisi yang memeriksa kutipan dari jurnal/catatan korvet Mandarijn, brig Rembang dan Margaretha Louisa, dan pantjalang de Hoop, di hadapan fiscal Pengadilan Tinggi Militer, J.C. Ellinghuizenm. Penyelidikan menunjukkan bahwa yang pertama, yang diperintah oleh Landdrost [Prefek] Heukevlugt untuk menyeberangkan “seorang nelayan Inggris selatan yang enggan menyeberangi daerah itu”, saat ia pergi untuk memperbaiki peralatannya di teluk Kajeli di Boeroe, telah mendengar bahwa sebuah kapal mencurigakan berlabuh di lepas pantai Manipa, kemudian ia berlayar ke sana, hanya untuk kemudian menemukan dengan ngeri bahwa kapal itu adalah fregat Cornwalis yang jauh lebih kuat, dan tidak ada jalan keluar; sebuah upaya untuk mendaratkan korvet itu gagal, sehingga setelah pertempuran singkat, korvet itu harus menyerah. Kapal de rembang dan de Hoop, sebagaimana telah kita lihat, diperintahkan untuk berlayar antara Boereoe dan Manipa dengan kapal musuh; pada pagi hari setelah keberangkatan, mereka masing-masing melihat sebuah layar [kapal] dan mulai memburunya, namun dengan hasil yang sama seperti halnya kapal Mandarijn; “layar’, dalam satu kasus Dover, dalam kasus lain Cornwallis, tetap menjadi pemimpin kedua kapal tersebut’ mereka terpaksa menyerah setelah membuang sauh ke laut. De Margaretha Louisa, yang misinya tidak saya ketahui, telah menunjukkan keberanian terbesar dalam pertempuran dengan “chalop” Cornwallis dan menunjukkan keberanian yang tidak kalah pentingnya untuk menyelamatkan sumber daya negara dan kapal48, sebelum menyerah dengan tidak ada gunanya kepada musuh.
H.M. de Kock |
Komisi berpendapat bahwa para komandan 3 kapal pertama “tidak bersalah karena kelalain tugas dan harus dibebaskan dari semua tuduhan”. Komandan kapal ke-4, letnan satu angkatan laut kerajaan J.G. Reuter, dia “tidak bisa menolak untuk mengakui kepuasan bahwa dia tidak hanya bebas dari semua kelalaian tugas, tetapi juga keberanian dan kebijakannya yang tunjukan pantas mendapat perhatian penuh dari Yang Mulia”. Berdasarkan keputusan Yang Mulia Marsekal dan Gubernur Jenderal pada tanggal 3 September 1810, diputuskan sebagaimana mestinya dan “secara khusus untuk menyampaikan kepada letnan satu reuter kesenangan atas keberaniannya dan kesetiannya yang ditunjukkannya dalam melayani Raja”.
Wilayah Timur Besar tidak takluk secepat yang diperkirakan. Setelah penyerahan Amboina, pasukan Tucker memang dengan cepat merebut benteng-benteng di Bonthain dan Boeloekomba, lalu juga Gorontalo dan Menado, tetapi lebih jauh ke timur, Inggris membatasi diri pada pelayaran dari Amboina dengan korvet Semarang dibawah kapten Spencer ke Pulau Ai, yang hampir 2 abad sebelumnya, pada masa Coen, telah menjadi sumber pertikaian antara Belanda dan Inggris. Onderprefek Delvosn menyerahkan benteng Revenge pada tanggal 23 Maret [1810], tanpa memberikan perlawanan, meskipun ia memiliki 100 orang yang siap membantu. Inggris membatasi diri hanya menerima kiriman kacang-kacangan dan bunga pala. Setelah Delvos meninggal “sangat tiba-tiba” pada tanggal 25 [Maret 1817] – pria tersebut diduga meracuni dirinya sendiri – musuh meninggalkan pulau itu lagi, dengan meninggalkan 36.000 pon kacang di atas tungku berasap. Dari Banda, [pulau] Ai diduduki oleh [pasukan] kita lagi. Prefek Coop a Groeno memanfaatkan fakta bahwa serangan terhadap Banda tidak terjadi untuk mengirim semua persediaan pala dan fuli ke Jawa. Kapal Discovery, Goede Trouw dan brig De Hoop masing-masing tiba di Surabaya pada tanggal 7, 10 dan 27 Juni dengan membawa muatan yang sangat besar, yang sangat berguna untuk dimuat kapal-kapal Amerika49. Keberanian Coop a Groen dihargai dengan hadiah 10.000 Rijksdaalder; dia juga diangkat sebagai Ontvanger Generaal setelah kembali dari Bandap. Kepulangannya masih pada tahun 1810 : pada tanggal 8 Agustus, kapten Coleq tiba di depan Banda dengan 4 kapal dan 2 kompi dari resimen 102. Pada malam yang gelap gulita tanggal 8 hingga 9 Agustus [1810], ia berhasil mendarat dan mengejutkan 2 kubu pertahanan. Oleh karena itu, jalan menuju benteng Belgica terbuka baginya; setelah perlawanan yang singkat namun berani, dimana komandannya, Letnan Kolonel Duringr, antara lain, terbunuh, menyerah karena garnisun yang sedikit jumlahnya dan terjangkit penyakit, terutama cacar. Perilaku Kapten Wendts, pengganti During disetuhui oleh keputusan tanggal 26 November 1810, karena lemahnya garnisun; kecaman Daendels terhadap beberapa pegawai negeri dan perwira, yang segera bergabung ke Inggris, tidak dapat diwujudkan dalam tindakan.
Ternate takluk tidak lama kemudian. Di sana, komandan Von Mithmannt, yang, seperti telah kita lihat, juga bertanggung jawab atas pemerintahan sipil, telah lama bergelut dengan kekurangan uang dan perbekalan50. Baik upah maupun makanan hanya dapat diberikan setengah dari yang disediakan. Pada pertengahan Agustus, pemberontakan terjadi di kalangan prajurit pribumi garnisun 500 orang (150 orang Eropa, sisanya orang Menado dan Ambon). Ketika [kapal] Dover dengan sebagian pasukan Cole dibawah Kapten Forbes muncul di depan Ternate pada tanggal 28 Agustus dan, meskipun ada perlawanan dari pasukan kita, berhasil mendaratkan pasukan, Von Mithmann dan tentara pemberontaknya, yang 2 pemimpinnya baru saja ditembak, tidak punya pilihan lain selain menyerah. 200 orang kemudian bergabung dengan Inggris. Von Mithmann juga dibebaskan dari kelalaian tugas oleh Daendels.
Periode singkat dimana Kepulauan Maluku yang terpencil dan, ditengah kabut misteri yang menyelimuti kepulauan itu oleh VOC, kurang dikenal di dunia luar lagi 51 dalam sejarah umum telah berakhir. Kepulauan itu tidak lagi memiliki arti penting dalam rencana Napoleon sehubungan dengan India.
=== selesai ==
Catatan Kaki
33. Daendels menawarkan hadiah 2.000 matten Spanyol untuk penangkapan mereka dan nama mereka digantung di tiang gantungan.
34. "Orang yang berpikiran sempit dan berkemampuan kecil" ini (De Haan dalam Bijdr. Kon. Inst. Taal,- Land en Volkenkunde, vol. 92, p. 525) menjadi anggota Raffles' Council kurang dari satu setengah tahun kemudian!
35. R.A., Verzameling Janssens No. 2.
36. Colenbrander, Inlijving en Opstand, halaman 60.
37. De Haan, Bijdr. Kon. Inst. Taal,- Land enVolkenkunde, volume 92, halaman 646.
38. Roorda van Eysinga, Verschillende Reizen volume III, halaman 68.
39. Ibidem, vol. II, halaman 21.
40. Halaman 77.
41. Karya Meinsma yang lama namun selalu sangat akurat: Geschiedenis van de Nederlandsche Oost Indische Bezettingen, 1872, bagian kedua, halaman 38-39, tidak tahu apa-apa tentang tuduhan tersebut
42. Fakta bahwa Daendels melakukan hal yang sama terhadap Polanen tidak relevan di sini.
43. Harga sagu dan beras serta tidak adanya ikan di bagian alasan ke- 8. salah satu alasan penyerahan diri bukanlah kekurangan makanan yang bersifat serius; sikap pengecut sebagian pasukan bukanlah pemberontakan!
44. Kita juga tidak dapat berharap bahwa Heukevlugt begitu bodoh dengan mengirim kapal-kapal ini dalam perang salib dari Amboina sebelum perbekalan yang sangat dibutuhkan di sana, yang menurut De Jonge, telah dikirimkan.
45. Diterbitkan tahun 1852
46. Collet juga, yang penilaiannya mengenai penyerahan Amboina tidak begitu saya hargai, karena ia cenderung memandang tindakan Daendels terlalu dari sisi yang lebih lunak, sampai pada kesimpulan yang saya sepakati sama dengan De Kock dan Nahuys di halaman 317-320
47. Bataviasche Koloniale Courant no. 37 van 14. 9. 10.
48. Dari jumlah uang yang ada di kapal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kapal tersebut masih dalam perjalanan menuju Ambon atau dari sana ditakdirkan menuju Ternate.
49. Daendels: Staat der Nederlandsche Oost Indische Bezettingen, halaman 73. Kapal Anna Maria juga berhasil mencapai Surabaya dengan muatan serupa.
50. Perlu diingat bahwa pelayaran di Maluku dari Batavia hanya dapat dilakukan pada saat Musim Barat (kira-kira akhir bulan Oktober - akhir bulan April.
51. “lagi”, yaitu sama seperti dua abad sebelumnya.
Catatan Tambahan
a. Stigler yang dimaksud bernama Kapten Johan Godried Stigler, telah bertugas di Ambon dalam tahun 1804
b. Kapten Tucker yang dimaksud bernama Edward Tucker, lahir pada tahun 1777 dan meninggal pada 26 Maret 1864. Komandan fregat Dover pada periode 1807 – 1810.
c. Lambertus Zeegers Veeckens, lahir pada 29 Juni 1781 dan meninggal dunia pada 6 Desember 1857 di Amsterdam, putra dari Claas Veeckens dan Susanna Catharina Rijser. Menikah di Batavia pada 14 Juli 1809 di Batavia dengan Catharina Charlotte Holle.
d. Jan Izaak van Sevenhoven dibaptis pada 3 November 1782, putra dari Jan van Sevenhoven dan Maria van de Horst. Menikah dengan Jacoba Maria Goldman pada 21 Juli 1816.
e. Kapten Thierens yang dimaksud bernama Hendrik Thierens, lahir di Padang pada 16 September 1772 dan meninggal di Batavia pada 31 Desember 1811. Putra dari Francois Thierens dan Helena Elisabeth Boudewijns. Ia menikah dengan Jacoba Gesina Dias. Bertugas di Ambon sejak tahun 1808 – 1809 dengan pangkat Kapten dan Letnan Kolonel
f. J.F.Filz dieksekusi di Lapangan Latihan militer yang di masa periode 1809 – 1818 disebut Champs de Mars, sejak tahun 1818 lapangan ini disebut Koningsplein karena dibangun istana dan Gedung pemerintahan, di masa Jepang, lapangan ini disebut Lapangan Ikada (Lapangan Ikatan Atletik Djakarta), dan dimasa kini disebut Medan Merdeka.
g. Apodiktik bermakna pengetahuan yang bersifat pasti dan niscaya
h. J.K.J. de Jonge lahir pada 17 Juni 1828 dan meninggal pada 15 Maret 1880. Ia menerbitkan bukunya yang menjadi rujukan di atas sejak tahun 1862 (volume I) hingga 1888 (khusus untuk volume XIII diterbitkan oleh M.L. Deventer berdasarkan manuskrip yang ditulis oleh De Jonge sebelum ia meninggal tahun 1880 dan belum sempat diterbitkan). Ini berarti bahwa De Jonge menerbitkan volume pertamanya pada saat berusia 34 tahun. Mungkin ini yang dimaksud oleh W.Ph Coolhas dengan menyebut De Jonge masih “kanak-kanak”
i. H.G. Nahuys van Burgst memiliki nama lengkap Huibert Gerard Nahuys van Burgst, lahir pada 28 Maret 1782 di Amsterdam dan meninggal dunia pada 12 Januari 1858. Putra dari Pieter Cornelis Nahuys dan Catharina de Saint Amant. Menikah 3 kali dengan Aleijda Johanna Catharina Geertruida de Vries (meninggal 18 Agustus 1821), Anna Louise van den Berg (meninggal 8 Agustus 1825) dan Ellen Hogdson (meninggal tahun 1880). Istri kedua yaitu Anna Louise van den Berg, adalah adik perempuan dari Johannes Rudolph van den Berg, Resident van Saparoea pada Maret – Mei 1817.
j. Schimmelpennick yang dimaksud bernama Rutger Jan Schimmelpennick. Ia menikah dengan Catharina Nahuys (lahir tahun 1770), kakak perempuan dari H.G. Nahuys van Burgst.
k. De Kock yang dimaksud bernama Hendrik Merkus de Kock, lahir pada 25 Mei 1779 dan meninggal dunia pada 12 April 1845, putra dari Johannes Conradus de Kock dan Maria Petronella Merkus.
l. istri Filz yang dimaksud adalah istri keduanya yang bernama Johanna Wilhelmina Meijer/Meyer.
m. J.C. Ellinghuizen yang dimaksud bernama Johannes Cornelis Ellinghuizen, lahir sekitar tahun 1781 dan meninggal dunia pada 28 Desember 1825 di Semarang, putra dari Johan Philip Ellinghuizen dan Elisabeth Geertruij van de Moer. Figur ini adalah kakak dari A.A. Ellinghuizen, komandan benteng Duurstede Saparua (Agustus – September 1817), saat direbut kembali dari tangan Thomas Matulesia.
n. Onderprefek Delvos memiliki nama lengkap Jan Willem Delvos, onderprefect van Pulau Ai, Banda (min 1809-1810)
o. Prefek Coop a Groen yang dimaksud bernama Roelof Coop a Groen. Sebelum menjadi Landrost/Prefek van Banda (1810), ia menjadi onderprefect van Ternate (1809-1810).
p. Roelof Coop a Groen sebagai ontvanger general pada 1818-1824
q. kapten Cole yang dimaksud adalah Christopher Cole, lahir 10 Juni 1770 dan meninggal pada 24 Agustus 1836. Pemimpin kapal H.M. Caroline milik Inggris
r. Letnan Kolonel During yang dimaksud bernama Johan Frrederik During, pernah menjadi komandan garnisun di Ternate 1803 dan di Ambon pada 1804-1808. Menikah dengan Margeratha Theodora Amelia Durr pada tahun 1806. Istrinya ini adalah bekas istri dari Alexander Cornabe, Gubernur van Ambon (1794-1796). During sendiri komandan militer di Banda pada 1808-1810
s. Kapten Wendt yang dimaksud adalah Joachim Wendt.
t. komandan Von Mithmann yang dimaksud adalah Kolonel Joh.P. von Mithmann
§ J. Bousquet, Verovering van Ternate door de Engelschen in 1810, dimuat di Tijdschrift voor Indische, Taal,- Land en Volkenkunde, deel XVI, Batavia, 1867, halaman 87-90.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar