- Pendahuluan
Artikel pendek ini
(3 halaman), adalah pengalaman sejarahwan asal Belanda Gerrit J Knaap, yang
untuk kepentingan penulisan Thesis PhD-nya melakukan penelitian arsip-arsip
VOC. Pengalaman itu serta memahami pentingnya arsip-arsip dalam penulisan
sejarah, ia tuangkan dalam artikel pendek ini. Artikel ini aslinya berjudul The Relevance of the VOC Archive for
Historical Research on Maluku Tengah, yang dimuat dalam Jurnal Itinerario, volume 4, no 2, tahun 1980.
Knaap dalam artikel
ini menyampaikan garis besar arsip-arsip tersebut, kemungkinan serta
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya atau oleh peneliti lain, yang ingin
meneliti arsip-arsip demi kepentingan penulisan sejarah. Ia juga menyampaikan
bahwa jika seorang peneliti atau kita ingin meneliti tentang suatu tema, maka
kita nyaris harus membaca semua dokumen. Hal ini diakibatkan karena arsip-arsip
itu tidak diatur/disusun berdasarkan tema, sehingga informasi-informasi yang
diperlukan tersebar dan harus berulang kali membaca banyak dokumen. Ia juga
menyebut bahwa untuk memahami lebih jauh terhadap suatu tema, harus mengetahui
tema lainnya. Misalnya untuk memahami tema keagamaan, maka kita juga harus
mengetahui dan mengamati hubungan ekonomi dan sosial politik di wilayah tersebut
Menyadari
pentingnya kearsipan dalam pengetahuan kesejarahan kita dan keinginan kita
untuk menulis serta merekonstruksi sejarah kita sendiri, maka kami merasa
penting untuk menyajikan artikel pendek ini untuk dibaca. Artikel ini bisa
dianggap sebagai “pengantar” agar kita memahami betapa pentingnya arsip sebagai
sumber-sumber primer dalam penulisan sejarah kita. Namun, faktanya, sebagian
besar dari kita, dalam cakupan yang lebih lokal, yaitu orang-orang Ambon –
Lease, masih merasa “sinis” dan “alergi” terhadap arsip-arsip. Salah satu
alasannya adalah materi-materi itu ditulis oleh bangsa penjajah, mengapa harus
dipercayai??. Kita lebih “mempercayai” bahkan terkesan “fanatis” dan hanya
bersandar pada tradisi lisan semata. Suka atau tidak suka, Belanda sangat
“lama” bercokol di bumi Maluku / Ambon, jika dihitung sejak 1605 – 1942,
sekitar 3 abad lebih. Tentunya dengan rentang waktu yang lama dan panjang ini,
mereka akan menulis apa saja tentang kita.
Satu-satunya orang lokal yang
menulis sejarah bangsanya sendiri dalam konteks Maluku Tengah, hanyalah Sifar
Ridjali dalam karya agungnya Hikajat Tanah Hitu. Dan selebihnya, kita harus
“tergantung” pada tulisan-tulisan orang asing, suka atau tidak suka. Banyak
sarjana Indonesia yang menulis thesis atau disertasi mereka tentang tema-tema
sejarah Maluku atau Ambon, selalu menggunakan arsip-arsip VOC atau Hindia
Belanda. Misalnya almarhum Richard Zakheus Leirissa menggunakan banyak arsip
VOC/Hindia Belanda saat menulis disertasinya tentang pergolakan sekitar Laut
Seram awal abad ke-19. Atau Muridan S Widjoyo yang menulis
disertasi tentang pemberontakan Sultan Nuku, juga menggunakan
arsip-arsip VOC/Hindia Belanda. Sarjana asing juga menggunakan arsip-arsip VOC,
misalnya Gerrit J Knaap sendiri yang menulis tentang Masyarakat Ambon pada
paruh kedua abad ke-17 (1656 – 1696), Leonard Yuzon Andaya tentang Dunia Maluku
pada periode modern awal, thesis P.J.M. Noldus tentang Pemberontakan Pattimura
menggunakan arsip-arsip Hindia Belanda dan lain-lain. Maka, jika kita ingin
minimal mengetahui sejarah wilayah kita atau dalam ruang yang lebih lokal,
sejarah negeri, maka kita harus membaca arsip-arsip VOC, tidak bisa tidak. Itulah
alasan pentingnya...
Artikel pendek ini,
kami hanya menambahkan catatan tambahan dan beberapa gambar ilustrasi sebagai
“pemanis”. Akhir kata, selamat membaca dan menikmati artikel pendek ini...
semoga wawasan kesejarahan kita semakin luas.
- Terjemahan
Beberapa
waktu lalu, saya memulai penelitian untuk kepentingan penulisan Thesis PhD saya1,
tentang Maluku Tengah atau “Ambon Maluku” di abad ke-17. Saya merencanakan untuk
mengkaji studi wilayah pada wilayah ini dengan tema utama yaitu perkembangan
masyarakat Ambon di bawah pemerintahan kolonial. Umumnya, arsip-arsip VOC yang
tersimpan di ARA2 menyediakan bahan atau data-data yang sangat
penting untuk kajian ini. Bahan-bahan yang ditemukan dalam arsip-arsip VOC,
dalam banyak cara menentukan hasil dari suatu penelitian. Di sini, saya akan
memberikan beberapa penilaian terhadap kemungkinan dan kesulitan-kesulitan
dalam hal penggunaan arsip-arsip ini sebagai sumber primer untuk kajian sejarah
Ambon Maluku.
Merupakan
hal yang menguntungkan bahwa bahan-bahan tentang Ambon Maluku sangat melimpah,
dan kondisi ini adalah akibat kontrol langsung VOC terhadap wilayah ini,
khususnya setelah Perang Ambon tahun 1650 – 1656, yang mana musuh utama VOC
ditaklukan. Seperti bagian lain di Asia, yang didominasi secara luas oleh VOC,
Gubernemen Amboina ditata sesuai standar masa itu, yaitu administrasi yang
“kaku”. Para pegawai VOC menyusun suatu
birokrasi yang sangat tertarik dalam hal fungsi dan pengorganisasian masyarakat
kolonial Ambon, untuk mengontrol mereka yang terlibat dalam perang sepanjang
paruh pertama abad ke-17. Tujuan dari peperangan itu adalah monopoli cengkih.
Setelah VOC nyaris memperoleh kontrol penuh secara politis dan militer, para
pegawainya memiliki kesempatan untuk lebih menaruh perhatian pada soal-soal
kemasyarakatan, dimana perhatian pada pengontrolan dan hasil-hasilnya dapat
ditemui di ARA.
Setelah
melakukan beberapa penelitian awal pada arsip-arsip VOC, saya berkesimpulan
bahwa saya dapat melakukan pengkajian tentang 4 subjek berbeda yaitu bidang Demografi, Ekonomi, Sosial Politik dan Keagamaan.
Secara teoritis, sulit untuk memahami demografi tanpa “mempelajari” ekonomi
atau keagamaan tanpa mengamati hubungan ekonomi dan sosial politik. Jadi 4
bidang berbeda ini saling berhubungan. Hubungan ini terbukti juga dalam
arsip-arsip VOC. Bahan-bahan dalam arsip-arsip ini tidak diklasifikasikan dalam
laporan-laporan terpisah, misalnya, demografi, ekonomi dan seterusnya.
Seringkali arsip-arsip ini adalah campuran informasi dengan subjek-subjek yang
sangat berbeda dalam 1 dokumen, yang jika melihat sekilas, tidak ada petunjuk
tentang samua hal itu dari adanya campuran-campuran seperti itu dalam dokumen
itu. Akibat dari situasi model itu, maka seseorang yang ingin mengkaji,
misalnya, perekonomian orang Ambon di masa VOC “dipaksa” untuk membaca nyaris
semua dokumen; jika salah satu tidak,
maka kita akan kehilangan beberapa informasi penting.
Pada
sistem administrasi VOC ada 4 tingkat korespondensi berbeda, yang bisa memberikan
informasi tentang Ambon :
- Korespondensi antara Batavia (Jakarta) dan Belanda
- Korespondensi antara Batavia (Jakarta) dan Kota Ambon
- Korespondensi antara Kota Ambon dan wilayah-wilayah “karesidenan”. Pada tingkat ini, ada juga catatan harian Gubernur dan Dewan Ambon
- Administrasi karesidenan dan departemen-departemen (dinas-dinas) pada Gubernemen di Kota Ambon
Pastinya jalur-jalur korespondensi yang di
luar Asia atau Ambon, juga sangat penting bagi pengetahuan kondisi-kondisi
Ambon. Jalur ini dapat ditemukan pada bagian “Overgekomen Brieven” dari
arsip-arsip VOC. Pentingnya informasi pada tingkat 1, cukup dapat ditemukan dalam
edisi-edisi “Generale Missiven”3 oleh Prof. Coolhas4,
yang kemudian dilanjutkan oleh Dr Jurrien van Goor5. Seluruh
korespondensi pada tingkat 1 dan 2, sepanjang yang saya ketahui “tersimpan”
dalam arsip-arsip VOC. Level/tingkat 2 berisikan informasi penting, dan yang
paling penting adalah tingkat 3 dan 4, yang tidak tersedia. Level 3 dan 4
menyediakan informasi yang paling “dekat” dengan subjek yang saya kaji yaitu
Masyarakat Ambon. Namun, untuk abad
ke-17, bahan-bahan pada level 3, hanya ada bahan dari 15 tahun yang tersisa,
terpisah/terserak dari beberapa laporan yang sporadis atau ekstrak dari
laporan-laporan. Kualitas informasi yang
diperoleh dari level ini (level 3) lumayan sukar/berat, tergantung dari cara pandang
para Gubernur terhadap suatu masalah dan masalah itu disebutkan dalam
surat-surat dan laporan. Bahan-bahan dari tingkat 4, seluruhnya telah
hilang/hancur. Dalam pandangan saya, level 3 menyediakan sumber-sumber paling
menarik, sumber-sumber yang bisa digunakan untuk melihat “miniatur kolonial”
atau “kehidupan kolonial sehari-hari”.
Umumnya,
peluang terbaik untuk “berbicara” bagi suatu penelitian adalah ketika muncul
konflik besar di antara orang-orang Ambon atau di antara para pegawai VOC. Ketika perselisihan dan konflik terjadi di
wilayah atau desa-desa Ambon, administrasi akan lebih menaruh perhatian pada
situasi demikian. Ketika para pejabat teras/terkemuka berselisih satu dengan
yang lain, situasi itu membuat kita memahami fungsionalisasi VOC di Ambon, baik
secara resmi maupun tidak resmi.
Untuk
penelitian demografi kita dapat bersandar pada detail materi kuantitatif,
meskipun tidak cukup mendetail tentang rekonstruksi keluarga, penghitungan
angka kelahiran dan mortalitas (kematian). Saya yang telah menyelesaikan bagian
penting dari penelitian demografi, meskipun penjelasan tentang titik balik yang
ditemui cenderung sulit. Hal ini merupakan bagian dari, hasil miskinnya
pengetahuan orang-orang Ambon dan para pegawai kompeni tentang penyebab kematian.
Ketidakcukupan
pengetahuan yang sama juga terjadi dalam bidang ekonomi, misalnya para pegawai
kompeni tidak mengenal/familiar dengan pertumbuhan tanaman-tanaman berbeda
milik orang Ambon, meskipun terkadang ada pengecualian terhadap masalah ini. Perhatian
paling banyak dalam bidang ekonomi adalah “ekonomi kompeni”; informasi tentang
ekonomi kaum pribumi lebih bersifat sekali-sekali dan sangat jarang.
Pada
level 3, isu-isu yang menarik adalah tentang status wilayah dan perbudakan.
Sayangnya isu-isu demikian sulit diinterpretasi, karena setelah ada petunjuk
tentang suatu konflik atau ketegangan pada salah satu bidang ini, dan kemudian memulai
untuk menyelidikinya, pertanyaan berikutnya telah beralih di tangan “fiskal”
(Jaksa Umum). Tetapi, administrasi seksi ini, sebagai bagian dari level 4 telah
hilang/tidak ada.
Informasi
tentang situasi keagamaan sangat berlimpah. Namun latar belakang para
administratur sangat menentukan bagi jenis-jenis informasi. Para administratur
menaruh perhatian pada promosi agama Kristen. Akibatnya, informasi tentang
Islam sangat minim dibandingkan dengan Kristen, meskipun terkadang, saat
Belanda merasa tidak nyaman dengan kaum muslim Ambon, mereka menaruh perhatian
terhadap Islam. Informasi tentang agama populasi Alifuru di pulau Seram dan
Buru sangat jarang dan terpisah-pisah, sebagai konsekuensi dari fakta bahwa
wilayah-wilayah ini tidak atau hanya secara nominal (namanya saja) dikontrol
oleh VOC.
Sebagai
kesimpulan, saya akan menyampaikan bahwa arsip-arsip VOC menyediakan
materi-materi yang tidak terduga. Interpretasi dari bahan-bahan ini,
kadang-kadang sulit dilakukan, sebagai akibat dari hilangnya/tidak adanya
administrasi tingkat dibawahnya dan kualitas administratif serta pandangan
pribadi terhadap masalah-masalah tertentu dari para pejabat teras. Arsip-arsip
VOC tentang sejarah Maluku Tengah abad ke-17 dan ke-18 sangat diperlukan, yang di
Kota Ambon untuk periode ini tidak ada yang tertinggal, sementara di Jakarta,
beberapa dokumen untuk tahun-tahun sebelum 1780 masih tersimpan.
=====
selesai =====
Catatan Tambahan
- Thesis PhD Gerrit J Knaap berjudul Kruidnagelen en Christenen; De VOC en De Bevolking van Ambon 1656 – 1696. Naskah ini kemudian dibukukan dengan judul yang sama dan diterbitkan di Dordrecht tahun 1987
- ARA kepanjangan dari Algemene Rijks Archieve atau Koleksi Arsip Umum yang berkedudukan di s’Gravenhage, Belanda
- Generale Missiven atau Laporan Umum adalah laporan yang dibuat oleh Hoge Regering dan dikirim kepada Heeren XVII di Amsterdam Belanda. Hoge Regering atau “Pemerintah Pusat” ini merupakan suatu lembaga yang terdiri dari Gubernur Jend VOC dan Raad van Indie (Dewan Penasehat) yang bermarkas di Batavia (Jakarta)
- Prof Coolhas yang dimaksud adalah W.Ph. Coolhas. Ia mengeditori “Generale Missiven” dari volume I (1960) hingga Volume VIII (1985)
- Dr Jurieen van Goor melanjutkan pekerjaan W.Ph Coolhas mulai volume IX dan X.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar