- Pendahuluan
Artikel ini menyajikan gambaran khusus
penduduk Pulau Saparua selama periode 1 abad yaitu sejak permulaan abad ke-18
hingga permulaan abad ke-19 (tahun 1707 – 1811). Gambaran khusus tentang
populasi Pulau Saparua ini berdasar pada sumber Francois Valentijn (1707)1
dan laporan Resident Saparoea asal Inggris, Letnan James Rooy pertanggal 15
Januari 18122. Laporan
tentang penduduk pulau Saparua yang dilaporkan oleh Letnan James Rooy, terdiri
dari data 2 tahun, yaitu data penduduk per 10 Juni 1810 dan penduduk per 31
Desember 1811.
Jumlah desa/negeri yang terdapat di Pulau
Saparua berjumlah 13 desa/negeri. Jumlah ini tidak “berubah” sejak tahun 1707
yang disebutkan oleh Valentijn3 hingga 1 abad kemudian ketika
disebutkan oleh Resident Saparua asal Inggris tersebut. Meski jumlahnya sama,
namun berdasarkan data tahun 1810 dan 1811, negeri/desa Siri Sori telah
“terbagi” menjadi 2 “negeri” yaitu Siri Sori Kristen dan Siri Sori Islam (Serrisory
Mahom). Walaupun telah “terbagi” menjadi 2 “negeri”, berdasarkan data (tabel C.2)
terlihat bahwa “negeri” Sirisori Islam masih dipimpin oleh seorang pemimpin
dari negeri Siri Sori Kristen, atau dengan kata lain, kedua negeri ini dipimpin
oleh seorang penguasa. Hal ini, bukan berarti negeri SiriSori Islam tidak
memiliki “pemimpin”, mereka memiliki “pemimpin” yang mungkin berasal dari kaum
agamawan atau adat, namun secara resmi, pemerintah VOC dan Inggris hanya “mengakui”
dan “menerima” 1 orang pemimpin untuk kedua negeri ini.
Data khusus tentang penduduk ke-13 negeri di
Pulau Saparua ini pada periode (1810 – 1811) bisa menjadi gambaran umum situasi
penduduk, 6 atau 7 tahun menjelang perang Pattimura (Mei – November 1817) atau
dalam sumber-sumber Belanda disebut Opstand 1817. Terlihat dalam rentang 1 tahun (tabel C.1),
jumlah penduduk Pulau Saparua mengalami peningkatan hampir 1.000 orang. Melihat
jumlah penduduk ini, maka tidaklah mengherankan jika, pemerintah Hindia Belanda
cukup kaget dan khawatir tentang “masa depan” pemberontakan itu.
- Data berdasarkan sumber Valentijn dan Inggris
Seperti disebutkan di atas, bahwa data
tentang populasi Pulau Saparua yang disajikan ini, bersumber dari Francois
Valentijn (untuk tahun 1707) dan laporan Resident Saparua, Letnan James Rooy
(tahun 1810 – 1811). Sumber dari Valentijn ini, bisa dipandang sebagai sumber
“non resmi” karena bukan berasal dari laporan pemerintah. Meski bersifat “non
resmi”, data dari Valentijn juga bisa dianggap “resmi”, karena data yang
digunakan olehnya, berasal dari informasi-informasi yang disampaikan oleh figur-figur
penting dalam VOC4, salah satunya adalah Robertus Padtbrugge,
Gubernur van Amboina (1683 – 1691). Selain itu, Valentijn juga adalah seorang
pendeta yang bertugas di Gubernemen Ambon pada periode April – Oktober 1686,
Mei 1688 – Mei 1694 dan Maret 1707 – Mei 1712, sehingga tentunya ia memiliki
koneksi pada lingkaran elit gubernemen Ambon untuk mendapatkan data, serta ia
juga bisa menggunakan data-data yang bersumber dari laporan-laporan para
pendeta yang berkunjung dan para schoolmaster yang bertugas di negeri-negeri
tersebut.
James Rooy yang menjadi Resident Saparua
adalah seorang militer, dengan karir yang dimulai dengan pangkat Letnan 2 per 3
Juli 18075. Ia kemudian menjadi Resident Larike pada periode Februari
– akhir April 1810. Sejak Mei 1810, ia ditugaskan menjadi Resident Saparua
menggantikan “resident” sebelumnya asal Belanda, Jan Willem Burghgraef (1807 – April 1810). Ia
berkuasa di Saparua hingga akhir 1812.
Jika kita melihat awal James Rooy berkuasa dan
data penduduk per 10 Juni 1810, maka kemungkinan data per tanggal tersebut,
adalah data dari pemerintahan Belanda atau “residen” sebelumnya, Jan Willem
Burghgraef. Waktu yang terlalu singkat
(Mei – 10 Juni), sehingga agaknya tidak mungkin, James Rooy/pemerintahan
Inggris melakukan sensus penduduk di Pulau Saparua. Berbeda dengan data kedua, per tanggal 31
Desember 1811, ini tentunya merupakan hasil sensus yang dilakukan oleh Resident
Inggris itu.
Di bawah ini, kami sajikan 5 tabel sebagai
perinciannya:
- Pulau Saparua
C.1. Untuk Tahun 1707, 1810 (10 Juni)
dan 1811 (31 Desember)
Negeri6
|
Jumlah
Untuk Tahun 1707
|
Jumlah
Per 10 Juni 1810
|
Jumlah
Per 31 Desember 1811
|
|||
Penduduk
|
Dati
|
Penduduk
|
Dati
|
Penduduk
|
Dati
|
|
Serrisory
|
2340
|
129
|
724
|
91
|
816
|
108
|
Ouw
|
1428
|
89
|
351
|
48
|
420
|
48
|
Ulath
|
1324
|
102
|
185
|
64
|
252
|
62
|
Booy
|
506
|
74
|
232
|
38
|
235
|
32
|
Haria
|
1008
|
96
|
442
|
75
|
663
|
99
|
Poorto
|
510
|
58
|
386
|
56
|
369
|
56
|
Thiouw
|
480
|
59
|
157
|
19
|
157
|
20
|
Saparooa
|
182
|
21
|
74
|
12
|
61
|
17
|
Nolloth
|
970
|
138
|
470
|
72
|
613
|
72
|
Itawaka
|
449
|
93
|
88
|
22
|
175
|
36
|
Paperoe
|
550
|
76
|
232
|
35
|
239
|
36
|
Tuhaha
|
446
|
89
|
157
|
31
|
350
|
57
|
Ihamahoe
|
1260
|
175
|
230
|
52
|
422
|
52
|
Total
|
11.453
|
1.199
|
3.728
|
615
|
4.722
|
695
|
C.2. Demografi Pulau Saparua dalam
tahun 1811 (per 31 Desember)
Negeri
|
Radjas
|
Patties
|
Schoolmasters
|
Kepala Soas
|
Marinjo
|
Ass. Marinjo
|
Serrisory.
Kristen
|
1
|
-
|
1
|
14
|
2
|
2
|
Serrisory. Mahomedan
|
-
|
-
|
4
|
6
|
2
|
-
|
Ouw
|
-
|
1
|
1
|
10
|
4
|
4
|
Ulath
|
1
|
-
|
1
|
9
|
2
|
2
|
Booy
|
-
|
1
|
1
|
5
|
2
|
2
|
Haria
|
-
|
1
|
1
|
5
|
2
|
2
|
Poorto
|
1
|
-
|
-
|
7
|
2
|
2
|
Thiouw
|
-
|
1
|
-
|
3
|
4
|
1
|
Saparooa
|
1
|
-
|
1
|
2
|
2
|
1
|
Nolloth
|
1
|
-
|
1
|
7
|
2
|
1
|
Itawaka
|
-
|
1
|
-
|
4
|
2
|
1
|
Paperoe
|
1
|
-
|
1
|
4
|
2
|
1
|
Tuhaha
|
1
|
-
|
-
|
5
|
1
|
1
|
Ihamahoe
|
-
|
1
|
1
|
6
|
2
|
1
|
Total
|
7
|
6
|
13
|
87
|
31
|
21
|
C.3. Demografi Pulau Saparua dalam
tahun 1811 (per 31 Desember)
Negeri
|
Laki-laki >40 thn
|
Laki-laki
15 – 40 thn
|
Laki-laki
9 – 15 thn
|
Laki –laki
< 9 thun
|
Total
|
Serrisory.
Kristen
|
30
|
30
|
34
|
57
|
171
|
Serrisory. Mahomedan
|
32
|
49
|
56
|
49
|
198
|
Ouw
|
28
|
45
|
22
|
31
|
146
|
Ulath
|
15
|
36
|
31
|
30
|
127
|
Booy
|
13
|
29
|
24
|
23
|
100
|
Haria
|
49
|
83
|
65
|
82
|
290
|
Poorto
|
23
|
56
|
35
|
36
|
162
|
Thiouw
|
5
|
17
|
17
|
22
|
70
|
Saparooa
|
3
|
6
|
7
|
6
|
29
|
Nolloth
|
39
|
55
|
75
|
61
|
242
|
Itawaka
|
16
|
30
|
14
|
16
|
80
|
Paperoe
|
27
|
25
|
25
|
29
|
115
|
Tuhaha
|
27
|
52
|
45
|
35
|
167
|
Ihamahoe
|
26
|
69
|
21
|
65
|
192
|
Total
|
333
|
513
|
450
|
477
|
1.897
|
C.4. Demografi Pulau Saparua dalam
tahun 1811 (per 31 Desember)
Negeri
|
Perempuan >40 thn
|
Perempuan
15 – 40 thn
|
Perempuan
9 – 15 thn
|
Perempuan
< 9 thun
|
Total
|
Serrisory.
Kristen
|
64
|
88
|
42
|
42
|
236
|
Serrisory. Mahomedan
|
56
|
55
|
45
|
25
|
181
|
Ouw
|
72
|
74
|
69
|
57
|
272
|
Ulath
|
30
|
46
|
19
|
26
|
121
|
Booy
|
36
|
25
|
26
|
36
|
123
|
Haria
|
76
|
91
|
89
|
91
|
338
|
Poorto
|
32
|
62
|
40
|
60
|
194
|
Thiouw
|
32
|
20
|
14
|
17
|
83
|
Saparooa
|
8
|
11
|
5
|
8
|
32
|
Nolloth
|
45
|
160
|
54
|
57
|
316
|
Itawaka
|
19
|
34
|
13
|
14
|
80
|
Paperoe
|
37
|
31
|
22
|
26
|
116
|
Tuhaha
|
44
|
56
|
38
|
37
|
175
|
Ihamahoe
|
38
|
102
|
17
|
54
|
211
|
Total
|
589
|
753
|
476
|
496
|
2.267
|
C.5. Demografi Pulau Saparua dalam
tahun 1811 (per 31 Desember)
Negeri
|
Kelahiran
sepanjang tahun 1811
|
Kematian
sepanjang tahun 1811
|
Serrisory.
Kristen
|
15
|
16
|
Serrisory. Mahomedan
|
15
|
9
|
Ouw
|
2
|
7
|
Ulath
|
4
|
3
|
Booy
|
12
|
3
|
Haria
|
35
|
24
|
Poorto
|
13
|
16
|
Thiouw
|
4
|
9
|
Saparooa
|
-
|
2
|
Nolloth
|
55
|
49
|
Itawaka
|
11
|
16
|
Paperoe
|
8
|
5
|
Tuhaha
|
8
|
7
|
Ihamahoe
|
19
|
7
|
Total
|
201
|
166
|
- Pembacaan dan interpretasi data
D.1. Gambaran Umum penduduk Pulau
Saparua (1707 – 1810)
Berdasarkan tabel
C.1, terlihat dengan jelas bahwa penduduk Pulau Saparua mengalami penurunan penduduk
sangat besar yaitu hampir mencapai 68% atau tepatnya 67,45% dalam rentang 1
abad lamanya. Tercatat pada tahun 1707, jumlah penduduknya sebesar 11.453, mengalami penurunan hingga 3.728 per
tanggal 10 Juni 1810.
Semua desa/negeri di Pulau Saparua mengalami
penurunan penduduk. Negeri-negeri seperti Siri-Sori, Ouw, Ullath dan Ihamahu
adalah yang paling besar mengalami penurunan, yaitu di atas 1000 penduduk. Diikuti
kemudian oleh Haria, Nolloth dan lain-lain. Negeri Saparua sendiri mengalami
penurunan penduduk sebesar 60 % atau tepatnya 59,5%, yaitu dari 182 penduduk di
tahun 1707 menjadi hanya 72 pada Juni 1810.
Fenomena
“keanehan” menimbulkan pertanyaan, faktor apa yang menyebabkan anjloknya
penduduk pulau Saparua dalam 1 abad ini??. Jika kita melihat kajian sejarahwan
Gerrit J Knaap tentang demografi Ambon pada abad 177, khusus untuk
Pulau Saparua, dalam rentang 20 tahun (1673 – 1692) penduduknya mengalami
kenaikan yang cukup besar, dari 8.100an ke 11.400an. Menurut Knaap, kenaikan
ini mungkin disebabkan oleh apa yang ia sebut sebagai “pertumbuhan pemulihan”. Ini
ada hubungannya dengan masa damai di wilayah Gubernemen Ambon, sejak
berakhirnya perang besar atau perang penaklukan oleh VOC tahun 1656/1658. Dengan
situasi yang damai, tanpa gejolak perang/pemberontakan, maka penduduk pasti
akan bertumbuh.
Kepulauan Lease (1633) |
Namun,
jika faktor situasi damai itu diterapkan pada periode 1707 – 1810, maka
seharusnya penduduk Pulau Saparua mengalami pertambahan atau kenaikan. Namun
berdasarkan tabel, faktanya terbalik. Sejak tahun 1658 hingga akhir abad ke-18,
tidak ada lagi gejolak-gejolak pemberontakan dalam skala besar di Gubernemen
Ambon, sehingga penurunan penduduk akibat kematian karena perang, kurang
signifikan dalam memahami fenomena ini. Maka,
tidak salah jika ada yang menyebut, bahwa pada periode abad ke-18, wilayah
Ambon dan sekitarnya benar-benar “takluk” ditangan VOC (Belanda). Dengan
demikian, bisa dikatakan bahwa faktor keamanan bukan menjadi faktor utama dalam
penurunan penduduk pulau Saparua yang sangat tajam ini.
Faktor
alam, yaitu bencana alam berupa gempa bumi yang disertai tsunami juga bisa
dipertimbangkan. Menurut sumber yang dicatat oleh Arthur Wichman dalam bukunya8,
sejak tahun 1708 – 1810, ada sekitar 15 kali gempa bumi di kepulauan Ambon dan
sekitarnya (Ambon, Banda, Kei). Kami memilih lokasi gempa ini, karena
berdekatan dengan Pulau Saparua, yang pastinya akan terkena dampak dari gempa
tersebut. Gempa-gempa yang terjadi dalam periode 1708 – 1810, terjadi pada
tahun 1708, 1710 (2x), 1711, 1714, 1716, 1743, 1750, 1754, 1763, 1775, 1777
(2x), 1781, 1802. Meski terjadi gempa bumi
sebanyak 15 kali, namun tidak semua gempa bumi yang efeknya terasa di pulau
Saparua. Tercatat hanya gempa bumi tahun 1708 (efeknya lemah), 1711 (efeknya
lemah), 1754 (efeknya sangat kuat), 1802 (efeknya sangat kuat). Terlihat dari
data, hanya 4 kali gempa bumi yang terasa efeknya di pulau Saparua, dari efek
yang lemah hingga sangat kuat.
Sumber dari Wichman tidak eksplisit menyebut
jumlah korban jiwa akibat 4 gempa bumi ini. Meski tidak secara eksplisit, kita
bisa menduga bahwa kemungkinan cukup banyak penduduk yang meninggal akibat 4
gempa ini. Misalnya gempa tahun 1711 berkekuatan VII MMI, efeknya lemah yang dirasakan
di pulau Saparua, namun disebutkan bahwa gempa ini disertai tsunami, serta di
pulau Saparua terjadi 13 atau 14 gelombang air laut yang menerpa pantai-pantai
di pulau ini. Gempa tahun 1754 berkekuatan X MMI dan efeknya sangat kuat terasa
di pulau Saparua, bahkan gempa sepanjang tahun 1754 ini terjadi 22 kali (18 Agustus
– 11 September), dimana sebanyak 13 kali dan berdampak di pulau Saparua. Gempa
tahun 1802 berkekuatan X MMI.
Selain
sumber Wichman, laporan Gubernemen Ambon juga menyebut terjadi gempa tahun 1736,
dimana cukup banyak yang meninggal di pulau Saparua9. Jadi gempa
bumi tahun 1736, 1754 dan 1802 inilah, yang mungkin menyebabkan kematian cukup
banyak penduduk Pulau Saparua. Dugaan kematian cukup banyak ini, akibat
langsung gempa bumi pada saat terjadi dan akibat lanjutan dari gempa itu. Ini
berkaitan dengan terganggunya kebutuhan sandang dan pangan akibat gempa-gempa
ini.
Selain
faktor alam, ada juga faktor lain yang cukup menarik dan “logis” untuk
dipertimbangkan sebagai faktor penurunan tajam penduduk pulau Saparua. Jika
kita mencermati tabel C.1, khususnya pada kolom jumlah penduduk dan jumlah dati
di tiap desa/negeri, antara tahun 1707 dan 1810, terlihat bahwa semakin banyak
penduduk suatu negeri, maka semakin banyak jumlah dati di negeri tersebut.
Begitu juga sebaliknya, jika penduduknya berkurang, maka jumlah datinya juga
semakin sedikit/berkurang. Semua negeri di pulau Saparua pada tahun 1810,
jumlah datinya berkurang seiring dengan menurun jumlah penduduk di negeri
tersebut. Gambaran sepintas ini, mengukuhkan pendapat tentang definisi
sederhana tentang dati, yaitu sebagai satuan kerja10. Jumlah dati
berkorelasi erat dengan pelayaran hongi, dimana semakin banyak penduduk suatu
negeri, maka semakin banyak “tenaga kerja” yang digunakan oleh VOC dalam
kebijakan pelayaran hongi mereka. Akibat langsung dari hubungan ini adalah
jumlah dati akan bertambah, karena dati dianggap sebagai “upah” bagi
keluarga-keluarga yang terlibat dalam tugas pelayaran hongi. Pelayaran Hongi
yang memakan waktu berbulan-bulan, maka tanah-tanah akan diberikan untuk
dikelola dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, saat pemimpin
keluarga bertugas dalam pelayaran hongi tersebut.
Keterlibatan
banyak penduduk pulau Saparua dalam ekspedisi pelayaran hongi, bisa menimbulkan
penurunan jumlah penduduk, dimana mungkin banyak yang meninggal selama
pelayaran atau meninggal karena berperang dengan penduduk negeri-negeri lain
yang menjadi sasaran ekpedisi penghancuran pohon cengkih dalam kebijakan hongi
tersebut. Berdasarkan sumber Valentijn11
disebutkan per tahun 1709, ke-13 desa/negeri di Pulau Saparua semuanya terlibat
dalam armada pelayaran hongi, dengan jumlah 1015 orang yang diwakili melalui 8
kora-kora. Jumlah penduduk sebanyak 1015 orang itu adalah 9% dari total
penduduk pulau Saparua tahun 1707. Dengan memisalkan saja secara rata-rata, dari
1015 penduduk pulau Saparua yang turut
serta dalam pelayaran hongi meninggal sekitar 5% dalam ekspedisi itu, maka
kira-kira ada 50an orang yang meninggal setiap kali ekspedisi. Misalnya lagi
dalam 100 tahun ada sekitar 50an kali ekspedisi, maka sekitar 2500an orang yang
meninggal. Jumlah ini cukup besar dan mempengaruhi angka penurunan penduduk,
apalagi ditambah dengan faktor alam di atas.
Informasi yang
disampaikan Knaap terkait relasi antara jumlah dati sebagai “basis” perhitungan
penduduk, menarik untuk dicermati. Ia menyebut bahwa sangat mungkin para
pemimpin desa/negeri memperoleh angka-angka itu (jumlah penduduk) dari laporan
tahunan pemimpin dati (kepala dati). Selain itu, ia mengatakan bahwa ada motif
dan minat tertentu dari pemimpin desa/negeri dari pelaporan jumlah penduduk
berdasarkan registrasi berbasis pada dati. Pemimpin desa/negeri kurang berminat
dalam proses ini, karena semakin banyak penduduk, maka semakin banyak tenaga
kerja yang harus disediakan bagi VOC. Mereka
juga sangat berminat dalam proses ini, karena semakin banyak dati yang
terdaftar/dilaporkan, maka akan menentukan desa/negeri itu dalam soal kepemilikan
armada perang atau kora-kora sendiri
dalam ekspedisi pelayaran hongi. Jika ini terjadi, maka efeknya akan berujung
pada status dan prestise bagi elit lokal, karena secara otomatis memperoleh
jaminan mendapatkan “kursi” di
salah satu peradilan hukum adat Ambon untuk para pemimpin negeri/desa itu
sendiri. Menurut sumber Valentijn, di tahun 1709, kora-kora milik negeri Ullath
jadi kora-kora spesial yang ditumpangi oleh Fiscal Gubernemen Ambon. Sedangkan
kora-kora dari negeri Titawaai, negeri di pulau Nusalaut, tetangga pulau
Saparua, menjadi kora-kora khusus yang mengangkut Gubernur Amboina dalam
ekspedisi pelayaran hongi sejak tahun 1702. Dari ke-13 negeri di Pulau Saparua,
negeri Siri-sori paling banyak menyumbang tenaga kerja dalam ekspedisi
pelayaran hongi tahun 1709 itu, dengan jumlah 125 orang, diikuti Ihamahoe
(116), Tuhaha (110), Haria (91), Ullath (90), Ouw (86), Nolloth (80), Itawaka
(80), Paperu (70). Negeri Tiouw (53), dan yang paling sedikit adalah negeri
Saparoewa dengan 21 orang. Jumlah-jumlah peserta ekspedisi dari negeri-negeri
tersebut berkorelasi langsung dengan jumlah penduduk dan jumlah dati.
Fenomena
yang “aneh” menyangkut penduduk negeri Saparoewa di tahun 1707 itu. Pada tabel
di atas yang bersumber dari Valentijn, disebutkan jumlah penduduknya 182 zielen
(jiwa/orang). Jumlah yang sangat “minimalis” ini sangat “aneh” untuk sebuah
negeri. Apakah sebuah negeri “hanya” memiliki jumlah penduduk sebanyak itu ?.
Memang aneh memahami angka itu, namun data itulah yang tersedia dan kita harus
menerimanya. Knaap menyebutkan bahwa data penduduk di Gubernemen Ambon tahun
1707/1708, yang ia gunakan pada artikelnya bersumber dari Valentijn, dimana
data Valentijn itu, adalah rangkuman dari data sensus tahun 1707/1708 yang
arsipnya telah hilang. Dengan demikian, maka suka atau tidak suka, kita harus
“menerima” data itu dan mempercayainya.
Kepulauan Lease (1660) |
Jumlah
sebanyak itu, memang aneh untuk suatu negeri. Perlu diketahui bahwa sejak tahun
1691, markas VOC di Saparua telah berpindah dari Honimoa (Siri Sori) ke negeri
Saparua (Fort Duurstede), maka “seharusnya” orang-orang dari negeri tetangga
atau dari luar tertarik ke pusat baru itu dan mulai menetap. Rentang antara
1691 hingga 1707/1708 adalah 16-17 tahun, dimana itu merupakan waktu yang cukup
agar negeri Saparua bisa memiliki penduduk yang lumayan banyak. Namun teori ini
terbalik dengan fakta di atas. Mungkin penjelasan sederhana untuk memahami
keanehan ini, adalah banyak orang yang berada di negeri Saparua, namun status
mereka adalah penghuni sementara, sehingga tidak dianggap sebagai penduduk
“definitif” negeri Saparua.
Jika
tahun 1707/1708, jumlah penduduk negeri Saparua hanya sebanyak itu, maka kita
bisa membayangkan berapa jumlah penduduknya puluhan tahun sebelumnya, pada
paruh kedua abad ke-17 (1650 – 1690an). Kemungkinan besar, jumlahnya lebih
kecil lagi dari jumlah 182 itu. Kemungkinan dugaan ini semakin kuat, karena
faktanya Gubernur Ambon Robertus Padbrugge tidak setuju jika fort Duurstede
didirikan di negeri Saparua, karena wilayah itu tidak strategis dengan alasan
terlalu sunyi (Zuid – Saparua is een
rustig gebied). Sayangnya, Knaap dalam kajian tentang demografi itu, tidak
memberikan daftar rincian penduduk tiap negeri di Gubernemen Ambon, hanya
secara umum per wilayah/regional saja. Knaap juga menyebut bahwa arsip-arsip
sensus antara tahun 1671 – 1695 tersimpan di kearsipan umum di Den Haag serta
bisa juga dilihat dalam bukunya yang terbit tahun 1987. Arsip-arsip yang
dimaksud dan bukunya Knaap, belum bisa kami lihat isi dan tidak memiliki
bukunya itu, sehingga kami tidak mengetahui persis, berapa jumlah penduduk
negeri Saparua di tahun 1671, 1683, 1692. Arsip/data dari Artus Gijsels tahun
163412 yang berisikan daftar lengkap tiap negeri di Gubernemen Ambon
yang mengikuti kebijakan pelayaran hongi, untuk pulau Saparua (Honimoa), negeri
Saparua dan Porto tidak ditulis namanya. Tahun ini (1634), hanya disebutkan 11
negeri yaitu Haria, Boi, Paperu, Tibun (Tiouw), Tuahu (Tuhaha), Sirisori, Ow,
Ulat, Tituwoko (dusun di Ouw), Nollot dan Iha dengan jumlah 2340 orang, dengan
20 kora-kora. Begitu juga dengan sumber tahun 1647 dari MOG Gubernur Ambon
Gerard Demmer tertanggal 3 September 164713, yang didalamnya
tercantum negeri-negeri yang terlibat dalam pelayaran hongi. Untuk konteks
pulau Saparua (Demmer menulis : eylandt Uliasser), ada 12 negeri yaitu Oulat,
Touaha, Titawacka (Itawaka), Appalilj, Honimoa (Siri Sori), Ouw, Tituwalou,
Paperou, Tiouw, Boy, Haria dan Iha, sedangkan negeri Saparua dan Porto tidak
tertulis. Untuk tahun 1647 ini, pulau Saparua diwakili oleh 5 kora-kora. Demmer
juga menjelaskan bahwa “negeri” Titawacka dibawah negeri Oulat, Appalilij
dibawah negeri Touaha, Tituwalou dibawah negeri Ouw. Membandingkan data tahun
1634 dan 1647 khususnya tentang nama-nama negeri di pulau Saparua, maka minimal
kita bisa mengerti bahwa di tahun 1634, negeri Itawaka belum “dikenal” atau
mungkin lokasinya yang sekarang belum ditempati. Menurut tradisi lisan,
penduduk negeri Itawaka adalah penduduk negeri Ullath yang dipindahkan ke
lokasi sekarang, sebagai bagian dari strategi VOC mengepung kerajaan Iha. Appalilj,
menurut tradisi lisan negeri Tuhaha, disebutkan sebagai salah satu soa dari 9
soa yang awalnya menghuni Huhele (Negeri
Lama Tuhaha)14.
Memahami
jumlah penduduk negeri Saparua yang sangat sedikit di tahun 1707/1708 dan
puluhan tahun sebelumnya, membuka cakrawala berpikir terhadap beberapa
persoalan menyangkut sejarah awal negeri Saparua. Dengan potensi penduduk yang
tidak signifikan seperti itu, maka “logis” jika nama negeri Saparua sangat
jarang disebutkan dalam sumber-sumber Portugis maupun oleh VOC (Belanda),
khususnya pada paruh pertama abad ke-17 (1600 – 1650). Logis juga jika negeri
Saparua, tidak disebutkan sama sekali dalam gejolak politik sosial pada paruh
pertama abad ke-17, karena penduduknya sangat sedikit dan tidak memiliki
signifikansi politik dan daya tawar untuk terlibat atau dilibatkan oleh VOC.
Kondisi ini pun bisa membuka pemahaman
kita tentang asal usul pemimpin/penguasa negeri Saparua. Apakah mungkin dengan
jumlah penduduk seperti demikian, negeri Saparua telah memiliki pemimpin negeri
yang “resmi”?? atau lebih “logis” jika pada masa ini, negeri Saparua dihuni
hanya oleh “sekumpulan” keturunan para leluhur dalam tradisi lisan negeri, yang
membentuk soa dan masing-masing “dipimpin” oleh pemimpin soa, tua adat atau
“kepala suku”. Valentijn menyebut bahwa negeri Saparua dulunya pernah dipimpin
oleh seorang Cavalhero15/Cavalerij atau Kapitan/Kapitane. Mungkin istilah Cavalhero yang digunakan
Valentijn ini dimaksudkan/ditujukan untuk gelar-gelar “pemimpin” negeri Saparua
seperti pemimpin/kepala soa, tua adat atau “kepala suku”. Ini merupakan hipotesis kami untuk menjelaskan
fenomena yang “aneh” tentang negeri Saparua. Meski demikian, titik-titik
hipotesis itu harus diuji terus menerus untuk menyangkalnya atau menerimanya.
Laporan Kunjungan DS. O. Porjeere di Saparua (1769) |
Menarik
juga mengamati penduduk pulau Saparua berdasarkan pada arsip-arsip gereja.
Arsip-arsip gereja yang berkaitan dengan penduduk suatu negeri di pulau
Saparua, didasarkan pada laporan kunjungan pendeta dan para ouderling-nya
(penatua) ke pulau tersebut. Tentunya, laporan ini hanya menyangkut anak
sekolah, anak yang dibaptis, penduduk yang dibaptis, anggota sidi gereja, yang
semuanya itu beragama Kristen Protestan. Meski cakupannya hanya beragama
Kristen, namun data-data tersebut bisa “digunakan” sebagai dasar, karena jumlah
penduduk yang beragama di luar Kristen, tidak banyak mempengaruhi jumlah
penduduk.
Data
yang kami amati hanyalah data di 2 negeri bertetangga yaitu negeri Tiouw dan
Negeri Saparua. Data tahun 169516, penduduk kedua negeri ini yang
beragama Kristen tercatat 566 zielen/jiwa (per Januari), 581 (Juli), 594
(Desember). Selama 10 tahun (1695 – 1705), penduduk kedua negeri ini mengalami
“kenaikan”, yaitu 596 (1696), 589 (1697), 666 (1699), 723 (1701), 723 (1701). Dari
data penduduk beragama Kristen ini, jumlah yang tertulis adalah jumlah yang
tercatat, yang berarti ada kemungkinan penduduk negeri itu yang tidak tercatat
atau masih memeluk agama suku. Jika kita membandingkan data-data 10 tahun ini
dengan data tahun 1707 (tabel C.1), bisa diasumsikan bahwa penduduk negeri
Tiouw lebih banyak dari penduduk negeri Saparua. Dengan menggunakan “formula”
ini, maka kita bisa mengira-ngira, bahwa dalam 10 tahun itu, penduduk negeri
Saparua (Kristen) antara 150an -200 penduduk saja. Asumsi ini terbukti jika
kita melihat data tahun 1763 – 1788, dimana penduduk negeri Tiouw tetap lebih
besar dari negeri Saparua. Sejak tahun 1763, data penduduk beragama Kristen di
2 negeri ini telah dipisahkan/dirincikan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,
dimana jumlahnya disatukan/digabungkan.
Data
perinciannya bisa dilihat pada tabel berikut17 :
Tahun
|
Saparua
|
Tiouw
|
Jumlah
|
1695 (Jan)
|
-
|
-
|
566
|
1695 (Juli)
|
-
|
-
|
581
|
1695 (Des)
|
-
|
-
|
594
|
1696
|
-
|
-
|
596
|
1697
|
-
|
-
|
589
|
1699
|
-
|
-
|
666
|
1701
|
-
|
-
|
723
|
1705
|
-
|
-
|
658
|
1707
|
-
|
-
|
662
|
1757
|
-
|
-
|
745
|
1759
|
-
|
-
|
740
|
1760
|
-
|
-
|
770
|
1761
|
-
|
-
|
742
|
1763
|
268
|
427
|
695
|
1765
|
-
|
-
|
742
|
1766
|
-
|
-
|
672
|
1769
|
277
|
404
|
681
|
1770
|
289
|
450
|
739
|
1781
|
231
|
413
|
644
|
1783
|
234
|
389
|
623
|
1784
|
250
|
392
|
642
|
1785
|
297
|
255
|
552
|
1786
|
121
|
179
|
300
|
1787
|
261
|
385
|
646
|
1788
|
207
|
357
|
564
|
Jika kita melihat tabel di atas, sejak
tahun 1695 – 1788, penduduk beragama Kristen di kedua negeri ini secara umum
mengalami fluktuasi, naik turun. Ada beberapa tahun yang mengalami penurunan
(1697, 1705, 1759, 1761, 1763, 1766, 1781, 1785, 186, 1788). Ada juga beberapa tahun yang mengalami
kenaikan. Setelah tahun 1770, terlihat pada tabel ada gejala mulai mengalami
penurunan. Yang cukup aneh juga, dalam rentang 20an tahun (1788 – 1810) penduduk
kedua negeri ini mengalami penurunan yang lumayan banyak, 564 di tahun 1788
menjadi 331 di tahun 1810 (lihat tabel C.1).
===== bersambung ====
Catatan Kaki:
1. Valentyn,
Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina
Vervattende..., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, eerste boek, vierde
hoofdstuk , hal 85-91
- Afschrift. IOR, Bengal Civil Colonial Consultations 5 June 1813 no. 6, P/167/40 (dimuat oleh Chr van Fraasen dalam Bronen Betreffende de Midden Molukken 1796 – 1902)
- Catatan kaki no 1 dan khususnya halaman 90 – 91
- R.Z. Leirissa, Francois Valentijn, Antara Etika dan Estetika (dimuat dalam Jurnal Wacana, volume 10, no 2, Oktober 2008, halaman 207 – 213, khusus hal 212)
- Edward Dodwell dan James S Miles : Alphabetical List of the Officers of the Indian Army, London, 1838, (bag II : Alphabetical List of the Madras Army, Hal 150 – 151)
- Penulisan nama negeri pada tabel mengikuti penulisan nama negeri pada laporan Resident Saparua, Letnan James Rooy.
- Gerrit J Knaap, The Demography of Ambon in Seventeenth Century : Evidence from Colonial Proto-Censuses (dimuat dalam Journal of Southeast Asian Studies, volume 26, no 2, September 1995, halaman 227 – 241)
- C.E.Arthur Wichman, Die Erdbeben Des Indischen Archipels Bis Zum Jahre 1857, Johannes Muller, Amsterdam, 1918, halaman 50 – 76
§ Ron Harris and Jonathan Major, Waves of destruction in the East Indies : the Wichman Cataloque of
earthquakes and tsunami in the Indonesia region from 1538 to 1877
- Memorie Dienende tot Instructie .....Door David Johan Bake (dimuat oleh Gerrit J Knaap dalam Memories van Overgave van Gouverneurs van Ambon in de .....Martinus Nijhoff, s’Gravenhage, 1987, hal 327 – 334)
- H. Bokemeyer, Die Molukken; Geschichte und quellenmassige Darstellung der Eroberung und Verwaltung der Ostindischen Gewurzinseln durch die Niederlander (Leipzig: Brockhaus, 1888), p. 300; VOC 1267: 33r-34v; VOC 1275: 219r.
§ Gerrit J Knaap, The
Demography of Ambon in Seventeenth Century : Evidence from Colonial
Proto-Censuses (dimuat dalam Journal
of Southeast Asian Studies, volume 26, no 2, September 1995, halaman 227 –
241), khusus halaman 229
11.
Valentyn,
Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina
Vervattende..., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, vierde boek, derde
hoofdstuk , hal 187 - 188
- H. Bokemeyer, Die Molukken; Geschichte und quellenmassige Darstellung der Eroberung und Verwaltung der Ostindischen Gewurzinseln durch die Niederlander (Leipzig: Brockhaus, 1888), p. 298
- J.E. Heeres, Ambon in 1647 (dimuat dalam Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch, vol 47, 1897, halaman 510 – 595, khususnya 556-557, 562
14. Lucas Wattimena, Pengelompokkan Masyarat Negeri Tuhaha Pulau
Saparua, Maluku Tengah : Tinjauan Etnoarkeologis (dimuat dalam Kapata
Arkeologi, volume 9, No 2, November 2013, halaman 81 – 88)
15. Valentyn, Francois.
Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende...,
Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, eerste boek, vierde hoofdstuk , hal
88
- Rapport Betreffende een Visitatie van Kerken en Scholen op Saparua, Nusalaut en Ceram door Ds Nicolaas Hodenpijl en de Ouderlingen Anthoni Mayassa en Joannes Pattikayhatoe, Ambon 7 Januari 1695. ANRI, Archief Kerkenraad Batavia 136, bundel rapporten en extracten 1692-1705, ongefolieerd. Afschrift. (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel, tweede band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 86-95, khusus hal 92, 95)
§ Rapport Betreffende een Visitatie van Kerken en
Scholen op Saparua, Nusalaut en Ceram door Ds Nicolaas Hodenpijl en de
Ouderlingen Anthoni Mayassa en Joannes Pattikayhatoe, Saparua, Juli 1695. ANRI, Archief Kerkenraad Batavia 136,
bundel rapporten en extracten 1692-1705, ongefolieerd. Afschrift. (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den,
Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon,
Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel, tweede band,
HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 110-119, khusus hal 116)
§ Brief van de Kerkenraad van Ambon aan de Kerkenraad
van Batavia, Ambon, 24 September 1969. ANRI, Archief Kerkenraad Batavia 137, fol.
299-302. (in Niemeijer,
Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in
de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791),
Eerste deel, tweede band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 124-130,
khusus hal 128)
17. Rangkuman tabel-rabel yang dibuat berdasarkan
laporan kunjungan para pendeta dan ouderling ke pulau Saparua (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte,
G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en
Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel, tweede band, HUYGENS ING
(KNAW), Den Haag, 2015, hal 86-558)
Pemetaan negeri saparua biar kitah di rantau mengerti batas.
BalasHapusPemetaan negeri saparua...
BalasHapus