A. Kata Pengantar
Sejak permulaan abad ke-20, para
sejarahwan berusaha untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang disebutkan oleh
Nagarakrtagama sebagai “wilayah-wilayah vasalnya”, khususnya dalam konteks
Indonesia bagian Timur. Selain mengidentifikasi, mereka juga kadang-kadang
berbeda pendapat tentang lokasi tepat dari nama-nama wilayah “jajahan” kerajaan
Madjapahit tersebut.
Pada paruh terakhir abad ke-20,
antropolog Belanda Christian van Fraasen dalam artikelnya menolak identifikasi
G.P. Rouffaer yang dibuat tahun 1905 dan 1908, khususnya tentang lokasi
nama Muar. Artikel itulah yang kami terjemahkan ini.
Artikel milik van Fraasen ini
aslinya dalam bahasa Belanda berjudul Drie Plaatsnamen uit Oost-Indonesie
in de Nagara-Kertagama : Galiyao, Muar en Wwanin en de vroege
handels-geschiedenis van de Ambonse eilanden, yang dimuat dalam Bijdragen tot
de taal,land en volkenkunde, deel 123, 1976, hlm 293-305. Selain
“mengoreksi” identifikasi Rouffaer, van Fraasen juga memperluas kajiannya
tentang sejarah perdagangan pulau Ambon pada periode Nagarakrtagama ini (abad
14). Mungkin ada yang setuju dengan identifikasi oleh Van Fraasen ini, tapi ada
juga yang lebih “percaya” pada uraian Rouffaer. Apapun perbedaan tersebut, buat
kami adalah hal penting untuk memahami kajian ini, sebagai langkah awal untuk
mempertimbangkan kembali sejarah migrasi para leluhur dari pulau Seram ke
wilayah Ambon Lease.
Umumnya disepakati bahwa periode
migrasi besar-besaran itu terjadi pada awal abad ke-15 (1400), Frank L Cooley
dalam salah satu artikelnya menyebut kira-kira sebelum tahun 1450. Dengan
berbasis pada kajian van Fraasen, kita mungkin bisa mempertimbangkan kembali,
misalnya apakah para leluhur negeri Saparua tiba pada tahun 1436, atau “harus”
lebih awal dari tahun ini. Jika Muar = Saparua (menurut Rouffaer) telah
disebutkan oleh Nagarakratagama pada tahun 1365 M, maka logisnya para leluhur
pulau Saparua “harus” juga telah tiba beberapa tahun hingga puluhan tahun
sebelum tahun 1365. Begitu juga jika kita menggunakan pendapat van Fraasen yang
percaya bahwa Muar = Hoamoal, tetap berimplikasi pada hal yang sama, karena
pasti akan terkait erat dengan pulau-pulau disekitar Hoamoal itu, yang berarti
Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut.
Dengan mempertimbangkan hal yang
disebutkan itu, maka kami menerjemahkan artikel sepanjang 13 halaman
ini. Artikel asli yang sudah “berusia” 44 tahun ini, tidak ada catatan kaki,
sehingga kami memberikan catatan tambahan pada beberapa bagian, yang kami
anggap perlu untuk dijelaskan lebih lanjut. Artikel asli juga tidak memuat
gambar ilustrasi, sehingga kami juga menambahkan hal demikian, serta membagi
artikel terjemahan ini menjadi 2 bagian. Akhir kata selamat membaca,
selamat memahami kajian yang baik dan berharga ini. Semoga wawasan kesejarahan
kita semakin bertambah dan meluas.
B. Terjemahan : Aldrin Anakotta
I
Nagara – Kertagama1 mendaftarkan “wilayah-wilayah vasal” kerajaan
Majapahit dalam pupuh ke-132 dan 143, dengan daftar nama-nama
tempat di Nusantara (Indonesia) bagian timur. Pada tahun 1905, Rouffaer mencoba
meletakan nama-nama tempat tersebut pada lokasinya. Di bawah ini adalah daftar
menurut Nagara-Kertagama (sesuai dengan ejaan Dr Pigeaud), dengan identifikasi
milik Rouffaer di sebelahnya yang dilakukan pada tahun 1905.
Nagara-Kertagama
Rouffaer, 1905
1. Bali Bali
2. Badahulu Bedahulu
di Bali
3. Lwa-Gajah -
4. Gurun -
5. Sukun -
6. Taliwang Taliwang
di Sumba
7. Dompo Dompo
di Sumba
8. Sapi Sapi
di Sumbawa
9. Sanghyang
Api Gunung
Api Sangeang di Sumbawa
10. Bhima Bima
di Sumbawa
11. Sèran Ceram
12. Hutan
Kadali Gugusan
kepulauan kenari di barat Misool?
13. Gurun Gorong/Goram
di timur Ceram
14. Lombok-Mirah Lombok
Barat
15. Saksak Sasak
di Lombok Timur
16. Bantayan Bonthain,
Sulawesi Selatan
17. Luwuk Luwu
18. Uda -
19. Makasar Makasar
20. Butun Buton
21. Banggawi Banggai
22. Kunir -
23. Galiyao Kangean
24. Salaya Selayar
25. Sumba Sumba
26. Solot Solor
27. Muar Kei
28. Wandan Banda
29. Ambwan Ambon
30. Maloko Ternate,
atau Maluku
31. Wwanin Onin
di Papua
32. Sèran -
33. Timur Timor
Dalam artikelnya di tahun 1908, Rouffaer berpikir
bahwa Sèran (no 32) adalah “kembali ke asal/kembali ke
belakang”. Menurutnya, ini berarti itu (Sèran- no 32) adalah Kowiai,
sebuah wilayah “dibelakang” Onin di barat daya Papua. Dan fakta ini
mengkonfirmasikan identifikasinya terhadap Wwanin sebagai Onin, dimana ia
mencatat bahwa menurut Rumphius, Onin, disebut oleh orang-orang Ternate sebagai
Woni. Selanjutnya ia sekarang mengidentifikasi Muar (no 27) sebagai
Saparua, karena wilayah bagian selatan (pulau) Saparua dalam bahasa lokal Ambon
disebut Honimoa.
Di tahun 1915, dalam komentarnya tentang nama Hutan Kadali (no 12), Rouffaer berpikir itu berarti (pulau) Buru. Karena Hutan Kadali diterjemahkan : Hutan Kaju Putih. Dan Buru merupakan pulau yang dikenal sebagai pulau Hutan Kaju Putih.
Grote Atlas van Netherlands Oost-Indie (1930an) |
Van Eerde (1911 a) berpendapat bahwa Gurun (no
4) adalah nama lain bagi Nusa Penida, sebuah pulau yang terletak
antara Bali dan Lombok. Sukun (no 5) adalah suatu tempat di
Nusa Penida. Sedangkan untuk Lombok-Mirah (no 14), ia mencatat
bahwa Lombok dan Mirah adalah 2 wilayah pelabuhan di bagian timur dan utara
pantai Lombok. Saksak (no 15) seharusnya berarti lembah
Lombok. Dan Gurun (no 13) adalah pulau Goram/Gorong.
Lebih lanjut, Van Eerde (1911 b) menulis bahwa Prof.
H. Kern dalam persoalan nama Uda (no 18), yakin itu adalah
kepulauan Talaud karena nama aslinya adalah Tal-oda. Dan untuk Kunir (no 23), itu merupakan kata bahasa Jawa untuk kunjit/kunyit, oleh karena itu harus
diidentifikasi sebagai pulau kunjit/kunyit, dan berpendapat itu ada di sudut
tenggara Borneo/Kalimantan.
Lekkerkerker mampu mengidentifikasi Lwa-Gajah (no 3) kembali ke tempat asalnya yaitu : Lo-Gajah di Bangli, pulau Bali.
Kuperus dapat menunjukan pada tahun 1942 dengan alasan
yang baik, bahwa Sèran (no 11) tidak dimaksudkan untuk pulau
Seram, tapi itu untuk wilayah Serang di Sumbawa Barat. Sèran (no 32) bukan dimaksudkan untuk Kowiai di pulau Papua, tetapi haruslah untuk pulau
Seram. Sedangkan Hutan merupakan lanskap untuk Utan di
barat laut Sumbawa.
Yang kurang terlalu penting adalah artikel milik Le
Roux. Ia mempertanyakan apakah Hutan-Kadali adalah nama tempat
yang harus dibaca sekaligus atau itu adalah 2 nama tempat (maksudnya Hutan dan
Kadali). Jika itu adalah tempat yang dibaca sekaligus, maka permasalahannya
telah selesai, dimana Hutan Kadali harus terletak di barat laut Sumbawa. Jika
Kadali adalah nama 1 tempat yang terpisah, maka dengan mengingat urutan
nama-nama tersebut, maka kita harus melihat/mencarinya di atau di sekitar
Sumbawa. Le Roux juga bertanya-tanya, apakah Gurun (no 13) mungkin berarti untuk Gerung di Lombok Barat daya.
Teeuw (1958, hlm 18-19), percaya bahwa Sukun adalah
maksudnya Sokong, nama asli untuk suatu tempat bernama Tandjung di barat laut
Lombok. Gurun (no 4 dan 13) harus diidentifikasi sebagai
Gerung di Lombok dengan ekstensi untuk semua Lombok, dan juga untuk Lombok
berserta kepulauan kecil sunda lainnya.
Mungkin identifikasi Teeuw ini lebih baik daripada
identifikasi Van Eerde. Maka (akibatnya), Gorong, di sebelah timur Seram, tidak
akan terdaftar dalam kasus ini.
Dr Pigeaud akhirnya mengadopsi identifikasi oleh Rouffaer
(1905) dalam karyanya, juga dilengkapi dengan identifikasi Van Eerde,
Lekkerkerker, Kuperus dan Le Roux (Pigeaud, IV, hal 33-34, V, hlm 442)
II
Bagi
saya (penulis) ada 3 nama tempat yang identifikasinya tidak memuaskan yang disebutkan
dalam publikasi-publikasi itu, yaitu Kunir, Galiyao dan Muar.
Untuk
permalahan Kunir, tampaknya sangat tidak mungkin bahwa itu
berarti Pulau Kunjit. Terutama karena pulau di sudut tenggara Kalimantan ini,
tidak masuk dalam daftar “wilayah-wilayah vasal” di Timur Besar. Saya juga
tidak tahu tempat atau pulau apa yang dimaksud dengan Kunir (itu).
Dr Pigeaud menyampaikan/menulis (IV, hlm 34), bahwa Rouffaer merujuk tentang catatan soal Galiyao pada sumber Tiele dalam Bouwstoffen I, hal 19. Dalam sebuah suratnya tahun 1613 yang ditulis oleh Appolonius Schotte, sang penakluk Solor, disebutkan sebagai berikut :
“Penduduk Muslim yang menyerang kami di kepulauan Solor ada di 5 kota yaitu Lamakere, Lamale, Touron, Adenare dan Ratolij, juga ada pemandangan bagus dari para petani yang semuanya kafir, penduduk Ynde (Ende) dan Gallejau berpihak ke kami, semuanya seperti dulu bersama Portugis hingga kami tiba di sini”
Tiele
menjelaskan dalam sebuah catatan kaki tentang ini4 : “ Galian
sudah disebutkan oleh Pigafetta sebagai sebuah pulau di dekat Solor dan juga
ada di peta lama di sebelah timurnya. Apakah ini berarti Lomblen (Kawela), saya
tidak bisa memastikannya”.
Sekarang
kita dapat menyimpulkan bahwa Galiyao hampir pasti tidak berarti Lomblen. Dalam
studi di Kedang baru-baru ini, di sebuah distrik di Lomblen, Barnes menyebutkan
beberapa nama asli/lama untuk pulau ini, tetapi tidak ada yang menunjukan
kemiripan dengan nama Galiyao. Tidak ada tempat dengan nama itu di Lomblen. Di
sekitar Solor, ada 2 tempat yang namanya mirip dengan nama Galiyao : Labao di
sudut barat laut Flores dan Kayan di Pantar. Tapi sejauh menyangkut dengan nama
Galiyao, mungkin kita harus memikirkan tentang pulau Kalao, di antara Saleier
dan Flores.
Sedangkan
untuk Muar (no 27), itu bisa diidentifikasi dengan pasti.
Sumber-sumber Portugis menunjukan bahwa Muar, atau Batachina de Muar, adalah
nama kuno untuk Hoamoal, semenanjung barat daya Seram. Lihat : Tiele, 1877,
hlm 357; Schurhammer, hlm 666; Jacobs, hlm 34 dan 79. Bandingkan :
Pires, I, hlm 210.
Mengenai Wwanin (no 31), karena alasan historis, pada awalnya, sepertinya bagi saya tidak mungkin bahwa ini merujuk pada Onin. Dengan asumsi bahwa Onin adalah “wilayah vasal” yang tercantum dalam Nagara-Kertagama, pasti diketahui oleh para pelaut Jawa, Onin tampaknya terlalu diragukan dalam pandangan saya. Onin sejauh yang kami ketahui, selalu dilayari (didatangi) secara eksklusif oleh orang-orang dari Seram Timur dan Seram Laut. Sumber-sumber dari abad ke-16 dan 17 tidak menyebutkan tentang aktivitas para pedagang Jawa di Onin, dan (oleh karena itu), tidak masuk akal bahwa orang Jawa akan mengunjungi Onin pada abad ke-14.
Tidaklah logis jika Wonin adalah
“korupsi” kata Wawani. Secara linguistik, Anin lebih mirip
dengan Wonin. Anin adalah pemimpin sekelompok 5 desa/negeri di
pantai timur Hoamoal (Valentine, hlm 48; Rumphius, hlm 167). Tetapi
pada abad ke-17, tempat-tempat seperti Luhu, Kambelo dan Lesidi jauh lebih
penting daripada Anin. Selain itu, agak tidak mungkin bahwa di sebelah Muar (=
Hoamoal), Anin juga disebut (lagi). Dan untuk Wowoni, ini adalah
pulau yang relatif tidak penting di Timur Besar, sehingga pulau ini juga tidak
akan dimaksudkan.
Pada akhirnya, saya percaya
Rouffaer benar ketika ia “membaca” Onin berada di dalam Wwanin. Lagi pula, Onin
secara tradisional dikenal sebagai penghasil massoi, yang juga
dikenal di Jawa sebagai “djamu”. Kita tidak perlu berasumsi bahwa para pelaut
Jawa juga berlayar ke Onin. Mungkin negara (maksudnya Majapahit) hanya tahu
atau mendengar tentang Onin saja.
Ada juga yang berpendapat tentang
persamaan Wwanin dengan Onin, yaitu soal urutan dalam daftar
wilayah-wilayah vasal, yaitu : antara Maluku dan Seran. Tentang Maluku, kita
seharusnya memahami bahwa Maluku sebenarnya adalah hanya terbatas pada pulau
Ternate, Tidore, Makian, Batjan dan Halmahera. Demikian juga, dalam hal ini
kita harus memahami pengertian kata Seran yang sebenarnya. Seran adalah nama
sebenarnya dari Seram Timur. Seran ini, bersama dengan kepulauan Seram-Laut
yang berada didekatnya, secara tradisional menjadi pusat perdagangan, tempat
pelayaran menuju ke Onin. Kemungkinan kapal-kapal dagang Jawa telah mencapai
Seran ini untuk membeli massoi Onin di sana.
Pada masa awal, wilayah-wilayah
utama di pulau Seram dikenal masing-masing dengan nama mereka sendiri, tanpa
memiliki satu nama untuk (nama) pulau secara keseluruhan. Selain Seran dan
Muar, bagian dari pantai tenggara juga dikenal dengan nama Binauer (Binaur).
Wilayah ini disebut oleh Pires sebagai Bemuaor (Pires, I, hlm 209 – 210;
Cortesao menjelaskan nama tempat ini secara keliru). Hanya kemudian nama Seran
dalam bentuk hibridisasi yaitu Ceram digunakan untuk nama pulau secara
keseluruhan (lihat Adatrecht-bundel XXXVI, hlm 249).
=== bersambung ===
Catatan Tambahan :
1. Nagara-Kertagama atau
Nagarakrtagama sebenarnya bukanlah judul kakawin yang disusun oleh Mpu
Prapanca. Nama sebenarnya adalah Decawarnana/Desawarnana yang bermakna “Uraian
Desa-desa”. Decawarnana atau Nagarakratagama ini diselesaikan oleh Mpu Prapanca
pada bulan Aswina (September – Oktober) tahun 1287 Caka/Saka (1365 M). Kakawin
ini terdiri dari 98 pupuh.
2. Secara sederhananya, pupuh ke-13
ini berisikan daftar wilayah-wilayah vasal di bagian barat dan tengah ditambah
2 sub pupuh dari pupuh ke-14
3. Pupuh ke-14 terdiri dari 5 sub
pupuh atau ayat. Untuk konteks artikel ini, 33 wilayah vasal yang ditulis itu
bisa dibagi sebagai berikut : Mulai dari Bali (no 1) hingga Uda (no 18)
disebutkan dalam pupuh ke-14, ayat 3 dan 4. Sedangkan mulai dari Makasar (no
19) hingga Timur (n0 33) disebutkan dalam ayat 5.
4. Tiele menandai kata Gallejau pada surat Appolonius Schotte itu dengan nomor 1, dan menjelaskan pada catatan kaki tentang kata itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar