[Frank L. Cooley]
- Kata Pengantar
Artikel yang kami terjemahkan ini sudah berusia “tua”, lebih dari 60 tahun lalu, ditulis oleh almarhum Frank. L. Cooley dengan judul Ambonese Kin Groups, dan dimuat pada Jurnal Ethnology, volume 1, nomor 1, Januari 1962, halaman 102 – 112. Pada tulisan sepanjang 11 halaman ini, Cooley memaparkan secara sosiologis tentang keluarga orang Ambon, berdasarkan studi lapangannya di Ambon pada tahun 1960 dalam rangka mempelajari relasi antara institusi keagamaan (dalam hal ini agama Kristen) dan pemerintahan desa/negeri.
Apa yang ditulisnya adalah “produk” pengamatan dan penafsiran Cooley 60 tahun lalu, yang tentunya telah mengalami “perubahan-perubahan” di masa kini, namun setidaknya memberikan gambaran sosiologis bagi kita untuk memahami sedikit tentang keluarga-keluarga orang Ambon. Rasanya tidak perlu diberikan penjelasan panjang lebar mengenai tulisan ini, mungkin lebih baik jika kita langsung membacanya, memahaminya dan “merenungkannya” sendiri.
Tulisan 11 halaman ini tidak memiliki catatan kaki, ilustrasi tetapi hanya memuat 1 diagram, dan pada terjemahan ini, kami hanya menambahkan beberapa ilustrasi dan sedikit catatan tambahan. Akhirnya semoga tulisan ini bisa bermanfaat, terlepas apakah tulisan ini telah lama atau pendapatnya tidak kita setujui.
- Terjemahan
Bahan dalam paper ini disusun sepanjang paruh pertama tahun 1960, saat kami (penulis) berada di Ambon mempelajari relasi antara institusi-institusi keagamaan dan pemerintahan desa/negeria. Wilayah penelitian dilakukan sebagian besar di negeri-negeri Kristen, dimana 4 negeri di antaranya dipelajari secara mendalam. Catatan ini bersifat sementara, karena data mengenai kelompok-kelompok keluarga yang terkumpul, semata-mata hanya sebagai latar belakang untuk kajian masalah yang lain. Maka konsekuensinya adalah dibutuhkan penyelidikan dan proses validasi lebih lanjut.
Orang-orang Ambon merupakan populasi dari bagian wilayah Maluku Tengah di Indonesia, yang menghuni kepulauan Ambon, Seram bagian barat, Saparua, Haruku dan Nusalaut (3 pulau terakhir ini, umumnya disebut sebagai Lease). Bagian timur Indonesia ini telah mengalami kontak yang ekstensif dengan bagian lain Indonesia dan kebudayaan-kebudayaan barat kurang lebih 4,5 abad. Keragaman budaya berpengaruh pada masyarakat Ambon yang ditandai dan perubahan yang masih tetap berlangsung pada organisasi kekeluargaan. Bahkan terminologi-terminologi yang digunakan sekarang, yang kita definisikan berasal dari bahasa-bahasa dan tradisi budaya yang berbeda: rumah tangga dan mata rumah berasal dari bahasa Melayu; fam dan familie dari bahasa Belanda; rumah tau dan teun berasal dari bahasa asli.
Keluarga Ambon pada suatu pemakaman, ca. 1910 |
Unit paling kecil dalam masyarakat Ambon adalah keluarga, yang disebut rumah tangga. Ini terdiri dari kelompok orang yang menempati sebuah rumah. Umumnya termasuk suami dan istri dan anak-anak mereka, namun tetap masih dianggap sebagai keluarga, andai sang suami meninggal atau bertempat tinggal secara permanen/tetap di tempat lain. Perlu ditambahkan juga, keluarga umumnya termasuk minimal 1 orang lain atau sering lebih banyak, misalnya orang tua, saudara perempuan dari suami atau istri yang belum menikah, atau sepupu atau kerabat keluarga yang lain, yang dalam bentuk ini, bisa dianggap sebagai keluarga inti. Anak lelaki yang menikah dengan istrinya, dan mungkin juga dengan anak pertama mereka, mungkin juga menempati itu untuk sesaat di rumah orang tua, yang mana mereka akan segera pindah setelah sang anak bisa membuat/mendirikan rumah yang baru. Dalam kasus yang demikian, rumah tangga keluarga inti dianggap sebagai bentuk sementara dari keluarga besar.
Hunian keluarga secara tradisional mengikuti pola patrilokal. Pengantin wanita mungkin berasal dari desa yang sama atau dari desa lain, tetapi ia selalu dibawah masuk ke dalam rumah tangga orang tua suaminya untuk waktu yang singkat, umumnya 1 atau 2 tahun. Selama masa ini, suami dan keluarganya mengumpulkan sumber daya untuk membangun rumah baru, dan pengantin wanita memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri dalam hubungan kerabat dan klan barunya. Secara tradisional, rumah tangga baru terletak dekat dengan orang tua pengantin pria. Namun dengan meningkatnya frekuensi pertumbuhan populasi yang cepat, dan sulitnya membagi lagi ruang yang suda penuh sesak, memaksa pasangan yang sudah menikah, untuk membangun rumah tangga baru mereka di pinggiran desa. Dengan demikian, sementara pada prinsipnya pola tempat tinggal masih patrilokal, dalam praktik sebenarnya, ada pergeseran yang nyata ke arah pola neolokal, yaitu ke lokasi rumah tangga baru tanpa merujuk ke lokasi rumah tangga orang tua dari kedua pasangan.
Fungsi rumah tangga orang Ambon sangat mirip dengan yang ada di masyarakat manapun : pemenuhan kebutuhan seksual, prokreasi, perawatan dan pendidikan awal anak-anak, dan pemenuhan kebutuhan emosional dan ekonomi. Rumah tangga juga merupakan unit perusahaan, yang memiliki properti dalam bentuk tanah pribadi (pusaka), bangunan dan barang bergerak. Meskipun itu sendiri merupakan kelompok kerabat bilateral, seperti di semua atau sebagian besar masyarakat, ia merupakan unit komponen terkecil dari kelompok kerabat unilineal yang lebih besar.
Di atas dari level rumah tangga, masyarakat Ambon memiliki kekhasan dalam memiliki kelompok kerabat dengan 2 tipe yang berbeda: unilineal dan kognitif. Kelompok kerabat unilineal dasar adalah mata rumah. Semua anggota mata rumah memiliki nama keluarga yang sama, dan personel intinya dapat dilacak keturunan mereka di garis leluhur dari leluhur yang sama dan mematuhi aturan eksogami. Namun, wanita, ketika mereka menikah, menjadi anggota mata rumah dari suami mereka, dan melepaskan hak yang terkait dengan mata rumah kelahiran mereka, khususnya yang berkaitan dengan warisan tanah dan status, meskipun mereka mempertahankan ikatan tertentu dengan itu, melalui keanggotaan keluarga. Sejak memiliki istri, meskipun mereka sepenuhnya diintegrasikan kedalam kelompok kerabat suami mereka, dan menggunakan/mengambil namanya, tentu saja karena berasal dari kelompok kerabat lain sebagai konsekuensi dari aturan eksogami, maka mata rumah tidak dapat disebut, dalam arti struktural yang ketat, kelompok kekerabatan atau garis keturunan. Sejauh keanggotaannya berasal dari kedua keturunan patrilineal (semua laki-laki dan perempuan yang belum menikah) dan tinggal patrilokal (semua perempuan menikah), mata rumah tampaknya jelas menjadi apa yang oleh Murdock (1949: 65-69; 1960: 1-2) sebut sebagai kompromi kelompok kerabat atau “ klan”.
Masyarakat Ambon, ca. 1920-an |
Sangat mungkin pada awalnya semua anggota mata rumah tinggal di desa/negeri yang sama, masing-masing klan dikaitkan dengan wilayah tertentu. Bahkan saat ini, mata rumah umumnya dipandang sebagai kelompok kerabat perumahan setempat. Pasti, ada, sejumlah kasus mata rumah dengan nama yang sama berada di desa yang berbeda, bahkan di pulau yang berbeda. Namun, mereka tidak menganggap diri mereka sebagai anggota kelompok keturunan bersama, yaitu sebagai anggota dari klan yang sama. Dalam beberapa kasus, mereka dapat mewakili contoh pembagian yang terjadi selama periode kolonial, ketika orang sering meninggalkan rumah kelahiran mereka untuk bekerja di desa atau kota lain. Terlebih lagi, khususnya pada abad ke-17, ada ketidakstabilan yang cukup besar sebagai akibat dari kebijakan kolonial Belanda, yang terkadang mengasingkan anggota desa yang menentang aturan mereka. Karena pengasingan dianggap memalukan, mereka yang kembali cenderung menetap di desa lain, dan tidak melanjutkan hubungan dengan mata rumah di desa asal mereka.
Mata rumah mengendalikan beberapa bidang penting hubungan sosial. Seperti disebutkan sebelumnya, itu mengatur pernikahan melalui aturan eksogami. Ia juga mengendalikan dan mengatur pemanfaatan tanah datib – bidang tanah yang dimiliki oleh klan - melalui organisasi khusus yang terdiri dari kepala dati (dati head) dan anak-anak dati (dati members). Itu juga berfungsi untuk memperbaiki status atau keanggotaan kelas para anggotanya. Secara tradisional mata rumah dibedakan menjadi penduduk asli (asali), imigran (pendatang), dan orang asing (foreigners), dimana kelompok pertama menikmati status sosial yang lebih tinggi daripada 2 kelompok lainnya. Selain itu, jabatan politik yang lebih tinggi di desa adalah turun temurun, dan harus dipegang oleh laki-laki dari mata rumah tertentu. Klan yang terkait dengan hak dan tanggung jawab ini, merupakan kelas penguasa di masyarakat Ambon. Karena alasan ini, sangat penting untuk mengidentifikasi individu dengan mata rumah tempat mereka berada, sehingga status mereka dan akses mereka terhadap hak dan hak istimewa selalu jelas. Ini sebagian dicapai melalui sistem pangkat/gelar pribadi (gelaran), yang akan dibahas nanti dalam kajian ini.
Istilah asli/adat untuk mata rumah yang berasal dari bahasa Melayu, adalah rumah tau, yang memiliki makna “isi rumah”. Meskipun jauh lebih tua, istilah ini jarang digunakan saat ini.
Adalah hal penting untuk tidak membuat bingung istilah rumah tau dengan rumah tua yang sangat mirip, yang berarti “ old home”. Ini merujuk, bukan pada kelompok kerabat atau klan itu sendiri, tetapi ke rumah yang konon dibangun dan ditempati oleh pendiri asli kemudian. Rumah ini dianggap sebagai pusat klan, dan di dalamnya “dipelihara” dengan hati-hati, segala sesuatu yang terkait dengan keadaan aslinya. Salah satu anggota klan, yang menyandang gelar kepala rumah tua atau “ head of old home”, diharapkan tinggal di rumah tua dan ditugasi mengurusi segala isinya. Dia, biasanya adalah putra tertua dari pendahulunya di jabatan yang sama, dan saudara-saudaranya diizinkan untuk tinggal bersamanya selama mereka tetap tidak menikah. Di rumah tua (atau setidaknya sebelumnya), disimpan alat, senjata, pakaian, dan benda-benda pusaka lainnya serta benda-benda berharga yang dihubungkan dengan leluhur atau para leluhur. Rumah tua diyakini memiliki kekuatan magis. Pada saat ini, banyak kepercayaan dan ritual yang terkait dengan rumah klan telah menghilang. Meskipun demikian, rumah tua masih dianggap sangat penting. Jika rumah tua hancur, orang-orang percaya bahwa konsekuensi mengerikan akan menimpa pada orang yang bertanggungjawab atas pemeliharaannya. Peristiwa-peristiwa tertentu yang penting bagi klan, seperti pernikahan, dapat dilakukan di rumah tua, dan seseorang dibawa ke sana jika dia jatuh sakit parah, karena diduga “ada banyak pertolongan” di sana – mungkin dari roh leluhur.
sebuah keluarga Ambon sedang mengantar pengantin, ca. 1930-an |
Nenek moyang asli dari setiap klan diidentifikasi dengan nama, yang disebut teun (atau teong). Nama-nama ini, tampaknya diberikan kepada leluhur, ketika mereka pertama kali tiba di tempat itu dari tempat lain, dan mereka biasanya memperingati beberapa peristiwa yang terkait dengan kedatangan itu. Pada sebuah kasus, sebagai contohnya, pendatang baru, saat pertama kali mendekati pemukiman, diduga bersembunyi di bawah batu di belakang pohon besar untuk mengamati situasi, dan ia ditemukan oleh seorang anjing, yang memberikan peringatan. Pemimpin pemukiman itu memberinya nama ruruhatta sampele watang, yang berarti “ seekor anjing menemukannya di bawah batu di belakang pohon”; ruruhatta adalah teunnya, sampele watang adalah nama mata rumah-nya.
Teun dari individu mengidentifikasi leluhur aslinya, dan karenanya keanggotaan klannya. Dengan demikian, hal itu menunjukan tempatnya di masyarakat dan mendefenisikan hak-haknya, tugas-tugas, dan hak-hak istimewanya, sejauh ini berasal dari situasi yang berlaku pada saat kedatangan leluhurnya. Di beberapa desa pegunungan/perbukitan, misalnya Soija (Soya) dan Naku, suatu batu tertentu dikaitkan dengan leluhur dan menyandang namanya atau teun. Meskipun itu hanya disebut sebagai “batu peringatan”, orang-orang dengan bebas mengakui bahwa itu adalah batu suci (batu pemali) yang dikelilingi oleh tabu, dan secara umum dipercaya untuk menandai tempat nenek moyang dan roh bersemayam. Selama upacara pelantikan kepala desa baru, misalnya, formula tertentu harus diucapkan semua teun penting sama sekali. Orang-orang bersikeras bahwa hal itu tidak ditujukan kepada batu, “karena kita bukan orang kafir yang menyembah batu atau berdoa kepada mereka”, melainkan kepada para leluhur, yang memberitahu mereka tentang apa yang sedang dilakukan dan memohon persetujuan dan berkah dari mereka. Di desa-desa pesisir, yang nenek moyangnya sejak lama telah turun dari situs/tempat mereka sebelumnya di gunung-gunung, dan meninggalkan batu suci dan tempat-tempat yang tabu, tidak ada benda fisik yang terkait dengan teun, yang ada hanya dalam bentuk namanya saja.
Definisi klan dan fungsinya dalam masyarakat Ambon, diperumit dengan adanya istilah kedua, fam, mungkin berasal dari bahasa Belanda. Seperti mata rumah, keluarga adalah kelompok kerabat atau patriklan kompromi, dan didefinisikan dengan cara yang persis sama. Dalam sebagian besar kasus, memang, fam dan mata rumah identik, baik dalam komposisi maupun fungsinya. Namun demikian, ada contoh, dimana fam terdiri dari 2 atau lebih mata rumah, dan ini adalah masalah yang timbul dari bagaimana membedakan antara mereka dan bagaimana menilai masing-masing fungsi dan pentingnya.
Setiap desa terdiri dari sejumlah keluarga. Di sebuah desa yang besar – dengan lebih dari 1.000 penduduk – satu atau beberapa dari mereka cenderung berukuran besar, termasuk sebanyak 150 hingga 200 rumah tangga dan terdiri dari 1/3 total populasi. Keluarga besar seperti itu sering dibagi menjadi 2 atau lebih mata rumah. Jadi di (negeri) Erie, yang saat ini memiliki 15 fam, dimana 2 yang terakhir terdiri dari masing-masing 2 mata rumah. Dalam beberapa kasus, satu teun dibagi oleh 2 fam atau mata rumahc. Di Aboru, misalnya, ada 24 teun, 27 fam dan 32 mata rumah.
Pembagian klan kedalam sub klan tampaknya terjadi dalam banyak kasus di masa lalu. Hanya sedikit data yang kami dapat kumpulkan tentang hal ini, menunjukan bahwa pembagian mungkin terjadi dalam banyak kasus, ketika perbedaan muncul antara 2 atau lebih saudara yang membuat klan mustahil terus berfungsi sebagai kelompok yang bersatu. Periode awal pemerintahan Belanda (1620 – 1680), mungkin telah “memfasilitasi” banyak kesempatan untuk perbedaan tersebut muncul.
Dalam kasus-kasus itu, merupakan mayoritas besar, dimana tidak ada perpecahan yang terjadi, dan fam serta mata rumah identik, fungsi-fungsi terakhir, seperti yang dijelaskan sebelumnya, berlaku sama untuk yang pertama. Namun, ketika pembagian telah terjadi, fungsi-fungsi klan yang sebelumnya tidak terbagi secara teratur berlanjut di mata rumah, dan fam kehilangan banyak dari signifikansi fungsional sebelumnya. Tampak jelas bahwa, seperti mata rumah, keluarga itu, dan hampir selalu ada, merupakan unti eksogami. Namun demikian, dilaporkan bahwa perkawinan kadang-kadang terjadi antara orang-orang yang memiliki keluarga yang sama tetapi dengan mata rumah yang berbeda di dalamnya, meskipun kasus-kasus seperti itu, menimbulkan banyak “pertanyaan” dan masalah. Hal ini, mungkin mencerminkan penurunan signifikansi fungsional fam setelah mengalami pembagian.
Kennedy (1955) berbicara hampir secara eksklusif tentang fam, memberikan sedikit penekanan pada mata rumah kecuali jika masalah fungsional mengganggu, yaitu, sehubungan dengan hak istimewa yang berkaitan dengan tanah, perkawinan, atau jabatan. Ini sesuai dengan pengalaman penulis sendiri. Informan-informannya lebih sering berbicara tentang fam daripada tentang mata rumah, terutama dalam merujuk pada struktur desa. Sebuah desa secara teratur disebut terdiri dari begitu banyak fam, bukan dari begitu banyak mata rumah. Karena keduanya biasanya identik, biasanya tidak ada masalah yang muncul. Namun, dalam membahas fungsi daripada struktur dalam kasus keluarga besar dan terbagi, informan memperjelas bahwa mata rumah-lah yang secara fungsional merupakan kelompok yang lebih signifikan. Oleh karena itu, kami merasa terdorong untuk menyimpulkan, bahwa mata rumah adalah istilah yang lebih mendasar, setidaknya sejauh fungsi tersebut dianggap dalam penilaian tentang struktur. Namun demikian jelas bahwa klan besar (sekarang disebut fam), karena peristiwa sejarah tertentu, telah dibagi menjadi beberapa unit kecil (sekarang disebut mata rumah) telah dipertahankan hingga baru-baru ini, setidaknya beberapa fungsi yang terkait dengan klan yang tidak terbagi pada umumnya. Mereka sebagian besar masih dipertahankan, misalnya, aturan eksogami. Selain itu, jika hak prerogatif sehubungan dengan tanah atau jabatan tidak dapat dipenuhi dalam sub klan, seperti yang kadang-kadang terjadi karena kurangnya garis keturunan, klan yang lebih besar diminta untuk memasok kandidat/calon.
Retensi parsial fungsi klan oleh fam, terlepas dari keunggulan fungsional mata rumah, membebaskan kita dari keharusan membuat keputusan yang pasti, karena antara 2 generalisasi yang berlawanan :
1. Bahwa mata rumah hanyalah sub divisi dari fam, sub klan atau
2.
Bahwa keduanya adalah kelompok kerabat identik yang
dirujuk dengan istilah asal linguistik yang berbeda.
Penulis menduga bahwa alasan mengapa Kennedy dan pengamat lain, lebih menekankan pada fam, adalah bahwa penelitian mereka lebih mementingkan struktur daripada fungsi. Hanya ketika seseorang masuk ke signifikansi fungsional dari 2 kelompok, sebagaimana diungkapkan oleh adat atau hukum adat, perbedaan antara mereka, dan alasan untuk ini, muncul dengan jelas.
Kita sekarang kembali memusatkan perhatian pada gelar dan signifikansinya. Setiap individu memiliki gelar (gelaran) yang harus diberikan dengan benar di berbagai upacara adat. Sebagai contoh, kita dapat mengutip kasus seorang wanita dari klan Watilete yang menikahi seorang laki-laki Soplantila, dan melahirkan seorang putra. Bocah ini diberi gelar: upu ila anak mara hua, teun ruruhatta mata rumah kupang. Gelar ini secara eksplisit menyatakan bahwa penyandang gelar ini adalah anak laki-laki Soplantila (upu ila) dari seorang ibu (mara) yang merupakan miliknya sebelum menikah, dengan mata rumah Watilete (hua menjadi gelar untuk wanita dari klan ini), dan bahwa teun putranya adalah ruruhatta, dan mata rumah-nya adalah kupang, yang merupakan milik ayahnya, Soplantila. Gelar tersebut berfungsi untuk, mengidentifikasi dengan tepat keanggotaan klan dari kedua orang tua individu, bersama-sama dengan nama ayahnya dan leluhur asli (teun) dari siapa ia diturunkan secara patrilineal. Spesifikasi teun menunjukan hak dan hak istimewa yang menjadi haknya berdasarkan keturunan, terutama kelayakannya untuk posisi-posisi berstatus tinggi seperti kepala desa, kepala soa, “ tuan tanah”, kepala adat, dan kepala dati.
Sebagaimana Firth (1936: 369) mencatat, kelompok keturunan unilineal, seperti mata rumah dan fam, berfungsi dalam mempromosikan kesinambungan kepentingan kelompok, khususnya suksesi terhadap otoritas dan transmisi properti di darat/tanah. Kelompok-kelompok kerabat kognitif dan khususnya bilateral, yang sekarang kita akan mengalihkan perhatian kita, melayani kepentingan lain. Kelompok kerabat utama dari jenis ini dalam masyarakat Ambon disebut familie, kata pinjaman dari bahasa Belanda, dimana penulis tidak dapat menemukan sinonim/padanan kata itu dalam bahasa asli. Familie bukanlah kelompok keturunan atau kelompok tempat tinggal, tetapi merupakan kelompok kerabat bilateral yang keanggotaannya dikumpulkan melalui ikatan afinal maupun konsanguinal. Ini jelas termasuk dalam jenis yang dikenal sebagai keluarga (lihat Murdock 1949: 56-62; 1960: 2-5).
Kennedy (1955) tidak menyebutkan sama sekali pengelompokan kekerabatan ini. alasannya mungkin terungkap dalam pernyataan berikut oleh Murdock (1949: 57) :
Kelompok-kelompok kerabat bilateral hanya mendapat sedikit perhatian dari para ahli teori antropologi. Akibatnya, etnografer jarang memperhatikan kehadiran dan hampir tidak pernah melaporkan ketidakhadiran mereka.
Firth (1938: bab 16) menyimpulkan bahwa mereka sangat umum dalam masyarakat Polinesia. Pertama-tama kita akan menguraikan fitur struktural familie orang Ambon, dan kemudian mempertimbangkan aspek fungsionalnya.
Pada dasarnya, familie itu terdiri dari anggota 4 mata rumah yang masih hidup, yang diturunkan dari 4 kakek buyut Ego. Diagram yang disertakan (gambar 1), berdasarkan pada kasus aktual tetapi sangat disederhanakan, menyajikan secara skematis komposisi familie. Seperti halnya keluarga pada umumnya, familie selalu berorientasi pada Ego. Dalam kasus seorang Ego tanpa saudara kandung yang sudah menikah, familie-nya dan saudara kandungnya terdiri dari orang yang sama. Namun, begitu salah satu dari mereka menikah, anggota tambahan ditambahkan ke keluarganya yang tidak termasuk keluarga saudara-saudaranya. Berbeda dengan mata rumah, familie bukanlah kelompok yang tetap dan tidak membentuk segmen tersendiri dari seluruh masyarakat. Nor, seperti yang Murdoch (1949:61) catat, apakah ia memiliki karakter kolektivitas sejati, meskipun salah satu elemen penyusunnya, ego mata rumah, berfungsi sebagai kelompok bersama-sama. Akan tetapi, seperti yang akan kita lihat di bawah, ada beberapa kesempatan, seperti keputusan pernikahan dan upacara, dimana familie, juga bertindak secara bersama-sama.
Di antara komponen familie, yang terbesar adalah mata rumah ayah Ego, yang semua anggota keluarganya termasuk. Selain itu, itu mencakup bagian dari tiga mata rumah lainnya - yaitu ibu Ego sebelum dia menikah dan nenek-nenek dari pihak ayah dan ibu sebelum mereka menikah. Selain wanita yang telah menikah dengan empat klan ini, itu termasuk suami dari wanita yang lahir dalam klan ini yang telah menikah dengan pria dari klan lain dan menyandang nama klan lainnya. Total keanggotaan familie individu sangat bervariasi, tetapi umumnya berjumlah setidaknya 100 dan biasanya jauh lebih besar daripada keanggotaan klannya. Familie biasanya memiliki kedalaman setidaknya empat generasi, dan meluas secara jaminan setidaknya untuk dua, dan sering tiga, derajat.
Fungsi penting pertama familie adalah pengaturan pernikahan. Orang Ambon dilarang keras menikahi sepupu pertama baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, dan secara tradisional tabu ini juga diperluas ke sepupu kedua dan ketiga, meskipun larangan ini terkadang diabaikan hari ini. Pada prinsipnya, kebiasaan tidak mengizinkan pernikahan dengan anggota familie mana pun, yang dengan demikian membatasi batas-batas di mana tabu inses berlaku. Alasan eksogami familie tampaknya sama dengan tabu inses primer dalam rumah tangga, yaitu, untuk mencapai kohesi sosial dan keharmonisan dengan mencegah kemungkinan hubungan seksual yang dapat menyebabkan kecemburuan dan persaingan yang mengganggu dalam kelompok dan dengan demikian mengancam pemenuhan fungsinya.
Ketegangan fungsional yang tajam yang ditempatkan pada mata rumah cenderung menciptakan perbedaan dan bahkan gesekan serius antar klan. Familie, dengan menghubungkan anggota klan yang berbeda satu sama lain sehingga hampir setiap orang di masyarakat terkait dalam beberapa cara dengan hampir semua orang, melembutkan persaingan antara klan, meningkatkan kekompakan masyarakat desa, dan memperkuat yang terakhir terhadap internal dan eksternal bahaya.
Familie juga memiliki fungsi upacara penting. Pada acara-acara seperti upacara adat dan perayaan-perayaan yang terkait dengan pernikahan, kematian, dan krisis kehidupan lainnya, mereka yang memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dan kewajiban membantu dalam persiapan dan berbagi dalam pengeluaran termasuk semua anggota keluarga individu , dan tidak sendirian anggota klannya. Familie-lah yang mengatur pernikahan. Bahwa pengantin pria berkumpul untuk mempertimbangkan membuat proposal pernikahan atau merencanakan kawin lari. Bahwa pengantin wanita membuat keputusan apakah menerima atau tidak proposal atau mengambil tindakan yang tepat setelah kawin lari telah terjadi. Familie juga, yang mengerahkan sumber daya untuk membayar pengantin wanita atau untuk menyiapkan pesta pernikahan. Bantuan timbal balik akan muncul di dalam keluarga dalam kasus krisis atau kebutuhan khusus, seperti penyakit, kematian, atau pendidikan anak-anak. Dengan demikian familie berfungsi untuk melayani kepentingan pribadi individu dan anggota keluarganya. Ini adalah ekspresi ikatan persatuan yang menembus dan menstabilkan jalinan hubungan sosial.
Familie juga dapat menambah atau memperluas klan dalam hal-hal yang biasanya menjadi perhatian utama yang terakhir. Salah satu contoh berkaitan dengan warisan tanah dati, yang, sebagaimana disebutkan di atas, diadakan atas nama mata rumah. Hukum adat mengatur bahwa perempuan, setelah menikah, kehilangan hak mereka untuk tanah dati yang dipegang oleh klan orang tua mereka dan mendapatkan hak di tanah dati klan suami mereka. Namun, jika sebuah klan mati, sehingga tidak ada anggota yang tersisa untuk mewarisi dan mengerjakan tanah dati, hak-hak tersebut diwarisi oleh anak perempuan klan yang sudah menikah dan keturunan langsung mereka. Contoh kedua berkaitan dengan pos-pos kosong di pemerintahan desa, seperti kepala soa, yang suksesi terbatas pada mata rumah tertentu. Jika klan tidak memiliki anggota laki-laki yang mampu mengisi kekosongan, jabatan tersebut dapat diisi oleh putra seorang wanita yang lahir di klan tetapi telah menikah. Dalam kasus seperti itu petahana baru menambahkan nama klan asli ibunya ke namanya sendiri dan dengan demikian memenuhi persyaratan adat.
Apa hubungan antara dua jenis kelompok kerabat yang berbeda dalam masyarakat Ambon: kelompok kerabat atau mata rumah kompromi unilineal, dan familie atau keluarga bilateral? Bagaimana mereka dibedakan, dalam fungsi maupun dalam struktur? Mana yang lebih penting? Jawaban-jawaban, yang telah disarankan dalam diskusi sebelumnya, memberikan dukungan penuh untuk generalisasi Firth (1938: 369):
Ketika menyangkut organisasi, biasanya orientasinya mengikuti prinsip-prinsip khusus kedua individu, yaitu ibu dan ayah, yang terlibat dalam memajukan kepentingan anak-anak mereka.... Namun, untuk meneruskan kepentingan kelompok secara terus-menerus dari generasi ke generasi guna memungkinkan reproduksi budaya yang paling efisien, maka prinsip unilateral adalah yang paling valid.
Baik klan dan sejenisnya menjalankan fungsi penting. Mereka saling melengkapi dengan menyediakan berbagai jenis artikulasi sosial. Orang Ambon mengakui pentingnya keduanya. Namun seorang informan berpendapat bahwa familie lebih penting daripada mata rumah, dengan menyatakan bahwa "orang dapat berbicara tentang klan tanpa konten emosional, sementara perasaan yang pasti selalu dikaitkan dengan familie." Ini menunjukkan bahwa ikatan pribadi dapat berkembang lebih tak terkendali di dalam keluarga daripada di dalam klan, di mana sejumlah kompetisi, terutama dalam hal akses ke tanah dan status, hampir tak terelakkan. Secara umum, hubungan individu dengan keluarga paman dari pihak ibu lebih dekat dari pada hubungan dengan keluarga dari pihak paman dari pihak ayah, meskipun fakta bahwa yang terakhir [maksudnya keluarga paman dari pihak ayah] adalah milik klannya sendiri sedangkan yang sebelumnya [maksudnya keluarga paman dari pihak ibu] tidak. Memang, informan Ambon sering menyatakan dalam percakapan bahwa, dalam keluarga, pihak ibu lebih penting, atau lebih dihormati, daripada pihak ayah. Tentu saja, klan perempuanlah yang menjadi pengantin perempuan dan penerima kekayaan pengantin perempuan.
sebuah keluarga Ambon, ca. 1898 |
Tampaknya, dari literatur yang tersedia, agak jarang di Asia Tenggara bagi masyarakat tunggal untuk dicirikan oleh dua jenis kelompok kerabat yang sangat berbeda seperti mata rumah atau klan unilineal dan familie bilateral atau sejenisnya. Sebagian besar masyarakat tampaknya memenuhi persyaratan fungsional mereka melalui satu jenis atau yang lain. Bagaimana situasi orang Ambon bisa dipertanggungjawabkan? Dengan ini kami menawarkan hipotesis yang sangat tentatif.
Beberapa jenis bukti menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran di bidang ini dari jenis organisasi sosial matrilineal-matrilocal ke tipe patrilineal-patrilokal. Kennedy (1955: 194-195), misalnya, dalam menyimpulkan laporan penelitiannya di Elpaputih di selatan Seram, melaporkan:
Dari 79 pasangan dengan anak-anak yang datanya cukup, ada 39 kasus keturunan patrilineal dan 25 kasus. keturunan matrilineal (yaitu, tidak dicampur) .... Dengan demikian dapat dilihat, saya pikir, bahwa ada kasus sistem dan organisasi patrilineal-matrilineal campuran. Ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa daerah ini adalah perbatasan antara Wemale [yang] matrilineal, dan penduduk pesisir, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh masyarakat Ambon [yang] patrilineal. Sistem ini tampaknya jelas dalam transisi dan saya ingat kebingungan yang terjadi saat mereka mencoba memberikan pernyataan adat yang jelas. Sistem patrilineal tampaknya menang, mungkin dengan orang Ambon dan kemungkinan pengaruh Kristen.
Penulis saat ini setuju bahwa situasinya bersifat transisi dan bahwa orang Ambon yang memberikan pengaruh budaya pada penduduk Seram selatan sekarang patrilineal. Dia mencatat bahwa wilayah yang dipelajari oleh Kennedy termasuk orang-orang yang masih memeluk agama asli, meskipun jumlahnya kecil. Dia lebih lanjut akan menyimpulkan bahwa proses perubahan dari matrilineal ke patrilineal, yang diamati Kennedy di Elpaputih, terjadi pada periode sebelumnya di antara orang Ambon. Tahap-tahap akhir transisi mungkin sebagian disebabkan, seperti yang ia sarankan, pada pengaruh Kristen, meskipun Islam, yang mendahului agama Kristen di wilayah tersebut, mungkin telah memberikan pengaruh yang bahkan lebih signifikan. Elpaputih terletak di tepi wilayah yang dipertimbangkan, dan penduduknya tentu saja mengalami pengaruh agama dan politik luar yang jauh lebih kecil daripada yang dirasakan oleh penduduk Ambon dan Lease.
Penempatan transisi dari matrilineal ke prinsip patrilineal organisasi kelompok kerabat dapat menjelaskan penampilan familie, kelompok kerabat kognitif, bersama dengan mata rumah unilineal. Ini juga akan menjelaskan sejumlah elemen yang tidak biasa dalam adat Ambon, seperti perkawinan matrilokal sesekali, pembayaran imbalan kepada saudara laki-laki tertua dari ibu pengantin perempuan, pemberian piring porselen (piring kepala) ke mata rumah dari keluarga ibu yang sudah meninggal, status yang jelas lebih tinggi yang dinikmati oleh keluarga yang memberikan pengantin wanita, dan fakta bahwa kekayaan pengantin wanita, meskipun banyak perubahan bentuknya, masih merupakan fitur yang sangat diperlukan dalam pernikahan.
==== selesai ===
Catatan Tambahan
- Untuk kepentingan disertasinya yang berjudul Altar and Throne in Central Moluccan Societies : a study of the relationship between the institutions of relegion and the institutions of local government in a traditional society undergoing rapid social change.
- Tentang tanah dati di kepulauan Ambon [khusus di negeri-negeri Kristen], misalnya bisa dibaca sumbernya
§ Dati-Grond in Christendorpen op de Ambonsche Eilanden, 1907, dimuat pada Adatrechtbundels, volume 21, s’Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1922, hal 28-38
- Bacaan lebih lanjut tentang etnografi negeri-negeri di pulau Ambon dengan rumah tau dan teun-nya,
§ H.J. Jansen, Ethnographische Bijzonderheden van enkele Ambonsche Negorijen, ca. 1930, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië , 1939, Deel 98, 3de Afl. (1939), pp. 325-368
BIBLIOGRAPHY
- Kennedy, R. 1955. Fieldnotes on Indonesia: Ambon and Ceram. New Haven.
- Firth, R. 1938. We, the Tikopia. London.
- Murdock, G. P. 1949. Social
Structure. New York.
- 1960. Cognatic Forms of Social Organization. Viking Fund Publications in Anthropology 29: 1-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar