(bagian 2)
[Martine Julia van Itersum]
4. Pertempuran Pulo Way (Ai)
Castleton mencapai Pulo Way pada pertengahan Maret 1616, dan mendarat selayaknya utusan orang Banda. Sebuah pertempuran laut dengan armada VOC yang berkekuatan 9 kapal dibawah komando Jan Dirkszoon Lam (wafat 1626), seorang penasehat Hindia, dibatalkan pada menit-menit terakhir, ketika Castleton mengetahui bahwa lawan Belandanya itu, tidak lain adalah teman lamanya, Lam, yang pernah menyelamatkannya di St Helena, 4 tahun sebelumnya. Ketika ditanya oleh Lam, apakah dia telah menjual minuman, senjata atau amunisi kepada orang Banda, Castleton agak ekonomis dengan kebenaran dan membantah bahwa dia telah membantu mereka dengan cara apa pun. Namun, Lam mengetahui bahwa “penduduk Pulo Way ingin menyerahkan tanah mereka kepada [Inggris] dan mengibarkan bendera [Inggris]”. Castleton menandatangani perjanjian dengan Lam pada 26 Maret 1616, dan meninggalkan kepulauan Banda pada hari itu, serta menembakan tembakan penghormatan. Perjanjian tersebut menetapkan bahwa pedagang Inggris di Pulo Way akan ketat mempertahankan netralitas dalam setiap konflik bersenjata antara Belanda dan orang Banda. Jika Lam menaklukan pulau itu, mereka (Inggris) akan diizinkan pergi dengan barang-barang mereka dengan “bebas dan gratis”. Jika serangan Belanda terbukti tidak berhasil, mereka bisa terus berdagang di sana dengan ketentuan yang sama seperti sebelumnya. Seperti yang akan kita lihat, Richard Hunt tidak punya niat untuk mempertahankan perjanjian ini. Lam melakukan serangan, 11 hari setelah kepergian Castleton : ia mendaratkan pasukan di Pulo Way dan berhasil menaklukan pulau itu dalam waktu 1 bulan. Setidaknya, 400 orang Banda mencoba melarikan diri dengan perahu, melarikan diri ke misalnya Pulo Run di dekat pulo itu. Namun, banyak yang tenggelam di laut24.
Pada 3 Mei 1616, Lam membuat perjanjian baru dengan orang-orang Banda. Perjanjian ini telah ditandatangani “dalam aksara Arab” oleh orangkaya Pulo Way, Pulo Run dan Rosengain, oleh orangkaya negeri Labatcca di pulau Neira, dan oleh orangkaya negeri Lonthor, Selamon, Dender dan Orantatta di pulau Banda Besar. Orangkaya bersumpah di atas Alquran untuk hidup abadi dan damai yang tak putus-putusnya dengan Belanda dan “rakyatnya”, “baik bangsa hitam atau putih”. Orangkaya melepaskan klaim yang masih mungkin untuk Neira dan Pulo Way, dan mengakui bahwa kedua pulau itu telah ditaklukan “dalam perang yang adil”. Orang-orang Banda sepakat untuk tidak mengkonversi para desertir Belanda menjadi Islam, tetapi mengirim mereka kembali ke Gubernur VOC Banda. Demikian pula halnya dengan Belanda, yang berjanji untuk tidak mengubah keyakinan penduduk Rosengain, Banda Besar, dan Pulo Run menjadi Kristen. Rempah-rempah yang dipanen di kepulauan Banda untuk selanjutnya hanya dapat dijual kepada perwakilan Generaal States, Maurice dari Nassau dan VOC – dengan mengesampingkan “Inggris, Prancis, Jawa, Melayu, Makassar, Buton, dan negara-negara Eropa dan bangsa kulit hitam lainnya, yang mungkin”. Bunga pala akan dibeli dari penduduk Banda dengan harga tetap, yaitu 100 real per delapan “bahar Portugis”, dan pala dengan harga 10 real per delapan “bahar Portugis”. Untuk memastikan pengiriman beras dengan lancar, kapal-kapal yang datang dari Bantam/Banten, Jakarta atau Japara diizinkan untuk berlabuh di perairan Lonthor dan Selamon, saat mereka dilihat oleh Belanda dan menerima paspor. Penduduk pribumi tidak diizinkan berlayar ke laut tanpa sepengetahuan sebelumnya dari Gubernur Belanda di kepulauan Banda. Personil VOC bebas untuk mencari kapal-kapal orang Banda dan menyitanya jika tidak memiliki paspor yang benar25.
Setelah penandatangan perjanjian, Lam memberi perintah untuk membangun benteng berbatu di sisi utara Pulo Way, dan menamakannya Kastil Revenge. Adriaen van der Dussen diangkat menjadi Wakil Gubernur VOC Banda dan kapten garnisun Belanda di Pulo Way. Lam berangkat dengan kapalnya ke Maluku, tempat ia dan anggota Raad van Indie, Dr Laurens Reael, yang terpilih sebagai Gub Jend VOC pada Juni 1616. Sebagai seorang pengacara melalui kursus, Reael adalah keturunan keluarga Regent Amsterdam yang berpengaruh. Dia berlayar ke Hindia Timur pada Mei 1611, dan menjabat sebagai Gubernur VOC Maluku/Ternate. Seperti pendahulunya, Reynst, yang telah meninggal pada Desember tahun sebelumnya, Gub Jend VOC yang baru ini akan segera dipaksa membayar kunjungannya ke kepulauan Banda26.
Perjanjian Lam dengan orang-orang Banda sudah mulai pecah pada awal Juni 1616. Penduduk Pulo Run pergi ke Neira untuk menculik 34 pria dan 50 wanita yang berasal dari Siau, sebuah pulau di selatan Mindanao. Atas perintah Reynst, orang-orang Siau telah dipindahkan secara paksa ke kepulauan Banda pada Oktober tahun sebelumnya. Adalah ide Van der Dussen untuk mempekerjakan orang-orang Siau dalam memanen pala dan bunga pala di pulau Neira, yang telah kehilangan populasi yang besar setelah penaklukan oleh Belanda. Tidak heran, bahwa penduduk Pulo Run menculik orang-orang Siau sebagai aksi balas dendam. Dirk van de Sande, Gubernur VOC Banda, belum siap untuk “merobek” perjanjian Lam; melakukan hal demikian akan sangat membahayakan pos perdagangan VOC di Banda Besar, tempat para pedagang Belanda menyadari diri mereka – seperti yang dikatakan Van der Dussen – di “wilayah musuh”. Namun, Van der Dussen dengan cepat menemukan bahwa, dalam tindakan penculikan orang Siau, orang-orang Pulo Run menikmati kerjasama diam-diam dengan beberapa penduduk Banda Besar. Panggung telah disiapkan untuk pertarungan lain antara Belanda dan orang-orang Banda, dimana pedagang EIC, Nathaniel Courthope, akan memainkan peran penting.
5. Cornelis Dedel dan Nathaniel Courthope memperdebatkan klaim Belanda dan Inggris atas kepulauan Banda
Setelah penaklukan Pulo Way oleh Belanda, Richard Hunt berhasil melarikan diri ke Makassar dan dari sana menuju ke Bantam/Banten, dimana ia bisa memberi tahu Jourdain bahwa orang-orang Banda tidak berdamai dengan Belanda. di duga, 8 hari sebelum serangan Lam, penduduk Pulo Way telah menyerahkan tanah mereka “untuk digunakan oleh Inggris”, dan menyusun “pasal” (tidak ada lagi arsipnya) untuk melindungi “kebebasan mereka”. Sebagai bukti fisik, Hunt membawa bersamanya “tanah, batu dan kayu”, yang ia kliam telah diterima dari orang-orang Banda “dalam tandatangan kepemilikan tanahnya”. Inilah kesempatan emas bagi EIC untuk meletakan pena di Kepulauan Banda. Jourdain segera memutuskan untuk mengirim ekspedisi baru di bawah komando Nathaniel Courthope, dan menunjukan Sophonias, Hunt, dan Thomas Spurway sebagai asisten. Courthope-lah yang akan menjadi paling terkenal, karena dengan gigih menolak klaim Belanda atas Kepulauan Banda, dan membela hak-hak penduduk Pulo Run. Ia baru-baru ini dianggap penting misalnya di buku [novel] milik Milton yaitu Nathaniel’s Nutmeg. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal dari Courthope. Dia terdaftar dalam layanan EIC pada November 1609. Bencana melanda 2 tahun kemudian : ditangkap oleh Turki, ia mendekam di penjara di Aden dan Mocha selama berbulan-bulan. Pada saat mendapatkan kembali kebebasannya, ia ditempatkan di pos perdagangan EIC di pulau Kalimantan. Atas dorongan Jourdain, dia pergi ke kepulauan Banda pada akhir tahun 1616, memimpin [kapal] Swan dan Defence29.
Dalam instruksinya, Jourdain memperingatkan Courthope untuk berhati-hati dalam berurusan dengan orang-orang Banda – “orang-orang sesat, malu-malu, dan durhaka”. Namun, ia juga dikirim untuk mencari tahu apakah penduduk Pulo Way dan Pulo Run masih ingin menjadi subjek [vassal] dari James I, dalam hal ini mereka harus dipaksa
Untuk meratifikasi di bawah tangan mereka dan mengikat penyerahan sebelumnya, jika dibuat secara sah, jika tidak, maka untuk membuat penyerahan baru dari semua atau sebagian dari pulau-pulau seperti yang masih di bawah perintah mereka sendiri, dan tentang pengaturan mereka sendiri, melepaskan mereka yang Inggris miliki dan perintah30.
Jelas, Jourdain memiliki keraguan tentang validitas upacara penyerahan yang dilakukan oleh penduduk Pulo Way pada bulan Maret 1616. Dalam mengamati klaim perdagangan luar negeri dan wilayah, President EIC di Bantam lebih suka bermain menurut aturan permainan Eropa. Jika VOC menikmati kepemilikan yang sebenarnya, yang berarti benteng dan tentara di daratan, itu bukan tugas Courthope untuk menantang Belanda mengklaim Nera dan Pulo Way. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kepemilikan aktual adalah argumen yang paling kuat dalam perangkat pembangunan kekaisaran Eropa. Jourdain tahu hal itu. Dia berusaha menyeimbangkan kembali perebutan kekuasaan di kepulauan Banda dengan, pertama, mendorong penduduk pribumi yang masih memegang kendali atas tanah mereka sendiri untuk menyerahkan kedaulatan mereka melalui perjanjian tertulis dan, kedua, dengan memohon otoritas James I. Traktat tertulis adalah lingua franca diplomasi Eropa – mudah dipahami dan dihargai tinggi oleh pihak-pihak yang terlibat. Di Meja negosiasi di London dan Den Haag, Direktur EIC akan dapat menggunakan dokumen secara efektif dimana orang-orang Banda menyerahkan kedaulatan mereka kepada James I dan menyatakan diri mereka sebagai subjek Raja. Seperti yang Jourdain sadari, posisi Belanda vis-a-vis Inggris lebih lemah di Eropa daripada di Asia. Republik Belanda masih dianggap sebagai negara pemberontak dalam diplomasi Eropa, dan bergantung pada sekutunya, Prancis dan Inggris, untuk bertahan hidup. Sebagai imbalan atas dukungan berkelanjutan dari James I di tanah air, pastilah “Senat atau DPR” Belanda dapat dibujuk untuk mengendalikan VOC di Asia??31.
Courthope tiba di Pulo Run pada akhir Desember 1616, dengan 2 kapal di belakangnya, Swan dan The Defence. Dia segera mengadakan negosiasi dengan para pemimpin Banda yang sedang menunggu dia di sana, untuk memperbaharui (seperti yang ia pahami) perjanjian yang dibuat oleh Hunt. Diduga, orang Banda telah menyerahkan Pulo Way dan Pulo Run kepada James I, “dan memberikan dasar kepada Inggris” untuk menguatkannya melalui perjanjian ini. Apalagi bendera Raja James I telah berkibar di antara pekerjaan pertahanan di Pulo Way, sementara 3 senjata telah ditembakkan “sebagai tanda perjanjian orang-orang Pooloway dan Pooloroone”. Namun perjanjian baru itu mengakui bahwa, sebagai hasil dari kesuksesan invasi yang dilakukan Lam, Pulo Way sekarang berada di “tangan dan dimiliki Belanda”. Perjanjian itu meminta James I untuk mengambil Pulo Way sebagai bentuk keadilan – bagaimanapun juga, orang Banda telah “menyerahkan sepenuhnya” wilayah itu kepadanya. Para penandatangan menekankan ikatan mereka yang tak terpisahkan dengan Inggris –“satu ikatan untuk hidup dan mati bersama”- dan menawarkan untuk mengirim James I “ranting pala” sebagai hadiah tahunan. Selain itu, mereka setuju untuk menjual pala dan fuli yang diproduksi di Pulo Way dan Pulo Run secara eksklusif kepada wilayah-wilayah vassal Raja Inggris. Mereka meyakinkan Courthope bahwa mereka membuat janji-janji ini bukan “dalam kegilaan atau seperti hembusan angin”, tetapi “dalam hati mereka”. Mereka meminta agar James I menghormati harta dan pribadi mereka, dan melarang praktik apa pun yang menyinggung Islam, seperti “perlakuan tidak sopan terhadap perempuan”, dan “pemeliharaan babi di negara kita”. Selain itu, semua penduduk Pulo Way dan Pulo Run akan menikmati kebebasan beragam : setiap orang Banda akan bebas untuk pindah agama ke Kristen, sementara orang Inggris yang ingin menjadi Muslim dapat melakukannya. Namun, dokumen itu mengintakan terhadap “ketidakpuasan antara kita dan Inggris” pada poin khusus ini. Akhirnya, 11 orangkaya dari Pulo Way dan Pulo Run membuat perjanjian dengan Courthope untuk menyerahkan kedua pulau tersebut kepada James I. Sekali lagi dicatat bahwa perjanjian tersebut merupakan pembaharuan perjanjian mereka dengan Hunt pada akhir Maret 161632.
Courthope tidak perlu menunggu lama terhadap reaksi Belanda. Pada hari Natal, sebuah kapal Belanda muncul di cakrawala. Courthope segera memutuskan menyiapkan persenjataannya dan membangun kubu pertahanan yang besar, membangun satu bastion di Pulo Run (Benteng Swan) dan satu di pulau kecil Nailaka (Benteng Defence) di dekatnya. Namun, 3 kapal VOC berhasil memasuki jalur Pulo Run pada tanggal 13 Januari 1617 dan berlabuh tepat di sebelah benteng Swan dan Defence. Courthope kemudian memberi tahu laksamana Belanda secara tertulis tentang “kepemilikan kami” atas pulau itu. Penerimanya adalah Cornelis Dedel, seorang anggota Raad van Indie, fiscal (yaitu, jaksa penuntut umum) dan tangan kanan dari Steven van der Haghen (1563-1624), Gubernur Ambon33. Van der Haghen mengirim Dedel ke kepulauan Banda saat dia mendengar kedatangan Courthope di sana. Menurut keterangan Dedel, dia naik ke salah satu kapal Inggris untuk mengulur waktu, tetapi mendapati “sumbu yang membara” dan “kemarahan dan emosi yang begitu besar” sehingga ia bahkan tidak mendapat kesempatan untuk berbicara. Ia diperintahkan dengan tegas untuk pergi dalam waktu 2 jam. Kapal-kapal VOC mengangkat jangkar pada malam yang sama. Namun, Dedel tidak berangkat tanpa pertukaran ultimatum yang tertulis yang tepat, yaitu serangkaian dokumen yang melegitimasi konflik bersenjata antara orang Eropa. Bahan-bahan ini masih ada di Colonial Office 77/1 di National Archives di Kew. Yang penting, sekretaris kastil Nassau – Philip Zuerius – menyalin, menyusun, dan menandatangani dokumen-dokumen tersebut. Dengan kata lain, kedua belah pihak bermaksud untuk, pertama, mendokumentasikan secara tertulis bahwa mereka telah melakukan semuanya sesuai aturan dan, kedua, mengirim salinannya ke Eropa untuk kemungkinan digunakan dalam negosiasi antara VOC dan EIC34.
Pada tanggal 14 Januari 1617, Belanda mengirim ke Courthope daftar panjang keluhan dalam bahasa Prancis. Inggris dituduh telah membantu dan bersekongkol dengan musuh-musuh VOC di kepulauan rempah-rempah, dan telah membeli pala, fuli, dan cengkih yang melanggar kontrak pengiriman. Dokumen tersebut memperkuat tuduhan dengan berbagai bukti :
1. Setelah perebuatan kubu pertahanan masyarakat pribumi di Pulo Way, Belanda telah menemukan sejumlah arquebus, bubuk mesiu, dan artileri Inggris, yang diakui oleh orang Inggris telah dijual kepada orang Banda
2. Sehari sebelumnya, Inggris telah menancapkan bendera Inggris di Pulo Way, membangun 2 atau 3 kubu pertahanan, dan memaksa 3 kapal Inggris untuk mundur dari pelabuhan di pulau itu dalam waktu 2 jam
3. Inggris menuntut pengembalian Pulo Way, dan mengancam akan mengambil pulau itu dengan paksa jika mereka menolak
4. Inggris telah menancapkan bendera Inggris di pulau Rosengain dan di desa Wayer di Banda besar, dan menyediakan beras bagi penduduk Pulo Run yang kelaparan, yang jika tidak, mereka mungkin akan melarikan diri dari negara tersebut35.
Tuduhan-tuduhan ini menggambarkan salah satu ekspresi paling jelas tentang bagaimana VOC melegitimasi klaimnya atas Kepulauan Banda. Yang penting, ultimatum Belanda tidak menyebutkan penyerahan kedaulatan oleh orang Banda. Sebaliknya, pernyataan resminya adalah bahwa VOC telah membuat kontrak dan perjanjian eksklusif dengan penduduk kepulauan rempah-rempah, yang sebagai imbalannya, diwajibkan untuk menjual hasil bumi mereka kepada perusahaan saja, sebagai imbalan atas bantuan militer dan angkatan laut yang mereka terima dari VOC -jagoan dan pelindung mereka terhadap “tirani” Portugis dan Spanyol. Jadi, “dengan cara yang paling sopan”, otoritas Belanda di kepulauan Banda menyatakan bahwa
Bangsa kita telah menjaga dan pertolongan Tuhan, telah berhasil mempertahankan beberapa raja dan rakyat Hindia dari kekerasan dan penindasan bangsa Spanyol, Portugis, dan para sekutunya, dan kami bertekad untuk terus melanjutkan rencana yang terpuji itu, seduai dengan kontrak dan perjanjian yang telah diberikan oleh raja dan rakyat tersebut, dan terutama raja dan rakyat Maluku, Ambon, dan Banda pada umumnya, secara timbal balik kepada bangsa kita, untuk tidak menyerahkan hasil rempah-rempah atau hasil bumi lainnya kepada siapa pun kecuali kepada [rakyat] kita sendiri36.
Menurut pandangan otoritas Belanda, mereka mengajukan “permintaan yang sah dan masuk akal” agar Inggris meninggalkan Pulo Run -dengan membawa serta 2 kapal, artileri, dan amunisi mereka – dan berlabuh di pelabuhan Nera sebagai gantinya. Jika Inggris menuruti, mereka akan diperlakukan “sebagai sahabat terbaik kami”. Namun, jika Courthope menolak ultimatum tersebut, otoritas Belanda akan terpaksa menggunakan segala cara yang mungkin, termasuk kekuatan bersenjata, untuk mempertahankan kontrak dengan orang Banda dan memaksa Inggris untuk mundur. Dedel tidak memberikan ancaman yang sia-sia. Ia mengirim sebuah perahu pinnace untuk melakukan pengukuran kedalaman di sekitar Nailaka37.
Courthope kembali mengadakan rapat dewan keesokan harinya, dan memutuskan untuk mendaratkan 7 buah persenjataan lagi. Jika Belanda menyerang, kekuatan bersenjata akan digunakan “untuk membela hak dan diri kami”. Namun, kurangnya air bersih di Pulo Run -belum lagi persediaan makanan yang semakin menipis – menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar bagi kesejahteraan Inggris dan orang Banda. Pulau ini merupakan pulau kecil, sebagian besar lahan yang diolah digunakan untuk menanam pohon pala. Penduduknya bergantung pada impor bahan pangan dari pulau lain untuk bertahan hidup -misalnya beras dari Jawa, dan sagu dari Seram dan Buru (dekat Ambon). Karena Belanda merupakan kekuatan maritim yang dominan, mereka secara efektif mengendalikan pasokan pangan. Di masa perang, mereka bisa saja membiarkan musuh-musuh pribumi mereka mati kelaparan38.
Kekurangan air tawar pertama kali terasa. Pada tanggal 28 Januari 1617, John Davis membawa Swan ke Banda Besar untuk mengisi tong-tong airnya. Selain itu, ia menerima “penyerahan” desa Wayer dan pulau Rosengain dari orang-orang Banda yang tidak puas. Kembali ke Pulo Run, Davis mengalami kemalangan karena bertemu dengan Dedel yang licik di Morgensterre. Dedel pertama-tama mengejar Swan dan kemudian menyerangnya. Menurut Nakhoda Davis, “kami bertempur hampir dari atas kapal selama 1, 5 jam sampai mereka membunuh 5 orang, melukai 3 orang, dan melukain 8 orang”. Tidak ada orang tewas atau terluka di atas kapalnya Dedel. Swan ditarik dengan kemenangan ke tempat berlabuh di Nera. Awak kapalnya di penjara di kastil Nassau. Seperti yang ditulis Dedel kepada Direktur VOC, ia tidak ragu untuk menyerang Swan. Inggris telah menerima banyak peringatan dan ultimatum di masa lalu39.
Pada akhir Februari, Courthope mengirim salah satu orang kepercayaannya, Robert Hayes, ke benteng Nassau untuk menanyakan alasan Dedel menangkap Swan. Menurut jurnal Courthope, Inggris dituduh hanya sebagai penumpang gelap di kepulauan rempah-rempah, pengamat yang tidak terlibat yang tidak bertanggung jawab atas perang melawan “tirani” kaum Iberia. Pihak otoritas di benteng Nassau berharap pemerintah Belanda dan Inggris dapat menyelesaikan konflik antara EIC dan VOC dalam waktu dekat. Namun, mereka akan sebaik mungkin untuk merebut Defence dan menangkap setiap orang Inggris yang ditemui di Wayer dan Rosengain. Hayes menerima pesan tertulis yang menyatakan “bahwa kesalahan yang kami tawarkan [kepada Belanda] tidak dapat ditoleransi lagi”. Tekanan lebih lanjut diberikan kepada Courthope pada pertengahan Maret, ketika seorang utusan dari benteng Nassau tiba di Pulo Run, membawa surat John Davis. Menurut nakhoda Swan, Courthope sebaiknya berunding dengan Belanda dan menghindari pertumpahan darah lebih jauh. Karena penggabungan VOC dan EIC tampaknya akan segera terjadi, ia mendesak Courthope untuk berlabuh di pelabuhan Nera dan “membiarkan hukum mengakhirinya di tanah air”. Menurut pengakuannya sendiri, ia dan awak Swan yang selamat diperlakukan dengan baik oleh otoritas di benteng Nassau40.
Courthope tidak mau menerima semua ini. Ia berusaha mengulur-ulur waktu prosesnya sebisa mungkin, demi “penguatan kita yang lebih baik”. Karena itu, ia menjawab kepada Dedel bahwa ia tidak dapat menerima tawaran Belanda sampai ia berkesempatan berbicara dengan awak Swan yang selamat. Seorang pengungsi Banda dari Nera dengan yakin memberitahunya bahwa seluruh awak kapal telah dibunuh dengan kejam. Bagaimana ia bisa yakin bahwa komunikasi nakhoda Davis adalah “surat yang benar”??. Mengenai Dedel yang mengaku memiliki wewenang untuk “mengusir kami dari Poolaroone”, ia telah ditugaskan untuk “mempertahankan hak Yang Mulia Raja atas Inggris”, dan membentengi pulau itu “melawan semua bangsa”. Reaksi Dedel adalah ketidakpercayaan : ia menulis kepada Direktur VOC bahwa ia ingin menyelesaikan masalah itu secara damai, tetapi menerima”jawaban yang tidak masuk akal” dari Courthope, “seperti yang dapat Anda lihat dari dokumen terlampir”. Namun, utusan Belanda lainnya dikirim ke Pulo Run, membawa surat Dedel dan komunkasi kedua dari nakhoda Davis, bersama dengan “anak buah”nya. Courthope mencatat dengan puas dalam jurnalnya bahwa ia dan anak buahnya di Pulo Run sekarang “hampir siap menghadapi mereka”. Pada tanggal 21 Maret, ia memberikan “jawaban mutlak” dengan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak berniat meninggalkan Pulo Run41.
Tiga hari kemudian, Courthope dan dewannya memutuskan untuk membawa semua perbekalan ke darat dan menambatkan Defence yang bocor, yang telah kehilangan 2 jangkar. Pada tanggal 30 Maret, kapal kehilangan tambatannya lagi dan terombang-ambing menuju Banda Besar. 20 awak kapal melakukan suatu kebajikan karena keadaan yang mendesak : mereka berlayar ke tempat berlabuh di Nera dan menyerahkan diri kepada pihak otoritas di benteng Nassau. Menurut Purcahas, editor jurnal Courthope, kapal tersebut telah dikhianati “oleh penjahat yang durhaka”. Courthope mungkin juga mempercayai hal itu. Itu adalah keberuntungan bagi Belanda, tentu saja. Dedel telah meninggalkan tempat berlabuh Nera dalam upaya mencapai Pulo Run, tetapi malah berakhir di Ambon, sebagian besar karena arus dan angin yang berlawanan. Selama ketidakhadirannya di kepulauan Banda, Defence jatuh ke tangan Belanda. Kapal dan awaknya memberikan informasi penting tentang pertahanan Courthope di Pulo Run. Dedel memperkirakan bahwa 20 atau 23 meriam telah didaratkan dari Swan dan Defence dan bahwa 50 atau 60 orang Inggris tetap berada di pulau itu, yang, akibatnya, hanya dapat diserang “dengan tangan besi”. Namun, apakah Courthope benar-benar dalam posisi yang kuat?. Setelah kehilangan 2 kapal, bagaimana ia sekarang akan mempertahankan Pulo Run dari Belanda atau, memang, memperoleh air tawar dan persediaan makanan untuk orang-orang yang tersisa di pulau itu?42.
6. Laurens Reael dan Cornelis Dedel membangun dasar hukum monopoli Perdagangan Rempah-rempah VOC.
Pada awal April 1617, Reael tiba di Pulo Way. Ia menyadari ancaman yang ditimbulkan EIC terhadap monopoli VOC, yang baru mulai terhadap perdagangan rempah-rempah. Sebagai Gubernur Maluku, ia telah berhasil menggunakan kombinasi bujukan, ancaman terselubung, dan unjuk kekuatan untuk mencegah perdagangan apapun antara penduduk pulau Matjan dan Kapten John Saris pada bulan Maret adan April 1613, misalnya. Sebagai Gubernur Jenderal, ia merasa bahwa, dalam berurusan dengan Inggris, ia tidak menerima banyak arahan atau dukungan dari Tuan-tuan XVII (Heeren XVII), badan pemerintahan tertinggi VOC. Pada akhir Juli 1616, ia menulis kepada Heeren XVII untuk mengonfirmasi bahwa ia telah menerima surat-surat mereka tertanggal 18 Maret dan 29 April 1615, yang berisi laporan terperinci tentang negosiasi antara VOC dan EIC di Den Haag pada musim semi itu. Reael mengeluh bahwa para Direktur memberikan nasihat yang saling bertentangan tentang cara berurusan dengan Inggris di kepulauan rempah-rempah. Contoh ultimatum terlampir sama sekali tidak sesuai dengan tujuannya. Seperti yang dicatat Reael, para Direktur tampaknya berasumsi – atau ingin berasumsi – bahwa Inggris menggunakan kekerasan untuk mendapatkan perdagangan di kepulauan rempah-rempah. Jika demikian halnya, VOC memang berhak menggunakan kekuatan bersenjata untuk membela sekutu lokal/pribumi mereka. Sebagai ahli hukum, Reael menunjukkan bahwa ia tidak memerlukan otorisasi dari para Direktur untuk mencegah serangan atau “menolak kekerasan dengan kekerasan [vim vis repellere]”. Ini adalah hak yang “diajarkan oleh alam untuk kita gunakan”. Namun, situasi di kepulauan rempah-rempah sangat berbeda. Penduduk kepulauan rempah-rempah berdagang dengan Inggris atas kemauan mereka sendiri. Gangguan EIC telah menjadi gangguan yang sangat besar : hal itu mengalihkan sumber daya yang berharga dari perang melawan Spanyol dan Portugis, dan menyebabkan perasaan dendam yang semakin besar terhadap VOC. Para pedagang Inggris tidak pernah gagal mengingat penduduk lokal bagaimana “perdagangan bebas mereka kini dikekang oleh Belanda dan, akibatnya, mereka telah kehilangan kebebasan mereka sepenuhnya”43.
Kebutuhan Reael untuk kejelasan yang lebih besar dari para Direktu terpenuhi ketika ia tiba di benteng Victoria di Ambon pada awal Maret 1617. Steven van der Haghen menunjukkan kepadanya sepucuk surat dari Heeren XVII tertanggal 10 Desember 1615, yang menginstruksikan Gubernur Jenderal dan para anggota Raad van Indie “untuk mempertahankan dan menjamin perdagangan di kepulauan rempah-rempah dengan kekuatan bersenjata, tanpa simulasi atau persekongkolan lebih lanjut”. Terlampir adalah contoh ultimatum lainnya, yang menurutnya “orang Cina, Jawa, Cling, dan Inggris” harus diberi “peringatan dan pemberitahuan yang bersahabat” pada saat mereka tiba di kepulauan rempah-rempah. Ancaman kekerasan itu terselubung tipis. Para Direktur memberikan perintah yang jelas bagi penduduk lokal/pribumi untuk “dihukum keras” karena berdagang dengan “bangsa asing” yang melanggar kontrak yang disepakati dengan VOC. Gubernur Jenderal dan anggota Raad van Indie mendapat izin untuk menggunakan kekuatan bersenjata terhadap “mereka yang mendukung orang-orang Hindia dalam kebejatan mereka” atau yang berusaha “menyakiti orang-orang Hindia karena menolak berdagang” – omong kosong lama Heeren XVII. Namun, surat mereka memberi Reael dukungan hukum yang sangat ia dambakan untuk mengambil tindakan tegas terhadap Inggris di kepulauan Banda. Pada tanggal 6 Maret 1617, ia dan anggota Raad van Indie, termasuk Van der Haghen dan Dedel, menandatangani resolusi untuk memberlakukan perintah para Direktur dengan segera44.
Pada bulan yang sama, baik Dedel maupun Jaspar Janssen, Gubernur Ambon dan anggota Raad van Indie, mencoba menyerang posisi Inggris di Pulo Run, tetapi gagal total. Masing-masing memimpin 1 skuadron yang terdiri dari 3 kapal perang. Namun, karena angin dan arus yang berlawanan, tidak ada skuadron yang berhasil mendekati pulau itu – Janssen dan kapal-kapalnya terombang-ambing hingga “50 atau 60 mil” di sebelah timur kepulauan itu. Bisa dibilang, kemunduran ini membuat Reael tidak punya pilihan selain menyeberang ke kepulauan Banda sendiri. Untuk mempercepat urusan, ia memutuskan untuk bepergian dan meninggalkan “surat-suratnya”. Ketika ia tiba di Pulo Way pada tanggal 3 April 1617, ia memiliki pasukan maritim yang cukup besar. Skuadron-skuadron yang dikomandoi oleh Dedel dan Janssen berlabuh di pelabuhan Nera, besama dengan Defence. Kapal Belanda, Hope, tiba di pelabuhan Nera keesokan harinya, begitu pula dengan kapal pinnace Portugis, yang direbut oleh Belanda di Maluku. Mengapa Gubernur Jenderal dan anggota Raad van Indie memutuskan untuk berunding dengan Courthope dan orang-orang Banda, daripada memimpin serangan habis-habisan ke Pulo Run?45
Reael dan Dedel memberikana alasan mereka dalam surat yang ditujukan kepada Direktur VOC yang berpusat di Amsterdam pada tanggal 10 Mei 1617. Menurut Dedel, paling banyak 350 prajurit dapat dibebaskan dari tugas garnisun di kepulauan Banda untuk pasukan ekspedisi melawan Pulo Run. Untuk dapat mendaratkan mereka di pulau itu, kapal-kapal Belanda harus berlabuh di dekat desa Run, tempat berlabuh di jalur masuk yang berada dalam jangkauan 3 kubu pertahanan Inggris yang kuat di benteng Swan. Selain itu, Dedel tidak meragukan bahwa jalan dan jalur apa pun di Pulo Run akan dipenuhi dengan “ranjau”. Butuh waktu berhari-hari bagi para prajurit untuk membersihkannya, dan merebut kubu pertahanan Inggris. Mengingat arus laut yang kuat, akan menjadi usaha yang beresiko untuk memasok makanan dan air minum bagi pasukan ekspedisi di Pulo Run46.
Ada pula pertimbangan lain. Saat Reaeal tiba, orang Banda sudah berdiri di pantai dengan bendera putih di tangan, meminta perundingan damai. Konflik bersenjata dengan Belanda telah membuat mereka jatuh miskin dan sangat membutuhkan. Blokade laut di kepulauan Banda, metode yang sudah teruji dan terbukti dalam peperangan laut di Eropa, sangat efektif : sangat sedikit sagu dan beras yang sampai ke orang Banda dalam 10 bulan sebelumnya. Dedel berkomenta bahwa “kami melihat banyak [orang Banda] tampak seperti tengkorak karena kelaparan”47. Sebelum kedatngan Courthope, penduduk Pulo Run bahkan telah membuang biji dari “pohon kelapa [pohon sagu?] mereka” dan, dalam keputusasaan mereka, membuat persiapan untuk meninggalkan pulau itu. Bahkan, jika konflik bersenjata berlanjut, Reael tidak meragukan seluruh penduduk kepulauan Banda akan mengungsi ke tempat lain. Banyak orang Banda yang kelaparan telah pindah ke Pulau Seram (dekat Ambon), tempat yang biasa mereka datangi dengan perahu-perahu mereka untuk memperoleh sagu dan beras dari pedagang Jawa. Karena VOC hanya peduli dengan keuntungan, maka “akan sangat tidak produktif untuk memiliki tanah tanpa penduduk”. Keahlian orang Banda sangat diperlukan untuk memanen rempah-rempah. Gubernur Jenderal mengakui bahwa “kemarahan mereka yang tidak beriman dan ekstrim:” membuatnya kesal – tetapi ia tidak melihat alternatif lain selain membuat perjanjian damai lagi. Seperti yang dicatat Dedel, bagaimana mungkin Outhoorn berangkat ke Banten pada bulan Juli 1617 dengan membawa muatan fuli dan pala?48.
Baik Reael maupun Dedel menganggap percobaan untuk mengisi kembali Pulau Nera dengan penduduk Siau sebagai bencana total. Dalam pandangan Reael, tidaklah mengherankan bahwa orang Banda telah “merayu” penduduk Siau dengan “janji-janji besar” dan membawa mereka pergi dari Nera pada bulan Juni 1616. Orang Banda tahu betul “betapa tidak menguntungkannya bagi mereka jika rempah-rempah dapat dipanen tanpa bantuan mereka”. Tidak seorang pun dapat menyalahkan penduduk Siau, yang telah diculik oleh VOC terlebih dahulu, memisahkan mereka dari “istri, anak, tanah, dan raja” mereka. Letusan Gunung Api yang baru saja terjadi, yang telah menutupi Nera dengan abu vulkanik, juga tidak membantu. Sementara Belanda menyibukkan diri dengan eksperimen repopulasi mereka, pohon pala di pulau Nera dan Pulo Way dibiarkan begitu saja, rumput liar bermunculan di mana-mana. Menurut Reael, hanya sedikit pekerja yang berpengatahuan di Pulo Way sehingga pala dan fuli hanya dapat dipanen dari seperempat pohon49.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, para Direktur VOC telah memberikan izin tegas untuk penggunaan kekerasan terhadap pesaing Eropa di kepulauan rempah-rempah dalam surat mereka tertanggal 10 Desember 1615. Baik Dedel maupun Reael sepenuhnya mendukung perubahan kebijakan ini, dan berharap para Direktur bertindak lebih awal, “karena dengan begitu hal ini tidak akan terjadi”. Namun, Reael tidak ingin mengambil tindakan terhadap “pedagang Cling, Melayu, Jawa, dan pedagang Asia lainnya”. Karena terdesak oleh Spanyol dan Inggris, VOC harus menghindari menciptakan lebih banyak musuh di kepulauan rempah-rempah. Ada kasus hukum yang kuat terhadap pengecualian pedagang Asia. Reael mengatakan kepada para Direktur dengan tegas bahwa kita “tidak memiliki kedaulatan seperti itu di sini”. Berbicara sebagai bekas Gubernur Maluku, ia menjelaskan bawa semua pulau dan daerah yang penting bagi perdagangan rempah-rempah tunduk kepada “Raja [Ternate] dan orangkaya terpenting”, yang mengakaui “kedaulatan kita” hanya karena rasa hormat – “karena kita telah melindungi mereka, mereka wajib menjual cengkih mereka kepada kita sebagai balasannya” -. Akan tetapi, tidak ada perbudakan lain yang pernah dijatuhkan kepada mereka, apalagi dibicarakan dengan mereka. Kecuali jika mereka sangat menderita, mereka tidak akan pernah menyetujui VOC secara de facto melarang pedagang Asia dari kepulauan rempah-rempah, apalagi yang seagama. Ada pertimbangan lain. Pendapatan “raja dan penguasa negeri-negeri ini” sangat bergantung pada pajak pelabuhan, biaya berlabuh, dan bea-bea lain yang terkait dengan perdagangan rempah-rempah. Rakyat biasa juga diuntungkan dari kunjungan para pedagang Asia. Pedagang-pedagang Asia menawarkan berbagai macam produk dengan harga yang sangat murah – “ribuan barang kecil, yang tidak kita impor”. Singkatnya, VOC harus melakukan segala cara yang dapat dilakukannya untuk menyingkirkan pesaing Eropa dari kepulauan rempah-rempah, namun membiarkan pedagang Asia saja50.
Dedel, seorang sarjana hukum seperti Reael, menyampaikan hal serupa dalam suratnya kepada para Direktur VOC. Akan sangat berbahaya – dan melanggar hukum alam – untuk tiba-tiba melarang semua perdagangan dan komunikasi antara penduduk kepulauan rempah-rempah dan “bangsa-bangsa Hindia lainnya”. Penduduk pribumi hanya perlu menunjukkan teks tertulis dari “kontrak kami”, yang tidak memuat larangan apa pun terkait hal ini. Selain itu, mereka dapat memperoleh kebutuhan mereka dari pedagang Asia dalam jumlah yang jauh lebih banyak dan dengan harga yang lebih murah daripada apa pun yang ditawarkan oleh VOC. Bahkan, Dedel meragukan bahwa VOC akan mampu memenuhi kewajibannya kepada orang Banda yang baru saja menandatangani perjanjian damai baru dengan Reael. Aeolus, yang datang dari India dengan membawa tekstil, telah karam di dekat selat Sunda. Beberapa kapal VOC yang sarat dengan beras telah mencapai kepulauan rempah-rempah pada musim semi itu, karena perubahan angin muson yang tiba-tiba. Lebih jauh, “begitu manisnya gagasan untuk dapat berdagang secara bebas dengan seluruh dunia sehingga [penduduk lokal] dengan senang hati akan menanggung bahaya besar demi hal ini”. Kata-kata Dedel bersifat profetik : perang saudara tidak hanya akan menghancurkan kepulauan Banda, tetapi juga Hitu dan Seram (dekat Ambon) pada paruh pertama abad ke-17, semua itu karena tekad VOC untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah51.
Apa saja klausul utama perjanjian damai tanggal 30 April 1617, yang disepakati Reael dengan penduduk pulau Banda Besar dan Rosengain?. Pertama-tama, ditegaskan bahwa semua ketentuan perjanjian damai Mei 1616 tetap berlaku, kecuali dinyatakan lain. Perbedaan utama antara kedua perjanjian itu adalah bahwa orang Banda sekarang diperintahkan untuk menolak berlabuh bagi orang Inggris dan orang asing lainnya dari Eropa. Ini jelas ditujukan kepada Courthope dan awak kapalnya di Pulo Run. Sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian damai tahun 1616, kapal-kapal jung Jawa masih diizinkan berlabuh di tempat berlabuh Nera atau di dekat kota Selamon di Pulau Banda Besar, dengan syarat mereka terlebih dahulu memperoleh paspor dari Belanda. Semua perdagangan dan komunikasi dengan penduduk Pulo Run dihentikan selama perang berlangsung. Orang Banda dilarang, pertama-tama, mengunjungi Pulo Run “untuk berdagang pala, fuli, atau barang-barang lainnya”, kedua, mendukung penduduknya dengan “orang-orang, amunisi, bahan makanan, dan apa pun lainnya”, dan , ketiga, mengizinkan mereka mengakses pulau-pulau Banda lainnya. Ini berarti bahwa pelayaran orang Banda dibatasi dalam batas-batas geografis yang ketat. Tidak ada orang Banda yang diizinkan berlayar di sebelah barat Pulo Way selama perang berlangsung. Dalam suratnya kepada para Direktur tertanggal 10 Mei 1617, Reael tidak terlalu berharap bahwa perjanjian baru itu akan bertahan lebih lama dari perjanjian sebelumnya. Menurut pandangannya, orang Banda membuat janji-janji yang tidak mungkin mereka tepati. Namun, ia akan meninggalkan perintah bagi pasukan Belanda di kepulauan Banda untuk menahan diri, dan dengan demikian “memperoleh sebanyak mungkin buah dari negeri ini, agar biaya yang dikeluarkan Yang Mulia dapat dilunasi dengan barang-barang berharga”. Tentu saja, Reael lebih suka memasukan Pulo Run dalam perjanjian damai yang baru. Pada bulan April 1617, ia telah berunding selama 3 minggu dengan Courthope, sebelum menghubungi penduduk Rosengain dan Banda Besar. Apa yang diharapkan Reael untuk dicapai dalam perundingannya dengan Courthope dan bagaimana ia menanganinya?52.
===== bersambung ======
Catatan Kaki
24. Foster, England’s Quest of Eastern Trade, 261–65; EIC Letters, IV, 67 (John Jourdain to the EIC, 17/27 March 1615/16), 72–74 (agreement between Captain Castleton and the Dutch, 16/26 March 1615/16, in Dutch with an English translation), 74–75 (instructions from Captain Castleton to Richard Hunt, March 1616); Jourdain, Journal, 328–29; Geschiedenis van Nederlands Indië, edited by Stapel, III, 99; Van der Aa, Biographisch Woordenboek, XI, 55–56; Bouwstoffen, I, 146 (Adriaen van der Dussen to the VOC directors, 25 July 1616); NA, VOC 1063, f. 354–55 (resolutions taken by Jan Dirkszoon Lam and his council, 21 and 27 March 1616) and f. 495r–95v (Jan Dirckszoon Lam to the Amsterdam VOC Directors, 3 August 1616); Dutch- Asiatic Shipping in the 17th and 18th Centuries, edited by J. R. Bruijn, F. S. Gaastra, and I. Schöffer 3 vols (The Hague, 1979), III: Homeward-Bound Voyages from Asia and the Cape to the Netherlands (1597–1795),16–17; Loth, ‘Armed Incidents and Unpaid Bills’, 713–14; Van Goor, Coen, 281. Pada tahun 1612, Jan Dirkszoon Lam menyelamatkan Samuel Castleton dari situasi sulit di St Helena, tempat kapal tersebut diserang oleh kapal karak Portugis saat mengambil air tawar. Lam, yang memimpin tiga kapal VOC, memutuskan untuk berpihak pada Inggris dan mengusir kapal karak tersebut. Setelah kejadian tersebut, Lam mengirimkan perbekalan ke kapal Castleton—Pearl—dan mengizinkannya bergabung dengan skuadronnya sendiri. Pearl berlayar bersama ketiga kapal VOC hingga ke Selat Inggris.
25. Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum, edited by Heeres and Stapel, I, 122–24.
26. Van Goor, Coen, 116, 187–91; P.J.A.N. Rietbergen, De Eerste Landvoogd Pieter Both (1568–1615), Gouverneur Generaal van Nederlands-Indië (1609–1614) (Zutphen, 1987), 50, 55, 99, 102–03, 324–31; Van Goor, Coen, 281–82; Album Advocatorum: De Advocaten van het Hof van Holland,1560–1811, edited by R. Huijbrechts, S. Scheffers, and J. Scheffers-Hofman (Den Haag,1996), 258; Van der Aa, Biographisch Woordenboek, XVI,115–22; M.E. van Opstall, ‘Laurens Reael in de Staten-Generaal, het verslag van Reael over de toestand in Oost-Indië’,inNederlandse Historische Bronnen, edited by A.C.F. Koch e.a., 10 volumes (Den Haag, 1979–1992), I (1979), 175–213.
27. Bouwstoffen, I, 132–60 (Van der Dussen to the Amsterdam VOC Directors, 25 July 1616); Van Goor, Coen, 352–53.
28. Jourdain, Journal, 328–29; Foster, England’s Quest of Eastern Trade, 262–67; Clulow, ‘The Art of Claiming’ 32–34; Van Goor, Coen, 291.
29. Alsager Vian, ‘Courthope, Nathaniel (d. 1620)’,inOxford Dictionary of National Biography, 2008, <http://www.oxforddnb.com/ view/article/6462> [accessed 6 March 2014].
30. EIC Letters, IV, 215–220, particularly 217 (‘The true copy of a Commission for a voyage to Banda’, 29 October 1616 o.s.); Calendar of State Papers, Colonial Series: East Indies, China and Japan, edited by W. Noel Sainsbury, 8 volumes (London, 1864–1892), II, no. 1171 (Jourdain’s Instructions for Nathaniel Courthope, 29 October 1616 o.s.); Foster, England’s Quest of Eastern Trade, 262–67; Van Goor, Coen, 291–92.
31. Foster, England’s Quest of Eastern Trade, 265; Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 181; Benton and Straumann, ‘Acquiring Empire by Law’,16–17; Van Goor, Coen, 291–92.
32. Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 181–83 (all quotations); Van Goor, Coen, 293.
33. Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 87–88; The National Archives, London (hereafter TNA), CO 77/1 f. 96r (council minutes of Nathaniel Courthope, Sophony Cozucke, Thomas Spurway, John Davye, and John Hinchley, 3/13 Jan. 1617); M.A.P. Meilink-Roelofsz, ‘Steven van der Haghen (1563–1624)’,inVier eeuwen varen: kapiteins, kapers, kooplieden en geleerden, edited by L. M. Akveld (Bussum, 1973), 26–49. Cornelis Dedel melakukan perjalanan bersama Gerard Reynst ke Hindia Timur. Setibanya di Banten pada bulan November 1614, Gubernur Jenderal mengangkatnya sebagai Anggota Dewan Hindia dan fiskaal-generaal (kepala peradilan). Dedel pertama kali dikirim ke Maluku. Pada bulan Oktober 1616, ia dipindahkan ke Ambon, di mana ia bertindak sebagai jaksa penuntut umum. Reael sangat menghargai pemuda itu dan menganggapnya sebagai calon pengganti Gubernur Jenderal. Sayangnya, Dedel meninggal pada bulan Juni 1617, dalam sebuah pelayaran dari Kepulauan Banda ke Seram. Reael menyesalkan kematiannya yang dini; see Geschiedenis van Nederlands Indië, edited by Stapel, III, 94–95; Bouwstoffen, I, 165 (Reael to the Gentlemen XVII, 22 September 1616); NA, VOC 1064, f. 10v (Reael to the Amsterdam VOC Directors, 2 July 1617). Dedel berasal dari keluarga bupati Belanda yang mapan dan telah menjadi terkenal dalam pemerintahan kota Utrecht pada abad keempat belas. Cornelis Willem Joostz Dedel (w. 1574) adalah anggota Veertigraad (Dewan Empat Puluh) kota Leiden, dan walikota Leiden pada tahun 1573. Putranya, Willem Joosten Dedel (1552–1632), menyandang gelar sarjana hukum dan menjabat sebagai direktur VOC di Delft. Yang terakhir ini mengirimkan setidaknya tiga putranya ke Universitas Leiden. Nicolaas Dedel (1587–1647) mendaftar di Universitas Leiden pada tahun 1616, dan menerima pengangkatannya sebagai Profesor Hukum luar biasa delapan tahun kemudian. Johan Dedel (meninggal 1655) diangkat menjadi Hoge Raad (Pengadilan Tinggi) Holland, Zeeland, dan West-Friesland, dan menjadi Presidennya pada tahun 1653. Willem Dedel (meninggal 1650) menjabat sebagai juru tulis Hoge Raad; see Van der Aa, Biographisch Woordenboek, IV,82;Album Advocatorum, edited by Huijbrechts, Scheffers, and Scheffers-Hofman, 107; W. J. C. Bijleveld, Opmerkingen over de geslachten behandeld in het Nederlands’ Adelsboek (The Hague, 1949), 48.
34. Purchas, Hakluytus Posthumus V, 88 TNA, CO77/1 f. 96r (council minutes of Nathaniel Courthope, Sophony Cozucke, Thomas Spurway, John Davye, and John Hinchley, 3/13 Jan. 1617 –copy collated and countersigned by Philip Zuerius: “naer gedane collatie mette originele is dese daermede bevonden te accorderen [signed] Phs. Zuerius, 1617”), f. 97r (copy of an ultimatum signed by Courthope, Cozucke, Spurway, Davye, and Hinchley, 3 /13 Jan. 1617), f. 98v (“Tweede insinuatie bij de Engelschen aende Hollanders onder Pouloron gedaen 3/13 January 1616/1617”–i.e. “second English ultimatum given to the Dutch in the roadstead of Pulo Run, 3/13 January 1616/1617”), f. 101v (“De l’insinuation jaicté par les serviteurs de la Compagnie des Pays Bas aux serviteurs de la Compagnie Angloise en Banda le 14e du mois de Janvier 1617”), f. 102r (council minutes of Nathaniel Courthope, Sophony Cozucke, Thomas Spurway, George Muschamp, Robert Hayes, John Davye, John Hinchley, Walter Stasie, Barnard Downes, and Richard Swannley, 5 /15 Jan. 1617 –copy collated and countersigned by Philip Zuerius: “naer gedane collatie mette originele is dese daermede bevonden te accorderen [signed] Phs. Zuerius, 1617”), f. 103v (“Copye van sekere resolutie gevonden int Engelsche aengehaelde Schip de Swaen genaemt”), f. 104r (John Davis to Nathaniel Courthope, 4/14 March 1617 –copy collated and countersigned by Philip Zuerius: “naer gedane collatie mette principale is dese daermede bevonden te accorderen [signed] Phs. Zuerius, 1617”), f. 105v (“copye van den brief van Mr. Davids gevange capitain oft Schipper, aende Engelschen op Poulo Run”), f. 106r (Nathaniel Courthope, Thomas Spurway and John Hinchley to Dedel, 7/17 March 1617 – copy collated and countersigned by Philip Zuerius: “naer gedane collatie mette originele is dese daermede bevonden te accorderen [signed] Phs. Zuerius, 1617”), f. 107v (“Antwoorde der Engelschen opte gedaene insinuatie”), f. 108r (Laurens Reael to Nathaniel Courthope and his companions, 30 March/9 April 1617 –“Copie de la lettre envoier à Nathiel Courthope cum cosijns à Pouleron de 9 d’avril anno 1617”); Calendar of State Papers, Colonial Series III no. 5; NA, VOC 1064 f. 224–225 (Cornelis Dedel to the Amsterdam VOC directors, 10 May 1617); Geschiedenis van Nederlands Indië edited by Stapel, III, 94–95, 102. Surat Reael kepada Direktur VOC Amsterdam tertanggal 10 Juni 1618 menunjukkan bahwa Gubernur Jenderal dan Anggota Dewan Hindia menyadari pentingnya mengirimkan dokumen resmi yang disahkan oleh notaris kepada atasan mereka mengenai kegiatan Inggris di Kepulauan Rempah: ‘Mohon temukan terlampir beberapa dokumen yang berkaitan dengan Inggris, termasuk sebuah ultimatum yang seharusnya dikirimkan sebagai bagian dari berkas Advokat Dedel [Hier nevens ghaan eenighe pampieren vande Engelschen ende onder anderen de insinuatie dat bij de stucken moet wesen vande advocaat Dedel]’; see NA, VOC 1067, f. 138v. In 1616–17, Philips Zuerius adalah anggota Dewan di Kastil Nassau. Tanda tangannya dapat ditemukan di buku surat VOC, misalnya, NA, VOC 1063, f. 355 (resolution taken by Jan Dirkszoon Lam and the Broad Council of Castle Nassau, 21 March 1616) and NA, VOC 1064, f. 28–37 (resolutions taken by Laurens Reael and the Broad Council of Castle Nassau, 9 and 26 April, 4 and 31 May 1617).
35. TNA, CO 77/1, f. 100–01 (‘Insinuation des serviteurs de la compagnie du Pais Bas aux serviteurs de la compagnie Angloise en Banda, le 14.e du mois de Janvier 1617’); Calendar of State Papers, Colonial Series III, no. 5; NA, VOC 1064, f. 225 (Dedel to the Amsterdam VOC Directors, 10 May 1617).
36. TNA, CO 77/1, f. 100v-101r; Calendar of State Papers, Colonial Series III, no. 5. I have used the English translation in the Calendar of State Papers.
37. TNA, CO 77/1, f. 101r; Calendar of State Papers, Colonial Series, III, no. 5; Purchas, Hakluytus Posthumus,V,88–89.
38. TNA, CO 77/1, f. 101v, 102r, 103v; Calendar of State Papers, Colonial Series, III, no. 5; Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 88–89.
39. TNA, CO 77/1, f. 104r; Calendar of State Papers, Colonial Series, III, no. 5; Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 88–89; NA, VOC 1064, f. 225
40. TNA, CO 77/1, f. 104r; Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 88-89; NA, VOC 1064, f. 226 (Dedel to the Amsterdam VOC Directors, 10 May 1617).
41. TNA, CO 77/1, f. 106r; Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 88-89; NA, VOC 1064, f. 226.
42. Purchas, Hakluytus Posthumus, V, 90; NA, VOC 1064, f. 227 (Dedel to the Amsterdam VOC Directors, 10 May 1617).
43. NA, VOC 1064 f. 1r-2v (Reael to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617); Van Ittersum, Profit and Principle 436–446; Generale missiven van gouverneurs-generaal en raden aan heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie, 1610–1638, edited by W.Ph. Coolhaas, RGP series 104 (The Hague, 1960) 65–66 (Reael to the Gentlemen XVII, 18 July 1616 –all quotations taken from this source); NA, VOC 312 f. 148– 157(Gentlemen XVII to Governor-General Reynst and the Councillors of the Indies, 30 April 1615 –includes a draft ultimatum on f. 156–157); Van Goor, Coen, 280–281
44. NA, VOC 1064, f. 24–25 (resolution of 6 March 1617), VOC 312, f. 286 (Gentlemen XVII to Steven van der Haghen, 10 December 1615); Van Goor, Coen, 353–54. Para direktur VOC menggunakan istilah ‘Cling’ untuk merujuk pada pedagang dari anak benua India.
45. NA, VOC 1064 f. 1r-2v
46. NA, VOC 1064 f. 228v (Dedel to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617)
47. NA, VOC 1064 f. 227v (Dedel to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617)
48. NA, VOC 1064 f. 227r, 229r (Dedel to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617); Generale missiven I71–72 (Reael to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617); NA, VOC 1064 f. 10r (Reael to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617).
49. Generale missiven,I,71–73 (Reael to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617); NA, VOC 1064 f. 227r; Van Goor, Coen 352–353
50. Generale missiven I, 72–73.
51. NA, VOC 1064 f. 223r-v, 228r (Dedel to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617); Knaap, Kruidnagelen en Christenen 21– 35; Gerrit Knaap, `Kora-kora en kruitdamp: De Verenigde Oost-Indische Compagnie in oorlog en vrede in Ambon’ in De Verenigde Oost-Indische Compagnie Tussen Oorlog en Diplomatie, edited by Knaap and Teitler 257–279.
52. Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum, edited by Heeres and Stapel, I, 128–30; NA, VOC 1064, f. 3r–v (Reael to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617) and f. 228r (Dedel to the Amsterdam Chamber of the VOC, 10 May 1617).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar