Sabtu, 04 Januari 2025

Informasi tentang Islam di Ambon dan Haroekoe


(bag 2 - selesai)

[Dr. Hendrik KRAEMER]

 

Di bidang perkawinan, baru sekarang nikah hukum mulai marak di tempat-tempat tersebut. Namun adat nikah atau astana masih digemari, tanpa wali, ijab, dan kabul. Mereka yang menganggap dirinya penganut Islam dan dasar-dasarnya, menggambarkan perkawinan adat ini sedemikian rupa sehingga seorang sesepuh hanya menanyakan kepada dua calon nikah/pengantin: Ali soeka sama Fatimah? Fatimah sukkah sama Ali?, yang dijawab dengan tegas oleh wakil keluarga Ali dan Fatimah. Ta'liq digunakan pada hukum pernikahan. Saya tidak mempunyai waktu atau kesempatan untuk menanyakan pertanyaan lebih lanjut tentang kejadian sebenarnya. Di tempat-tempat tersebut, perpisahan/perceraian perkawinan seringkali terjadi di luar bentuk talak Islam. Wanita itu, jika dia yang ingin bercerai, harus membayar sejumlah uang. Demikian pula laki-laki, ketika inisiasi ada di pihaknya. Imam Pelaoe memberi tahu saya bahwa jumlahnya kira-kira 12 gulden - 15 gulden dan, karena jumlah ini besar, perceraian bukanlah hal yang umum. Jumlah ini disebut harga air di [negeri] Kailolo.

Negeri Pelauw, ca. awal abad ke-20

Di antara ketiga naungan Paganisme tersebut, [negeri] Kailolo adalah benteng Islam dan terasa seperti itu. Hal ini terlihat dengan persetujuan yang angkuh bahwa generasi muda di Kabaoe mulai melaksanakan shalat dengan penuh semangat, meskipun ada penolakan dari generasi tua. Kailolo tampaknya telah memeluk Islam dengan lebih ikhlas, terutama pada generasi sekarang. Regenta menceritakan kepada saya bahwa tongkat kakeknyab itu berperan penting dalam menumbuhkan keimanan yang lebih besar dalam menunaikan kewajiban shalat dan puasa.

Kailolo adalah sebuah desa besar yang karakter Mohammedan-nya langsung terasa karena masjidnya terbuka dan orang-orang terus keluar masuk. Selain itu, jumlah jamaahnya relatif banyak10. Saya diberitahu jumlahnya 50 hingga 60. Sementara Moeloed, di tempat-tempat yang kurang Islami, festival yang paling menonjol adalah aroha, sedangkan di Kailolo festival ini hampir seluruhnya digantikan oleh pertunjukan dan aksesoris Bardjandji.

Sama seperti di tiga tempat lainnya, masyarakat ingin tetap setia pada orang toea-toea, namun perlahan-lahan mereka menjadi berafiliasi dengan Islam, di Kailolo mereka ingin menjadi Islam, namun mereka masih membawa banyak barang-barang lama. Makam Pandita Wakan dan putranya misalnya orang suka beribadah [di makam tersebut]. Setiap masyarakat mempunyai giliran satu bulan untuk menjaga kebersihan kuburan tersebut, dimana masyarakat datang untuk batja doa dan bakar dupa. Di Kailolo, seperti halnya di komunitas lain, festival potongkambing, yang akan dibahas nanti, merupakan festival terpenting.

Penduduk [negeri] Liang, ca. 1924

Perbedaan yang dibuat oleh Undang-undang dalam dua hari raya yang diakui secara resmi, yaitu pada hari raya besar dan kecil, dalam prakteknya biasanya dibalik seluruhnya. Akbar, pembukaan puasa di awal bulan kesepuluh, menjadi hari raya Lebaran yang penuh kegembiraan. Yang Agung, Idul Qurban di bulan terakhir, yang kecil-kecil, kurang diperhatikan. Bukan karena kesetiaan terhadap Hukum, namun karena analogi kita pada masa pra Islam, Festival Akbar ini memang menjadi yang terbesar di berbagai komunitas Slam di Ambon. Biasa disebut potong kambing. Deskripsi tersebut menunjukkan bagaimana sebenarnya festival pagan kuno untuk mendekonsekrasi masyarakat negri, dan bagaimana kemiripan hewan kurban telah menyebabkan dan memotivasi lemahnya hubungan dengan Islam. Ketika kami selidiki, ternyata masih terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam upacara-upacara tergantung pada orang Negri. Saya mengumpulkan catatan yang paling rinci di Liang, sebuah negorij yang terletak di sebelah timur Hitoe, dimana lagi-lagi bantuan efektif dari Tuan Jansenlahc yang membuat orang-orang banyak bicara dalam waktu yang singkat. Karena betapapun setianya orang-orang di komunitas Slam terhadap banyak adat dan kepercayaan, mereka meremehkan orang luar. Kita dapat menetapkannya sebagai semacam aturan: jika masyarakat bersikap defensif dan meremehkan cinta rahasia ini, maka proses Islamisasi yang lebih kuat sedang berlangsung secara aktif. Negory Hitoe sendiri adalah contoh bagusnya. Tapi mari kita kembali ke festival potong-kambing.

Di baileo11, pusat sosio-religius lama Negori, Ina mataena, para pemimpin perempuan berpakaian putih dan wajah berkerudung berkumpul. Ada juga dua ekor kambing kurban serta guru Lessi dan Wail12. Guru-guru tersebut adalah: kasisi tanah. Lagipula, selain pejabat agama biasa, kasisi biasanya berjumlah 9 orang (1 imam, 3 chatib, yang kegiatannya menjaga chutba dan membacakan talqin, 3 modin, yang memukul beduk untuk berdoa dan merawat orang mati, dan 2 sara, sejenis kostor) yang satu juga selalu mempunyai kasisi tanah, yaitu kelompok silsilah dari oepoe yang sama mempunyai satu atau lebih kasisi tanah b.v. lebe Mahoe, lebe Wakan dan lain-lain.

Putri dari Regent van [negeri] Lima, ca. 1920an

Para ibu dan guru mencukur bulu kambing lalu melumurinya dengan minjak wangi. Kemudian kemenyan dibakar oleh kapala poesaka dari garis keturunan tertentu (rumah taoe)13. Kambing harus mencium dupa itu. Kemudian hewan-hewan tersebut digiring dalam arak-arakan melalui negory dengan teriakan. Kapala pamarentah, dalam hal ini regent, dan kapala soa dan dati memimpin jalannya. Di belakang mereka ikuti kambing dan mataena. Sesampainya di masjid, seseorang melakukan putaran berulang sebanyak tiga kali mengelilingi bangunan tersebut. Kepala-kepala tersebut kemudian masuk ke dalam masjid bersama kambingnya sejenak. Kambing-kambing tersebut digendong satu per satu keluar masuk masjid sebanyak tiga kali oleh pria Rumah Taoe Lessi berbaju biru. Mereka kemudian disembelih di tempat yang terbuat dari batu di belakang masjid. Tulang dan kulitnya tertimbun, darahnya tidak boleh mengalir. Imam dan chatib adalah orang-orang yang menyembelih kambing. Dilakukan dengan dua parang rumah tau Lessi, karena menurut tradisi, para pembawa agama Islam yang asli termasuk dalam kelompok ini. Sebelum digunakan, alat-alat tersebut diperlihatkan kepada masyarakat dan pembawanya, juga laki-laki dari Lessi.

Tempat penyembelihan di keempat sudutnya dihiasi dengan bendera mimbar. Dagingnya dimasukkan ke dalam baileo dan dimasak. Laki-laki yang memasak daging harus mengumpulkan sendiri kayu bakarnya dari rumah-rumah, dengan suara dikir yang seolah-olah menimbulkan kesan mirip dengan kebiasaan lama "foekepot" di negara kita. Daging yang sudah matang akhirnya diantar ke keluarga desa. Kambing tersebut diberi nama Sumail (benar: Ismail), si sulung, dan Korban. Dengan demikian baptisan Islam terjadi dalam penamaan atau [istilah].

Festival ini layak untuk diselidiki secara mendetail dengan mempertimbangkan perbedaan yang ada. Tampaknya festival beresih desa dan festival tumbuh-tumbuhan di sini ada hubungannya dengan festival kurban haji internasional.

Sekarang saya harus menguraikan tentang angkat aroha, festival Moeloed dari Ambon Muslim. Sesuai dengan nama tersebut maka di Hito bukan Sya'ban, melainkan Rabi'al-awwal yang menyandang nama Ruwah.

sebuah mesjid di [negeri] Rohomoni

Di Kabao dan Pelao kami berkesempatan melihat sekilas festival aroha. Pembukaan musim perayaan ini ditandai dengan penyembelihan ayam secara besar-besaran (boenoeh ayam). Seluruh anggota Rumah Taoe membawanya ke Rumah Pusaka, karena rupanya pada mulanya merupakan pesta kesatuan silsilah yang dinamakan Rumah Taoe. Kapala poesaka, kepala unit silsilah tersebut, adalah pemimpin festival. Pada pagi hari pertama, Regent Negorid dengan pakaian kebesaran lengkap (pakaian pasawari) dengan songkok dan serban di kepala, diiringi kasisi dengan djoebba dan serban putih berujung dua berbentuk jahitan, memasuki rumah poesaka untuk meresmikan festival tersebut.

Itu sebabnya festival ini sebenarnya berlangsung sebulan penuh, karena di semua Rumah taoe dirayakan secara terpisah. Imam diberi kreasi berbentuk rumah yang disebut ohi. Sebuah lampu ditempatkan di dalamnya dan sebuah piring untuk membakar dupa. Piring itu juga diisi dengan makanan yang dipersembahkan pada saat pesta dan disantap dalam slametan komunal, yaitu nasi, ikan, kue-kue yang berbentuk bagian tubuh manusia. Jadi piring ini bisa dikatakan berisi makanan utama pesta. Imam mengucapkan doa di rumah itu dengan makanan tersebut. Regent dan para kasisi membawa sebagian makanan itu dan pulang ke rumah. Ohi dengan lampu dan piring berisi makanan serta menjan yang menyala ditempatkan di bagian dalam rumah. Kini perayaan untuk Rumah Taoe sendiri bisa dimulai. Rumah dihias, banyak porsi makanan disiapkan dan dikonsumsi sambil berdoa bersama. Di Pelau kami menjadi tamu yang begitu baik dengan bantuan Asisten Administrasi, Tuan Tuhareae. Berisi puji-pujian kepada Allah dan Nabi serta menyebutkan bahwa pada saat kelahiran Nabi, seorang laki-laki mengadakan makan kurban untuk pengampunan dosa. Seluruhnya dalam bahasa Arab.

Berdasarkan kesepakatan orang toea-toea, aroha yang berbeda dibedakan berdasarkan waktu dimulainya festival. Demikianlah yang dibicarakan tentang angkat aroha subh, maghrib dan lain-lain sesuai dengan 5 waktu shalat. Pertama, penelitian lebih lanjut akan memungkinkan kita membuat penilaian tentang asal usul dan pentingnya festival ini berdasarkan informasi yang lebih rinci.

****

Penelusuran terhadap sejarah masuknya Islam pada dasarnya mengungkapkan dua kesamaan yang mencolok, yaitu: bahwa gagasan-gagasan lama tentang keluarga dan suku masih berperan besar dalam hal ini, dan bahwa jalur yang sama sering kali dijadikan acuan bagi kemajuan Islam di Ambon. Kita tidak akan membahas hal yang pertama, karena hal ini memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang hubungan ouli kuno, yang mana lebih banyak lagi yang hidup di pesisir Ambon daripada yang disebutkan dalam literatur. Adapun yang kedua, di sebagian besar desa yang saya tanyakan, disebutkan bahwa importir pertama belajar agama di Arab sendiri, kemudian di Paseif dan Jawa (Gresik dan Giri kadang-kadang disebutkan namanya) setelah negorij, yang saat itu masih berdiam di goenoeng di hutan. Turun ke pantai dan Islamisasi terjadi bersamaan dalam cerita. Banda (disebut Bandang atau Wakan) juga biasanya menjadi penghubung yang sangat diperlukan dalam cerita. Di Rohomoni, Pandita Pasei disebut sebagai pembawa Islam. Dia mendapatkannya dari Mekah.

Pendiri komunitas [Islam di] Tengah-tengah, Oesman, belajar Islam dari Pandita Mahoe14 yang datang dari Mekkah ke Gresik, di sana ia bertemu dengan Sunan Giri dan para wali lainnya, kemudian pergi ke Banda dan terakhir ke Kailolo dan Tengah-tengah. Makamnya masih dapat ditemukan di Kailolo dan dihormati oleh masyarakat Tengah-tengah. Keturunan Pandita masih menerima pitrah dari para jamaah tersebut. Di Mamala para guru juga diperbolehkan datang dari Mekkah dan mengunjungi Pasei. Kemudian, sebelum mulai bekerja di Mamala, mereka bertemu di Pulau Jawa. Sesekali kenangan akan “sinode wali” di Jawa terlintas dalam cerita-cerita ketika seseorang menceritakan kontak di Jawa dengan orang-orang yang berkumpul untuk atoer agama. Ciri konsisten lainnya adalah bahwa para pembawa ini selalu membuat sebuah kapal dari kain atau kain sembahyang mereka yang membawa mereka dari Arab melintasi lautan.

*****

Penyebutan beberapa karya yang ditemukan dan karya tentang Islam dalam bahasa Melayu dan Arab dapat menyimpulkan komunikasi ini. Kami temukan di berbagai tempat di antara orang-orang dari berbagai pendidikan yang terkenal Safinat al-nadja', dan Sullam al-tawfiq, buku-buku tentang ushul aldin, Kitab Peroekoenan dengan rumusan dan nijat yang berkaitan dengan doa, pernikahan, pemakaman dll., kitab yang cukup luas dengan kutipan dari bidang tauhid, 'ibada dan mu'amala, berjudul Sullam al-mubtadi' fi ma'rifat tariqat al-muhtadi vem Sheich Abdallah al-Fatani (dicetak oleh Halabi di Kairo), Hidajat al-salikin fi suluk bisilk almuttaqin karya Sheich Abd al-Samad al-Palembani (Mekah, 1320), mengandung mistisisme dalam semangat Ghazali, juga mistik Muchtasar tadkirat al-Qurtubi lilqutb alrabbani al-Sja'rani, buklet yang menyebutkan bai'a dan silsila Qadirijja dan Naqshibandiya, dan tulisan sejenis lainnya.

Seorang haji tua yang simpatik di Tolehoe tampak membaca Ihja' yang terkenal itu setiap hari dengan penuh rasa hormat. Karya itu juga dimiliki di Kailolo, begitu pula Badjuri. Saya juga menjumpai, bukan dalam bentuk cetak, melainkan secara tertulis, penafsiran mistik tentang pengakuan iman yang begitu terkenal dalam primbon Jawa, dengan menempatkan satu atau lebih sifat-sifat Allah pada setiap kata dan huruf sehingga terciptalah “dua kata” tersebut. ke bejana berharga kebijaksanaan ilahi.

Contoh-contoh yang diberikan juga menunjukkan preferensi terhadap 'ibada dan mistisisme, yang terlihat dimana-mana di Hindia. Dalam tiga bulan sebelum perjalanan kami di bulan September, komunitas yang “diam” ini telah berada dalam kegelisahan besar atas seorang pria dari Singapura, bernama Haji Joesoepg, yang menjual buku kecil dan menarik banyak pelajar taat di mana pun. Tolehoe adalah pusatnya, tapi dia juga bekerja di komunitas lain. Beberapa Regent, karena tidak menyukai pengacau masyarakat dan perusak moral (begitu mereka menyebutnya), melarangnya memasuki wilayah mereka.

Kisah-kisah tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah seorang guru ma'rifat yang memandang kebebasan dari segala kewajiban hukum sebagai titik akhir pendidikannya. Kami menerima salah satu buklet yang ia jual, yang ternyata ia juga penulisnya, Kitab jang bernama hajkal Indera Alam pada menjataken usul tahqiq dan qijas jang mu'tabar, karangan Muhammad Jusuf ibn Abd al-Karim al-Malakawi, dicetak di Singapura pada tahun 1342. Setelah diteliti, isinya ternyata bersifat dogmatis dan mistis, namun dalam semangat insan kamil – dan nur Muhammad -spekulasi, nama mana yang muncul berulang kali.

Pelarian ke dalam lingkup teosofi dan mistisisme rupanya memiliki daya tarik yang samar-samar bagi masyarakat Ambon yang sederhana seperti halnya bagi masyarakat Kepulauan Indonesia lainnya.

==== selesai ====

 

Catatan Kaki

10.      Seorang calon haji mengumpulkan uang untuk pergi ke Mekkah, sebagian melalui jasanya sendiri, sebagian lagi diperoleh dari kerabatnya. Malam sebelum keberangkatannya, anggota keluarganya menyediakan makanan. Setiap orang yang berpartisipasi menaruh uang untuk haji berikutnya di taplak meja. Inilah sebabnya disebut bikin taplak.

11.       Dalam komunitas Mohammedan sering kali terdapat baileo di properti yang sama dengan masjid, yang juga digunakan sebagai masjid jika masjid untuk sementara tidak tersedia.

12.      Nama-nama ini adalah nama-nama kelompok silsilah, yang dimasukkan ke dalam oepoe (Urahn) dan oleh karena itu disebut oepoe Wail dll.

13.      Di Liang : de rumah taoe Ofir/Ophir.

14.      Mahoe artinya Jawa, sama seperti Wakan adalah sebutan untuk Banda. Ada oepoe mahoe dan wakan yang banyak diandalkan.

 

Catatan Tambahan

a.        Regent Negeri Kailolo yang bergelar Orangkaija bernama [mungkin] M. Ohorela

b.       Tongkat kakeknya ini, mungkin maksudnya adalah tongkat seorang Regent. Kakek dari M. Ohorela, yang juga adalah seorang Regent van Kailolo, mungkin adalah Abdul Latif Ohorela (1882 – 1893), namun perlu verifikasi lebih lanjut tentang dugaan atau kemungkinan ini.

c.        H.J. Jansen atau Hermen Jan Jansen. Pada periode kunjungan Hendrik Kraemer ini, ia menjadi Asisten Resident onderafdeeling van Ambon (1926 – 1928).

d.       Raja van Pelaoe bernama Achmade.B. Latuconsina (mungkin sejak 1924) Regent [pada tahun ini bergelar Gezaghebber] van Kabaoe bernama Ismail Latuconsina

e.        Pada tahun 1924, Bestuur Assisten atau Assisten Administrasi untuk onder afdeeling Saparua bernama Pattiradja R. Toeharea (Tuharea), yang juga Regent van [negeri] Tengah-Tengah

f.         Pasei = Pasai [atau Samudera Pasai]

g.        Hadji Muhamad Yusuf, berdasarkan laporan pemerintah, disebut berasal dari Riau atau Melayu.

Memorie van Overgave van Assisten Resident van Onderafdeeling van Ambon, H.E. Haak (Mei 1929 – Juni 1931) tertanggal 29 Juni 1931.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar