“Bebatuan
Melingkar” itu bercerita
Bagian II
Akhir Februari 1796, Residen Saparua yang
bermarkas di benteng Duurstede dipanggil secara mendadak oleh Gubernur Amboina,
Alexander Cornabe yang memerintah sejak 1794 - 1796 untuk
menghadap di benteng Victoria Ambon. Cornabe ingin menyampaikan kabar, bahwa kekuasan
Belanda di Hindia timur, diserahkan kepada Inggris dengan “dasar hukum” instruksi
Raja Belanda Willem V yang dikenal dengan nama Warkat Kew. Munculnya instruksi
inipun tak secara tiba-tiba, tapi memiliki cerita panjang sebagai behind the
storynya. Di tahun 1780 - 1784, terjadi pergolakan politik
di Eropa Barat. Inggris turun ke arena pergolakan berhadapan dengan Perancis sehingga
terjadi perang Inggris IV. Di tahun 1792, saat masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Joan
Maetsuycker, Perancis di bawah Louis XIV telah menginvasi Belanda
dengan 100.000 pasukannya. Selama tahun-tahun ini VOC di Indonesia
semakin terpisah dari negeri Belanda. Pada bulan Desember 1794 - Januari 1795, Perancis di bawah pimpinan Jenderal Pichegru
menyerbu Belanda dan berhasil membentuk pemerintahan boneka Perancis, yang
dinamai Republik Batavia di bawah
perlindungan Perancis. Raja Belanda Willem V melarikan diri ke Inggris dan
membentuk pemerintahan “transisi” di negeri Orang. Willem V bersembunyi di kota
kecil Kew dekat London. Di kota inilah, Willem V mengeluarkan instruksi yang
dikenal dengan “Warkat Kew” yang isinya menyerahkan semua daerah jajahannya di
Afrika dan Asia ke tangan Inggris agar tak jatuh ke tangan Perancis. Berbekal
dokumen itu, Inggris menduduki Padang dan Malaka di tahun 1795 dan Ambon di
tahun 1796. 17 Februari 1796 terjadi pergantian kekuasaan di kota Ambon dari
Belanda ke Inggris. Laksamana Pieter Rainier akhirnya menjadi Gubernur Inggris di kota
Ambon (17 februari 1796-desember 1796) menggantikan gubernur Amboina, Alexander
Cornabe asal Belanda. Meski, Ambon telah “dikuasai” Inggris, namun di pusat
kekuasaan VOC Batavia, tetaplah dipegang
oleh VOC. Gubernur Jenderal disaat
itu adalah Willem Arnold Alting yang memerintah sejak 02 September
1780 – 16 Agustus
1796. Orang ini kelahiran Groningen 11 November
1724, dan meninggal di Kampung Melayu (Batavia) pada 7 Juni 1800. Pertama kali
datang ke Hindia Timur, pada tahun 1750 sebagai pedagang yunior (onderkopman) dan karirnya
terus berkembang. Tahun 1759, ia menjadi anggota luar biasa Raad van Indie,
tahun 1672 menjadi anggota penuh. Saat pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Reynier de Klerk (04 oktober 1777-02 september 1780) ia adalah
anggota senior di Raad van Indie dalam pemerintahan de Klerk. Ia pun
menggantikan Reynier de Klerk menjadi Gubernur Jenderal VOC. Pada masa pemerintahannya,
menantu serta keluarganya banyak yang menempati pos-pos penting VOC yaitu
menjadi residen di Pulau Jawa. Salah satu menantunya Johanes Sieberg, malah
menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dan salah satu suami
cucunya menjadi Residen Saparua yaitu Johanes Rudolph van Den Berg. Selain itu,
Nicholas Engelhaard yang juga
keponakannya, menjadi Gubernur Pantai Timur Laut Jawa (1801-1808) di masa Johanes Sieberg menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (22 agustus 1801-19 oktober 1804). Johanes Sieberg
menikah dengan salah satu putri Alting hasil pernikahannya yang pertama dengan Susana
Knabe yang bernama Pieternela Gerhardina Alting, sedangkan putrinya yang lain Constantia
Cornelia Alting menikah dengan Johan Luberth Umbgrove. Anak mereka adalah Johana
Christhina Umbgrove adalah istri dari
Residen Saparua Johanes Rudolph van Den Berg. Alting menikah untuk kedua kalinya dengan
Maria Susana Grebel. Sebelum menikah dengan Alting, Maria Susana Grebel menikah
dengan Huyben Senn van Bassel. Anak mereka Maria Wilhelmina Senn van Bassel
nantinya menikah dengan Nicholas Enggelhard. Jadi sang keponakan Willem Arnold
Alting menikah dengan anak tirinya. Sebuah jejaring keluarga yang saling
terikat dengan kuat karena perkawinan “keluar masuk”.