Selasa, 13 Agustus 2019

Kehidupan dan Pekerjaan Bernhard Nikolas Johann Roskott (1811 – 1873) di Kepulauan Ambon, Indonesia (bag 3-selesai)


Oleh : Dr Chris de Jong


Penerjemah : Kutu Busu

Suasana Kota Ambon tahun 1847


8.        Kehidupan Gereja tahun 1840an.

Pertanyaan penting adalah apa kontribusi Institut Roskott dalam kelahiran kembali kehidupan relegius dan moral gereja di Maluku, selama ini dipertanyakan.  Hal itu dapat disimpulkan dari kata-kata L.J. van Rhijna, seorang pendeta gereja Belanda, yang mewakili DMS, sejak tahun 1846-1848 melakukan kunjungan kerja dalam rangka inspeksi ke beberapa wilayah penginjilan di Hindia Timur (Nusantara) dan tiba di Ambon pada Mei 1847110,  di masa  yang situasinya sulit berkembang  sejak era Kam111. Ia (L.J.van Rhijn) mencatat dengan rasa penghormatan terhadap komunitas kaum Kristen pribumi, bahwa “ struktur kehidupan gerejawi di kepulauan Ambon benar-benar “hancur” dan harus perbarui kembali, jika komunitasnya yang telah “terperosok” dan diabaikan, dapat diperhatikan kembali”112.  Ia juga menyalahkan gereja-gereja melayu di Ambon dan juga para pendetanya. Meskipun hal itu merupakan tanggungjawab mereka, namun pergembalaan/pelayanan pastoral, yang dibiayai oleh negara, sangat jarang dan bahkan tidak dilakukan pada kaum pribumi kristen.  Hanya upaya misi Katholik Roma yang mampu dengan cepat melakukan hal ini dengan baik113.
Meskipun pendapat van Rhijn sangat keras, adalah tepat/benar kalau para pendeta Eropa agak segan menetap di Maluku. Mereka terlihat hanya bertugas di wilayah-wilayah seperti  kaum “pengunjung” di wilayah itu dan separuhnya di wilayah itu, dan separuhnya diluar. Alasan dari fenomena ini adalah iklim tidak sehat yang mengakibatkan beberapa orang meninggal saat baru tiba, atau segera meninggalkan wilayah itu karena menderita sakit atau takut pada situasi itu. Menurut van Rhijn paling banyak dari mereka “adalah yang paling dibutuhkan oleh pemerintah dari lainnya dan sangat berminat sehingga langsung segera dikirim”114.  Penguasaan bahasa melayu mereka umumnya terbatas, dan beberapa diantaranya tidak bisa berbicara dalam bahasa itu. Relasi sosial mereka hanya terbatas pada lingkaran kecil kaum Eropa dan Indo Eropa. Perlu juga ditambahkan bahwa 70 jemaat gereja tersebar di lebih dari 8 pulau, dengan total sekitar 30.000 anggota jemaat, yang terlalu banyak untuk dilayani oleh 4 pendeta  (pada awal tahun 1850, hanya oleh 2 pendeta) yang berkedudukan di kota Ambon115.
Tak ada seorang pun yang dapat memperkirakan wilayah-wilayah penginjilan, dalam hal pelayanan pastoral kepada kaum pribumi, bahkan dalam tahun 1840, upaya ini ditempatkan dibawah pengawasan Dewan Gereja Ambon116. Penyakit dan kematian para pendeta itu sangat tinggi, bahkan secara umum mereka meninggalkan tugasnya lebih lama dibandingkan dengan para pendeta gereja melayu di kota Ambon.  

Lukisan Willem Luijke (1798-1886) di tahun 1881

Jumlah 3 penginjil yang bertugas di Maluku Tengah antara tahun 1840 hingga 1850, misalnya W.Luijke (Belanda)117/b, J.E. Jellesma (Belanda)118/c, dan J.J. Bar (Swiss)119/d tidaklah mencukupi. Lagipula Bar juga sakit keras, dan Jellesma bertugas di wilayah terpencil di pantai utara pulau Seram.
Situasi kaum pribumi kristen yang kurang baik ini, bukanlah disebabkan oleh kurangnya motivasi dan usaha Roskott. Sejak tahun 1835 – 1850, institut miliknya menyediakan  60 guru yang saat bersamaan bertindak sebagai “pendeta”.  Untuk sesaat Roskott, juga Luijke dan Bar juga mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan mereka, seandainya pihak Dewan Gereja dan Gubernemen tidak campur tangan. Namun keinginan ini tidak terlaksana.  Permohonan Roskott untuk memperoleh otoritas penuh dipenuhi  ketika Gubernur Maluku, C.M. Visser (1850-1855) menunjuknya sebagai Inspektur Sekolah-sekolah, juga sebagai pegawai paruh waktu di Gubernemen, serta memikul tanggungjawab atas seluruh supervisi sekolah-sekolah pemerintah di Karesidenan Ambon120.  DMS berkeberatan dengan hal ini, karena mempertimbangkan bahwa ini merupakan tugas dari para pendeta gereja melayu atau bagian dari kegiatan penginjilan mereka, dan dengan agak segan  setuju pada pendapat van Rhijn.  Ia berpendapat bahwa beberapa guru-pendeta asal pribumi sebaiknya disupervisi, dan gereja melayu di Ambon tidak akan mengambil tindakan apapun terhadap masalah ini.
Roskott membuat usulan lain : menggantikan 2 dari 4 pendeta di Ambon dengan 7 penginjil121.  Menurut pendapatnya, hal ini dapat diatur tanpa mengeluarkan biaya tambahan.
Penginjil-penginjil tambahan ini terkadang disebut  sebagai “generasi 1854”,  setelah periode kesepakatan pihak Gubernemen dan DMS yang memberikan tugas dan tanggungjawab melakukan supervisi kepada guru-pendeta asal pribumi dalam jurisdiksi mereka, di sela-sela tugas mereka kepada jemaat gereja122.  Pengusulan akan penginjil baru dilakukan, namun sub komisi pendidikan pada akhirnya tidak setuju pada usulan ini, yang mana DMS juga berharap demikian123.  Sub komisi dalam pendapatnya menyatakan bahwa supervisi terhadap sekolah-sekolah pemerintah oleh para penginjil bertentangan dengan Peraturan Pendidikan Belanda tahun 1857. Peraturan ini menetapkan bahwa pendidikan pada sekolah-sekolah umum dapat diakses (dimasuki) oleh para siswa dari beragam keyakinan/agama dan oleh karena itu, seharusnya bertindak netral.  Hal yang penting dari keputusan ini adalah (revisi konstitusi hukum Belanda sejak tahun 1848), Hindia Belanda merupakan subjek kekuasaan dan hukum dari pembuat undang-undang Belanda.  Bagaimanapun juga, keinginan dan usulan lain dari Roskott dikabulkan, yang diwujudkan melalui meningkatnya Dana Pemerintah untuk pendidikan kaum pribumi124.  Kebijakan ini tidak sepenuhnya “sejalan” dengan keinginan DMS, namun pada periode penginjilan generasi 1854, yang tiba di Ambon sejak pertengahan tahun 1850, menemukan bahwa kondisi para guru dan pendeta jemaat gereja  di komunitas kaum pribumi kristen, terlatih dengan baik dibandingkan periode Joseph Kam. Oleh karena inilah, penghargaan terhadap “ campur tangan efektif oleh Roskott, Inspektur Sekolah” merupakan keyakinan penting125.

9.                              Posisi van Rhijn dan Roskott

Kunjungan kerja inspeksi oleh van Rhijn (1846-1848) menyebabkan kegelisahan pada gereja melayu di Ambon. Kritik publik terhadap misi atau tugas para pendeta dan Dewan Gereja mulai muncul, juga ditempat-tempat lain, pada laporan kunjungan kerja van Rhijn dan koran-koran gereja (1852) belum pernah terjadi sebelumnya dan hanya diterima dengan kesulitan yang luar biasa.  Usulan Roskott untuk menggantikan 2 pendeta dengan beberapa penginjil  juga menimbulkan antogonisme/sikap pertentangan, lebih disebabkan pada periode kritikan  yang disuarakan di dalam dan di luar DMS, mengenai cara seleksi dan pelatihan para penginjil , serta cara DMS membentuk tanggungjawab mereka.  Roskott dan Institutnya juga menjadi tempat tujuan yang didekati oleh gereja melayu di Ambon, serta dalam skala yang lebih besar oleh pemerintah di Batavia.  Berhubungan dengan hal ini, diantara lainnya, adalah figur bernama Th.C.M. Hanegraat yang merupakan salah satu pendeta di Ambon pada tahun 1852-1854126.  Ia mempublikasikan beberapa artikel  yang dimuat dalam koran-koran gereja, yang menyerang Roskott, van Rhijn dan pekerjaan  DMS di Hindia Belanda secara umum.  Bagaimanapun juga DMS terlihat tidak terkesan dengan hal ini. Reputasi Roskott dan Institutnya masih bereputasi baik di mata DMS. Pada akhir tahun 1861, DMS “menerima”  di hadapan publik, saat reputasi Roskott dan kehormatannya sekali lagi diserang dalam majalah penginjilan127.
Menit-menit pertemuan Dewan DMS yang dilakukan, tanpa terkecuali juga membicarakan Roskott dengan penuh perhatian. Dalam surat dan laporannya, Ia (Roskott) selalu polos dan jujur, bahkan mungkin terlalu polos. Ia membela dirinya melawan tuduhan berkepanjangan bahwa Institutnya tidak berkembang sesuai harapan, atau lembaga itu berada dalam situasi kekacauan dan ketidaktertiban. Meskipun ia bertanggungjawab terhadap pekerjaannya yang sesuai dengan spesifikasi pekerjaannya, namun dalam konsep pendidikan yang tertib – ia bukanlah seorang penginjil -  ia selalu tetap setia meski DMS berkeberatan.  Permintaan –permintaan yang banyak darinya, seperti pengiriman buku-buku, perkakas-perkakas, kertas, tinta, pensil, tempat tinta, pena-pena, batu tulis (papan tulis), dan barang-barang lainnya selalu dipenuhi. Meskipun DMS tidak pernah menunjukan secara terbuka ketidaksenangannya, kemakmuran hidup Roskott yang tidak pernah ditutupinya, menyebabkan kekhawatiran di Belanda.  Kebebasan keuangan yang diberikan kepada para pegawai penginjilan merupakan tindakan “bebas” yang kurang disukai oleh DMS.  Gaji yang diterima oleh Roskott hanyalah separuh dari gaji para penginjil, misalnya Gericke dan lainnya, yaitu 200 guilders perbulan berbanding 350 hingga 400 guilders perbulan, meskipun sejak tahun 1852, pihak gubernemen juga menambah penghasilannnya dengan menggajinya sebesar 100 guilder per bulan untuk pekerjaannya sebagai Inspektur Sekolah.  Bagaimanapun juga sejak tahun 1844, ia “merelakan” gajinya dan pemberian uang kompensasi untuk biaya hidup yang tinggi, diberikan kepada rekan-rekan sekerjanya.  Bahkan ia menalangi  uang pembayaran kepada para siswa dan membayar pengeluaran-pengeluaran semacamnya dari kantong sendiri128.

J.E. Jellesma (1816-1858)

10.                          Kelompok 7 penginjil

Semua hal itu tidak bisa mencegah hubungan buruk yang terjadi secara bertahap antara Roskott dan DMS. Hal ini disebabkan oleh kedatangan beberapa penginjil baru, yang membuat relasi dalam penginjilan semakin kompleks/rumit.  Timbul jurang pemisah antar generasi. Roskott, seorang figur berpengaruh, makmur dan memiliki otoritas pada komunitas orang-orang Ambon, serta pengalaman selama 25 tahun dalam pekerjaannya, “kesal” dengan 7 orang “pendatang baru” , yang hanya baru tiba saja telah secara terbuka mengkritik pekerjaannya dan para guru-pendetanya  - yang mana diantara mereka saling bekerjasama, namun setelah itu memunculkan kekesalan mereka yang luar biasa, dimana sekolah-sekolah tak bisa diakses mereka130. Bagaimanapun juga, diantara mereka sendiri berbeda pendapat dan beberapa diantara mereka mengikuti kata hatinya berperilaku dengan tidak bijak kepada para anggota jemaat mereka sendiri, seperti juga pada komunitas dan pemimpinnya, sehingga mengakibatkan efek negatif pada Roskott131.  Mereka juga mendapati beberapa penyimpangan terang benderang terhadap suatu doktrin, yang 3 dekade sebelumnya telah dicatat oleh Gericke, dan pandangan mereka terhadap kehidupan gerejawi di Ambon, secara nyata tidaklah berbeda dengan pemahaman dirinya (Gericke).  Mereka dengan terbuka menunjukan kejijikan mereka terhadap kaum kristen pribumi, yang mereka sebut sebagai “Kristen KTP” saja.  Salah satu dari mereka dalam tahun 1862 menggambarkan situasi sebagai berikut :
Sesaat setelah tiba di sini, saya mendengar keluhan dari semua penginjil, dan saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Kekristen di sini, hanyalah Kekristen formalitas saja. Seluruh sentimen-sentimen  keagamaan di sini seperti sakit , karena Firman Allah tidak hadir di sini dalam seluruh kehidupan yang jijik dengan dosa, kesombongan, merasa benar sendiri, seperti keyakinan para pengemis132

Melalui semua cara, perlakuan kasar, kedisiplinan, hukuman, Roskott dan Institutnya “dipaksa” untuk mengembalikan semua anggota jemaat mereka kembali ke jalan yang “lurus dan benar”, namun ketegangan dan ketidaknyamanan ini menyebabkan ancaman pada “struktur” yang telah terbentuk, sehingga Dewan Hindia (Raad van Council) di Batavia turut campur tangan. Dalam tahun 1863, masalah ini dicatat hanya sebagai anggapan saja, meskipun demikian tidaklah sulit untuk dipahami bahwa keputusan yang dibuat 10 tahun sebelumnya untuk menggantikan para pendeta dengan para penginjil, menghasilkan sesuatu yang tidak diharapkan :
Usaha-usaha penginjilan setelah 10 tahun bekerja di Ambon, rupanya berada pada jalan yang keliru. Para penginjil itu bermusuhan dengan para Regent (Radja/Pattij/Orangkaija) dan para penduduknya sehingga terus menerus tidak disukai oleh mereka. Hal yang ditakuti pada saat ini, adalah hal ini akan memunculkan pertikaian yang serius, sehingga tindakan mereka akan dirasakan oleh para regent itu sangat buruk sekali, penuh permusuhan, sikap tertutup, terlalu menentang, kurang  “bergaul”  dan ya—mungkin secara pribadi sangat mengancam.  Usaha-usaha penginjilan dalam pandangan Dewan tidak memilih jalan yang benar agar dicintai oleh para penduduk, meskipun mereka berniat untuk meningkatkan kehidupan moralitas penduduk melalui cara-cara yang keras dan disiplin/hukuman rohani133

Dewan juga “memerintahkan” bahwa seharusnya para penginjil Belanda digantikan oleh para pemimpin agama dari kaum pribumi. Bagi DMS sendiri yang peduli pada usaha-usaha penginjilan, berkeberatan terhadap pengorganisasian kerja para penginjil itu, namun secara umum senang dengan “caranya yang tegas” dibandingkan segala tindakan “jahat” kepada para penduduk dan para regentnya134, dimana penilaian ini seperti “tamparan keras”  (De Jong menggunakan kalimat puitis saat menggambarkan hal ini --- ia menulis this judgement came is a bolt out of the blue). Bahkan menteri urusan koloni yang berkedudukan di Hague tidak mengantisipasi perkembangan ini.  Dimana Ia (Menteri urusan koloni) segera membuat beberapa usulan kepada DMS agar “memperluas” kerja mereka di Maluku135, sehingga DMS mulai menyadari bahwa peranannya di Ambon telah berakhir136.
Kelihatan bahwa di Hindia Belanda mulai “tersadar” dengan isu perilaku para penginjil. Seluruh mata tertuju ke Ambon. Surat kabar harian Nasional, baik di Hindia maupun Belanda menulis kondisi yang terjadi di Ambon. Pihak yang pro maupun anti berpendapat bahwa hal ini merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Pendidikan tahun 1857, dan menganggap bahwa pelatihan para guru orang Ambon untuk kebutuhan sekolah-sekolah pemerintah berada/dikelola oleh pihak penginjilan, misalnya oleh Roskott dan DMS.  Hasil akhir dari semua ini adalah pendidikan kaum pribumi (bumiputera) dan pelayanan pastoral jemaat gereja pribumi dipisahkan. Ini berarti bahwa figur-figur guru-pendeta senior dan berbakti, yang selama ini didukung oleh Gubernemen Ambon, seperti Kam dan Roskott dilupakan138.  Pendidikan kaum bumiputera memperpendek pengajaran katekismus.  DMS menyesalkan hal ini, dan menyebutnya sebagai “ hal yang menggelikan dan sangat mengganggu”, namun tidak memiliki daya139.
9 sekolah milik DMS diambil alih oleh pihak gubernemen beserta para gurunya (1864) dan banyak penginjil tiba tahun-tahun berikutnya, beberapa diantaranya langsung dibawah komando gubernemen140. Yang lainnya tetap diizinkan tinggal dan pada tahun 1873 diterima dan dijadikan pembantu pendeta pada gereja melayu. Posisi mereka adalah pegawai gubernemen. Hanya tinggal Luijke yang berusia tua saja sebagai penginjil DMS. Ia meninggal saat masih bertugas.

11.                          Akhir dari sebuah masa
          
Kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh Hanegraat seperti tidak cukup untuk DMS, dan paling utama buat pihak gubernemen, membuat kepercayaan diri Roskott jadi hilang. Bagaimanapun juga, hal ini berubah, sejauh menurut DMS, saat salah seorang penginjil mengetahui bahwa Roskott “ berkubang dalam haram dengan seorang perempuan”141.  Wanita ini adalah keponakan dari penginjil Luijke, yang bernama Joanna “jans” Luijkee. Hal ini kemudian diketahui di Belanda, bahwa seorang anak lahir dari hubungan ini142, Roskott segera dipecat. Hal ini terjadi pada pertemuan Dewan DMS yang berlangsung pada tanggal 13 Juli 1864143. Hal ini tidak mengubah Dewan, meski Roskott yang telah menduda sejak tahun 1856 menikahi Jans sehari sesudahnya (14 Juli 1864). Hal ini tetap tidak berubah – meskipun tidak dengan suara bulat/sepakat. Pada saat yang bersamaan keuangan Institut dihentikan dan menginstruksikan kepada Roskott untuk “meliburkan” semua anak muridnya.  Hal ini, bagaimanapun juga bukanlah peristiwa yang mengakhiri peranan DMS dalam pelatihan para guru di Maluku, meskipun semua ini seperti mempercepat “akhir” itu sendiri144.  Peranan ini berakhir karena terjadi perubahan kebijakan pihak gubernemen dalam hal pemisahan gereja dan negara yang diprioritaskan. Meskipun pihak Gubernemen tetap menghormati Roskott, namun semakin tidak puas dengan metodenya.
De Clerq memberikan catatan tentang Institut Roskott :
Geografi  Tanah Suci adalah mata pelajaran yang diajarkan di sana. Ketika tahun 1872, saat saya baru ditunjuk sebagai adjun Inspektur pendidikan kaum bumiputra untuk Maluku, dan pertama kali menginspeksi sekolah-sekolah di wilayah ini, adalah jelas buat saya bahwa secara khusus tanah perjanjian diketahui secara baik, namun pertanyaan sederhana tentang daerah/tempat mereka tinggal, tak bisa dijawab oleh para murid.
De Clerq tidak senang dengan kondisi ini145.  sungguh ia tak bisa berpikir, bahwa “kekurangan” ini adalah akibat langsung dari penanganan Gubernemen Ambon.

Makam B.N.J. Roskott (sumber foto: Rudi Fofid)

Tak ada satu pihak pun yang terburu-buru menutup institut itu. Dari segi ukuran dan reputasi, institut itu sangat penting. Pada akhir tahun 1862, institut itu memiliki 30 guru yang mengikuti pelatihan, dan kelas persiapan memiliki 144 pelajar. Pihak Gubernemen Ambon masih membutuhkan para guru, dan tidak memiliki pilihan lembaga pelatihan guru lain.  Jumlah sekolah-sekolah pada periode ini 110 buah (hanya  51 buah pada 1817), dengan total lebih dari 8000 pelajar/siswa.  Dan yang paling penting adalah usaha penerbitan Roskott, yang memperkerjakan 8 pegawai serta bekerja sepanjang waktu. Pada tahun 1863, penerbitan itu menghasilkan 6000 buku teks146.
Awal tahun 1858 dan 1859, ketua komisi pendidikan menunjuk langsung bahwa kekurangan kapasitas pelatihan semakin meredup di Maluku147.  Tahun 1867, pihak gubernemen mengabaikan permintaan DMS untuk mendirikan sekolah pelatihan para guru yang dapat melayani kebutuhan penduduk kristen bumiputera148, dan memutuskan untuk membuka satu sekolah untuk semua agama/keyakinan149. Sekolah jenis ini akhirnya didirikan pada tahun 1874.  Hingga saat itu, Roskott tetap melanjutkan pekerjaannya, bekerjasama dengan Sub Komisi Pendidikan untuk Ambon.
Fakta bahwa sejak 1874, pihak gubernemen sendiri menjalankan program pelatihan para guru, tidak mencegah bahwa pendidikan kaum bumiputera masih didominasi, sekalipun secara bertahap berkurang, oleh para guru “jebolan”  dan memiliki sistim nilai dari Institut Roskott. Bagaimanapun juga, paling banyak para guru yang dilatih oleh sekolah pelatihan milik gubernemen berasal dari keluarga-keluarga Kristen. Hanyalah setelah tahun 1900 sajalah, para guru dari generasi Roskott tidak ada lagi dari posisi mereka.
Akhirnya, pertanyaan yang harus dikemukakan adalah : bagaimana mutu pendidikan kaum bumiputera saat Institut Roskott di tutup.
Ludeking, seorang ilmuwan yang bertugas selama 3 tahun di Ambon, menggambarkannya sebagai berikut :
Secara umum, pendidikan tidaklah baik dan terlalu berfokus pada soal-soal keagamaan. Para siswa belajar berhitung, menulis dan membaca seperti beberapa ayat Alkitab, dan sangat tepat menunjuk tempat-tempat yang berhubungan dengan Alkitab terutama soal Palestina/Israel.  Cepat dan tanpa hambatan, mereka menunjukan daya ingat yang kuat dan cepat mengerti. Mereka diajari pengetahuan Alkitab oleh para guru pribumi, yang pengetahuannya dangkal terhadap Alkitab. Kelas-kelas yang diselenggarakan umumnya disebut sebagai Melayu Ambon150.

12.                          Islam dan pendidikan bumiputera setelah Roskott

Seperti yang dinyatakan,, pendidikan di Karesidenan Ambon hanyalah diperuntukan kepada para penduduk beragama Kristen, bukan kepada yang beragama Islam.  Dikarenakan semua pendidikan untuk kaum bumiputera adalah Kristen, kaum Muslim tidak tertarik sekalipun dengan hal ini.  sejauh pendidikan di negeri-negeri muslim, ini dilakukan tanpa intervensi dan campur tangan dari pihak gubernemen. Tidak juga dengan DMS yang sebenarnya tertarik “menggarap” bagian penduduk ini, namun dilarang oleh pemerintah untuk mengkristenkan orang-orang Muslim.
Pandangan pihak pemerintah adalah kewajiban mereka untuk menyediakan pendidikan Kristen, dengan kata lain semua pendidikan yang dikelola oleh pemerintah haruslah pendidikan Kristen.  Sejak awal abad ke-17, anak-anak lelaki  di Hitu, di semenanjung bagian utara, yang sebagian besar beragama Muslim di Pulau Ambon, menerima pelajaran dalam hal belajar Al-quran.  Kegiatan ini biasanya menempati “sekolah” sederhana di desa/negeri, yang disebut langgar. Bagaimana pun juga, orang-orang beragama itu, tidak sepenuhnya mengerti bahasa arab, jadi mereka hanya mengerti sedikit tentang isi Al-quran.  Bahkan, bahasa melayu yang sering digunakan untuk menjelaskan pengajaran Nabi Muhammad, merupakan bahasa “asing” buat banyak orang Muslim151.
Pada paruh pertama abad 19, pemerintah tidak terlalu perhatian terhadap masalah ini. Peraturan Pendidikan tahun 1857, mengubah situasi ini.  Pendirian sekolah pelatihan guru milik pemerintah pada tahun 1874, merupakan tanda nyata dari perubahan ini.  Membaca dan Menulis dalam bahasa Melayu, juga teks-teks Latin dan Arab, merupakan bagian dari kurikulumnya. Butuh beberapa tahun, sebelum murid-murid beragama Islam tertarik dan mulai bersekolah.  Dalam tahun 1886, Adjunt Inspektur Pendidikan untuk kaum bumiputera , untuk pertama kalinya dapat menyampaikan laporan tentang sebuah sekolah, yang mana kaum Muslim menyekolahkan anak-anak mereka dalam jumlah yang signifikan.  Dikarenakan asisiten guru yang beragama Islam menempati pos di Larike, jumlah siswa beragama Muslim, lebih banyak dari siswa-siswa yang berasal dari keluarga-keluarga Kristen152

13.                           Penilaian

Adalah sungguh-sungguh tidak adil, hanya untuk menyalahkan Roskott dalam hal setia melayani gereja dan negara, dan bukan sikap menentang keinginan-keinginan pribadinya. Pertimbangan-pertimbangan dan motivasi-motivasinya,  jejaknya tidaklah ditemukan dalam tulisan-tulisan tentang perusahaannya, selain hanya suatu keinginan untuk mengembangkan Agama Kristen Protestan, meskipun kenyataannya ia melakukan lebih banyak dari sekedar keinginan itu. Namun dalam hal penilaian terhadap pekerjaannya, pertimbangan yang dilakukan haruslah adil menyangkut akibat-akibat sosial yang timbul belakangan.  Dengan kata lain, tanpa berniat memperdebatkan apakah akses pendidikan yang memadai buat semua orang dapat “menyingkirkan”  --- bahkan di masa Roskott ---- perbedaan ideologi serta Kristen dan Islam, dan sanggup mencegah penduduk Muslim agar tidak tertinggal dalam masalah pendidikan, atau sekurang-kurangnya itu merugikan, hal itu harus dirujuk /dilihat pada bentuk pendidikan bumiputera, yang mana Roskott membantu dalam pendirian dan pemeliharaannya, dan minimal turut berkontribusi pada fakta polarisasi masyarakat Maluku dalam aspek keagamaan, sosial dan politik, dan  berlanjut terus menerus hingga di abad 20, bahkan mungkin lebih kuat lagi.

--- selesai ---


Catatan Kaki

110.     Laporannya dapat dilihat pada : L.J. van Rhijn, Reis door den Indishen Archipel in het Belang Evangelische Zending. Rotterdam: M. Wijt & Zonen, 1851
111.       De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, Dokumen 144
112.      EA 1847, 146
113.      Ini disebabkan oleh kunjungan misionaris agama Katholik bernama C de Heselle ke Maluku pada awal tahun 1850an, hal ini disebutkan dalam “Nog ‘n paar brieven”, hal 291
114.       EA 1847, 146-147, 154
115.      EA 1851, 111
116.     Surat H.H. Schiff kepada AAMS, 14/4/1840, UA, AMB 43/3
117.      W. Luijke (1798-1886); 1827-1828 bertugas di kota Ambon, 1828-1829 bertugas di Moa (pulau-pulau barat daya), 1829-1841 di Seray (Leti, pulau-pulau barat daya), 1841-1842 bertugas di kota Ambon, 1842-1849 bertugas di Haruku, 1849-1854 di kota Ambon, 1854-1855 di Hutumuri, 1855-1883 di Rumah Tiga
118.      J.E. Jellesma (1817-1858); 1844-1846 bertugas di Wahai (Seram Utara), 1846-1848 menemani perjalanan van Rhijn, 1848-1858 bertugas di Mojowarno (Jawa)
119.     J.J. Bar sr/senior (1786-1851); 1823-1825 bertugas di kota Ambon, 1825-1841 bertugas di Kisar (pulau-pulau barat daya), 1841-1843 bertugas di Ambon, 1843-1846 di Waai, 1846-1851 di Poka (Ambon), pensiun
120.    EA 1852, 73
121.      De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, Dokumen 158; EA 1853, 101-107, EA 1854, 22-26, 108. Mereka adalah R. Bossert (1854-1880); C.G. Schot (1855-1862); J.J. Bar jr (1856-1884); A. Van Ekris (1856-1868); M.Teffer (1856-1863); J.J. Verhoef (1856-1872); L. Tobi (1859-1865); S.J. de Vries (1863-1873).
122.     De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, Dokumen 142; EA 1851, 109-110, EA 1860, 56
123.     Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 16/9/1860, UA AMB 34/5
124.     EA 1857, 114, EA 1858, 132, 135
125.     Algemeen verslag-----1852, 191
126.    De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, catatan kaki nomor 1427
127.     Ibid, volume I, dokumen nomor 152
128.     EA 1858, 100, 105; EA 1861, 9-11
129.    Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA AMB 34/5
130.    EA 1862, 82-83, 85; EA 1863, 247-248; EA 1867, 105-111
131.      De Jong, De Protestante Kerk, Volume I, catatan kaki nomor 737
132.     Surat L. Tobi  kepada Dewan DMS, 10/1/1861, UA AMB 24/1/b
133.     Dewan Hindia Belanda, saran dan pertimbangan tertanggal 23 Okt 1863, AAS b337/s 101, Bt Dec 27th, 1863 nomor 2, dimuat pada : De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, Dokumen 91; EA 1864, 62-63
134.     EA 1862, 88; EA 1863, 333;  EA 1864, 28-30; De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen nomor 36, 58
135.     De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen nomor 39; EA 1862, 109-117, 206-214; EA 1862, 128  
136.    EA 1864, 154-159
137.     EA 1865, 203
138.     De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen nomor 91
139.    EA 1864, 154
140.    EA 1865, 36; De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen nomor 109
141.      EA 1864, 87
142.     Nama anak itu adalah Jonathan Luijke Roskott, lahir pada 22 Januari 1864
143.     EA 1864, 87
144.     EA 1864, 217
145.     De Clercq, “ De tegenwoordige toestand van het inlands onderwijs”, 337
146.    EA 1864, 26; “Wat deelen reizigers ons over de zending in de Menahasse mede?”, 68; AE 1866, 64
147.     “Algemeen verslag”
148.     EA 1867, 115
149.    EA 1865, 230
150.    Ludeking, “Schets van de Residentie Amboina”, 48
151.      De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen nomor 94; Knaap, Kruidnagelen, 75
152.     De Jong, De Protestante Kerk, Volume II, dokumen nomor 159


Catatan tambahan
a.        L.J. van Rhijn memiliki nama lengkap Leonard Johanes van Rhijn atau juga dikenal dengan nama Leendert Johanes van Rhijn. Putra dari Arnoldus van Rhijn dan Adriana Johana Pelkman, lahir di Naaldwijk pada 26 Januari 1812 serta meninggal pada 16 Mei 1887 di Bad Wildungen, Hesse, Jerman. Ia menikah 2 kali, yang pertama dengan Anthoinetta Wilhelmina Vernhout (1811-1868) pada 28 Maret 1838, serta yang kedua dengan Anna Helena Snouck Hurgronje (1837-1917) pada 16 Desember 1880.  Istri kedua van Rhijn ini sebenarnya adalah mantan ipar dari istri pertamanya sendiri. Anna Helena Snouck Hurgronje sebelumnya menikah dengan Johanes Hendrik Vernhout, adik dari Anthoneitte Wilhelmina Vernhout. Selain itu, adik tiri(1 ayah berlainan ibu) dari A.H. Snouck Hurgronje adalah  dari Prof dr Christian Hurgronje (1857-1937), seorang pakar Islam, yang paling dikenal dalam sejarah indonesia, khususnya sejarah Atjeh.
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Rhij, Leonard Johannes van
§  Lihat Johan de Niet, Herman Paul dan Bart Wallet (editor), Sober, Strict and Scriptural : Collective Memories of John Calvin 1800-2000, Leiden : Brill NV, 2009, hal 82


b.       W.Luijke/Luyke bernama lengkap Willem Luijke/Luyke. Putra dari Georg Friedrick Luijke dan Margaretha Koeman, lahir di Amsterdam pada 7 September 1798, serta meninggal pada 21 Mei 1886 di Ambon. Menikah dengan Anna Carolina Petronella Harar di Ambon pada 11 Agustus 1843.  Istrinya ini lahir di Semarang tahun 1824, meninggal di Ambon pada 18 Juli 1879.
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Luijke, Willem

c.        J.E. Jellesma bernama lengkap Jelle Eeltjes Jellesma. Putra dari Eeltje Jellesma (1785-1830) dan Fimke Jans Rauwerda Roorda (1783-1819), lahir pada 13 Mei 1816 di Hitsum Friesland, serta meninggal di Mojokerto, Jawa Timur pada 16 April 1858. Menikah dengan Susana Wilhelmina Bar pada tanggal 27 April 1848 di Ambon. Istrinya ini adalah putri dari Johan Jacob Bar sr dan Sara Margaretha Wonderling, lahir di Kisar pada 6 September 1827, serta meninggal pada tahun 1916.
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Jellesma, Jelle Eeltjes
§  Lihat Levensbericht van Jelle Eeltjes Jellesma, Apostel van Java ... Jellesma, Jelle Eeltjes, 1816-1858. Rotterdam: M. Wyt en zonen, 1874, hal 46

d.       J.J. Bar sr bernama lengkap Johan Jacob Bar senior, lahir pada 8 September 1786 di Zurich, meninggal di Ambon pada 10 Februari 1851. Menikah dengan Sara Margaretha Wonderling, putri dari Jacob Christian Wonderling dan Rachel Wilhelmina Voerman. Ia lahir di Ambon pada 13 November 1793 dan meninggal pada 6 maret 1873 di Ambon. putrinya Susana Wilhelmina Bar (1827-1916) menikah dengan J.E. Jellesma (lihat figur c di atas), sedangkan putranya yang bernama sama Johan Jacob Bar yunior, yang juga penginjil (1830-1888) menikah dengan Augustina Timmerman (1837-1911), putri dari Jacobus Bernardus Timmerman (1790-1846) dan Henriette Christina Blondeel (1796-1876). Ibu dari J.B. Timmerman, adalah Barbara Twijsel yang berasal dari keluarga besar Twijsel dan bersaudara dengan istri pertama B.N.J. Roskott. Ayah dari Henriette Christina Blondeel adalah Daniel Jacob Blondeel, opperhofd van Saparoea (1785-1798, 1804-1807).
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Bar, Johan Jacob sr
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Bar, Johan Jacob yunior
§  Lihat  Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Bar, Johan Jacob yunior
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Timmerman, Jacobus Bernardus
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Blondeel, Daniel Jacob
§  Lach Bere, P.F.L.C. Geslachtkundige aantekeningen verzameld te Amboina (dimuat dalam Maandblad Nedelands Leeuw, 26 Jaargang, 1908, no 3 hal 77)
§  Lihat M.D. Etmans Bevolking van Saparoea 1821 – 1946, hal 4,9,7,10,17, 581,582

e.        Joanna “jans” Luijke, istri kedua dari B.N.J. Roskott memiliki nama lengkap Joanna Margaritha Luijke. Putri dari Christian Frederik Luijke dan Hendrikjen Bos, lahir pada 1838 di Amsterdam serta meninggal di Ambon pada 16 Oktober 1922. Ayahnya adalah saudara dari Willem Luijke (figur b di atas). Joanna Margaritha Luijke sebelumnya menikah dengan iparnya sendiri yaitu Jan Fulps Krul, duda dari kakaknya sendiri. Mereka menikah pada tanggal 20 Oktober 1859 di Ambon, setelah kakaknya Jacoba Margaretha Luijke meninggal pada 14 Februari 1858. Jacoba Margaretha Luijke (1835-1858) menikah dengan Jan Fulps Krul pada tanggal 14 November 1856 di Amsterdam
§  Lihat Chr Fr Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register, Luijke, Joana Margaritha
§  Lihat M.D. Etmans Bevolking van Saparoea 1821 – 1946, hal 105, 106, 166



Chr. F.G. de Jong  menggunakan berbagai sumber untuk menulis artikel ini, yaitu :

Literatur

Artikel
§  “ Aantekeningen”, Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (Journal of the DMS). Vol 4 (1860) 186-192
§  Algemeen verslag van den staat van het schoolwezen in Nederlandsch-Indie onder ultimo December 1852. S.a; s.l
§  “ Algemeen verslag van den staat van het schoolwezen Nederlandsch-Indie”, in : Tijdschrift voor Nederlandsch Indie. Vol 23 (1861) 315-329
§  Beknopt verhaal van den opstand op Amboina, in 1829”, in : Tijdschrift voor Indische Taal-,Land en Volkenkunde. Vol 11, 4/II (1862) 374-387
§  Bestuursvergadering Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen 13/7/1861”, in : Tijdschrift voor Indische Taal-,Land en Volkenkunde. Vol 12, 4th series, vol 3 (1862) 112-133
§  Brumund, J.F.G.,  “De Malaische Christenen hebben geenen Bijbel”, in : J.F.G. Brumund, Indiana, Verzameling van stukken van onderscheiden aard, over landen. Volken, oudheden en geschiedenis van den Archipel. Amsterdam: P.N. Kampen,  1853
§  “The Calcutta Auxiliary Bible Society”, in The Friend of India. Vol 1. No 3 (May-Dec 1818) 64-69
§  Clercq, F.S.A. de, “ De tegenwoordige toestand van het inlandsch onderwijs”, in : De Indische Gids. Vol 5 (1883) 335-357
§  Heeres, J.E., “ Eene Engelsche lezing ontrent de vorevering van Banda en Ambon in 1796 en omtrent den toestand dier eilanden groepen op het eiland der achttiende eeuw, uitgegeven en toegelicht door J.E. Heeres”, in : Bijdragen  tot de Taal-,Land en Volkenkunde van Nederlandsch Indie. Vol 60 (iii-iv), (1908) 249-368
§  Idema, H.A., “ De oorzaken van den opstand van Saparoea in 1817”, in : Bijdragen  tot de Taal-,Land en Volkenkunde van Nederlandsch Indie. Vol 79 (1923) 598-641
§  Kemp, P.H. van der., “Van den Ambonschen zendeling J. Carey, 1814-1817”, in Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap. Tijdschrift voor zendingswetenschap (Journal of the DMS). Vol 61 (1917) 218-235
§  Knaap, G.J., “ Godsdienstpolitiek in Nederlands-Indie, in het bijzonder ten aanzien van de Islam, 1816-1942”, in : http://www.insight.nl/onderzoek/projecten/ Godsdienstpolitiek in Nederlands-Indie, 1816-1942
§  Ludeking, E.W.A., “ Schets van de Residentie Amboina”, in : Bijdragen  tot de Taal-,Land en Volkenkunde van Nederlandsch Indie. 3rd series Vol 3 (1868) 1-272
§  Maanberigt van het Nederlandsche Zendelinggenootschap. Several volume
§  “ Nog ‘n paar brieven van den Z.E. Heer C. de Hessele”, in : Kolonial Missie Tijdschrift. Vol 18/1 (Jan 15 1935) 290-297
§  Seriere, G. De., “ Bijdrage tot de kennis van de tegenwoordige toestand der Molukko’s”, in : Tijdschrift voor Nederlandsche-Indie. Vol 13. nr 1 (1851) 30-49
§  “ Survey of Protestant Missions  for 1823”, in : The Friend of India. Vol 8 nr 74 (sept 1824) 257-263
§  “Varia”, (1850), in : Tijdschrift voor Nederlandsche-Indie. Vol 12 nr 2 (1850) 471-475
§  “Wat deelen reizigers ons over de zending in de Menahasse mede?”, in: Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (Journal of the DMS). Vol 2 (1858) 5-83


Monografi

§  Enklaar, I.H., Joseph Kam, “Apostel der Molukken”, Den Haag: Boekencentrum, 1963
§  Jong, Chr.G.F. de., De Protestante Kerk in de Midden Molukken 1803-1900. 2 Vols: Vol 1: 1803-1854; Vol2: 1854-1900, Leiden: KITLV Press, 2006
§  Knaap, G.J., Kruidnagelen en Christenen. De Veerenigde Oost-Indische Compagnie en de bevolking van Ambon 1656-1696. Dordrecht: Foris Publication, 1987
§  Kroeskamp, H., Early Schoolmasters in a developing country. A History experiments in school education in 19th century Indonesia. Assen: Van Gorcum& Comp, 1974
§  Niemann, G.K., Bijdragen tot geschiedenis der verbreiding van het Christendom. Rotterdam: M. Wijt& zonen, 1864
§  Payne, E.A., South-east Serampore. More chapters in the story of the Baptist Missionary Society. London: The Carey Press, [1945]
§  Swellengrebel, J.L., In Leijdeckers  Voetspoor. 2 vols, vol 1: 1820-1900, Amsterdam, 1974, vol 2: 1900-1970, Den Haag: Martinus Nijhoff, 1978
                     Visch, W.F., Geschiedenis van het Graafschap Bentheim. Zwolle:J.L. Zeehuisen, 1820

4 komentar:

  1. Searching for my family roots I came across your blog.
    Under under Catatan tambahan d. you mention
    Ayah dari Henriette Christina Blondeel adalah Daniel Jacob Blondeel, opperhoofd van Saparoea.
    Can you point me to the reference document please?
    regards from Belanda, Hans Blondeel Timmerman

    BalasHapus
    Balasan
    1. https://www.genealogieonline.nl/stamboom-bus/I3644.php

      Hapus
    2. https://www.genealogieonline.nl/stamboom-bus/I3527.php

      Hapus
    3. Hans Blondeel Timmerman....Sorry, I was just able to reply to your comment.... about the reference you asked for, I found 2 references... as I said above...

      Hapus