[P.H. Van der Kemp]
- Kata Pengantar
Artikel pendek yang kami terjemahkan ini adalah tulisan Pieter Hendrik Van der Kemp dengan judul Nadere Mededeelingen over den Opstand van Saparoea in 1817, yang dimuat di Jurnal Bijdragen tot de Taal -, Land – en Volkenkunde van Nederlansch-Indie, volume 69, tahun 1914, halaman 1 – 10. Tulisan ini “melengkapi” banyak tulisannya tentang kekuasaan Belanda di Maluku tahun 1817.
Sesuai judul artikel, tulisan sepanjang 10 halaman yang “dilengkapi” 1 buah peta ini menjelaskan lebih jauh tentang beberapa informasi yang “belum diketahui” secara pasti oleh penulis dalam publikasi Maluku sebelumnya. Misalnya tentang informasi nama-nama tempat seperti Waisisil, Waihenahia, Aer Uruputih, Aer Radja, Tanjung Umeputih, dan informasi lainnya, juga merevisi beberapa informasi yang cukup “mengganggu”.
P.H. Van der Kemp adalah seorang Direktur van Het Departement van Onderwijs, Eredienst en Nijverheid (Departemen Pendidikan, Agama dan Perindustrian) di Hindia Belanda pada periode 1889 – 1894 atau setingkat Menteri untuk Kementerian Pendidikan, Agama dan Industri di masa kini. Ia mempublikasikan tulisan-tulisan tentang kekuasaan Belanda di Maluku pada tahun 1817, dalam 2 volume besar dengan judul Het herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817, yang diterbitkan di Bijdragen tot de Taal -, Land – en Volkenkunde van Nederlansch-Indie pada volume 65 (tahun 1911) untuk 2 jilid yaitu jilid 1 pada halaman 339 – 354, jilid II pada halaman 355 – 736, serta pada volume 66 (tahun 1912) untuk 1 jilid atau jilid 3 pada halaman 1 – 167.
Seperti disebutkan sebelumnya, tulisan Van der Kemp ini sepanjang 10 halaman ditambah 1 buah peta, yaitu pulau Saparua “bagian” selatan, 2 catatan kaki. Pada terjemahan ini, kami menambahan sedikit catatan tambahan dan 1 buah peta dan beberapa lukisan. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita untuk memahami perjuangan Thomas Matulesia pada 2 abad lalu.
- Terjemahan
I
Dalam Bijdragen ini, saya menulis banyak tulisan tentang “Het herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817”, yang juga meliputi penumpasan pemberontakan pada tahun tersebut : lihat volume 65 tahun 1911, jilid I, dan jilid II pada halaman 339 – 736, serta volume 66, jilid III pada halaman 1 – 167.
Sejak saat itu, saya telah menemukan/mendapati 2 peta lokasi pemberontakan di Arsip Umum Negara (Algemeen Rijksarchief) di sini yang disebut Koleksi Goldberga (lihat halaman 43 laporan tahunan 1902), selain salinan Laporan Buijskes yang ditujukan kepada Raja [Belanda] tentang ekspedisinya : dokumen dapat ditemukan di portofolio no 15 D; namun laporan tersebut tidak merujuk pada peta-peta tersebut. Peta pertama mencakup seluruh areab, kira-kira sesuai dengan “nyawa” yang telah ditambahkan ke dalam tulisan saya; peta yang kedua hanya menampilkan bagian selatan Pulau Saparuac. Saya juga ingin mengetahui pertama pertama yang disebutkan itu, sebelumnya saya meminta teman saya, J. Habemad, untuk menyusun teks yang ditambahkan pada tulisan sayae, karena berisi petunjuk tentang lokasi suatu tempat, yang bisa bermanfaat bagi saya, namun saat ini saya belum menemukan alasan yang cukup untuk menyarankan agar pengurus dari Institut mengeluarkan biaya untuk mencetak peta ini. Namun sedikit berbeda dengan gambaran Saparoea; saya menganggapnya hal yang sangat penting dalam sejarah, karena alasan-alasan yang akan saya jelaskan nanti; pengurus Institut bersedia menyetujui keinginan saya, sehingga saya diberi kesempatan untuk membahasnya di sini. Karya dan legenda tersebut secara harfiah diambil dari aslinya, jadi saya tidak melakukan perubahan ejaan apa pun. Hanya saya menambahkan 4 petunjuk [tempat] yang akan saya kembalikan nanti, dan tidak ada di kartu-kartu arsip, yaitu : Aer Oeroepoetih, T. Paperoe, Aer Radja, dan Fonteintjes (air mancur). Metode menggambar menunjukkan bahwa seorang perwira angkatan laut adalah pencipta peta tersebut.
Selain dokumen-dokumen yang disebutkan di sini, saya diberikan beberapa informasi lain untuk menjelaskan lebih lanjut apa yang terjadi pada tahun 1817 dan yang sekarang juga dapat saya gunakan. Faktanya, tidak ada tulisan yang memberi saya kepuasan sebanyak itu, sejauh menyangkut kesan dari pembaca, seperti yang saya rasakan dan alami mengenai tulisan tentang Maluku, sebagaimana dibuktikan dengan beberapa penghargaan hangat, yang diberikan kepada saya dengan cara yang paling menarik; tidak hanya dari mereka yang menerima cetak ulang [tulisan saya], tetapi juga dari orang lain, termasuk orang yang tidak saya kenal secara pribadi. Saya kemudian menerima sebuah tulisan dari Tuan G.J. van Wagensveld Jrf, tertanggal Apeldoorn, 4 Desember 1912, yang isinya sebagai berikut :
“Saya sendiri menghabiskan lebih dari 3 tahun di Saparoeag, jadi saya bisa mengetahui secara pasti tempat-tempat dimana peristiwa itu terjadi. Saya rasa, saya akan dengan senang hati mengirimkan anda peta pulau tersebut dan juga memberikan beberapa penjelasan. Saya ingin melakukannya di surat ini, tetapi karena saya akan berangkat ke Belanda, saya tidak punya waktu untuk melakukannya”.
Tentu saja saya senang menerima peta itu beserta penjelasannya. Keempat petunjuk [tempat] yang disebutkan di atas, sudah saya peroleh dari peta Buijskes.
Adapun laporan kepada Raja [Belanda], Buijskes menulis pada tanggal 22 April 1818 setelah ia kembali ke Batavia – ia meninggalkan Ambon pada tanggal 25 Februari [1818] - dua [2] laporan yang disampaikan kepada Komisi Jenderal, yang sudah saya terbitkan dalam tulisan tentang Maluku : [laporan] pertama bertanggal Kedong Allangh, 10 Oktober 1818, tentang sebab-sebab pemberontakan, yang saya muat di jilid II, halaman 570 – 578, [laporan] kedua bertanggal Buitenzorg, 25 September 1818, tentang ekspedisinya, yang saya muat di jilid III, halaman 129 – 149. Salinan laporan kepada Raja [Belanda] diberi judul : “ Amboina, 24 September 1818, kepada Yang Mulia, dari hamba yang taat dan rakyat yang setia, ditandatangani oleh A.A. Buijskes”. Tanpa terlalu memberikan perhatian khusus pada tanggal, hanya berdasarkan indikasi/petunjuk lokasi, saya mengambil potongan-potongan [informasi] itu dengan sedikit harapan, karena pasti tertulis di tempat kejadian dan tidak lama setelahnya. Hanya pada saat pembacaan, “kejanggalan” [kata] Amboina menarik perhatian saya karena pernyatan-pernyataannya yang dalam banyak hal mirip dengan laporan-laporan yang disebutkan. Namun ada beberapa informasi yang layak untuk diketahui, dan mengapa saya harus memasukannya. Tapi bagaimana [kata] Amboina yang membingungkan ini bisa terjadi ???i. Sulit diasumsikan bahwa Buijskes sendiri melakukan kesalahan tersebut dalam laporan kepada Raja yang dibuatnya sendiri1.
Dalam bahasan selanjutnya, saya mengadopsi singkatan-singkatan berikut :
§ B. K : Peta Saparua yang disajikan/dilampirkan di tulisan ini
§ B.R : Laporan Buijskes kepada Raja [Belanda]
§ M : Tulisan saya tentang Maluku
§ M.K. : Peta terlampir
§ W : Tulisan dari Tuan Wagensveld
§ W.K. Peta terlampir, yang tidak saya masukan dalam tulisan ini
II
- Tentang Ekspedisi Beetjes, saya menulis (M. Jilid II, halaman 611 – 612) bahwa armada tersebut telah berlayar “sampai ke tebing Paperoe” setelah itu menyeberang ke Wai Hanaia, “15 menit perjalanan ke arah timur benteng Duurstede”, dan di [sumber] M.K. terdapat lokasi itu. Menurut [sumber] W, tempat itu sekarang ditulis Wae Hennai(j) dan diucapkan dengan penekanan pada [huruf] i. ------ Ombak menghalangi pendaratan di sana, mereka kemudian melanjutkan, tulis saya, mengutip [sumber] Van Doren, melewati benteng, ke arah barat “menuju Way Sisi, sebuah sungai kecil antara Tiow dan Paperoe”. Way Sisi menurut [sumber] W haruslah Wae Sisil.
Tempat pendaratan ini saya jelaskan, sesuai dengan tulisan tentangnya, sebagai “tempat berawa-rawa” : [yang dimuat pada] M, jilid II, halaman 613j; saya menemukan hal ini diperkuat lebih lanjut oleh Profesor Martin, menurut catatan tentang tempat ituk. Namun [sumber] W mengatakan :
“Memang benar ada rawa di sana, tetapi tidak dekat dengan pantai. Terdapat tanah karang keras selebar ± 50 M, namun di baliknya terdapat cekungan yang tertutupi oleh tembusnya air pasang dan mengering pada saat air surut. Air Wae Sisil juga berwarna gelap dan juga pastinya asin”.
Sementara itu, saya harus mengingatkan kalian semua bahwa kondisi tanah seperti itu bisa berubah dengan sangat cepat. Sesaat sebelum bencana Krakatau, saya adalah Assistent Resident Tjeringinl di Bantam di Selat Sunda. Ada pantai karang di sana, tapi bukan tempat saya mandi air laut setiap hari; namun dengan adanya musim barat, saya akhirnya menyerah : setelah kembali ke sana selama beberapa bulan, seluruh pantai menjadi tidak dapat digunakan untuk mandi karena bertambahnya karang atau pasir.
Ketika pasukan Beetjes harus mundur karena keunggulan lawan, pikir mereka, saya menulis berdasarkan sumber Ver Huell (M, jilid II, halaman 618), arumbai terhempas “ oleh angin lepas pantai”. Hal ini terasa aneh bagi pengetahuan dari W., karena pada bulan Mei, musim timur telah berlangsung; W yakin bahwa arumbai-arumbai tersebut mungkin hanyut akibat air pasang.
- Ketika Matulesi melihat arumbai-arumbai mendekat, dia memerintahkan, menurut sumber Rapport-Porto [Laporan Porto] yang saya sebutkan, bahwa penjagaan harus dilakukan dari “ Uraputij hingga Paperoe”m : [dimuat pada] M, jilid II, halaman 623; saya mengakui bahwa saya tidak dapat mengidentifikasi lokasi/tempat Uraputij yang disebutkan. Menurut [sumber] W, itu adalah Aer Oeroepoetih; [dimana] oeroe artinya kepala. Ia [sumber W] menunjukan bahwa aliran sungai itu terletak di Tanjung Boi, kira-kira di tempat yang saya sebutkan di [sumber] B.K. Namun, perbandingannya dengan [sumber] W.K. agak tidak pasti, karena di [sumber] B.K. tanjung Boische (tanjung Booi) tidak cukup “melebar/memanjang”.
[sumber] W.K. menggambarkan tanjung Booi dengan goenong (gunung-gunung) yang berurutann, dari arah utara ke arah selatan :
§ Amaparoetoel : membentang di garis lintang [negeri] Paperoe
§ Amasano
§ Noesarino
§ Toemawa : kira-kira membentang sepanjang negeri Booi
§ Hoe Oe
Di sebelah baratnya, aer oeroepoetih mengalir ke arah selatan, mengalir ke laut di sebelah barat tanjung Booi.
- Tentang peristiwa yang dialami oleh Resident Van den Berg pada tanggal 15 Mei 1817, Rapport-Porto menulis bahwa penduduk Haria berkumpul di “Ajer Radja”; suatu tempat yang tidak saya kenal/ketahui, yang saya tulis di M.jilid II, halaman 586. Menurut [sumber] W.K. tempat itu terletak di sisi utara jalan dari Haria ke Tiow. Untuk menunjukkan situasi lokasinya secara “kasar” atau “kira-kira”, saya telah menempatkan lokasi Ajer Radja di [sumber] B.K, sehubungan dengan jalan yang berbelok ke arah utara di sana, membuat lokasinya terkesan agak jauh dari Tiouw. “Itu adalah sebuah sumber mata air”, tulis [sumber] W, “yang airnya “menghilang” di balik gunung setelah mengalir sepanjang 50 m. Airnya sangat jernih dan, seperti air mancur, tidak berkapur. Air ini sering digunakan sebagai air cucian”.
Pada halaman yang sama, halaman 586, catatan kaki nomor 6, menyebutkan “penjaga gereja Hario”, sebagaimana dinyatakan dalam sumber Rapport-Porto, tetapi sebagai “ maringo = heerendienstplichtige/wajib kerja”. [sumber] W mengoreksi : “marinyo”, yang mana, katanya, seseorang yang bebas dari wajib kerja, sekaligus menerima pembayaran dari negorij/negeri dalam bentuk sagu, kelapa dan lain-lain.
Di halaman itu, saya juga menyebut Regent van Siri Sory : Johannes Salomon Kirauly. [sumber] W mencontohkan bahwa Regent saat ini bernama Kesaulijao, sehingga timbul pertanyaan apakah [penulisan] Kirauly itu benar. Saya pikir, hal ini dapat diketahui melalui penyelidikan lokal.
Seperti yang saya tulis di M, jilid II, halaman 663, catatan kaki nomor 1, yaitu nama Passo Poetih, atau seperti dalam catatan harian kapal milik Grootp, yaitu Passir Poetih, muncul berulang kali dalam dokumen kapal, suatu tempat yang lagi-lagi tidak dapat saya identifikasi. Menurut [sumber] W, yang dimaksud adalah Tandjong Oemepoetih, yang sama dengan Passo atau Passirpoetih, yang pasirnya berwarna putih, merupakan wilayah milik negeri Koelor. Koelor ini (M, jilid I, halaman 469) terdapat di [sumber] M.K di ujung paling barat laut pulau Saparua; di sisi utara yang mana [sumber] W.K. merujuknya pada Tandjong.
- Secara rinci saya uraikan ekspedisi komandan Groot dari kapal “de Maria Reijgersbergen” ke wilayah Hatawano, pulau Saparoea : [dimuat pada] M, jilid II, halaman 658 v.v. Saya juga telah menyatakan kesan kurang baik yang saya peroleh dari ini, khususnya, terkait dengan persoalan negosiasi, yang berujung pada perginya Groot secara pribadi ke darat : “pemberani baru ini”, tulis saya di halaman 686. [sumber] B.R. menyatakan : perwira ini hampir menjadi korban dari semangat dan niat baiknya”, yang menurut saya dapat disimpulkan bahwa Laksamana Muda [Buijskes] juga menganggap bahwa semangat dan niat baik ini, kurang tepat.
Apa yang Groot lakukan, mungkin beresiko pada kehilangan reputasinya, namun setidaknya dia memulihkan reputasinya itu dengan merebut kembali benteng Duurstede pada tanggal 3 Agustus 1817 : [yang dimuat pada] M, jilid II, hal 706. Karena pada saat itu tidak ada kemajuan berarti yang dicapai di pulau tersebut, dan pendudukan yang dilakukan oleh pemberontak dianggap terbatas, kecuali di sisi laut, saya menulis di sana bahwa untuk sementara waktu, pencapaian tersebut tampaknya hanya penting “dari sudut pandang kesan moral” saja. Meskipun saya memiliki pandangan terbuka mengenai pentingnya peristiwa ini sehubungan dengan pulau Haroekoe (M, jilid III, halaman 46), komentar dalam [sumber] B.R. ini juga berharga : “Namun, perebutan dan pendudukan kembali benteng Duurstede ini sangat penting, karena para pemberontak, yang tetap berkeinginan untuk tetap menduduki benteng, akhirnya tidak dapat berpindah ke pulau-pulau lain. Hal ini sangat menguntungkan bagi pos-pos di Haroekoe, yang telah diserang 3 kali oleh kekuatan besar, namun terselamatkan oleh keberanian dan ketenangan Kapten (terakhir berpangkat Mayor) Drielq dan keberadaan kapal-kapal bersenjata yang disewa/dipinjam”.
Pesisir Hatawanao, ca. 1817 |
- Ketika Komisi Jenderal mengetahui pecahnya pemberontakan, maka segera diambil keputusan pada tanggal 25 Juni 1817 (M, jilid III, halaman 5), yang mana Buijskes diperintahkan untuk berangkat ke Maluku, berkat “penerimaannya yang baik hati” : lihat isi surat keputusan tersebut di dalam Brieven- Van den Graafr, jilid I, halaman 46. Namun, menurut [sumber] B.R : “Saya segera menawarkan kepada rekan-rekan saya untuk pergi ke sana secara langsung dan merasa senang mengetahui bahwa saya telah memenuhi keinginan mereka dalam hal ini”.
Dalam [sumber] M, jilid III, halaman 9, saya memang menyebutkan pasukan yang akan mendampingi Buijskes, namun tidak menyebutkan secara pasti pasukan-pasukan dari mana/dari apa. Di [sumber] B.R. disebutkan tentang hal ini : “Karena kami mengetahui bahwa garnisun di Ambon telah sangat “melemah” oleh terdistribusinya detasemen-detasemen ke Ternate, Banda dan pos-pos kecil lainnya, dan serdadu pribumi sebagian besar hanya direkrut, kami memahami bahwa akan sangat penting untuk mengirim bala bantuan tentara terlatih ke sana. Dua kompi tentara Eropa dari Batavia dan satu kompi pribumi dari Semarang, serta satu detasemen artileri dari Sourabaija, siap membantu saya”.
Meskipun kedatangan Buijskes dan pasukannya ke Amboina itu dengan tergesa-gesa, Laksamana Muda itu melakukan perjalanan bersama kapal Prins Frederik melalui jalur memutar yaitu melalui Selat Makassar, sedangkan hanya 2 kapal pengangkut yaitu Industrie dan Patterson yang langsung berlayar ke Ambon. Bandingkan dengan [sumber] M, jilid III, halaman 10, paragraf terakhir dan halaman 129 paragraf 3 dari laporan di situ. Ini sudah mengejutkan saya saat itu; namun, kita sekarang membaca pernyataan berikut di [sumber] B.R : “Pada tanggal 27 Juli [1817], saya berangkat dengan kapal Prins Frederik dan langsung berlayar pada hari itu dan karena saat itu adalah puncak musim timur dan oleh karena itu pada saat orang-orang seharusnya terkena radang karena dingin, mustahil bagi kapal kami untuk langsung mencapai Maluku, saya putuskan untuk melalui Selat Makassar, yang mana membuatku semakin yakin akan perjalanan itu. Saya mengirim 2 kapal pengangkut menyusuri perairan selatan, sehingga kapal-kapal itu bisa berlayar dengan cepat, keluar dari “saluran” (atau dari lubang timur Sourabaija) dan cukup beruntung untuk tiba di Amboina pada akhir Agustus”.
- Setelah
Buijskes tinggal beberapa lama di Ternate dan mewajibkan kedua pangeran di
wilayah itu untuk melengkapi bantuan pasukan dan 40 kora-kora, kapal Prins Frederik berlayar ke Ambon. Bukan
hal yang tidak penting apa yang dilaporkan dalam [sumber] B.R mengenai
kesan yang diterima pelapor atas tindakan yang diambil oleh Engelhard dan
Van Middelkoop, dan juga oleh komandan armada, Kolonel Sloterdijks,
dari kapal de Nassau.
Saya teringat bahwa Ver Huellt dari kapal de Evertsen ingin segera berlayar ke Saparoea setelah mendengar pemberontakan tersebut, bahwa hal itu juga telah disetujui, namun ia menerima perintah sebaliknya; Engelhard menulis alasannya ke Batavia, saya juga menulis tentang ini (M, jilid II, halaman 598) : “Mereka sebenarnya tidak berani menunjukkan ketakutan mereka sendiri di Ambon”. Ver Huell dalam Herinneringen-nya mengungkapkan hal yang sama dengan halus : “Mereka tidak ingin kehilangan markas utama dari bantuan salah satu kapal terbesar”u. Namun [sumber] B.R. menulis : Oleh karena itu, terjadi kesusahan yang paling besar di Amboina ini, karena kekhawatiran penduduk-penduduk negeri di Leytimore juga akan menyatakan diri menentang pemerintah segera setelah pemberontakan pecah; oleh karena itu, segala tindakan pencegahan telah diambil untuk menempatkan benteng utama ini dalam keadaan siap siaga, dan fakta bahwa tidak ada satu pun dari 2 kapal besar (yaitu de Evertsen dan de Nassau) yang dikirim ke Saparoea, menurut pendapat saya, adalah untuk membuat kapal-kapal tersebut selalu siap setiap waktu untuk menyelamatkan atau “melarikan” diri, setidaknya semua tindakan yang diambil telah mengkonfirmasi gagasan saya ini”2.
Sloterdijk ikut bertanggung jawab atas hal ini. Di bawah tekanan, saat kapal Prins Frederik sedang menuju ke Ambon pada tanggal 29 September 1817, dia memutuskan bunuh diri : M, jilid III, halaman 12 – 13. Tampaknya dia melakukan ini setelah menerima ajudan Buijskes; di [sumber] B.R. ada tertulis : “Sayangnya, Kapten Dietzv telah meninggal dan oleh karena itu komando tertinggi armada dijabat oleh Kapitein Sloterdijk yang tidak siap untuk itu dan oleh perwira yang saya nilai salah besar. Dia tidak menunggu kedatangan saya, tetapi segera setalah ajudan saya menyampaikan bahwa saya telah dekat di teluk, dia menembak dirinya sendiri pada malam berikutnya”
- Buijskes menunjuk Mayor Meijerw (M, jilid III, halaman 24 dst) sebagai komandan ekspedisi berikutnya ke Hitoe, Haroekoe dan Saparoea, sebagaimana yang telah saya uraikan, “yang”, disebutkan oleh [sumber] B.R. : “menurut saya, [orang] yang pernah menjadi perwira angkatan laut adalah yang paling cocok untuk itu”.
Kapal de Nassau dan de Evertsen diarahkan oleh Buijskes dari Ambon ke Teluk Saparoea, kapal de Maria Reijgersbergen dari Teluk Saparoea ke Teluk Haria. [sumber] B.K dengan jelas menunjukkan lokasinya; khususnya, sehubungan dengan lokasi teluk Haria, mulai tanggal 7 November 1817; mengenai 2 lainnya [maksudnya kapal de Nassau dan de Evertsen), mulai hari berikutnya dan seterusnya. Bandingkan dengan M, jilid III, halaman 57 dan 58. Pernyataan saya di M, jilid I, halaman 470 : “Rumah kediaman Residen letaknya dekat dengan tembok (dari benteng)”, juga diperjelas oleh huruf a pada legenda di peta; juga sumur benteng Duurstede yang banyak dibicarakan (M, Jilid I, halaman 470; jilid II, halaman 706) sekarang dengan jelas ditunjukan oleh huruf d pada legenda di peta.
Dan akhirnya saya teringat pada hari yang menentukan pada tanggal 9 November 1817, ketika sebuah ekspedisi dilakukan dari benteng Duurstede untuk menemui pasukan yang bergerak maju dari Haria di bawah pimpinan Mayor Meijer, bahwa “mereka berdiri di depan jembatan yang terbakar” : [dimuat pada sumber] M, jilid III, halaman 61. Pada [sumber] B.K. kita melihat jembatan yang ditandai oleh huruf e, yang memungkinkan kita membayangkan lebih dengan jelas apa yang saya jelaskan di sumber-sumber tersebut. Nama sungai di bawah jembatan itu tidak disebutkan; mengalir antara desa Tiow dan Saparoea; selanjutnya melihat/mengamati lebih jauh jalur dari utara ke selatan, jadi berdasarkan [sumber] W.K. saya kira/berasumsi sungai itu disebut Wae Moela; menurut [sumber] M, jilid II, halaman 616, sungai itu disebut Wai Sioel oleh Van Doren, jika jembatan yang di sana [atau dimaksud oleh Van Doren] juga sama.
Agaknya di [sumber] M, jilid II, halaman 717, menyebutkan “jembatan kecil”x, dan “tiga jembatan” yang disebutkan di sana pada halaman 724, yang dibakary, suatu transisi atau “perpindahan” yang disebutkan di atas juga harus dipertimbangkanz.
- Saya menggunakan kesempatan ini untuk memperbaiki beberapa kesalahan yang mengganggu dalam tulisan saya tentang Maluku :
§ Di jilid I, halaman 500, alinea terakhir, disebutkan 1820, seharusnya 1810
§ Di jilid III, halaman 56 dan 57, [kata] de Evertsen yang ditulis sebanyak 1 kali pada halaman 56 dan ditulis sebanyak 2 kali pada halaman 57, seharusnya [kata] itu adalah de Maria Reijgersbergen
§ Di jilid III, halaman 71, paragraf terakhir menyatakan “bahwa dengan direbutnya Tiow pada tanggal 10, perlawanan telah dipatahkan/dihancurkan”; untuk [kata] Tiow, seharusnya Siri Sori
==== selesai ====
‘s Gravenhage, October 1913.
Catatan Kaki
1. Akibatnya, saya pernah menerima komentar tentang artikel yang diterbitkan dalam Bijdragen ini, sedangkan komentar tersebut hanya berkaitan dengan cara salinan diambil dari dokumen yang tersimpan di London. Apa yang saya alami beberapa bulan lalu merupakan ciri khasnya. Dalam pekerjaan M.L. Deventer tentang Het Nederlandsch gezag op Java “sinds 1811”aa, konon, memuat surat dari Elout yang ditujukan kepada Goldberg, yang ditulis selama perjalanan ke Jawa pada tahun 1817. Membandingkan surat-surat ini dengan surat yang ada di Rijks archief, saya melihat desain yang sangat berbeda; saya menyebutkannya dalam sebuah catatan pada karya saya yang diterbitkan tahun ini (1918) mengenai manajemen G.G.G.G. Saya memiliki surat-surat lain dari perjalanan itu yang tercetak di dalamnya dan ketika saya membandingkan semua yang dicetak untuk dikoreksi dengan surat-surat perjalanan dalam koleksi Goldberg, saya perhatikan tidak hanya bahwa surat yang saya salin juga telah dikembalikan sepenuhnya tidak lengkap, tetapi juga, tidak ada komentar yang bisa dibuat berdasarkan surat Van Deventer. Semuanya sekarang harus dicetak ulang lagi !!!. sebuah catatan kecil di artikel saya menunjukkan bagaimana kesalahpahaman itu, menurut saya, bisa muncul.
Saya juga yakin, surat-surat perjalanan C.C.G.G. ada di Rijks archief dalam “satu bundel”. Bertahun-tahun yang lalu saya telah mengambilnya dan perbandingannya dengan lampiran Van Deventer yang dibuat pada saat itu; namun ternyata tidak demikian halnya dengan surat-surat yang tersedia dalam koleksi Goldberg, yang ditandatangani oleh Elout, terkadang lebih dari satu salinan, disimpan di sana. Saya curiga surat-surat dalam “bundel” itu diambil dengan buruk atau salinannya diubah secara acak. Apa yang saya sampaikan di sini berkaitan dengan lampiran XXX dan XXXI karya saya dan lampiran XLVI dari buku Van Deventer, yang dikutip dalam buku saya pada halaman 389, catatan kaki nomor 3
2. Saya membahas sikap konyol Van Middelkoop dan kurangnya ketulusan, yang dikeluhkan oleh Engelhard, secara rinci dalam publikasi M. Menarik perhatian saya bahwa Van Middelkoop sebagai Resident Semarangbb di masa pemerintahan Daendels, sudah dinilai oleh Nahuijscc sebagai berikut : Perilaku Tuan Rumah kita, Van Middelkoop, pada kesempatan ini memang sangat konyol, namun sangat berharga bagi bekas tamu tua ini, yang dianggap tidak terlalu tulus”. Herinneringen (1858), halaman 83dd
Catatan Tambahan
a. Koleksi Goldberg yang dimaksud adalah arsip-arsip atau sumber-sumber yang dimiliki oleh Johannes Goldberg, jhr. Ia lahir di Amsterdam pada tanggal 8 Mei 1763, dan meninggal dunia pada 25 April 1828 di Voorschoten. Selama hidupnya ia menduduki beberapa jabatan penting, misalnya anggota Dewan Koophandel en Kolonien (Des 1814 – September 1815), Direktur Jendral Departemen Koophandel en Kolonien (Sept 1815 – Maret 1818) dan anggota Raad van State (1818 – 1827)
b. Peta yang dimaksud oleh Van Der Kemp, kemungkinan adalah peta Pulau Saparoea yang dilampirkan oleh Herman Philip Theodor Witkamp dalam artikelnya yang terbit tahun 1905. Peta ini yang mungkin oleh Van Der Kemp rujuk sebagai sumber W.K
c. Peta yang dilampirkan oleh Van der Kemp yang dilampirkan di artikel ini dan dirujuk sebagai sumber B.K
d. J.Habema memiliki nama lengkap Johannes Habema, lahir pada 27 Oktober 1848 dan meninggal dunia pada 25 November 1921. Pernah bertugas di Ambon dalam tahun 1881 – 1887 sebagai Hoofdonderwijzer (Kepala Pengawas) bagi Inlandsche Onderwijzer (pengawas pribumi), menjadi guru bahasa Melayu di sekolah Willem III di Batavia (1887 – 1888), menjadi Inspektur bij het Inlandsch onderwijs di Batavia (1889 – 1898).
e. Menurut Chr. Fr. van Fraasen, Van der Kemp tidak bisa berbahasa Melayu dan meminta bantuan temannya yaitu J. Habema untuk menerjemahkan sumber-sumber berbahasa Melayu yang akan digunakan oleh Van der Kemp. Salah satunya adalah arsip Porto Report yang diterjemahkan oleh J. Habema, yang menurut van Fraasen, terjemahan itu “buruk” karena Habema memang akrab dengan bahasa Melayu namun “kurang akrab” dengan bahasa Melayu-Ambon.
f. Gijsbert Johannes van Wagensveld jhr, lahir di Lopik pada 15 Mei 1872, dan meninggal di Vorden pada tanggal 31 Juli 1947 dalam usia 75 tahun. Ia adalah putra dari Gijsbert Johannes van Wagensveld dan Maria van de Willegen. Ia menikah dengan Maria Johana Bokenkamp di Amsterdam pada 14 Februari 1901. G.J. Wagensveld jhr berkarir di Hindia Belanda, dan bertugas di Malang sejak 10 Mei 1901 – 2 Maret 1907 sebagai seorang Onderwijs kelas III, dan bertugas di Saparua pada 2 Maret 1907 sebagai Onderwijs kelas II. Pada 2 Agustus 1912, ia berlibur ke Belanda.
§ Regeeringsalsmanak voor Nederlandsch-Indie 1902 – 1913, tweede gedelte.
g. G.J. Wagensveld menjadi Kepala Sekolah Saparoeasche School pada 10 Juni 1911
§ Regeeringsalsmanak voor Nederlandsch-Indie 1912, tweede gedelte, halaman 363
h. Kedong Allang atau Kedung Halang, suatu tempat sekitar 5 km utara dari Bogor
i. Van der Kemp menyampaikan kebingungannya karena Buijskes telah kembali ke Batavia sejak 25 Februari 1818, sehingga implikasinya adalah laporan-laporan yang ditulis oleh Buijskes setelah tanggal 25 Februari 1818, “seharusnya” beralamat di Batavia atau wilayah sekitarnya. Mengapa laporan Buijskes tertanggal 25 September 1818 yang beralamat Buitenzorg (Bogor) dan salinannya bertanggal 24 September kemudian “berubah” menjadi alamatnya Amboina???? Seharusnya alamat laporan itu di Buitenzorg atau Batavia.
j. Van der Kemp menulis : “Sayangnya, tempat pendaratan yang dipilih adalah di tanah berawa-rawa, di teluk bagian dalam”. Ia memberi catatan kaki nomor 1 pada kalimat ini dan mengutip penjelasan dari tulisan Prof Karl Martin yang diterbitkan tahun 1894.
k. Prof Karl Martin adalah seorang Profesor Geologi dari Universitas Leiden. Dalam bukunya yang terbit tahun 1894, ia menulis : “Di sana, kalian akan mendapati, dikelilingi oleh gundukan kecil di tanah, sebuah rawa yang seluruhnya tertutup air pada saat air pasang..............”.
§ Karl Martin, 1894, Reisen in Den Molukken : In Ambon, den Uliassern, Seran (Ceram) und Buru, eine schilderung von land und leuten, Leiden, E.J. Brill, halaman 28
l. P.H. Van der Kemp menjadi Assisten Resident van Tjaringin di Banten sejak 1 Juli 1882. Letusan Gunung Krakatau terjadi pada 26 Agustus 1883
§ Regeeringsalsmanak voor Nederlandsch-Indie 1883, tweede gedelte, halaman 135, 204
m. Menurut sumber Rapport-Porto atau Laporan Porto, Thomas Matulesia memerintahkan orang-orang negeri Haria untuk berjaga-jaga dari Uraputij sampe ke Paperu, pada tanggal 20 Mei 1817
n. Berdasarkan pada peta yang dibuat oleh H.Ph.Th Witkamp yang diterbitkan tahun 1905, gunung-gunung yang ada di negeri Booi adalah :
1. Gunung Amannohoehoenjo
2. Gunung Amoporoetol
3. Gunung Amanno
4. Gunung Noesapunno(atau Noesapinno?)
5. Gunung Toemawa
6. Gunung Hoeoe
7. Gunung Hatoe-Hahoel
o. Di masa G.J. Wagensveld [atau sumber W) bertugas di Saparua pada periode 1908 – 1912, Regent van Siri Sori Kristen bernama Ruland Joseph Kesaulija (1883 –minimal 1908) dan Matheus Ahasveros Kesaulija. Jadi Wagensveld atau sumber W merujuk pada R.J. Kesaulija atau bisa juga M.A. Kesaulija
p. Kapten Laut Jan Groot, Komandan Kapal de Maria Reijsgerbergen dari 14 Januari 1817 – 25 Agustus 1819.
q. Kapten infantri P.L. Van Driel memiliki nama lengkap Petrus Laurentius Driel, lahir di Utrecht pada 12 Agustus 1782, dan meninggal dunia pada 31 Januari 1831. Ia bepangkat Kapten Infantri sejak 10 September 1816. Ia menjadi penjabat Resident van Haruku (Agustus – November 1817) menggantikan Arnoldus Uytenbroek yang diberhentikan pada Agustus 1817. Pangkatnya naik dari Kapten ke Mayor sejak tanggal 19 Desember 1817
r. Brieven- Van de Graaf atau Surat-surat milik Van den Graaf yang memiliki nama lengkap Mr Hendrik Johan van de Graaf. Ia menjadi anggota Raad van Financien di Batavia (Agustus 1816 – 1817), anggota Raad van Indie (Mei 1820 – Agustus 1826).
§ Lihat P.H. Van der Kemp, 1901, Brieven van en aan mr. H.J. van de Graaff 1816-1826. Eene bijdrage tot de kennis der Oost-Indische bestuurstoestanden onder de regeering van G.A.G.P. baron van der Capellen. Geordend, zoomede van een geschiedkundig overzicht, aantekeningen en een alphabetisch register voorzien, [dimuat pada Verhandelingenvan het Batavia Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, volume LII (52), s’Gravenhage, Martinus Nijhoff]
s. Kapten Laut Sloterdijk memiliki nama lengkap Jacobus Slotterdijk, lahir di Makkum pada 7 Juli 1766. Sebelum menjadi komandan kapal “De Nassau”, ia menjadi komandan kapal “De Zeemeeuw” dengan pangkat Letnan Kapten Laut pada periode 1 April 1814 – 30 September 1814, dan menjadi komandan kapal “De Nassau” pada periode 6 April 1815 – 30 September 1817. Setelah kematian Kapten Laut Dirk Hendrik Dietz, Slotterdijk ditunjuk menggantikan Dietz sebagai panglima angkatan laut untuk perairan Maluku. Ia meninggal bunuh diri di atas kapal pada pagi hari tanggal 30 September 1817.
t. Quirijn Maurits Rudolph Verhuell. Sejak 26 Juli 1816 – 24 Maret 1817 Letnan Kapten Laut sekaligus perwira pertama di kapal Evertsen yang dikomandani oleh Kapten Laut D.H. Dietz. Setelah kematian Dietz pada tanggal 24 Maret 1817, Verhuell menjadi komandan kapal Evertsen sejak 24 Maret 1817 – 4 Desember 1819.
u. Q.M.R. Verhuell, 1835, Herinneringen van Eene Reis naar de Oost-Indien, Haarlem, Vincent Loosjes, eerste deel, hal 129
v. Kapten Dietz bernama lengkap Dirk Hendrik Dietz, lahir tahun 1766 di Bemmel, menikah dengan Jacoba Susana van der Poel di Kapstad pada 20 Mei 1792. Sebelum menjadi Komandan kapal “De Evertsen”, Dietz menjadi komandan kapal “De Maze” dengan pangkat Kapten Laut pada periode 1 Oktober 1814 – 20 September 1815. Menjadi komandan kapal “de Evertsen” sejak 20 September 1815 – 24 Maret 1817. Kapten Laut Dirk Hendrik Dietz juga adalah komandan utama skuadron yang berangkat dari Surabaya itu dan sekaligus panglima angkatan laut untuk perairan Maluku. Dietz meninggal di atas kapal “De Evertsen” pada tanggal 24 Maret 1817 di perairan Tanjung Alang (Nusaniwe) saat menuju ke kepulauan Banda.
w. Mayor Meijer memiliki nama lengkap Jan Albert Meijer, lahir pada 27 Januari 1789 dan meninggal dunia di Ambon pada 16 Januari 1818, setelah tertembak di [negeri] Ouw pada 11 November 1817
x. Penyebutan informasi mengenai “jembatan kecil” ini berasal dari sumber Boelen tentang periode yang berlangsung antara September – Oktober 1817, setelah mereka merebut benteng Duurstede pada 3 Agustus 1817. Ia menulis : “ Kami masih memiliki jembatan kecil, yang telah kami lintasi bersama pasukan kami, cukup jauh di depan kami, sehingga jika musuh melakukan operasinya dengan lebih diam-diam, mereka mungkin akan mengejutkan kami; tapi teriakan perangnya memperingatkan kita pada waktunya”.
y. Penyebutan informasi mengenai “tiga jembatan” ini berasal dari Kapten Lisnet tentang periode yang berlangsung antara September – Oktober 1817, setelah mereka merebut benteng Duurstede pada 3 Agustus 1817. Ia menulis [khusus untuk tanggal 22 September 1817] : “Ada juga beberapa sungai yang mengalir di sana, di atasnya terdapat 3 jembatan pada saat perjalanan Boelen di tanggal 4 [September]; jembatan-jembatan itu telah digunakan dengan baik pada waktu itu; namun para pemberontak kini telah membakarnya”.
z. Transisi atau “perpindahan/peralihan” yang dimaksud oleh Van der Kemp adalah transisi atau “perubahan” dan juga “penambahan” informasi mengenai jembatan-jembatan yang ada di negeri Saparoea hingga ke negeri Tiouw, yang kemungkinan memiliki jumlah jembatan antara 3 – 4 jembatan pada tahun 1817. Informasi mengenai 3 – 4 jembatan yang berada di negeri Saparoea dan Tiouw ini memberikan gambaran yang bisa dibayangkan dalam hubungannya dengan deskripsi dari Van Doren tentang peristiwa pendaratan Buijskes di Waisisil dan jembatan Way Sioel.
aa. M.L. Deventer, 1891, Het Nederlandsch gezag over Java en onderhoorigheden sedert 1811 : verzameling van onuitgegeven stukken uit de koloniale en andere achieven, s’Gravenhagen, Martinus Nijhoff, volume I
bb. Lebih tepatnya, J.A. Van Middelkoop menjadi Resident van Pekalongan (1807) dan Resident van Tegal (1808)
cc. Nahuijs yang dimaksud adalalh Mr Huibert Gerard Baron Nahuijs van Burgst, lahir pada 28 Maret 1782 dan meninggal dunia pada 12 Januari 1858. Ia pernah menjadi Resident Jogjakarta pada periode 1816 – 1822 dan penjabat Resident Surakarta pada 1819 – 1823.
dd. Mr. H.G. Baron Nahuys van Burgst, 1858, Herinneringen uit het Openbare en Bijzondere Leven (1799 – 1858), Hertogenbosch, Gebroeders Muller.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar