Selasa, 17 Desember 2019

Kaum Burger Ambon : Perkembangan Sosial di Ambon sepanjang Abad ke-19


Oleh : R. Z. LEIRISSA




  1. Kata Pengantar

Artikel sepanjang 11 halaman yang ditulis oleh sejarahwan Maluku Richard Zakheus Leirissa ini, aslinya dalam Bahasa Inggris berjudul : Social Development in Ambon during 19th century : Ambonese Burger, dimuat pada jurnal  Cakalele, VOL. 6 (1995), pada halaman 1–11 . Seperti yang diutarakan sendiri oleh penulis, bahwa artikel ini merupakan hasil riset untuk penulisan disertasinya di Universitas Indonesia tahun 1990.
Pada artikel ini, sang penulis mengkaji tentang salah satu fenomena sosial yang berkembang sepanjang abad 19, yaitu kaum burger. Penulis lebih berkonsentrasi pada beberapa keluarga orang Ambon, yang ia kategorikan sebagai kaum burger, misalnya de Fretes, Diasz, dan lain-lain.
Kami menerjemahkan artikel ini, karena kami merasa perlu untuk memberikan bacaan yang baik kepada kita sekalian dalam bahasa Indonesia. Selain itu, tema yang dikaji oleh penulis, merupakan satu fenomena sosial yang hingga kini, masih meninggalkan jejak dalam kehidupan sosial orang Ambon, baik disadari maupun tidak. Keberadaan kaum burger, khususnya kaum burger Ambon sepanjang abad 19 hingga awal abad 20, yang “berpengaruh” dalam lingkup masyarakat “pribumi” dengan “bantuan” pihak kolonial, berpengaruh hingga kini, dan masih bisa dilihat jejak-jejak sosialnya. Salah satunya adalah pekerjaan kaum burger di bidang pemerintahan. Seperti yang disebutkan dengan eksplisit pada akhir artikel, bahwa budaya kebijakan kolonial hingga kini masih terasa di masyarakat Ambon. Mungkin dengan bahasa yang lebih “sederhana”, Leirissa mau menyebut bahwa ada semacam prinsip yang tetap “abadi” dalam pemahaman masyarakat Ambon, bahwa menjadi “orang” adalah menjadi pegawai (PNS).
Pada artikel ini, penulis tidak menyertakan catatan kaki, sehingga catatan kaki atau catatan tambahan pada artikel terjemahan ini, merupakan catatan dari kami. Kami melakukannya untuk memberikan gambaran yang lebih utuh, terutama pada beberapa figur kaum burger yang disebut oleh penulis. Selain itu, kami juga menyertakan beberapa foto/gambar yang kami anggap turut mendukung artikel ini.
Akhirnya, selamat membaca..............selamat menikmati kajian-kajian bermutu untuk kita tetap menjadi manusia bersejarah...............



  1. Terjemahan  : kutu busu
 
lukisan suasana masyarakat Ambon tahun 1817 oleh Q.M.R. Verhuell
Parameter

Produk rempah-rempah merupakan salah satu karakteristik utama dari sistim sosial di kepulauan Ambon pada abad ke-17. Sistim pengelolaan tanah dan aspek lain pada struktur negeri-negeri di kepulauan itu, lebih atau kurangnya turut mendukung monopoli rempah-rempah yang dilakukan oleh VOC (Knaap 1987). Namun, sejak pertengahan abad ke-18, kekuasaan VOC mulai memperhatikan kemunduran monopoli mereka dalam hak perdagangan rempah-rempah di Ambon, salah satu diantaranya adalah persaingan dari pedagang-pedagang asal Inggris. Pemerintahan peralihan Inggris (1797-1816)1  yang lebih fokus pada peperangan dan mengabaikan monopoli rempah-rempah, adalah faktor utama dari kemunduran produksi rempah-rempah.  Sistim Monopoli menjadi lemah melalui perjanjian London tahun 1824 antara Belanda dan Inggris, yang mengijinkan rempah-rempah ditanam dan diperdagangkan di Maluku Utara (Wright 1958). Meskipun sistim monopoli di kepulauan Ambon tidak dihapuskan hingga tahun 1864, perkembangan yang cepat sepanjang abad 19 telah membawa perubahan pada masyarakat Ambon.  Pengaruh gagasan-gagasan liberal pada kebijakan kolonial Belanda setelah pertengahan abad 19, juga berpengaruh di Jawa, meskipun dalam cara yang sungguh berbeda (Fasseur 1992).
Dengan tidak terlalu memfokuskan pada aspek ekonomi, kajian ini berusaha untuk menganalisa perkembangan  yang terjadi  diantara penduduk kepulauan Ambon selama abad ke-19. Artikel-artikel dan buku-buku yang ditulis pada abad 19 dan awal 20  mendeskripsikan perubahan itu, yang menekankan pada peranan kelompok sosial yang selalu dirujuk sebagai Ambonsche Burgers atau Inlandsche Burgers (Bakhuizen van den Brink2: 1915, De Bruin Kops3: 1895, Ludeking4 : 1868).  Walaupun artikel-artikel itu menggunakan istilah-istilah seperti itu untuk menunjuk masyarakat Ambon yang tinggal di sekitar kota Ambon sebagai bagian dari komunitas  burger (masyarakat sipil) di kota. Saya (penulis) disini akan menyesuaikan istilah  untuk menunjukan semua orang Ambon pada abad 19 yang  dengan sukarela atau sebaliknya, menghilangkan status mereka sebagai penduduk negeri, sehingga membebaskan mereka dari kewajiban-kewajiban kerja (Kwartodiensten, heerendiensten). Jadi, dalam kajian ini, terminologi kaum burger Ambon menunjuk pada kategori sosial khusus pada abad 19, dengan perbedaan internalnya seperti yang akan dianalisa pada bagian selanjutnya.  Meskipun istilah Ambonsche Burger hanya menunjuk pada komponen demografis yaitu pribumi pada beberapa kampung (seperti Mardika, Halong, Rumatiga atau Poka) yang bisa dipertimbangkan sebagai “asli” Ambonsche ( atau Inlandsche ) Burger, konsep kaum Burger Ambon yang digunakan disini termasuk para pekerja di kota-kota berbenteng seperti pegawai pemerintahan dan para profesional.  Ukuran utamanya adalah bahwa kaum burger Ambon memperoleh pendapatan hidup mereka dari gaji atau upah dan berperan nyata dalam kehidupan sosial pada komunitas negeri. 


Perubahan yang terjadi dengan munculnya kaum burger Ambon, menurut pendapatku (penulis) membentuk struktur dasar untuk perkembangan selanjutnya pada abad berikutnya, pada waktu orang-orang Ambon mulai berimigrasi ke Jawa dan pulau-pulau lainnya untuk menjadi bagian yang lebih luas dari konteks kolonial yang mencakup keseluruhan Hindia Belanda. Artikel-artikel yang disebutkan sebelumnya juga menggunakan istilah Inlandsche Burgers, disamping juga berdarah campuran, keturunan-keturunan yang juga disebut mardijkers, memerdekakan budak-budak asal Portugis yang tersisa di Ambon (pada kampung Mardika), setelah Portugis meninggalkan kota pada awal abad ke-17.  Kategori burger ini bersama dengan Europesche Burgers, secara alami tidak “dimasukan” kedalam batas-batas kaum burger Ambon seperti yang didefinisikan dalam kajian ini.  
Tidak ada kaum burger yang disebutkan dalam artikel itu, atau juga kaum burger Ambon yang diulas disini, sebaiknya tidak disalahpahami sebagai kaum borjuis, suatu kelas menengah  yang muncul di Eropa setelah akhir abad pertengahan. Meskipun  kemunculan kaum burger di Ambon, menimbulkan suatu proses perbedaan sosial, kaum burger tidaklah membentuk golongan merdeka yang terpisah.  Selanjutnya, banyak penduduk negeri berubah menjadi kaum burger, yang kemudian “dipaksakan” lagi kembali menjadi penduduk negeri (lihat dibawah).  Hanya sedikit dari mereka yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kategori kaum burger kota dan bertumbuh dengan masyarakat kolonial.  Meskipun begitu, perubahan  penduduk negeri menjadi kaum burger secara meluas memiliki pengaruh peradaban pada pulau-pulau itu, bersamaan dengan pengaruh ekonomi perdagangan agraria dan kekristenan.
Semenjak ilmu sejarah menjadi dan telah dianggap sebagai ilmu perbandingan, adalah merupakan hal menarik untuk membandingkan  perkembangan di Ambon selama abad 19 dengan perkembangan yang sama yang terjadi di Jawa (Fasseur 1992).  Ketika “ komersialisasi pertanian” di Jawa baru dimulai pada abad 19 (Steinberg 1985), di Ambon, kurang atau lebih perkembangan yang sama telah dimulai sejak awal abad ke-17 (Knaap 1987).  Dengan demikian, ketika Jawa memasuki pasar eropa melalui perdagangan pertanian pada abad ke-19, Ambon mulai  kehilangan peranan itu pada saat yang sama.  Namun, pergerakan awal masyarakat dari abad 17 merupakan faktor utama, yang memampukan sebagian orang-orang Ambon untuk meninggalkan negeri mereka selama abad 19 dan menciptakan peralihan untuk bekerja dengan bayaran gaji atau pekerja upahan.


Karakteristik Umum

Hingga akhir abad ke-17, Kota Ambon selalu menjadi kota kaum migran /kota kaum urban.  Mayoritas penghuni kota pada waktu itu adalah orang Asia Tenggara (paling banyak adalah orang Melayu).  “ Pada masa ini, orang Ambon adalah penduduk pedesaan “ (Knaap 1991 : 125).  Situasinya mulai berubah selama masa pemerintahan peralihan Inggris. Sejumlah penduduk desa/negeri mulai tertarik menuju kota, dengan berbekal surat ijin dari otoritas Inggris, yang mengijinkan untuk bekerja di kota Ambon sebagai para pekerja. Meskipun riset lebih mendalam sangat dibutuhkan, adalah mungkin sekali bahwa pengabaian terhadap pemaksaan penanaman dan kewajiban kerja berhubungan dengan hal  ini, dimana Inggris menyadari tuntutan kebutuhan para pekerja dan mencoba merealisasikan kebutuhan ini dengan mengijinkan penduduk desa untuk bekerja pekerja harian di kota.  Pencapaian penting Inggris lainnya adalah pengorganisasian korps ketentaraan cadangan5, yang terdiri dari banyak orang Ambon, yang juga memberikan status burger kepada mereka sehingga membebaskan mereka dari kewajiban bekerja. Thomas Matulessy atau Pattimura dan  para pengikutnya, yang memulai pemberontakan tahun 1817, adalah unsur penting dari bagian ketentaraan ini6.
Setelah Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, penduduk desa tetap melanjutkan permintaannya untuk menjadi kaum burger. Pihak otoritas bahkan menyediakan surat ijin (vrijbrief) untuk penduduk desa/negeri itu yang mampu untuk membuktikan mereka dapat menemukan pekerjaan bayaran di kota. Arsip-arsip Ambon di Kearsipan Nasional Jakarta, berisikan banyak permintaan dari penduduk desa/negeri untuk memperoleh surat ijin tersebut, dimana jelas mengindikasikan tuntutan terhadap status burger  diantara penduduk desa/negeri di masa itu. Yang pasti, tidak semua permintaan  dipenuhi oleh pihak otoritas, disebabkan pekerjaan bayaran di kota – dan terkadang bahkan dengan koneksi keluarga – mengharuskan (“mewajibkan”) penduduk desa/negeri untuk menjadi aurang beybas (orang bebas) atau burger. Membaca surat-surat itu, satu kesan yang didapatkan adalah bahwa faktor paling penting yang membuat orang untuk menjadi kaum  burger adalah kebutuhan untuk menemukan kesempatan baru di kota. Surat-surat permintaan itu secara khusus menyebut jenis-jenis pekerjaan yang bisa didapatkan di kota : tukang kayu, pendayung perahu, penjual keliling, nagelwerkjes dan sebagainya, hingga kesempatan untuk menjadi pegawai gubernemen/pemerintah (gouvernements ambtenaar).  
Tidak hanya kota Ambon yang menarik bagi penduduk desa/negeri,  “kota-kota berbenteng” yang lebih kecil di Hila, Saparua, Haruku, Nusalaut, Buru dan Seram  juga nampak menyediakan jenis-jenis pekerjaan yang sama dan terbuka menerima penduduk desa/negeri dari wilayah-wilayah tetangga untuk menjadi kaum burger.  Pada pertengahan abad 19, jumlah kaum burger Ambon terutama di area-area dimana populasi Kristen sangat tinggi (terkhususnya di Nusalaut) seperti di wilayah Ambon dan Saparua. Perkiraan berikut memperjelas hal itu, dibuat oleh Dr Ludeking (1868), berdasarkan arsip kantor Hoofdadministrateur (Kepala administrasi) di Kota Ambon

AFDEELING                          BURGER                                 NEGERIFOLKS                      DUTCH
Ambon                                       8,060                                      11,056                                      731
Hila                                               366                                       10,056                                       17
Haruku                                          393                                        6,664                                       88
Saparua                                      2,837                                        8,599                                      167
Nusalaut                                         61                                         3,438                                          4
Buru                                               366                                        9,602                                       27
Seram                                             111                                        30,569                                         4

Sumber: Ludeking (1868: 27, 28)

Selain nama-nama dan pekerjaan, arsip-arsip tidak menyediakan kepada kita dengan lebih banyak data tentang kaum burger Ambon.  Meskipun begitu, ada perbedaan internal menurut tipe pekerjaan.  Selain penduduk desa/negeri yang berada pada tingkat terendah dari kategori itu (pekerja harian, penjual keliling), ada juga pekerja setengah terampil  seperti tukang kayu, pendayung perahu. Pada posisi teratas dari kategori ini adalah pegawai gubernemen/pemerintah.  
Arsip-arsip menyediakan lebih banyak data hanya pada strata yang lebih tinggi, yang untuk beberapa alasan, nampaknya hanya yang lebih pantas untuk disebutkan, misalnya seperti keluarga de Fretes dan Diasz dari Ambon. Hal itu mungkin berguna disini untuk menjelaskan tentang mereka secara singkat, berdasarkan bukti-bukti kearsipan.  Kedua keluarga itu aslinya berasal dari negeri Ema,tidak jauh dari kota Ambon, serta merepresentasikan kalangan atas kaum burger Ambon. Mereka menerima budaya Belanda, berbicara sedikit bahasa Belanda dan mengenakan pakaian ala Belanda (Celana, Sepatu dan Topi). Sejumlah kecil dari anggota keluarga mereka, menikah dengan satu atau keluarga Belanda lainnya, yang telah hidup bergenerasi-generasi di Kota Ambon, seperti keluarga Arriansz, van Aarts, de Keyzer, Queninck van Capelle dan Rijkschroef.  Adat penduduk desa/negeri tidaklah “berjalan/berfungsi” pada keluarga-keluarga itu, terutama keluarga Diasz.  
Contoh yang lebih luar biasa adalah Raphael Arnoldus de Fretes7. Setelah istrinya, Jacoba Ariaansz meninggal, ia menikah dengan Pauline Jacoba Arriansz, janda dari K.A. Rijkschroef, salah satu pegawai penting gubernemen.  Ia (R.A. de Fretes) adalah figur kaya, pemilik beberapa rumah di kota dan kapal layar (jenis/tipe sekunar) yang digunakan untuk berdagang antar pulau (Ambon 18, 22, 38, 44, 48, 50, 51, 67, 79, 80, 90, 96, 111, 114, 122, 132, 151, 186, 226, 247, 251, 255, 389, 791, 851, 1044, 1046, 1066, 1076, 1093, 1236, 1293, 1294, 1358, 1369, 1416, 1470, 1479, 1498, 1516).

Ambonsche Burgerschool di tahun 1925


Pegawai Sipil
Saat status kaum burger Ambon tidak berhak untuk di formalkan, dengan pertimbangan fakta bahwa mereka selalu bebas untuk kembali ke desa/negeri sesuai situasi, pegawai pemerintah, keadaannya lebih stabil. Hal ini terjadi dengan fakta bahwa pada pertengahan abad 19, pihak pemerintah mendirikan Ambonsche Burger School (ABS)8, suatu fasilitas pendidikan dasar terutama bagi kaum burger Ambon (tidak selalu hanya untuk kaum burger Ambon). Mereka yang “lulus” ujian dengan nilai terbaik, akan diberi kesempatan mengikuti ujian pegawai pemerintah tingkat rendah (klein ambtenaars examen), yang memberikan hak bagi mereka untuk menjadi pegawai pemerintah (Leirissa 1984).
            Akan tetapi, keluarga de Fretes dan Diasz diantara sekian keluarga kaum burger Ambon yang mampu menjadi pegawai jauh sebelum pendirian ABS dan haruslah mengikuti jalan berbeda dari kemajuan sosial yang terjadi. Hal ini menjadikan mereka sebagai pelopor/perintis pada wilayah ini. Pada tahun 1841, Raphael Arnoldus de Fretes adalah seorang  klerk /juru tulis (tingkat terendah pegawai pemerintah) pada kantor Hoofdadministrateur di Ambon9. Kemudian ia dipromosikan menjabat tugas kewilayahan (Opziener) di Buru, dimana ia menjadi makmur10. Akan tetapi pada tahun 1859, ia diberhentikan (dipecat) akibat kelalaian manajemen. Saat menunggu proses pemeriksaan pengadilan, pihak pemerintah menyetujui proposal dari penduduk negeri Ema, yang menunjuknya menjadi Bapa Radja menggantikan E.A. de Fretes. Pada tahun 1865, setelah proses pemeriksaan kasusnya diselesaikan oleh Raad van Justitie, ia menyerahkan jabatan Raja kepada M. Leimena. Tetapi setelah itu, ia menjadi “makelar” pada Raad van Justitie, yang menggunakan pengetahuannya tentang sistim kerja kolonial untuk membantu masyarakat menghadapi proses pemeriksaan pengadilan.
            Anggota keluarga de Fretes lainnya juga mendapatkan tempat –tempat tugas penting dalam sistim kolonial, terutama dalam bidang pendidikan. Yang perlu disebutkan adalah J. de Fretes11, seorang guru, yang di tahun 1818 mencapai posisi puncak sebagai Opperschoolmeester ( kepala sekolah untuk kaum pribumi) di wilayah Ambon dan kemudian di Haruku (Ambon 18, 22, 38, 144, 48, 51, 67, 79, 80, 90, 96, 111, 114, 122, 132, 151, 184, 226,  247, 251, 255, 389, 851, 1044, 1045, 1066, 1076, 1093, 1236, 1293,  1294, 1358, 1369, 1416, 1470, 1479, 1498, 1516).
            Tentang keluarga Diasz, yang (harus) pertama kali disebutkan adalah Abraham Diasz12, seorang yang menjadi juru tulis  selama  masa pemerintahan peralihan Inggris. Saat Belanda mengambil alih kekuasaan dari Inggris, ia ditunjuk sebagai Opziener di Buru hingga digantikan oleh R.A. de Fretes. Ditempatkan pada kantor pusat administrasi, ia akhirnya sukses menjadi “kepala kepegawaian”, posisi kedua atau orang nomor 2 dibawah kepala administrasi. Banyak kerabatnya yang juga menjadi pegawai pemerintahan, dan salah satu dari kerabatnya adalah Andreas Diasz, yang menduduki posisi “deputi kepegawaian” di Kota Ambon.  “ Nama besar” keluarga Diasz diantara kaum burger di Kota Ambon, juga ditunjukan dengan fakta bahwa anggota keluarga lainnya, Carolus Diasz13, ditunjuk sebagai kepala penjaga kota (Kapitein de Burgerij) (Ambon 107,  114, 129, 145, 184, 369, 1003, 1048, 1162, 1224, 1246, 1266, 1271,  1395, 1441, 1448, 1599).
            Posisi Eerste Commies (kepala seksi) sangat jarang dipegang/dijabat oleh kaum burger Ambon. setelah Abraham Diasz, Eliza Robert Soselisa14 adalah orang  Ambon kedua yang menduduki jabatan ini pada pertengahan abad 19. Ia adalah satu-satunya kaum burger Ambon yang di masa itu, mampu menjadi anggota Raad van Justitie di Kota Ambon, dan dari posisi itulah, ia memperoleh pekerjaan menguntungkan yaitu notaris publik (notaris), yang juga berkedudukan di kota Ambon (Ambon 163, 390, 399, 1433).
            Kaum burger Ambon juga ditemui di kantor-kator publik lainnya selain di kantor pusat administrasi, seperti lembaga anak yatim-piatu dan para pelaksana. Selanjutnya, setelah tahun 1860 pihak pemerintah mulai menunjuk penuntut umum (jaksa) untuk peradilan/pengadilan kaum pribumi (Landraad). Seperti dengan pekerjaan-pekerjaan birokrasi lainnya, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang adat istiadat dapat menjadi seorang jaksa tanpa pelatihan profesioanl setelah mengakhiri pendidikan dasarnya. Para jaksa sejak tahun 1860an hingga 1870an adalah P.D.T Siahaya15 di Landraad Saparua – Nusalaut (kemudian diikuti oleh N.E Manuhuttu16), P.M.J. Manupassa17 di Landraad Haruku (kemudian diikuti oleh J. Soselisa18), M.A. Tahapary19 di Landraad Hitu (kemudian diikuti oleh J.G. Perretz20) dan Theodorus21 di Landraad Kayeli (kemudian diikuti oleh J.M. Gaspersz22) ((Ambon 14, 64, 99, 129, 1150, 157, 161,  357, 368, 374, 390, 392, 394, 395, 398, 390, 392, 394, 395, 396, 398,  412, 413, 1426, 1480, 1583, 1595, 1597).  
            Meskipun kantor pengadilan telah ada jaksa penuntut umum yang digaji pihak pemerintah, selama abad 19 tidak ada pembela (advokat)  yang ditunjuk.  Hal ini membuka kesempatan kepada orang-orang  yang memiliki pengetahuan tentang suatu sistim, seperti Raphael Arnoldus de Fretes yang disebutkan sebelumnya, untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang mengalami kesulitan selama proses yang dilakukan baik oleh Raad van Justitie atau Groote Landraad (pengadilan tinggi) di kota Ambon. Selain R.A. de Fretes dan E.R. Soselisa, nama-nama lain yang kerap muncul dalam arsip adalah Tisera, Tehupeiory, Lopies dan Huwae (Ambon 48, 150, 129, 130, 132, 144, 414, etc.).
            Sejumlah pegawai pemerintah yang pensiun juga mencoba keberuntungan mereka dalam bidang pertanian. Terutama setelah ketidakberlanjutannya sistim monopoli di Ambon dalam tahun 1864, pensiunan pegawai pemerintahan dari level eselon yang lebih tinggi dapat memperolah kontrak dari pihak pemerintah, ditambah kredit tanpa bunga untuk membuka kedai kopi, rokok dan penanaman pohon coklat di Seram barat daya. Orang-orang Ambon itu antara lain I.R. Thenu dan A.D.C. Pietersz (Ambon 355, 368, 378, 380).

Landraad van Ambon di tahun 1923


Senja kala kaum Burger Ambon

Kemunduran dan “kematian” kaum burger Ambon dapa dijelaskan melalui 4 faktor yaitu :
  1. Karakter dasar kaum burger Ambon
  2. Formalisasi status pegawai pemerintahan
  3. Sejumlah regulasi pemerintah setelah akhir abad 19 yang membatasi aktivitas kelompok kaum burger
  4. Penghapusan lembaga penjaga kota (Schutterij)
       

  1. Karakter Informal

Meskipun, mereka memiliki surat ijin yang mengijinkan mereka untuk tinggal atau berkerja di kota-kota perbentengan di kepulauan Ambon, kaum burger Ambon pada kenyataannya hanyalah merupakan kelompok “informal” . Pekerjaan-pekerjaan dengan jenis seperti itu selalu memiliki kebebasan untuk kembali ke desa/negeri dan cara hidup pedesaan saat waktu atau keberuntungan mereka berubah. Pekerjaan-pekerjaan mereka adalah pekerjaan informal, dalam pengertian tidak memiliki suatu organiasi seperti serikat pekerja, yang dapat mengembangkan mereka untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme, keahlian atau posisi tawar dalam pangsa pasar. Jadi tidaklah mengejutkan, saat sistim pendidikan berkembang sebagai mekanisme perekrutan dalam masyarakat kolonial, status mereka tidak lagi dibutuhkan.


  1. Formalisasi fungsi pegawai pemerintah
Pelayanan kesehatan merupakan pekerjaan “berkelanjutan” di kepulauan Ambon. Pekerjaan itu secara bertahap dimulai dengan pekerjaan informal dari vaccinateur (pegawai vaksinasi) pada awal abad 19. Dari situ, upaya serius pihak pemerintah kolonial untuk mencegah penyebaran penyakit cacar di wilayah pedesaan. Figur-figur penting di desa (bukan dari keluarga Radja), biasanya ditunjuk, dan agaknya diberikan instruksi-instruksi penting untuk bekerja dalam bidang itu. Kepulauan Ambon (Maluku Tengah) kemudian dibagi kedalam 10 distrik/wilayah  vaksinasi, yang masing-masing dengan para pekerja vaksinasi yang dibayar oleh pemerintaha, kadang-kadang dibantu oleh asisten (Ambon 14, 64, 99, 122, 150, 152, 161, 357, 368, 374, 1390, 392, 394, 395, 396,  398, 412, 413, 1423, 1480, 1583, 1595, 1597).
Formalisasi tugas dari petugas kesehatan dimulai dengan pendirian Sekolah Dokter Jawa, suatu fasilitas pelatihan dasar kesahatan yang didirikan di Batavia tahun 1852.  Selain pelatihan dasar ilmu kesehatan, lembaga Dokter Jawa juga menjadi bagian terpisah dari birokrasi Hindia Belanda. Awalnya, para pelajar dari kepulauan Ambon diwajibkan untuk kembali ke asalnya untuk ditempatkan pada salah satu dari 10 wilayah vaksinasi. Namun akhirnya, terutama selama paruh pertama abad 20, saat institusi pelatihan medis direorganiasi kedalam School tot Opleiding voor Indsiche Artsen ( Sekolah pelatihan dokter Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai STOVIA), banyak lagi pelajar Ambon menjadi  dokter pemerintah yang ditugaskan di berbagai tempat di Jawa. Diantara  jebolan-jebolan dokter jawa yang ditempatkan di kepulauan Ambon adalah I. Titaley, A.H. Pattiradjawane, N. Latumeten, W.I. Tanasale, A. Lalapua, W.L. Tanalipi dan I.M.S. Ferdinandus (Ambon 99, 131, 355, 369, 371, 374, 380, 381,  1384, 388, 392, 399, 491, 402, 403, 405, 410, 415, 416, 422, 465, 1480,  1499, 1519, 1558, 1566).  
Kota Ambon juga memiliki fasilitas pelatihan serupa setelah tahun 1873 – School tot Opleiding coor Inlandsche Leraren (STOVIL) – untuk melatih para guru dan pendeta untuk gereja di pulau-pulau. Orang Ambon juga turut ikut serta dalam institusi pelatihan profesional lainnya yang di buka di Jawa. Opleidingschool voor Inlandsche Reschkundigen (Sekolah Pelatihan keahlian hukum, 1908) yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk pengadilan dan membentuk para jaksa menjadi kaum profesional dan birokrat.  Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaaren (Sekolah untuk pegawai sipil atau OSVIA ) adalah institusi lainnya. ( Lembaga itu dan lainnya kemudian diikuti seperti sekolah teknik mesin tahun 1921, hukum tahun 1924 dan kedokteran tahun 1927, dimana sejumlah orang Ambon juga turut bersekolah disitu). Sekolah-sekolah itu menjadi roda uatam dalam perekrutan para profesional. Sistim pendidikan kolonial adalah faktor utama yang membuat tidak terpakainya kelompok kaum burger, sebagai cadangan para pekerja utama serta pegawai pemerintah di kepulauan Ambon.

       
  1. Regulasi Pemerintah
Sejak akhir dekade abad 19, penduduk desa/negeri  “dipersulit” untuk mendapatkan surat ijin serta untuk menjadi kaum burger. Tidak ada kebutuhan lanjutan yang dirasakan untuk memberikan ijin khusus pada masyarakat untuk bekerja di kota. Hal ini diikuti oleh suatu regulasi pada tahun 1829, yang membatasi  tempat hunian kaum burger Ambon ke kampung-kampung burger “kaum pribumi” seperti Mardika, Halong, Rumatiga dan Poka.  Meskipun demikian, jumlah kaum burger Ambon pada dekade pertama abad 20 masih tetap tinggi, yaitu : 17.207 yang  tersebar di Ambon (3.452), Saparua (5.998), Kayeli (107), Hila (36) dan wilayah pedesaan (7.614).  Namun selama dekade berikutnya, angka menurun drastis, terutama di wilayah pedesaan, yang kemudian dengan regulasi-regulasi pemerintah untuk membatasi kegiatan mereka. Salah satunya adalah larang kepada kaum burger untuk memiliki tanah di desa/negeri (ENI VII [1935], 119). Dalam tahun 1927, regulasi yang lain dikeluarkan untuk mewajibkan kaum burger yang tinggal di kota untuk membayar pajak (yang mana sejak awal abad 19, mereka tidak membayar pajak) dan mewajibkan yang tinggal di pedesaan untuk  melaksanakan kembali kewajiban kerja (Stbl. N.I. 1892 nos. 67, 82, 251; 1927, no. 204)


  1. Pasukan Penjaga Kota
Salah satu institusi kolonial yang memiliki pengaruh kuat terhadap status kaum burger Ambon selama abad 19 adalah pasukan penjaga kota, yang didirikan di kota-kota perbentengan di kepulaun Ambon (de Bruin Kops 1895, ENI III [1919], 727-729).  Pasukan ini hanya terdiri dari kaum burger berdasarkan ras dan etnis, yang terbagi kedalam 4 divisi.  Dengan demikian, satu divisi untuk kaum burger Eropa (Belanda), satunya untuk kaum burger Ambon, satunya untuk kaum burger Muslim Moorache Burger, dan satunya lagi untuk Chineesche Burgers kaum burger China.  Pasukan itu memiliki seragam, bendera, dan jadwal latihannya sendiri.  Pada kejadian-kejadian penting, mereka melakukan parade melalui kota untuk mempertunjukan “kewajiban” mereka untuk menentramkan masyarakat. Figur-figur penting kaum burger berpartisipasi aktiv dalam pasukan penjaga kota ini, dan bahkan menjadi bagian dari perwira-perwira kesatuan ini, semenjak keanggotaannya menjadi simbol status paling penting.  Akan tetapi, selama dekade pertama abad 20, kesatuan ini dianggap tidak diperlukan lagi dan kemudian dihapuskan, pertam di Kayeli (1906), kemudian di Hila (1908) dan akhirnya di Ambon dan di Saparua dalam tahun 1923 (, ENI III [1919],729).  

Kesimpulan

      Kemunculan kelompok kaum burger dihasilkan dari perubahan lingkungan di kepulauan Ambon dalam abad 19. Kemerosotan  penanaman cengkih, mungkin menjadi faktor utama yang mempengaruhi penduduk desa/negeri untuk melihat pilihan-pilihan pekerjaan di kota-kota perbentengan seperti Amon, Hila, Saparua dan Kayeli.  Mereka yang diijinkan untuk bekerja di kota dibekali dengan surat ijin  yang  membuka kesempatan terhadap status kaum burger Ambon dan membebaskan mereka, seperti kaum burger lainnya, dari membayar pajak dan menjalankan wajib kerja.  Dari pertengahan abad, lebih banyak anggota kelompok ini yang dianggap sebagai kaum burger Ambon, yang tinggal di pedesaan daripada di kota. Kelompok ini termasuk pekerja harian dan penjual keliling dari tingkatan terbawah, tingkatan menengah seperti tukang kayu, ABK, pekerja cengkih dan lain lain, serta level teratas seperti pegawai pemerintahan.
Hilangnya kaum burger Ambon dapat dijelaskan melalui 4 faktor. Faktor paling penting adalah mereka hanyalah kelompok informal. Para pekerja di kota-kota berbenteng selalu bebas untuk kembali ke desa dan tidak ada organisasi atau serikat pekerja untuk mengembangkan mereka menuju profesionalisme. Bahkan perekrutan pegawai-pegawai pemerintah tidak berdasarkan pada kriteria profesional.  Lebih jauh lagi, perekrutan pegawai-pegawai pemerintah dipilih dikarenakan status  mereka seperti anggota keluarga yang sama, seperti keluarga raja-raja mereka.  Pegawai-pegawai pemerintah mulai menjadi lebih profesional melalui sistim pendidikan selama paruh kedua abad 19, dan mengubah hak istimewa kaum burger Ambon di kepulauan Ambon.  Regulasi-regulasi pemerintah selanjutnya menghilangkan “dasar hukum” keberadaan kelompok ini, dan penghapusan kesatuan penjaga kota juga menghilangkan kebanggaan status dari strata tertinggi kaum burger Ambon. Sejak dekade kedua abad 20, kaum burger Ambon sebagai kategori sosial telah pudar. Hanya “ burger kaum pribumi” yang tinggal di beberapa negeri di teluk Ambon masih dianggap sebagai borgo/borgor (burger), walaupun tanpa  hak istimewa yang tersisa selain dari warisan mereka. Formalisasi birokrasi pemerintah sebagai tulang punggung sistim kolonial di Hindia Belanda meninggalkan pengaruh kuat pada masyarakat kolonial. Bahkan hingga dewasa ini, budaya kebijakan birokrasi masih tetap dominan di Indonesia, termasuk pada masyarat Ambon sendiri

---- selesai ----


CATATAN (dari penulis)
Artikel ini merupakan hasil riset untuk disertasi saya (penulis) pada Universitas Indonesia tahun 199023. Versi lebih awal dipresentasikan di Yayasan Tjengkeh di Amsterdam tahun 1991 dan pada Second International Maluku Research Conference di  the University of Hawai‘i tahun 1992. Materi-materi kearsipan yag digunakan dalam artikel ini tersimpan di Arsip Nasional R.I Jakarta. Arsip Lokal terbagi kedalam Residentie archiven.  Arsip-arsip Ambon (Karesidenan Ambon) sebanyak 1621 kotak. Dokumen-dokumen yang dikutip disini, terdaftar menurut nomor kotak yang berisikan dokumen tersebut.


Referensi -referensi


  • Bakhuizen van den Brink, Ch. R. 1915. De inlandsche burgers in de Molukken. Bijdragen Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde 70: 569– 649.
  • de Bruin Kops. 1895. Grepen Uit de Geschiedenis der Ambonsche Schutterij. Amboina: H. H. Thorig.
  • Fasseur, Cornelis. 1992. The politics of colonial exploitation: Java, the Dutch and the cultivation system. Ithaca: Cornell University Press.
  • Knaap, G. J. 1987. Kruidnagelen en Christenen: De Vereenigde Oostindische Compagnie en de Bevolking van Ambon. Dordrecht: Foris.
    ———. 1991. A city of migrants: Kota Ambon at the end of the seventeenth century. Indonesia 51: 105–128.
  • Leirissa, R. Z. 1984. Midras dan Ambonsche burgerschool: Dua bentuk sekolah yang bertolak belakang di Maluku Tengah abad 19. Makalah pada Seminar Sejarah Lokal di Medan, 17–20 September.
  • Ludeking, F. W. A. 1868. Schets van de Residentie Amboina. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.
  • Raedt van Oldenbarnevelt, H. J. A. 1916. De residentie Ambon. Tijdschrift van het Binnenlandsch Bestuur 49: 265–385. Staatsblad van Nederlands Indie. 1892, 1920, 1927. Government publications.
  • Steinberg, David Joel, ed. 1985. In search of Southeast Asia: A modern history, rev. ed. Honolulu: University of Hawaii Press.
  • Wright, H. R. C. 1958. The Moluccan spice monopoly, 1770–1824. Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society 31, part 4.



Catatan Tambahan (dari kami)
  1. Kalimat dari R.Z. Leirissa ini, sebaiknya tidak dipahami bahwa pemerintahan peralihan Inggris berlangsung selama 19 tahun (1797 – 1816).  Faktanya, Inggris tidak memerintah selama itu, pemerintahan peralihan Inggris  berlangsung 2 kali dalam periode itu. Secara defacto, pemerintahan peralihan Inggris dibeberapa tempat itu berbeda tanggalnya. Pada konteks wilayah Maluku Tengah, periode I (1796 – 1803) berlangsung sejak 16 Februari 1796 – 28 Februari 1803), kemudian diambil alih oleh Belanda (28 Februari 1803 – 19 Februari 1810), diambil alih lagi oleh Inggris pada periode II (19 Februari 1810 – 24 Maret 1817)

  1. Bakhuizen van den Brink, yang dikutip oleh Leirissa sesuai referensinya bernama Ch. R. Bakhuizen van den Brink. Nama lengkapnya adalah Charles Rene Bakhuizen van den Brink. Ia adalah putra dari Reinier Cornelis Bakhuizen van den Brink dan Julie Simon, lahir pada 6 Januari 1850 di Elsene, Brussel, Belgia serta meninggal di s’Gravenhage pada 12 Mei 1923. Ia menikah dengan Henrietta Maria Raedt van Oldenbarnevelt (1858-1929), di Batavia pada tanggal 30 November 1878. Istrinya ini adalah kakak perempuan dari Hendrik Jan Anthoni Raedt van Oldenbarnevelt, Resident van Ambon (Agustus 1910 – Juni 1915). Bakhuizen van den Brink pernah menjadi Resident van Batavia (September 1901 – Mei 1906)
§  Lihat Chr. Fr. Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Bakhuizen van den Brink, Charles Rene
§  Lihat Epen, D.G, Arendsen Raedt – Raedt Oldenbarnevelt (dimuat dalam Nederlands Patriciaat, 12e jaargang, 1921-1922, s’Gravenhage, 1922,  Hal 140-141)
§  Lihat Lohanda, Mona. Sejarah Para Pembesar mengatur Batavia, lampiran II, Masup, Jakarta, Juni 2007 (hal 285)
§  Lihat Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1902, Landsdrukerij Batavia, 1902 (halaman 161)
§  Lihat Jong, Chr.G.F. de. De Protestantse kerk in de Midden-Molukken vol 2 1900 1942,  2 vol WGNZOK, (Zoetermeer 2004 dan Leiden 2006), Bijlage VI, Bestuurhoofden der Molukken 1800 – 1942, hal 647
  1. De Bruin Kops yang dimaksud oleh Leirissa adalah George Francois de Bruin Kops. Ia lahir di Batavia pada 10 Oktober 1859 dan meninggal pada 3 Februari 1945. Ia adalah putra dari George Francois de Bruin Kops dan Johana Walbeehm. Ia pernah bertugas di Ambon, yaitu menjadi Controleur afdeling Ambon (1888-1890), sekretaris karesidenan Ambon (1891 – 1898) dan komandan Schutterij van Ambon (1891 – 1898)
§  Lihat Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1889, Landsdrukerij Batavia, 1889 (halaman 251)
§  Lihat Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1890, Landsdrukerij Batavia, 1890 (halaman 253)
§  Lihat Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1890, Landsdrukerij Batavia, 1890 (halaman 232,278)
§  Lihat Chr. Fr. Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register  Bruijn de Kops, George Francois
  1. Dr Ludeking yang dimaksud oleh Leirissa bernama lengkap Everhardus Wijnandus Adrianus Ludeking, namun Leirissa mungkin tidak teliti, sehingga dalam referensinya, ia menulis F.W.A. Ludeking. E.W.A. Ludeking adalah putra dari Willem Ernst Ludeking dan Johana van den Burg, lahir pada 29 Mei 1838 di Hilversum dan meninggal di Surabaya pada 16 Februari 1877. Ia menikah di Batavia 31 Agustus 1854 dengan Maria Sophia Clasina Eisinger (1834 – 1901), putri dari Georgius Eisinger dan Louisa Jacoba van den Broek.  Ia pernah bertugas di Ambon sejak 31 Juli 1861 – 1864, sebagai perwira gezondheid kelas 1 atau salah satu perwira di bidang seni pada korps tentara.
§  Lihat Chr. Fr. Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register  Ludeking, Everhardus Wijnandus Adrianus
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1855, ter Landsdrukerij, Batavia, 1854 (halaman 439)
  1. Korps ketentaraan cadangan ini menurut arsip-arsip Inggris disebut Amboynese Corps (Korps Ambon) yang dibentuk oleh  Mayor Henry Court, Gezaghebber Sipil dan Militer Maluku (1810-1811), sekitar akhir Februari  1810.  Kesatuan ini berkomposisi : 1 Mayor Sersan, 1 Ajudan, 20 Sersan, 20 kopral dan 600  prajurit. Kesatuan ini lebih dikenal sebagai pasukan 600.  Pasukan ini pertama kali dipimpin oleh Kapten David Forbes (1810-1811) dari Resimen Madras dan Letnan Jhon Cursham (1810 -1811) sebagai Ajudan.
Komandan  Amboynes Korps  (yang bisa diketahui):
a.       Kapten David Forbes (1810 – 1811) dari  Resimen Madras
b.       Kapten Henry Blanckenhagen (1811 – 30 Agustus 1813) dari Resimen Bengal
§  Lihat Militair en civiel gezaghebber te Ambon (kapitein Court) aan algemeen secretaris te Madras (Falconar), Ambon, 6 maart 1810. Afschrift. IOR, Bengal Political Consultations 15 May 1810 no. 46, P/119/4 (dimuat dalam Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, oleh Chr. Fr Fraasen)
§  Lihat Resident der Molukken (Martin) aan secretaris van het koloniaal departement te Calcutta (Tucker), Ambon, 22 september 1813. Afschrift. IOR, Bengal Military Colonial Consultations 22 January 1814 no. 34, P/167/72. (dimuat dalam Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, oleh Chr. Fr Fraasen)

  1. Thomas Matulessij disebut namanya secara implisit sebagai salah satu bekas anggota Amboyness korps untuk pertama kalinya pada Laporan tertanggal 28 Agustus 1817.  Namanya disebutkan secara eksplisit pertama kali dalam laporan Middelkop pada tanggal 4 Oktober 1817, kemudian  oleh Q.M.R. Verhuell, juga oleh J.B.J. van Doren, P.H. van der Kemp (1911) dan I.O. Nanulaita (1985)
§  Gouverneur der Molukken (Van Middelkoop) aan gouverneur-generaal (Van der Capellen), Ambon, 28 augustus 1817.No. 32. Afschrift. ARNAS, Ambon 474
§  Rapport over de stand van zaken in de Molukken van tweede commissaris voor de overname der Molukken, tevens gouverneur der Molukken (Van Middelkoop), aan schout-bij-nacht en commissaris-generaal Buijskes, Ambon, 4 oktober 1817.Afschrift. NA, collectie Schneither 2.21.007.57, 128.
§  Lihat Verhuell, Q.M.R. Herinneringen van eene reis naar de Oost-Indien, eerste deel, Vincent Loosjes, Haarlem, 1835 (hal 243)
§  Lihat Doren, J.B.J. van. Thomas Matulesia Het Hoofd der Opstandelingen op het Honimoa..........., J.D. Sybrandi, Amsterdam, 1857 (halaman 8)
§  Lihat Kemp, P.H. van der, Het Herstel van het Nederlandsch gezag in de Molukken in 1817 (dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-, Land en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, volume 65, 1911, halaman 355-736,  (khusus di hal 454)
§  Lihat Nanulaita, I.O. Kapitan Pattimura, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1985 (hal 18-19)

  1. Leirissa saat menulis tentang biografi Raphael Arnoldus de Fretes pada artikel ini, sangat membingungkan dan mungkin tidak teliti. Leirissa menyebut bahwa de Fretes menikah 2 kali, yang pertama dengan Jacoba Ariaansz kemudian dengan Pauline Jacoba Ariaansz, janda dari K.A. Rijschroef. Namun informasi ini berbeda dengan sumber Fraasen dan almanak. Fraasen menyebut bahwa de Fretes menikah di Ambon pada 15 Agustus 1840 dengan Susana Margaretha Ariaansz. Sumber Almanak en Naam register tahun 1841, menulis R.A. de Fretes menikah dengan Susana Margaretha Ariaansz, almanak tahun 1853 menulis Raphael Arnoldus yang merupakan duda dari Susana Margaretha Ariaansz, menikah di Buru pada 20 Desember 1851 dengan Paulina Jacoba Ariaansz
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1841, ter Landsdrukerij, Batavia, 1840 (hal 248)
§  Lihat Chr. Fr. Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Fretes, Raphael Arnoldus de
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1853, ter Landsdrukerij, Batavia, 1853 (hal 425)
§  Leirissa menulis bahwa istri kedua de Fretes ini adalah janda dari K.A. Rijkschroef, seorang pegawai penting gubernemen. Sumber dari almanak tahun 1853 tidak menulis bahwa Paulina Jacoba Ariaansz adalah seorang janda dari siapapun, dan agak aneh jika sumber almanak tidak “tahu” dan tidak menulis status istri kedua ini.
§  Jika Paulina Jacoba Ariaansz adalah janda dari K.A. Rijkschroef (dengan asumsi Leirissa benar), maka berdasarkan sumber almanak sejak tahun 1817 – 1850, tidak ada pegawai penting gubernemen yang berinisial K.A. Rijkschroef. Yang ada adalah A.H. Rijkschroef (Adriaan Hendrik), lagipula istrinya adalah Johana Clasina Eckhardt (1808-1838).
§  Satu-satunya inisial namanya yang sama dengan K.A. Rijkschroef adalah Karel Adriaan Rijkschroef. Namun figur ini kelahiran tahun 1837, dan istrinya bernama Jacoba Dorothea de Fretes (1843-1928) menikah tahun 1860 di Ambon. J.D. de Fretes adalah putri dari Eliza. A. de Fretes dan Avia.E. Latumanuwaij, sehingga mungkin keduanya berhubungan keluarga dan Eliza.A. de Fretes ini yang mungkin digantikan oleh R.A. de Fretes saat menjadi Raja Ema (yang ditulis oleh Leirissa dengan inisial nama E.A. de Fretes)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1862, ter Landsdrukerij, Batavia, 1862 Burgerlijke stand (hal 20)
  1. Ambonsche Burger School atau ABS tepatnya berdiri di Ambon pada tahun 1858.
§  Lihat Brugmans, I.J. Geschiedenis van het Onderwijs in Nederlandsch-Indie, J.B. Wolters uitgevers Maatschaapij n.v, Groningen – Batavia, 1938,  hal 175-176
§  Lihat Leirissa, R. Z. 1984. Midras dan Ambonsche burgerschool: Dua bentuk sekolah yang bertolak belakang di Maluku Tengah abad 19. Makalah pada Seminar Sejarah Lokal di Medan, 17–20 September. (artikel ini kemudian dimuat dalam buku berjudul Pendidikan sebagai Faktor Dinamisasi dan Integrasi Sosial, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1989, hal 53-89, terkhususnya hal 54

  1. Sebenarnya Raphael Arnoldus de Fretes memulai karirnya, dari pasukan Schutterij van Ambon. Namanya disebut secara eksplisit sejak tahun 1839, yaitu di eerste compagnie (divisi satu) dengan pangkat tweede luitenants (letnan 2). Namanya terdaftar dalam pasukan ini hingga tahun 1842. Tahun 1843, ia mendapatkan promosi menjadi ajudan dengan pangkat Letnan 2 di bagian staff hingga tahun 1846. Tahun 1841 ia menjadi klerk/juru tulis di Hoofdadministrateur, tahun 1845-1846 menjadi penerjemah bahasa Melayu di Gubernemen Maluku menggantikan D.S. Hoedt. Tahun 1846 ia menjadi Opziener di afdeling Buru menggantikan pejabat Opziener Adriaan.Molle (1841 – 1846). Posisinya sebagai penerjemah bahasa Melayu digantikan oleh D.F. Pietersz (1846 – 1855)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1839, ter Landsdrukerij, Batavia, 1839 (hal 78)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1840, ter Landsdrukerij, Batavia, 1840 (hal 79)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1842, ter Landsdrukerij, Batavia, 1842 (hal 82)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1843, ter Landsdrukerij, Batavia, 1843 (hal 86)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1846, ter Landsdrukerij, Batavia, 1845 (hal 66,102)

  1. Raphael Arnoldus de Fretes dipromosikan menjadi Opziener di Afdeling Buru sejak tahun 1846, menggantikan sang pejabat Adriaan.Molle (1841 – 1846) yang diberhentikan. De Fretes menjabat hingga tahun 1858, kemudian digantikan oleh  George.Jacob Philippus. Canela (1858 -1860)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1847, ter Landsdrukerij, Batavia, 1847 (hal 69)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1858, ter Landsdrukerij, Batavia, 1858 (hal 127)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1859, ter Landsdrukerij, Batavia, 1859 (hal 131)

  1. Nama lengkapnya adalah Jacob de Fretes
§  Lihat Eerste commissaris tot de overname en retablissering van 's Compagnies bezittingen in de Molukken (Cranssen) aan gouverneur-generaal (Siberg) en raden van Indië, Batavia, 20 december 1803. Afschrift. NA, collectie Van Alphen 2.21.004.19, 302 (terkhususnya item 136)
§  Lihat Chr. Fr. Fraasen, Bronen Betreffende Midden Molukken 1796-1902, Naam Register Fretes, Jacob de
  1. Leirissa dalam pemaparan tentang figur Abraham Dias, kurang teliti, sedikit “kacau” dan mungkin mencampur aduk 2 figur yang inisial namanya sama dan usianya sebaya, yaitu Abraham Dias dan Andreas Dias. Leirissa dalam artikelnya menulis seperti ini :
About the Diases, mention should first be made of Abraham Dias, who seems to have become a clerk during the British interregnum. When the Dutch took over from the British, he was appointed Opziener in Buru until replaced by R. A. de Fretes. Placed at the office of the central administration, he ultimately succeeded in becoming chief customs officer, a position second only to the chief administrator
( Tentang keluarga Dias, yang seharusnya disebutkan lebih dulu adalah Abraham Dias, yang nampaknya menjadi juru tulis selama masa pemerintahan peralihan Inggris. Ketika Belanda mengambil alih pemerintahan dari Inggris, ia ditunjuk menjadi Opziener di Buru hingga digantikan oleh R.A. de Fretes. ..................)
Membaca kalimat ini, dengan jelas Leirissa menyebut bahwa Abraham Dias menjadi juru tulis di masa pemerintahan peralihan Inggris, kemudian saat Belanda mengambil pemerintahan dan kemudian menunjuknya (Abraham Dias) menjadi Opziener di Buru hingga digantikan oleh R.A. de Fretes.
§  Leirissa tidak menyebut secara eksplisit pada periode mana, Belanda mengambil alih pemerintahan dari Inggris, yang kemudian menunjuk Abraham Dias menjadi Opziener di Buru, apakah pada periode (1803 – 1810) atau periode (1810-1817)?
§  Jika pada periode I (1803 – 1810), Buru masih menjadi karesidenan dan pada periode ini, Buru dipimpin oleh Residen Pietro Anthonio Celestino Marca  (1803 -1805), Johanes Jacobus Bruins (1805 – 1807) dan Willem Schouten (1807-1810). Dari daftar ini, berarti tidak ada nama Abraham atau Andreas Dias yang menjadi Opziener Buru
§  Jika pada periode II (1817 1942),  sejak Belanda mengambil alih pada Maret 1817, yang menjadi pimpinan di Buru adalah Johanes Ceberg (Maret – Des 1817), Jean Leonard  Baudoin (1817 – 1823), Coenrad Keller (1823 – 1824), Marthinus .Catharinus. Lans (1824-1826), Leonardus Balthasar. Wonderling (1829 – 1832) kemudian A. Dias (1832 – 1841), Adrian Molle (1841-1846) dan Raphael Arnoldus de Fretes (1846 – 1858)
§  Seperti terlihat  bahwa memang ada nama A. Dias menjadi Opziener (1832 – 1841), namun inisial nama A. Dias ini, bukanlah Abraham Dias melainkan Andreas Dias. Menurut sumber P.F.L.C. Lach Bere, memang ada 2 nama yaitu Adam Abraham Dias dan Andreas Dias dan keduanya sebaya (lahir 1789 dan 1795). Jika kita mencocokan seluruh informasi dari Lach Bere, Almanak en Naamregister serta Fraasen dan membandingkan dengan informasi dari Leirissa, maka Andreas Dias lah yang paling cocok dengan gambaran Leirissa, bukan figur Abraham Dias
§  Berdasarkan sumber-sumber, maka Andreas Dias adalah juru tulis (1817), komisaris kelas 2 di sekretariat (1823-1827), anggota divisi artileri di Schuterrij van Amboina dengan pangkat letnan 2 (1826 – 1831), kemudian menjadi Opziener di Buru (1832-1841), kemudian digantikan oleh Adriaan Molle (1841-1846), dan menjadi Komisaris di Larike (1841 – 1859).

  1. Leirissa kemungkinan juga tidak teliti terhadap figur Carolus Dias ini, menurut sumber Fraasen namanya adalah Cornelis Dias yang menjadi Kapitein der Burgerij tahun 1817. Nama Carolus Dias memang disebutkan dalam sumber Lach Bere, namun ia adalah seorang officier burgerij, namun tidak disebutkan periode figur ini menjadi officier.  

  1. Eliza Robert Soselisa lahir di Ambon tahun 1821, menikah di Ambon pada 23 Oktober 1852 dengan Hendrika Elisabeth Ohello (1834-1900) dan meninggal di Ambon pada 15 Maret 1873. Ia menjadi eerste klerk dan penerjemah bahasa Melayu (1855-1856) menggantikan D.F. Pietersz (1846 – 1855), menjadi Hoofd Jaksa (1857 – 1863) di groote landraad, dan fungerend jaksa di gewone landraad (1858-1860), eerste commisie (1863-1873), anggota Raad van Justitie van Ambon (1868 – 1873)

  1. P.D.T. Siahaya bernama lengkap Philip Domingos Tuanakotta Siahaya. Leirissa “tidak tepat” menyebut Siahaya menjadi Jaksa dalam tahun 1860an-1870an, faktanya menurut sumber Almanak en Naamregister, ia menjadi Jaksa di landraad Haruku (bukan di Saparua seperti yang disebut Leirissa) sejak 4 September 1856 – 23 Agustus 1865. Ia kemudian dimutasikan ke Landraad Saparua menggantikan J.Theodorus (17 Nov 1862 – 23 Agustus 1865), dan menjabat hingga 5 Agustus 1867 dan digantikan oleh E.F.S. Noija (1867 -1882)

  1. Sumber Almanak en Naamregister menulis namanya H.E. Manuhuttu (Leirissa menulis namanya N.E. Manuhuttu, namun ini hanyalah kesalahan teknis semata). H.E. Manuhuttu menjadi Jaksa bersamaan dengan P.D.T. Siahaya, dimana Manuhuttu menjadi Jaksa di Landraad Saparua – Nusalaut, sedangkan Siahaya di Haruku (bukan seperti yang ditulis oleh Leirissa). Manuhuttu menjabat sejak 1856 – 1862 dan digantikan oleh J. Theodorus (1862 – 1865). Manuhuttu dimutasikan ke Buru (1862-1865), menggantikan J.Theodorus (1856 – 1862), dan digantikan lagi oleh J. Theodorus (1865 - 1872)

  1. Sumber dari Almanak en Naamregister, serta Leirissa hanya menulis namanya J. Manupassa, sedangkan menurut Etmans dan Fraasen, namanya adalah Jacob Manupassa, lahir tahun 1845. Menikah di tahun 1876 dengan Salomie Sopakuwa (1852 -1898). Ia menjadi jaksa di landraad Haruku (5 Agustus 1867 – 14 Februari 1877) menggantikan M.A. Tahapary (1865-1867), kemudian dimutasi ke landraad Wahaai (14 Februari 1877 – 1 Oktober 1879) menggantikan J.G. Perretsz ( 4 April 1865 – 14 Feb 1877). Setelah bertugas di Wahai, ia kembali ditugaskan ke Haruku (1 Oktober 1879 – 31 Maret 1884 ) menggantikan  W.C.M. Tehupeiory (14 Febr 1877 – 1 Oktober 1879) yang ditugaskan ke Wahai (1879-1882). Jacob Manupassa kemudian dimutasikan ke landraad Saparua menjadi ajunt (31 Maret 1884 – 30 Juni 1887), dan menjadi Jaksa di Saparua (30 Juni 1887 – 1890, 16 Juni 1892 – 22 Des 1907)

  1. Mungkin Leirissa juga keliru terhadap figur J. Soselisa ini. Berdasarkan sumber almanak en naamregister sejak tahun 1857-1912, tidak ada nama jaksa bernama J. Soselisa yang bertugas di Landraad Haruku (jika berdasarkan pada apa yang ditulis oleh Leirissa). Yang menjadi jaksa di landraad Haruku adalah P.D.T. Siahaya (1856-1865), M.A. Tahapary (1865-1867), J. Manupasa (1867-1877), W.C. M. Tehupeiory (1877-1879), J. Manupassa (1877-1884). Sejak tahun 1884, landraad Haruku dileburkan ke dalam landraad Saparua. Mungkin yang dimaksud oleh Leirissa dengan figur J. Soselisa adalah J.A. Soselisa (Johannes Amelius.) yang menjadi hoofd jaksa di groote landraad Ambon (13 Juli 1875- 26 Juni 1890), menggantikan D.F. Suripatty.
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1861, ter Landsdrukerij, Batavia, 1861, Burgerlijke stand (hal 18)
§  Lihat t Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1876, ter Landsdrukerij, Batavia, 1876, (hal 102-103)
§  Lihat Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1890, ter Landsdrukerij, Batavia, 1890, (hal 121)

  1. M.A. Tahapary pertama kali menjadi jaksa di landraad Haruku (23 Agustus 1865-  5 Agustus 1867) menggantikan P.D.T. Siahaya (lihat catatan tambahan no 15), kemudian dimutasikan ke Landraad Hila (5 Agustus 1867 – 1882) menggantikan E.F.J. Noija (11 Juli 1865 – 5 Agustus 1867) yang pindah ke Landraad Saparua-Nusalaut, dan posisinya di Haruku digantikan oleh Jacob Manupasa (lihat catatan tambahan no 17).

  1. J.G. Perretz bernama lengkap Jan George Perretz. Ia memulai karirnya dari Landraad Hila (tidak benar Perretz mengikuti Tahapary seperti yang ditulis oleh Leirissa). Ia bertugas sejak 4 September 1856 – 4 April 1865) dan dimutasi ke Landraad Wahaai (4 April 1865 - 1877). Posisinya di Hila digantikan oleh E.F.S. Noija (11 Juli 1865 -1867). Ia bertugas di Wahai hingga meninggal tahun 1877.

  1. Leirissa hanya menulis namanya Theodorus, namanya adalah J. Theodorus. Ia memulai karirnya di Landraad Buru/Kayeli sebagai pejabat deuwarde gewone landraad Buru. Kemudian menjadi Jaksa di Landraad Buru sejak 4 September 1856 – 1862. Kemudian ia dimutasi ke Landraad Saparoea –Nusalaut (1862 – 23 Agustus 1865) menggantikan H.E. Manuhuttu (lihat catatan tambahan no 16) yang pindah Landraad Buru atau keduanya bertukar tempat tugas. Setelah bertugas di Saparua, ia kembali ke Buru (23 Agustus 1865 -14 September 1872) dan kemudian digantikan oleh J.D. Gaspersz  (1872 – 1879).

  1.  Leirissa menulis namanya J.M. Gaspersz, namun sumber Almanak en Naamregister menulis namanya J.D. Gaspersz. Ia memulai karirnya sebagai Jaksa di Landraad Buru/Kayeli (14 September 1872 – 5 September 1879) menggantikan J. Theodorus (lihat catatan tambahan no 21), kemudian ia digantikan oleh P. Tehupuring (1879 – 1882)

  1. Disertasi R.Z. Leirissa berjudul Masyarakat Halmahera dan Raja Jailolo : Studi tentang Sejarah Masyarakat Maluku Utara.  Naskah disertasi ini kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta tahun 1996 dengan judul Halmahera Timur dan Raja Jailolo : Pergolakan sekitar Laut Seram awal abad 19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar