Selasa, 28 November 2023

Kunjungan bagi Penderita Kusta di [Pulau] Molana (Kepulauan Ambon)

                                                                     [J. J. VERHOEFF]

 

  1. Kata Pengantar

Berdasarkan arsip-arsip VOC, diketahui bahwa pulau Molana, pulau kecil di gugusan kepulauan Lease, dijadikan sebagai tempat penampungan bagi penderita penyakit kusta untuk wilayah Gubernemen Amboina, selain di kawasan Wainitu di kota Ambon sendiri. Sejak tahun 1713, pulau ini telah menjadi tempat yang dimaksud, dan dikunjungi oleh pejabat-pejabat Gubernemen, seperti Gubernur dan petugas kesehatan maupun dari lembaga gereja seperti guru injil. Kunjungan mereka tentunya dalam rangka pelayanan terhadap para penderita penyakit yang dianggap menjijikan pada masa itu.

Salah satu kunjungan yang kemudian dituliskan dalam tulisan pendek ini dilakukan oleh Johannes Jacobus Verhoeff, seorang “misionaris” yang bertugas di Gubernemen Maluku pada periode 1856-18721. Ia mengunjungi pulau Molana selama 4 kali dalam periode bertugasnya. Hasil kunjungan dan apa yang ia lihat tentang situasi dan keberadaan para penderita kusta di pulau Molana itu, ditulis dengan judul Het Gesticht voor Lepra-Leijders te Molano (Ambonsche Eilanden) dan dipublikasikan di Mededeelingen van wege het Nederlansche Zendelinggenootschap, Tiende Jaargang, tahun 1866, pada halaman 184-188, dan diterbitkan oleh Penerbit M.Wyt & Zonen di Roterdam Belanda. 

Foto Penderita Kusta dan petugas kesehatan di Molana, ca. 1948

Membaca tulisan pendek ini, kita akan mengetahui tentang deskripsi pulau kecil itu, fasilitas rumah sakit atau leprozerie bagi penderita kusta yang disediakan pemerintah, keadaan para penderita, pelayanan yang diberikan dalam konteks kerohanian dan lain-lain. Tentu penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami bahwa di masa lalu, masyarakat kita dan mungkin saja leluhur kita pernah ditempatkan dan berada di pulau terpencil, terpisah dari keluarga dan komunitas mereka. Paling tidak, kita bisa belajar memahami bahwa masyarakat yang dikucilkan itu turut membentuk sejarah kita di masa kini.

Tulisan pendek ini kami terjemahkan dan menambahkan beberapa catatan tambahan serta beberapa foto dan tabel. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dalam memperluasa wawasan kesejarahan kita.

Pulau Molana di gugusan Lease (ca.1747)

  1. Terjemahan

Bersama Asisten Resident [yang bernama] Nieuwenhuijs2 dan petugas kesehatan [dari] Afdeeling Saparua, saya mengunjungi Pulau Molana, tempat [penampungan] penderita kusta3 sebanyak 4 kali. Pulau ini sudah bertahun-tahun tidak dikunjungi oleh seorang guru injil; karena tidak termasuk dalam salah satu dari 3 pulau-pulau Oeliasser4. Pulau Molana terletak sedikit lebih jauh ke selatan, di antara 2 pulau yaitu Saparua dan Haruku, sekitar 1 mil dari pantai pulau Saparua dan sekitar ½ mil dari pantai pulau Haruku.

Di sisi utara timur laut terdapat pantai berpasir dan tempat berlabuh; sisanya benar-benar berbatu dan tidak berpenghuni, kecuali ada 1 rumah “penjaga” yang dihuni oleh masyarakat negeri Haria, yang memiliki kebun di sini, dimana pulau ini menghasilkan sedikit hasil kebun. Lazaret5 terletak di pantai berpasir yang telah disebutkan sebelumnya.

Sekitar 40 penderita sakit kusta6, yang beragama Kristen dan Islam, ditempatkan di sini. Mereka diberi makan oleh masyarakat negeri-negeri di pulau Haruku dan Saparua atas perintah dari Gubernemen. Rumah sakit dan bangunan lain pasti telah mengalami banyak perbaikan akhir-akhir ini. Yang pertama adalah bangunan tua, kecil dan tidak efisien. Sesampainya di pantai yang berudara sejuk dari pegunungan Seram yang berhembus melalui selat Saparua, kita akan menjumpai sebuah alun-alun yang luas. Pertama-tama kita akan menemui 2 bangunan panjang yang masing-masing dilengkapi dengan serambi yang sejuk, yang pertama untuk penderita berjenis kelamin laki-laki, yang kedua untuk penderita perempuan. Bangunan ini tidak memiliki loteng, tetapi hanya atap berbentuk pelana yang tinggi sebagai penutup, sehingga sangat luas. Di tengah bangunan sepanjang keseluruhannya terdapat koridor lebar, yang bila kita memasuki gerbang besar yang ditempatkan di tengah bangunan, memanjang ke kanan dan kiri, dan di atasnya terdapat 12 sel terbuka di kedua sisinya. Dengan demikian, terdapat 48 sel laki-laki dan 48 sel perempuan di 2 bangunan tersebut. Sel atau ruangan ini cukup berukuran luas dan hanya diperuntukan bagi 1 orang penderita. Masing-masing memiliki tempat tidurnya sendiri, dengan beberapa bantal dan selimut. Setiap ruangan mempunyai jendela yang menghadap ke luar. 

Rumah sakit ini hanya terbuat dari gaba-gaba, namun dibangun sangat kuat dan rapi. Kami mendapati bangunan ini sangat bersih, meski kami datang secara mendadak. Di seberang bangunan ini terdapat dapur yang sangat panjang, di dalamnya terdapat perapian dan sebuah “kandang” atau para-para yang disediakan untuk setiap orang yang sakit/penderita. Jadi penderita mempunyai semua yang mereka perlukan. Beras, sagu, ikan, minyak, dan lain-lain dibawa ke mereka secara rutin setiap bulannya. Selanjutnya mereka masing-masing menerima sejumlah uang saku; saya mengira dulunya berjumlah 80 sen per bulan, tetapi karena Gubernur Wiltens7 yang seperti Asisten Resident Nieuwenhuijs, sangat prihatin dengan nasib orang orang ini, sekarang uang saku mereka dinaikan menjadi f 1,50 per bulan.

Setelah kita melewati lazareth, kita tiba di rumah gaba-gaba (tapi bercat putih) yang rapi milik seorang pengawas, bekas tua agama dari Hulaliu (pulau Haruku), yang juga memimpin orang-orang sakit saat beribadah. Berikutnya adalah rumah dokter djawa yang sedang dibangun, dan di seberangnya ada gereja yang baru dibangun, yang saya resmikan pada kunjungan terakhir dengan khotbah tentang Johanes 5: 2-9a, yang menceritakan tentang “kunjungan Yesus ke kolam penyembuhan di Bethesda”, yang khotbahnya telah saya minta agar Dewan Gereja mencetaknya demi kepentingan para penderita. Saya mengirimkan naskah khotbah itu dengan perahu. Atas permintaan saya,pengurus gereja berjanji akan mengirimi saya 50 buah Alkitab untuk orang sakit.

Begitu melewati gereja, kita akan melewati jalan yang terawat baik dan sejuk menuju sumber air, namun seringkali mengering di musim panas, jadi pihak pengurus sudah mengurus hal ini, dengan cara memiliki 6 tong air besar yang diletakan di teras depan lazareth. Pertama kali saya mengunjungi pulau Molana, saya akui saya tidak betah mengharapkan apa yang saya lihat. Dan sungguh mengerikan, pemandangan kehancuran yang disebabkan oleh penyakit aneh ini. Terutama pemandangan yang disebut “penyakit kusta basah”. Ada yang hampir tidak mempunyai tangan dan kaki lagi, atau kehilangan bagian tubuh lainnya, dan sebagainya. Namun, kami dikejutkan oleh kenyataan bahwa penderita penyakit menjijikan tersebut tampak begitu ceria, puas dan bahagia. Selain itu, penyakit ini hanya menimbulkan sedikit rasa sakit. Namun bagi seseorang yang baru saja mengunjungi institusi tersebut, itu benar-benar pemandangan yang tidak menyenangkan, kesengsaraan umat manusia dalam bentuk seperti itu.

Ada seorang laki-laki, seorang Tanimbar, yang benar-benar kehilangan penampilannya. Hanya sedikit yang bisa membedakan dimana letak hidung dan matanya dulu. Mulut terdiri dari bukaan yang sangat kecil, dimana lidah terlihat bergerak ketika berbicara. Namun, dialah yang paling bahagia dari semua yang sakit, dan sering membuat seluruh staf lazareth tertawa. Yang lain tidak mempunyai lengan dan kaki, dan digendong oleh orang sakit lainnya seolah-olah dia adalah sekarung beras.

Saya juga mengunjungi pasien sekarat (seorang laki-laki dari desa Nalahia8) secara terpisah di selnya. Kondisinya begitu memprihatinkan sehingga saya tidak dapat menggambarkannya, dan hampir mustahil untuk bertahan berada di hadapannya dalam jangka waktu yang lama. Jadi saya mengumpulkan semua orang sakit di koridor depan sel dan berbicara kepada mereka, setelah itu kami bernyanyi dan berdoa serta memikirkan tentang orang yang sekarat. Banyak yang sangat terharu, penderita beragama Slam (Islam) juga semua ingin hadir, dan ada pula yang menangis dan berterima kasih kepada saya karena telah mendoakan mereka. Ada 2 orang beragama Slam yang telah meminta baptisan. Segera setelah Alkitab datang, saya ingin memenuhi keinginan mereka dan juga mendistribusikan Alkitab. Saya telah menyarankan kepada pengawas agar ia memberikan beberapa petunjuk kepada calon baptis tersebut mengenai agama Kristen, karena saya tidak ingin melaksanakan baptisan secara sekadarnya saja, meskipun orang-orang tersebut kelihatannya sangat menginginkannya. Saya mempunyai hati terhadap mereka yang sakit, dan saya melihat banyak wajah bahagia di antara mereka setiap kali saya kembali. 

Rincian Penderita Kusta di Molana (1855 - 1866)

Saya sudah melupakan rasa menjijikan dari penyakit ini, saya yang dulu sangat takut akan penyakit itu; tetapi seseorang akan terbiasa dengan segalanya. Omong-omong, orang sakit mempunyai kehidupan yang mudah, karena pemerintah menyediakan pelayan yang diperlukan bagi rumah sakit untuk membersihkan gedung, mengambil air, memotong kayu, dan lain-lain. Satu-satunya hal adalah mereka terpisah dari keluarga mereka; namun keadaan mereka jauh lebih baik dibandingkan dengan komunitas mereka, karena mereka hanya menjadi beban bagi orang-orang di sekitar mereka, jadi saya tidak mengerti mengapa begitu banyak orang yang tetap tinggal di komunitas tersebut. Molana tidak diragukan lagi merupakan teror bagi mereka, karena mereka tidak mengetahuinya. Terlebih lagi, meskipun peraturan masih berlaku yang menyatakan bahwa penderita kusta harus dipisahkan dari kelompok masyarakat desa/negeri, masyarakat akhir-akhir ini menjadi terlalu yakin bahwa penyakit tersebut tidak menular sehingga mereka tidak bisa menaati peraturan ini dengan ketat/semestinya.

 

===== selesai =====

 

Catatan Tambahan

  1. J.J. Verhoeff memiliki nama lengkap Johannes Jacobus Verhoeff (ca. 1833 – 1873). Ia bertugas di pulau Haruku (1856-1858), pulau Saparua (1858), pulau Nusalaut (1858-1868) dan kota Ambon, khusus di Leitimor (1870 – 1872).

§  De Jong, Chr.G.F., De Protestantse Kerk in de Midden-Molukken 1803 -1900, KITLV, Leiden, 2006

  1. Asisten Residen Nieuwenhuijs yang dimaksud adalah Asisten Resident untuk afdeeling Saparua-Haruku, yang bernama Matthias Herman Willem Nieuwenhuijs. Ia bertugas di Saparua pada Mei 1863 – November 1864.

§   Almanak en Naamregister voor Nederlandsch -  Indie voor het jaar 1864, Batavia, 1864  hal 155

  1. Pulau Molana dijadikan sebagai tempat Leproseri atau rumah sakit bagi penderita penyakit kusta mulai berlangsung pada awal tahun 1700, ditandai dengan didirikannya leproseri di pulau itu dan selesai dibangun pada tahun 1713.

§   Knaap, G.J., Memorien van Overgave van Gouverneurs van Ambon in de zeventiende en achttiende eeuw, s,Gravenhage, 1987, hal 430-431

  1. Secara geografis, pulau Molana termasuk dalam gugusan kepulauan Uliaser selain pulau Saparua, Haruku dan Nusalaut. Namun secara administratif, pulau ini tidak “dimasukan” dalam gugusan kepulauan Uliaser, karena merupakan pulau yang tidak berpenghuni atau tidak memiliki penduduk yang menetap di pulau itu. 
  2. [kata] Lazareth berasal dari bahasa Italia, yaitu lazzaretto yang berarti sejenis pos karantina bagi para pelaut/pelancong laut.

§  https://id.wikipedia.org/wiki/Lazaret

  1. Berdasarkan arsip-arsip VOC dan Gubernemen Maluku, diketahui bahwa pada tahun 1743 terdapat 5 orang penderita sakit kusta, tahun 1836 & 1837 ada 24 penderita, 1838 & 1839 ada 21 penderita

§  Knaap, G.J., Memorien van Overgave van Gouverneurs van Ambon in de zeventiende en achttiende eeuw, s,Gravenhage, 1987, hal 348

§  Algemeen verslag door gouverneur der Molukken (luitenant-kolonel De Stuers) van het gouvernement Ambon over 1839, en tevens over de jaren 1836-1838, Ambon, 19 maart 1840.1
Origineel. ARNAS, Ambon 580/c; afschrift in NA, collectie Melvill van Carnbee 2.21.119, 2

  1. Gubernur Wiltens yang dimaksud adalah Gubernur Maluku yang bernama Hendri Maxmilliaan Andree Wiltens. Ia bertugas sebagai Gubernur Maluku pada Februari 1862 – Desember 1864.

§  Ludeking, E.A.W. Lijst van Gouverneurs van Ambon, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde 14 (1864), pp. 552 - 553

  1. Salah satu desa/negeri yang berada di Pulau Nusalaut.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar