Kamis, 30 Januari 2014

Ada Katong Pung Carita Tempoe Doeloe

LEGENDA MATA AIR PERKARA

Dikisahkan kembali oleh,
Anak cucu Leparissa Manupalo

Pengantar
Ini adalah sebuah legenda dari Negeri “Pisarana Hatusiri Amalatu” tentang asal mula sebuah nama tempat. Kita pasti mengenal legenda terjadinya Gunung Tangkuban Perahu, Danau Toba dan banyak legenda lainnya. Negeri Saparua juga memiliki sejarah yang biasanya dikategorikan sebagai legenda. Bisa disebut legenda karena sejarah yang diceritakan melalui lisan atau dibicarakan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain itu disebut legenda karena sejarah itu tidak didokumentasikan dalam tulisan sebagai arsip. Karena itu hanya berupa cerita yang disampaikan secara turun-temurun ke generasi berikutnya, dibumbui banyak mitos dan khayalan jika dipandang dari perspektif sejarah modern.

Asal Mula
Air perkara,  adalah sebuah nama tempat yang berlokasi di  “Dati Anakotta”  petuanan Negeri Saparua, yang sekarang dikenal dengan nama Kebun Cengkeh. Penamaan istilah kebun cengkeh tidak diketahui secara pasti, mungkin disebut demikian karena daerah itu banyak ditanami pohon cengkeh, sehingga mirip perkebunan yang hanya berisikan tanaman cengkeh. Pada jaman dahulu kala di sebuah “Dati Simatauw”,  ada sebuah kali/sungai tempat mandi sekaligus tempat cuci pakaian. Biasanya ketika selesai mencuci pakaian, para wanita akan mandi di kali/sungai yang mengalir itu. Sungai atau kali itu sekarang dikenal dengan nama Air Saru.
Pada suatu waktu, banyak wanita yang datang mencuci dan sekaligus mandi di kali tersebut seperti biasanya. Dari sekian banyak wanita yang datang, ada seorang wanita cantik bermarga Simatauw. Ketika mereka sedang sibuk mencuci dan mandi, tanpa mereka ketahui, seorang laki-laki bermarga Anakotta yang lewat di daerah situ, mungkin pulang dari mengambil hasil hutan. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, laki-laki Anakotta tersebut hanya berniat untuk memandang secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan karena laki-laki Anakotta tersebut memiliki penyakit di seluruh badan yang dalam istilah kedokteran jaman ini dikenal sejenis penyakit kulit namun dalam istilah orang-orang Lease disebut sebagai  penyakit Kaskadu. Karena penyakit itulah, laki-laki Anakotta tersebut merasa malu jika memperlihatkan diri secara langsung, namun bersembunyi di balik pohon-pohon besar untuk menikmati wanita bermarga Simatauw yang cantik tadi. 
Tak disangka, usaha untuk menikmati kecantikan tersebut diketahui oleh para wanita yang sedang melakukan aktivitas di sungai. Karena merasa terhina diintip oleh seorang laki-laki bermarga Anakotta yang memiliki cacat tubuh, wanita bermarga Simatauw yang cantik tadi, mulai mengeluarkan kata-kata penghinaan, makian, umpatan terhadap laki-laki bermarga Anakotta tersebut. Dengan menanggung rasa malu dan dendam, laki-laki bermarga Anakotta tersebut melarikan diri, dan berencana membunuh wanita tersebut. Laki-laki bermarga Anakotta bersembunyi di sebuah pohon durian besar sambil menunggu wanita tersebut pulang dari kegiatan mencuci dan mandi. Ketika wanita tersebut pulang dan melewati pohon durian tadi, secara tiba-tiba laki-laki Anakotta itu menyergap, menyeret serta menyandarkan wanita Simatauw tersebut di batang pohon durian dan membunuhnya dengan sangat brutal dan sadis. Pohon durian itu kemudian diberi nama “Durian Sandar Nyonya” karena bangsawan-bangsawan Saparua dahulu memanggil wanita yang masih bujang/gadis dengan panggilan Nyonya bukan Nona.

Penyelesaian perkara
Peristiwa pembunuhan tersebut sangat menggemparkan Negeri Saparua, dan bisa menimbulkan peperangan di antara Soa Anakotta dan Soa Simatauw sebagai korban. Hanya karena masih ada pertimbangan kekeluargaan di antara para soa dan sejarah para leluhur sajalah yang menyelamatkan hal ini. Atas pertimbangan itulah, maka masalah pembunuhan ini akan diselesaikan secara damai dalam lingkup kekeluargaan. Tempat yang dipilih untuk penyelesaian masalah pembunuhan ini adalah Dati Anakotta atau kebun cengkeh tadi, ketika masalah ini dibicarakan, para wanita dari ke-4 soa yang hadir di kebun cengkeh menangis bercucuran air mata, meminta kepada para Tetua Negeri supaya menyelesaikan masalah dendam ini dengan sebaik-baiknya. Tangisan para wanita inilah yang kabarnya memunculkan sebuah mata air atau sumber air berupa tetesan air yang mengalir dari dalam batu. Munculnya mata air yang keluar dari dalam batu itulah yang menjadi sumber air sampai sekarang. 
Sumber “”Mata Air di “Dati Anakotta” ini oleh masyarakat Negeri Saparua biasa disebut atau dikenal dengan nama “Air Perkara”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar