Jumat, 17 Januari 2014

Jang Lupa Bayar Harta Kio


PROSESI BAYAR HARTA NEGERI

Dikisahkan kembali,
Oleh : Aldrijn Anakotta

Pendahuluan
Prosesi bayar harta negeri banyak dijumpai pada masyarakat adat di Maluku, khususnya di jajaran Pulau Ambon dan Lease. Bayar harta negeri merupakan sebuah kewajiban yang harus dipenuhi/dilaksanakan oleh keluarga mempelai laki-laki yang mengawini wanita yang merupakan anak adat dari negeri adat tersebut. Selain bayar harta keluarga, ada pula bayar harta negeri. Negeri Saparua (Pisarana Hatusiri Amalatu) sebagai salah satu negeri adat juga memiliki prosesi dimaksud. Prosesi ini dilaksanakan jika mempelai laki-laki dari negeri lain/kaum pendatang yang menikahi wanita/perempuan dari Negeri Saparua, khususnya wanita/perempuan dari 4 soa. Hal ini tidak berlaku bagi orang lain/kaum pendatang. Soa yang di maksud adalah Soa Anakotta, Soa Titaley, Soa Ririnama, dan Soa Simatauw.
Dulunya prosesi ini merupakan sebuah kewajiban, namun seiring waktu, hal ini bukan lagi sebuah kewajiban, mulai hilang dan tak lagi memiliki makna ritual. Hal ini mungkin disebabkan karena majunya perkembangan jaman, anggapan bahwa ini semacam penyembahan berhala serta ketidak percayaan terhadap “Bala/Malapetaka” jika prosesi ini tidak dilakukan. Dewasa ini, hal ini bisa dilakukan, karena masih adanya kepedulian dari orang tua/keluarga mempelai wanita, serta terkadang ketika terjadi berbagai masalah dalam rumah tangga, baru terbersit bahwa ada kewajiban yang belum dilaksanakan.

Persiapan
Perlu dijelaskan bahwa, bayar harta negeri ini bermula dari proses “Masu Minta/Acara Melamar”. Selain pembicaraan soal harta keluarga, ada juga soal harta negeri yang harus dibayar/dilunasi. Biasanya hal itu dilakukan bersamaan dengan prosesi pernikahan tapi juga sering dilakukan beberapa tahun kemudian setelah pernikahan. Dewasa ini, di Negeri Saparua, hal itu dilakukan bahkan puluhan tahun setelah pernikahan. Hal ini disebabkan karena terjadinya berbagai masalah dalam keluarga itu dan baru terpikirkan.
Dulunya “Harta Negeri Pisarana Hatusiri Amalatu”  yang harus dibayar termasuk sulit untuk didapatkan, namun sekarang bisa digantikan oleh beberapa benda yang mudah didapatkan atau uang secukupnya sebagai pengganti dari benda-benda dimaksud. Harta negeri yang dimaksud adalah Kain Patola, Sirih, Pinang  dan  Sebotol Sopi. Setelah keluarga laki dan keluarga wanita menyepakati hal itu, mereka melaporkan kepada Raja dan Saniri Negeri bahwa mereka akan melakukan prosesi bayar harta negeri. Di Negeri Pisarana Hatusiri Amalatu, biasanya dikenal dengan nama “Kas Nae Kaeng Berkat” atau “Bawa Harta/Kas Nae Harta”.

Prosesi
Setelah ditetapkan hari, biasanya hari selasa untuk acara adat, Raja, Kapitang, Malessy, Kepala Soa serta Saniri Negeri telah siap di dalam Baileu sambil menunggu keluarga yang akan membayar harta. Keluarga yang berkepentingan meletakan harta di sebuah baki/bake dan ditutup kain. Ketika memasuki area Baileu/Rumah Adat, mereka berhenti di pintu masuk baileo karena dihentikan oleh Malessy sebagai Penjaga Baileu. Malessy menanyakan alasan dan tujuan mereka datang, dan dijelaskan oleh keluarga bersangkutan. Setelah selesai, Malessy mempersilahkan keluarga tersebut untuk naik/memasuki area dalam Baileu. Di dalam Baileu, Raja, Kapitang, Kepala Soa dan Saniri Negeri telah  menunggu. Raja menanyakan keperluan, alasan dan tujuan dari keluarga tersebut dan di jelaskan oleh keluarga tentang alasan, maksud dan tujuan mereka datang. Setelah selesai Raja mempersilahkan, keluarga tersebut meletakan baki/bake/nampan yang berisi harta tersebut di atas meja di depan Raja.
Raja lalu memberikan petuah/nasehat kepada keluarga tersebut. Kemudian raja membuka kain penutup harta yang dibawa. Jika harta tersebut berupa kain patola, sirih, pinang dan sopi, maka benda-benda tersebut selain kain patola,  atas perintah Raja dibagikan kepada Tetua Adat yang hadir untuk dikonsumsi/dimakan bersama. Jika harta yang dibawa berupa uang, Raja menerima, menghitungnya dan memberitahukan besaran  jumlah uang tersebut. Sebagian dari uang tersebut diambil untuk kas negeri dan sebagian lagi dibagi secara merata kepada yang hadir atau bisa juga atas kesepakatan bersama, uang yang akan dibagikan itu digunakan untuk membeli sopi dan diminum bersama oleh Tetua Adat yang hadir pada prosesi dimaksud.
Kemudian Raja memberikan air minum mentah/belum dimasak  dalam botol yang di ambil dari sumur/parigi negeri kepada keluarga tersebut untuk diminum atau dibawa pulang. Perlu dijelaskan soal pengambilan air minum yang dimaksud. Ketika Raja dan tetua adat menunggu keluarga, Raja memerintahkan Marinyo dalam hal ini keluarga Dominggus Pattinasarany (Antho Onggo) yang menjabat pada waktu itu, untuk mengambil air minum di “Sumur/Parigi Negeri” yang berlokasi di Tiang Belakang/Soa Baru Negeri Saparua. Aturan yang harus di patuhi oleh Marinyo adalah, ketika berjalan menuju sumur tidak boleh bersuara/berbicara/menyahut pembicaraan orang yang ditemui di sepanjang jalan. Itu juga dilakukan ketika mengambil/timba air di dalam sumur. Sebelum mengambil air, Marinyo melemparkan beberapa uang koin kedalam sumur, dan ketika pulang aturan tidak berbicara/bersuara tetap dilakukan sampai tiba di Baileu.

Setelah Raja memberikan air minum, Raja mempersilahkan keluarga untuk pulang. Dengan berakhirnya kegiatan itu maka Prosesi Bayar Harta Negeri itu berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar