Kamis, 18 Juli 2019

Kehidupan dan Pekerjaan Bernhard Nikolas Johann Roskott (1811 – 1873) di Kepulauan Ambon, Indonesia (bag 1)


Oleh Dr Chris de Jong

Dr Chris.G.F. de Jong


Penerjemah : Kutu Busu

  1. Pendahuluan
Agama Kristen, khususnya Protestan seperti telah menjadi “nafas” orang Ambon-Lease, selain agama Islam tentunya. Saat orang-orang Belanda (VOC) tiba di tanah Ambon, agama ini mulai disebarkan ke penduduk pribumi. Proses penyebaran injil yang panjang dan sering “digunakan” untuk kepentingan kaum kolonial turut mewarnai serta sekaligus membentuk kehidupan sesehari orang Ambon-Lease. Ada proses adaptasi dan asmilasi dalam proses sosial itu. Apa yang kita lihat di masa kini, khususnya dalam proses “beragama” tidak muncul tiba-tiba. Ia dibentuk, digumuli, diresapi dan membentuk pola beragama yang “unik”... proses asimilasi dan adaptasi itu, salah satunya adalah proses penerimaan dan “pembentukan kembali” kebiasaan agama suku dalam proses “menteologikan” dengan wajah yang lebih adaptif. Tak dipungkiri, bahwa proses penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil Eropa juga disertai dengan pendidikan. Suka atau tidak suka, wajah pendidikan yang kita nikmati dan lihat sekarang, jejak panjangnya bisa ditelusuri jauh kebelakang. Wajah itu adalah “genetika” pendidikan Eropa.
Sejarahawan gereja, Dr. Chris.F.F. de Jong dalam artikel ini, membahas tentang salah satu figur “berpengaruh” dalam dunia pendidikan orang-orang Ambon Lease pada awal abad ke-19. Bernhard Nikolas Johann Roskott adalah figur penting itu. De Jong membahas pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh Roskott dalam mengembangkan pendidikan kaum pribumi.
Artikel yang kita baca ini, aslinya dalam Bahasa Belanda dengan judul Leven en werk van Bernhard Nikolas Johann Roskott (1811-1873) op Ambon. Artikel berbahasa Belanda itu kemudian diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh Truus Daalder-Broekman dengan judul The life and work of Bernhard Nikolas Johann Roskott (1811 – 1873) on the Island of Ambon, Indonesia.
Merupakan keberuntungan bahwa kami memiliki artikel dalam 2 versi bahasa itu, dan bisa membacanya dengan keinginantahuan yang besar.
Menarik dan cukup “mengagetkan” saat membaca artikel ini....dalam artikel ini, de Jong memberikan sebuah informasi berupa laporan seorang pendeta pada tahun 1833 tentang beberapa kebiasaan orang Ambon Lease dalam hal “perayaan” kematian seseorang.
Kebiasaan orang-orang Ambon-Lease saat ini, pada saat melayat (male –male) jenazah yang kadang “diselimuti” dengan minuman keras, perjudian, bukan baru muncul beberapa tahun ini. Begitu juga dengan kebiasaan “3 malam” dalam acara duka, bukan fenomena digital. Kebiasaan-kebiasaan ini telah ada dan jadi “viral” 2 abad yang lalu.

Kami memberanikan diri untuk menerjemahkan artikel yang penting ini, karena penting buat kita untuk mengetahui dan memahami proses sosial yang panjang, rumit, unik dan “berkeringat” itu.
Seperti yang dibilang sebelumnya, bahwa kami memiliki artikel ini dalam 2 versi bahasa. Hal ini “memudahkan” kami dalam proses penerjemahan itu. Kami membandingkan keduanya untuk “memahami” maksud paling “terdekat” yang dimaksudkan oleh penulis. Meski haruslah disadari bahwa proses penerjemahan, seberapapun baiknya, tetaplah suatu “intepretasi” yang tak bisa “independen” dari elemen-elemen di sekitarnya. Keterbatasan bahasa, pengetahuan dan wawasan dari penerjemah adalah elemen-elemen itu. Menyadari akan hal itu, maka merupakan tanggungjawab kami, jika terjemahan ini adalah proses penafsiran itu.

Perlu juga disampaikan bahwa artikel ini berjumlah 26 halaman (dalam versi Belanda) dan 23 halaman (dalam versi Inggris). 2 halaman terakhir berisikan literatur yang digunakan penulis untuk menulis artikelnya ini. penulis juga memberikan catatan kaki yang ia anggap perlu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.
Untuk catatan kaki yang dibuat oleh penulis, kami memberikan kode berupa angka, sedangkan catatan tambahan dari kami, kami gunakan kode berupa abjad.
Catatan tambahan kami lakukan, karena ada beberapa informasi yang perlu dijelaskan lebih jauh dan “sedikit mendalam” karena informasi-informasi itu “ berbeda” dengan pengetahuan yang kami miliki.
Pada akhirnya, selamat membaca dan menikmati artikel ini, semoga pengetahuan dan pemahaman kesejarahan kita terus bertambah, dan membentuk kita jadi manusia yang mencintai sejarah kehidupan.... salam




  1. Kata Pengantar

Metamorfosis  dalam elemen kebudayaan atau adaptasi kebudayaan dalam perubahan lingkungannya/wilayah sekelilingnya adalah berasal dari kerja seorang individu, yang dikaitkan dengan perubahan itu. Seluruh faktor dan upaya memainkan 1 bagian, dan mungkin kurang dari yang lain, namun bersama-sama membentuk jejaring dari penyebab dan akibat atau lebih pada penyebab dan akibatnya, yang mana hal demikian sulit untuk diuraikan. Adalah tugas Sejarahwan, Antropologis dan Sosiologis untuk “membuka” jejaring “kusut” ini serta menunjukan pola-pola pasti yang merupakan hal mendasar dalam proses perubahan.
Meskipun rumitnya fakta- fakta dan lain-lain, terkadang terjadi bahwa seseorang dapat teridentifikasi sebagai pribadi unik yang memainkan peranan signifikan dalam periode kesejarahan sehingga ia (wanita atau pria) memperoleh perhatian khusus. Figur seperti itu misalnya Bernhard Nikolas Johann Roskott, seorang Guru berkebangsaan Jerman, yang sejak tahun 1835 hingga kematiannya tahun 1873, meninggalkan “nama besarnya” dalam hal pendidikan penduduk pribumi di Karesidenan Ambon. Essay ini dipersembahkan kepada figur itu, yang dikirim ke wilayah itu oleh Perkumpulan Missionaris Belanda (NZG – Nederlands Zendeling Genootschap)1.
Essay ini dimulai dengan uraian singkat tentang masalah-masalah di Maluku yang ditemui Roskott saat tiba pada tahun 1835. Kemudian dilanjutkan dengan uraian terperinci tentang kehidupan dan pekerjaannya. Akhirnya, saya (penulis) akan mencoba mengkaji/menilai hasil pekerjaannya dalam hal perkembangan pendidikan kaum pribumi di Karesidenan Ambon. 

Peta Pulau Ambon - Lease dan sekitarnya


  1. Deskripsi

2.1.                Karesidenan Ambon dan penduduknya

Pada negeri-negeri Kristen Protestan di Karesidenan Ambon atau Maluku Tengah (termasuk pulau Ambon, Barat dan Tengah pulau Seram, Buru, Haruku, Saparua, Nusalaut, Ambalau, Manipa, Kelang dan Buano), sekolah adalah bagian penting dalam kehidupan masyarakat sejak era kedatangan VOC, kurang lebih disebabkan oleh para guru yang juga pendeta dalam konggregasi gereja lokal bersama pemimpin-pemimpin negeri dan anggota-anggota penting komunitas (orang kaya, radja) adalah elemen penting dalam kehidupan sesehari komunitas itu.
Sekolah merupakan “ tulang punggung ....masyarakat Protestan Ambon”2.
Anak-anak belajar membaca dan menulis dalam hal ini belajar Alkitab dan belajar bernyanyi, dalam hal ini menyanyikan Mazmur.  Komunitas kaum Muslim, yang banyak tersebar di Hitu (bagian utara semenanjung pulau Ambon), serta beberapa negeri pribumi di pantai utara pulau Saparua, Haruku, sepanjang pesisir pulau Seram dan pulau-pulau kecil di pantai barat pulau Seram, tidak tersentuh pendidikan oleh orang-orang Eropa hingga akhir abad ke-19.
Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah sejak masa VOC. Hal ini bertujuan untuk mencegah semua perselisihan dan permusuhan antara penduduk Kristen dan Islam. Hal ini juga berhubungan dengan kebijakan pembatasan penyebaran agama Islam.  Ditambah lagi dengan pemahaman bahwa Kalvinisme Belanda (agama Kristen) hanyalah satu-satunya jalan “keselamatan”  dan agama “paling benar” sedangkan Islam  dilihat sebagai  suatu “sekte” yang berhubungan dengan “nabi yang keliru”3.
Kebijakan ini dilanjutkan selama 2 periode pemerintahan Inggris di Maluku, yaitu sejak 17 Februari 1796 sampai 1 Maret 1803 dan 19 Februari 1810 hingga 25 Maret 1817.
Sepanjang abad ke-19, pemerintah selalu curiga terhadap Islam karena Islam sejak awal telah menjadi sumber inspirasi dalam hal penentangan terhadap dominasi orang Eropa4.  Kaum misionaris di Maluku, dilarang bekerja di wilayah negeri-negeri Muslim pribumi, sehingga masyarakat Muslim dibatasi kontaknya dengan orang Belanda dan Kristen sebisa mungkin. Awalnya, tidak ada pemikiran untuk menerapkan pemisahan dalam hal pendidikan terhadap kaum Muslim pribumi  seperti yang diterima oleh kaum pribumi Kristen. Pada paruh kedua abad ke-19, hal ini mengalami perubahan.
Menurut sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 1833, jumlah penduduk pribumi di Karesidenan Ambon berjumlah 54.935 jiwa, meskipun hanya beberapa negeri di pesisir barat dan selatan pulau Seram, yang penduduknya dihitung dalam sensus ini. 

Ambon di masa 1817 oleh Q.M.R. Verhuell

Kota Ambon, termasuk wilayah sub-urbannya dan dusun memiliki 11.814 penduduk, dimana sebanyak 6829 beragama Kristen dan 1675 beragama Islam. 3310 penduduk lainnya adalah kaum Eropa, Tionghoa dan penduduk “asing” lainnya yang tidak dikategorikan sebagai penduduk pribumi. Selain kota Ambon, karesidenan Ambon terdiri dari 108 negeri pribumi yang jumlah penduduknya sebanyak 43.121 orang. 59 negeri diantaranya memiliki penduduk beragama Kristen sebanyak 24.488 orang dan sisanya 49 negeri memiliki penduduk beragama Islam sebanyak 17.884 orang5.
Program pendidikan (Kristen) dari pemerintah kepada para penduduk mencakup kira kira 2/3 penduduk pribumi. Disamping sekolah-sekolah pemerintah untuk penduduk pribumi, ada juga 1 hingga 2 sekolah swasta dan sekolah Belanda di kota Ambon. Bagaimanapun juga, sekolah-sekolah swasta hanya muncul dalam periode yang singkat dan tidak dikaji dalam essay ini. Roskot bukanlah termasuk dalam 2 bentuk sekolah ini6.

2.2. Gereja, Misi dan Pendidikan : Carey dan Kam

William Carey (1761-1834), ayah penginjil Inggris Jabez Carey

Generasi pertama penginjilan yang membangun gereja di Karesidenan Ambon setelah VOC runtuh, tidak diragukan lagi dan sangat dikenal adalah Joseph Kam (1815 -1833)a. Namun ia bukanlah yang pertama, yang pertama adalah Jabez Careyb seorang misionaris dari BMS yang sejak 1814 – 1818 bekerja di Ambon dan pulau-pulau sekitarnya. Saat ia tiba, ia “diingatkan”  pada kurangnya guru-guru yang memiliki pendidikan. Pemerintah Inggris di Ambon menunjuknya sebagai “superintendant sekolah”, dan melalui kapasitas ini, ia mencoba untuk memperbaiki kondisi dewan sekolah dan gereja, melalui reorganisasi pelatihan para guru yang juga pendeta dan selalu melakukan kunjungan pengawasan terhadap mereka. Namun periode 4 tahun kerja, terlampau singkat untuk memperoleh hasil maksimal yang diinginkan, dan orang-orang Belanda melanjutkan pekerjaan Carey setelah mereka mengambil alih kekuasaan dari Inggris. Setelah Carey pergi, Kam mengambil alih pekerjaannya sebagai supervisor sekolah. Kam juga mendirikan “lembaga pelatihan asisten berkompeten” pada tahun 1819. Namun, fokus lembaga ini lebih banyak melayani kebutuhan gereja dibandingkan pendidikan. Lembaga ini pada akhirnya tidak menghasilkan guru-guru yang bermutu.
Dalam tahun 1825, Pieter Merkus Gubernur Maluku melakukan “intervensi” dan membuat keputusan bahwa beberapa guru akan diberi pendidikan pada pendidikan dasar di Batavia dibawah pengawasan Inspektur Pendidikan Kaum Pribumi.  Guru-guru lainnya dimintakan untuk menerima pendidikan pada sekolah menengah terbesar di kota Ambon, yang telah ada di masa pemerintahan Inggris7. Pendaftarannya berlokasi di negeri-negeri di Ambon dan pulau sekitarnya, tapi juga di lokasi yang jauh misalnya di Minahasa, Celebes Utara8 serta di pulau-pulau tenggara dan barat daya yang lebih dikenal sebagai kepulauan Arafura, dimana mereka diperkerjakan pada sekolah-sekolah lokal dan menjadi jemaat gereja9. Bagaimanapun juga, kebijakan Merkus mendapatkan sedikit hasil positif.
Setelah kematian pendeta C. Auwerdac pada tahun 1828, Joseph Kam kemudian menjadi penginjil, juga menjadi “menteri” pada lembaga Gereja Protestan di Hindia Belanda atau Gereja Hindia di Ambon dan President Dewan Gereja. Ia juga ketua Ambon Auxiliary Missionary Society, yang didirikan pada tahun 1821 sebagai “pelindung” kepentingan pekerjaan penginjilan di Maluku, serta mengawasi urusan keuangan DMS (Dutch Missionary Society)10. Hingga menjelang Kamp meninggal, banyak tugas yang tak bisa diselesaikan. Pada Desember 1832, penginjil DMS berkebangsaan Jerman, Georg Friederich August Gericked  tiba di Ambon dan mengambil sebagian tugas-tugas Kam, menemani Kamp dalam kerja pengawasan komunitas gereja dan sekolah di luar kota Ambon11. Sejak Mei 1833 hingga seterusnya, Gericke berbagi kerja dengan penginjil P. Keysere  yang juga seperti dirinya, ditunjuk sebagai pejabat “menteri” pengganti Kam12. Tahun-tahun selanjutnya, DMS menunjuk beberapa penginjil lain untuk bertugas di wilayah ini.
Gericke menggambarkan Kam yang di gelari “ Rasul Maluku” oleh sejarahwan gereja Ido Enklaar, sebagai “orang mulia berjanggut abu-abu”, namun ia juga memiliki “ keluhan-keluhan serius dan catatan kritis” terhadap Kam13

Joseph Kam (1769 -1833), sang Rasul Maluku

Setelah kematian Kam pada 18 Juli 1833, Gericke memberikan laporan kepada DMS :
Komunitas gereja, baik di kota Ambon sendiri dan di negeri-negeri di luar pulau Ambon dalam kondisi yang menyedihkan. Pendidikan mereka diberikan oleh guru-guru yang malas, sama sekali tak berharga, kepercayaan agama yang terbatas/kurang bercampur dengan keyakinan pagan, kebiasaan leluhur, tahayul dan kebodohan. Mereka mengikuti kata hatinya untuk terus berkubang dalam kekotoran yang sangat besar dan selalu ketagihan seperti hal-hal sensual, mereka sangat menikmati pesta pora dalam hal makan, minum dan berdansa. Moral mereka benar-benar kompromistis dan seringkali saya (Gericke) menemukan bahwa di desa, angka perbandingan anak-anak haram dan tidak adalah 1 :3
Pelayanan gereja layak untuk diperluas/ditambah. 3 hingga 4 minggu sebelum perjamuan kudus, mereka bersikap “suci”, namun yang sulit adalah setelah selesai perjamuan kudus, mereka kembali berkubang dengan cara hidup yang lama. Kebiasaan mereka dalam soal pemakaman entah orang tua mereka, teman-teman dan tetangga telah berubah. Misalnya, saat ayah atau kepala keluarga meninggal, informasi ini tiba-tiba diumumkan kepada seluruh keluarga besar mereka dan seluruh tetangga. Mereka kemudian mengenakan pakaian hitam dan melakukan prosedur pemakaman di rumah duka serta menerima ucapan belasungkawa dan mengirimkan pemberian-pemberian untuk hari-hari berikutnya selama perayaan berkabung itu. Jenazah awalnya dibaringkan di luar peti jenazah, kemudian dimasukan ke dalamnya, dan bahkan sebelum jenazah dimakamkan, makanan juga turut dihidangkan. Setelah dimakamkan, handai taulan kembali ke rumah duka untuk menghibur istri (janda)  yang telah ditinggalkan (keluarga yang berduka).
Karena penggunaan alkohol yang lumayan banyak, maka acara penghiburan ini segera berubah menjadi “pesta pora”. Pada sore harinya, handai taulan kembali pulang, namun keesokan harinya mereka kembali ke rumah duka. Acara makan dan minum berlangsung lagi ditambah dengan berjudi, dan pada akhir hari ketiga perayaan berkabung itu, sang janda telah menemukan pasangan baru dan para tetangga yang mabuk terlibat keributan dan permusuhan. Suatu sensualitas yang “kasar” dan kebiasaan yang “heboh”!!!. Apakah itu suatu perkabungan ????
Pada perayaan seperti itu, merupakan hal umum bahwa anak-anak perempuan berusia muda dari keluarga itu “dirusak” kesuciannya dan akhirnya munculnya banyak anak-anak haram hasil kegiatan-kegiatan seperti ini. Uang dikumpulkan/disimpan bertahun-tahun untuk melaksanakan perayaan seperti ini.
Oh... betapa kerajaan gelap/jahat telah menguasai tempat ini !!! Bagaimana bisa Setan bisa berkuasa disini??? Hanya kekuatan kebangkitan Yesus dari kematianlah yang dapat menghancurkan dan menaklukan kerajaan gelap ini sedikit demi sedikit14.  

Ketika Gericke memfokuskan pendapat pada terjadinya skandal kehidupan religius di Maluku seperti juga yang terlihat dari perspektif orang-orang Calvinis Belanda, Pejabat Gubernur Maluku, F.V.A. Ridder de Stuers (1837-1841), segera setelah kedatangannya, mengekspresikan ketidakpuasaan tentang perkembangan pendidikan kaum pribumi :
Saat mengunjungi suatu negeri, terdengar anak-anak muda, yang semuanya menggunakan pakaian hitam, yang secara tertib berkumpul di bawah rindangnya pohon, dipimpin oleh guru mereka memulai menyanyikan nyanyian mazmur dengan menyayat hati, adalah hal yang membesarkan hati, untuk percaya sepenuhnya bahwa penampilan yang indah ini adalah petunjuk dari keberhasilan suatu sekolah.
Betapa menyedihkannya jika penampilan yang menawan ini, secara umum hilang dari pemantauan/pengawasan, untuk sekolah-sekolah yang bertempat di lingkungan berbeda, dalam hal pengembangan anak-anak muda, hanyalah dilakukan sistim belajar yang mekanistis (itu-itu saja) terhadap beberapa mazmur dan salinan-salinan Alkitab yang telah diterjemahkan ke bahasa Melayu.
---------   adalah sangat menggairahkan jika mereka memiliki akses terhadap buku-buku pelajaran lain, yang kemudian digunakan dalam rangka pemahaman yang lebih baik pada kewajiban mereka terhadap pemimpin-pemimpin mereka dan pemerintah. Mereka dapat juga “diperkenalkan” pada dunia industri dan upaya peningkatan ketenagakerajaan dan akan menjadi hasil yang memuaskan, sesuai kapasitas pemahaman mereka. Jika pelatihan/pelajaran ini langsung diterapkan maka akan sesuai dengan kebutuhan mereka dan kemajuan masyarakat mereka sendiri, suatu kebutuhan yang akan berlangsung ditahun-tahun mendatang seperti layaknya desakan permintaan, namun hingga sekarang belum terwujud15.  


  1. B.N.J. Roskott

3.1.                Asal Usul

B.N.J. Roskott (1810/1811 - 1873)

Di negeri Belanda, terdapat beberapa laporan yang didalamnya memiliki kesan negatif terhadap kenangan akan Kam.  DMS menyadari bahwa hal itu merupakan hal penting untuk mencurahkan segala upaya dalam hal peningkatan/pengembangan pelatihan guru-guru dan para pendeta pribumi. Figur yang ditunjuk dalam rangka meningkatkan standar pendidikan adalah seseorang berkebangsaan Jerman bernama Bernhard Nikolas Johann Roskott. Ia lahir 12 Oktober 181116 dan meninggal di Ambon pada 5 September 1873f. Tempat kelahirannya adalah Gildehaus di county Bentheim, Jerman, arah timur dari Oldenzaal,Belanda. Kakeknyag, Augustus Ernestus Roskott pernah menjadi minister di Gildehaus dan meninggal pada tahun 1770. Sang ayah, Augustus Ernestus Roskott kehilangan pekerjaan akibat perang Napoleon dan kemudian menjadi pemilik sebuah toko, antara tahun 1842 dan 1846, sang ayah menjadi mayor di kota itu. Keluarga itu memiliki 9 anakh : 3 anak tertua adalah perempuan, kemudian diikuti Bernhard yang disebutkan dalam kajian ini, dan selanjutnya 2 laki-laki dan 3 perempuan17.
Bernhard menyelesaikan pelatihan gurunya, setelah itu bekerja di Amersfort sebagai guru kelas ketiga dan pembantu guru di sekolah Perancis, yang (dimasa sekarang) merupakan bagian dari sekolah latin. Roskott adalah anggota dari Gereja Reformasi Belanda (Nederlands Hervormde Kerk) dan juga menurut pernyataannya sendiri, ia mahir dalam berbahasa Belanda, juga bahasa Jerman “tinggi/halus” dan “rendah/pasaran”, Perancis serta Inggris18.
Ia melamar pada lembaga DMS di Roterdam pada awal Januari 1834, dan April tahun itu ia bekerja sebagai “ Asisten dalam pendidikan anak-anak muda dan pelatihan pembantu guru untuk penduduk pribumi” seperti rumusan DMS dalam instruksi mereka19.  Ia tidak ditahbiskan sebagai penginjil20. Pelatihan yang diterimanya selama di DMS Roterdam berlangsung selama 2 bulan dan hanya memfokuskan pada pemahaman Alkitab. Ia juga tidak diberikan pelatihan tambahan dalam bidang pedagogi (ilmu mengajar)

sebuah jalan di Ambon abad 19, oleh Josias Cornelis Rappard

3.2.                     Di Ambon

Dalam bulan Juli 1834, Roskott berangkat menuju Hindia Belanda (Nusantara)21, dan pada 17 Maret 1835, ia tiba di Ambon hampir setahun setelah kematian Gericke (1 Juni 1834) dan hampir 2 tahun setelah kematian Kam22. Roskott dan Gericke benar-benar pribadi yang berbeda. Berbeda dengan Gericke, yang melihat dosa dan kebinasaan dimana-mana, pribadi yang akan menghancurkan dan “menenggelamkan” semua hal yang berkaitan dengan kepercayaan lain atau benda-benda magis dari kepercayaan sebelum Kristen sebisa mungkin, Roskott terkesan dengan apa yang ia temui, dan itu menarik perhatian seniornya di Roterdam dalam hal kemungkinan dan kesempatan untuk peningkatan pendidikan kaum pribumi. Dalam laporan pertamanya dari tempat tugas barunya, ia menyatakan bahwa ia “terpesona” dengan kesopanan dan kecerdasan kaum pribumi. Dalam pandangannya, orang Kristen Ambon merasa “terhibur” dengan agama Kristen23.
Ia juga “membenarkan” keluhan (yang pernah ada) bahwa  banyak  sekolah yang guru-gurunya tidak “sesuai” dengan kemampuan24. Beberapa yang tidak bisa menulis dan banyak yang kesulitan membaca25. Kritikannya terhadap para guru sangat jujur, namun ia “memuji” anak-anak/para siswa yang bersekolah :
---- guru-guru yang ada, dengan beberapa pengecualian, sangat buruk dalam kemampuan mereka, tak bisa mengajar, anak-anak/siswa memiliki karakter yang sangat baik, banyak yang memiliki daya ingat yang kuat, hanya sebagian kecil yang tidak tahu tentang abjad, namun dapat menghapal katekismus dengan sempurna/lengkap26

3.3.                     Roskot dan (keluarga) Twijsel

Fakta bahwa Roskott terkesan dengan masyarakat dan kecerdasan orang-orang Ambon, tak diragukan lagi adalah merupakan bagian penting dalam siklus “pengadaptasian” sejak ia mulai menetap : Keluarga Indo-Eropa, Keluarga Twijsel.
Pernikahannyai  dengan Sara Maria Elizabeth (Elize) Twijsel (1818 – 14 Sept 1856) merupakan hal penting untuk kehidupan pribadi dan profesionalnya. Elize adalah keponakanj  dari J.E. Twijsel, seorang yang kaya dan figur berpengaruh di kota Ambon27
Adalah mungkin bahwa hal ini merupakan pernikahan yang diatur, bukan hanya diindikasikan lewat surat yang ditulis Roskot kepada atasannya di Roterdam dan menyebut bahwa tindakan ini menjadi “pertimbangan kuat” untuk dirinya, tetapi juga adanya perayaan yang dibuat hanya beberapa bulan setelah kedatangannya di Ambon28.
Keluarga Twijsel adalah keturunank   dari Georg Everhard Rumphius (Hanau, Germany 1628 – Ambon, 1702), perancang benteng VOC dan juga pendiri/ penggagas studi ilmu pengetahuan flora dan fauna di Ambon dan sekitarnya.
Beberapa anggota keluarga Twijsel memiliki posisi penting di Gubernemen, yang lain adalah pemilik firma dalam project pembangunan, pabrik batu bata dan ubin/keramik, sedangkan J.E. Twijsel memiliki lahan perkebunan yang luas di Laha dan Rumah Tiga, wilayah di semenanjung utara Hitu. Menurut Roskott, lahan perkebunan itu “ terbesar dan paling indah, bukan hanya di sekitarnya, tapi juga di dunia”29.
J.E. Twijsel dan kemudian putranya G.E. Twijsel (lahir 1823) adalah pedagang yang memiliki kontrak-kontrak dari pemerintah, juga penyedia genteng, batu bata, kayu hingga daging.  Ia juga melakukan impor beras, pakaian linen, dan besi dari Jawa dan Makasar, juga pakaian beludu, perkakas tembaga, tembikar dan barang-barang lainnya dari wilayah Pantai Coromandel.
Elize sendiri juga dianggap sebagai “wanita tulen”30.  Implikasi dari pernikahannya ini, membuat Roskott menjadi “kaum elit, golongan bangsawan di Ambon”31. Dalam tahun 1850an, peternakan milik Roskott adalah yang terbesar di kota Ambon. Penjualan ternak-ternaknya untuk dipotong membuat ia meraih keuntungan, yang ia gunakan untuk membantu pekerjaan utamanya32. Ia juga menggunakan uang hasil pajak dari perkebunan pohon sagu miliknya untuk menunjang pekerjaannya33. Relasinya dengan Gubernemen Maluku/Ambon terjalin dengan sangat baik34.  Dalam tahun 1847, bersama orang-orang Gubernemen dan selanjutnya juga dengan Gubernur Maluku, J.B. Cleerens (1846-1850), Roskott melakukan perjalanan ke daerah asing di bagian utara Pulau Buru. Nyaris semua posisi berpengaruh yang ada, Roskott ditunjuk menjadi anggotanya, seperti tahun 1850-1852, ia adalah anggota Dewan Pengadilan di kota Ambon, dimana beberapa anggota keluarga Twijsel juga menjadi anggotanya. Dalam tahun 1862, ia menjadi anggota kehormatan Lembaga Pengetahuan dan Seni Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen)35
Status sosial yang tinggi itu, memungkinkan Roskot untuk mencapai tujuan maksimal pekerjaannya yaitu pendidikan dan pengembangan kaum pribumi.


--- bersambung ---


Catatan Kaki : (dari penulis)
  1. Sumber tentang sejarah gereja dan penginjilan di Maluku Tengah pada abad ke-19 dapat dilihat/dibaca pada de Jong De Protestante Kerk volume I, atau lihat juga de Jong “een verloren generatie zendelingen”
  2. Knaap, Kruidnagelen, 85, 94-97
  3. Ibidem, chapter IV
  4. Knaap, “Godsdienstpolitiek”
  5. Disini ada perbedaan 749 budak yang “beragama” namun tidak diregistrasi/didaftarkan. “Generaal overzicht der zielsbeschrijving” bijlage bij GME, “Algemeen verslag van Het Gouvernement der Moluksche Eilanden over den jare 1833”, 31/7/1834, ANRI, AA1101. Lihat juga de Jong, De Protestante Kerk, volume 1, dokumen no 22
  6. EA 1837, 173, EA 1838, 177, 178
  7. Lihat de Jong, De Protestante Kerk, volume 1, dokumen no 35, 48
  8. Di Minahasa, DMS tidak memiliki lembaga/sekolah pelatihan guru tersendiri hingga tahun 1851. Pada tahun itu, sebuah sekolah didirikan di Sonder, tahun 1854 dipindahkan ke Tanawangko, dan tahun 1860 dipindahkan ke Kuranga Tomohon. Tahun 1936, sekolah ini ditutup. ”Wet deelen reizigers ons over de zending in de Menahase mede?”, khusus hal 68-69
  9. Enklaar, Joseph Kam, 112-116
  10. EA 1822, 776
  11. Surat G.F.A. Gericke kepada Dewan DMS, 12/1/1833, UA, AMB 29/5/A
  12. P. Keyser, sekitar 1804 -1840, sejak 1833-1837 melakukan penginjilan di kota Ambon, dengan status sebagai pejabat pendeta Gereja Protestan Hindia Belanda, sejak 1837-1840 bertugas di Waai.
  13. Surat G.F.A. Gericke kepada Dewan DMS, 9/6/1833, UA, AMB 29/5/A
  14. Surat G.F.A. Gericke kepada Dewan DMS, 9/6/1833, UA, AMB 29/5/A
  15. Surat F.V.A. de Stuers kepada GGDEI, 18/12/1837, di muat pada EA 1939, 9-10
  16. Menurut “ Silsilah dari August Ernst Roskott : (https://www.roskott.nl/Reports%20-%20Character%20based/JWE%20Parenteel.htm), Roskott dibaptis pada 15 September 1810. Pada uraian anak-anak A.E. Roskott ada perbedaan tanggal baptis anak tertua dan anak terakhir yang berjarak 44 tahun.
  17. Menurut data dari M.A. Ltronto-Roskott, Spijkenisse, Belanda dan Truus Daalder-Broekman, Adelaide, Australia
  18. Surat P.J. Laan kepada J.L. Vorstman, 9/1/1834, UA, AMB 34/5
  19. Instruksi/perintahnya dapat dilihat pada EA 1834, 354-360
  20. EA 1834, 327-328
  21. EA 1835, 143-144
  22. EA 1835, 144
  23. EA 1835, 169
  24. Enklaar, Joseph Kam, 112-116
  25. Lihat de Jong, De Protestante Kerk, volume 1, dokumen no 80
  26. J.E. Twijsel, 1796 – 1843, pengusaha, anggota dewan pengadilan (1824), anggota dewan yatim piatu (1825-1826), anggota dewan AMS
  27. EA 1835, 169
  28. Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA, AMB 34/5
  29. EA 1839, 105
  30. Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 6/8/1860, UA, AMB 34/5
  31. Surat B.N.J. Roskott kepada Dewan DMS, 7/5/1843, 2/6/1860, UA, AMB 34/5
  32. EA 1864, 54-56
  33. “varia” (1850)
  34. “ Bestuursvergadering ---- 13/7/1861”, 121
  35. Enklaar, Joseph Kam, 112-116



Catatan Tambahan : (dari kami penerjamah)
  1. Joseph Kam dibaptis pada tanggal 19 September 1769 di Hertogenbosch, putra dari Joost Kam. Ia menikah pertama kali pada tahun 1804 dengan wanita yang tidak diketahui identitasnya. Istri pertamanya ini meninggal, 2 bulan setelah melahirkan (menurut sebuah sumber dalam tahun 1806). Pada pertengahan 1814 ia berangkat menuju Ambon, namun hanya sampai di Surabaya, karena tidak ada kapal menuju ke Ambon. Pada tanggal 15 Maret 1815 ia tiba di Ambon.  sebulan lebih kemudian, Joseph Kam menikah dengan Sara Maria Timmerman pada 28 April 1815 di Ambon.  Sara Maria Timmerman lahir di Ambon, 25 Oktober 1796 serta meninggal pada 13 Desember 1858 di Ambon. Ia adalah putri dari Carl Laukens Timmerman (?? – 1806)  dan Barbara Geetruida Twijsel (1768 -??).
Joseph Kam sendiri meninggal di Ambon pada tanggal 18 Juli 1833 di Ambon dan memiliki seorang putra bernama Joseph Karel Kam (19 Nov 1819 – 6 Sept 1898) yang juga berprofesi sebagai penginjil.
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Kam, Joseph
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Kam, Joseph Karel
§  de Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893, Hal 229-231
§  Buddingh, S.A. Naamlijst der Predikanten in Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal 21
§  Enklaar, I.H. Apostel der Molukken, Den Haag, Boekencentrum, 1963

  1. Jabez Carey lahir pada 12 Mei 1793 di Pidington, putra ketiga (anak ke-6) dari William Carey (1761 – 1834) dengan istri pertamanya Dorothy Plecket (1752 – 1807). Jabez Carey menikah 2 kali, yang pertama dengan Anna Elize Hilton (1797 – 1 Maret 1842) pada tanggal 4 atau 24 Februari 1813 di Serampore. Ia menikah kedua kali dengan Sara Hawkins (31 Des 1815 – 17 Sept 1843), putri dari Caleb Hawkins. Jabez Carey sendiri meninggal pada 13 Mei 1862 di Calcuta India.
William Carey, ayah dari Jabez Carey adalah penginjil terkenal yang memiliki nama besar dalam penginjilan di India. Setelah istri pertama meninggal, ia menikah lagi dengan Charlotte  Emilia Rumohr (1761-1821) pada tahun 1808, kemudian dengan Grace Hughes (1778 – 1835) pada tahun 1823.
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Carey, Jabez
§  Lihat George Smith The life of William Carey : Shoemaker and Missionary, 1909 (khusus bab 5)
§  Lihat G. Winfred Hervey The story of Baptis Mission in Foreign Land, St Louis, Chancy. R, Bans, 1885 (khusus bab 5)
§  Lihat Fred Barlow William Carey : Missionary – Evengalist, Sword of the Lord Publishers, 1976
§  Lihat Galen B Royer  William Carey : The Father of Modern Missions, Brethern Publishing House, 1915

  1. C. Auwerda memiliki nama lengkap Cornelis Auwerda lahir pada tahun 1798. Ia menuju ke Hindia Belanda menumpang kapal Roterdams Walvaren  dan tiba di Batavia pada 28 Mei 1825. Ia tiba di Ambon pada tahun 1826 dan hanya bertugas selama 2 tahun hingga meninggal pada 10 November 1828.
§  de Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893, Hal 17
§  de Jong, Chris.G.F. De Protestante Kerk in de Midden Molukken 1803 – 1900 (dua volume), Leiden, KITLV Press, 2006, bijlage III,
§  Buddingh, S.A. Naamlijst der Predikanten in Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal 21

  1. Georg Friedrich August Gericke lahir pada tahun 1803 di Neusted Pruisen.  Ia mulai bertugas di Ambon pada tahun 1832 hingga meninggal pada 1 Juli 1834. Ia menikah dengan Anna Maria Oudshoff, yang setelah G.F.A. Gericke meninggal, menikah lagi dengan Johan Henrich Moller pada tanggal 6 Juli 1836 di Semarang. J.H. Moller adalah duda dari Amerantia Magdalena Knaap.
§  de Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893, hal 144
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Gericke, Georg Friedrich August
§  Buddingh, S.A. Naamlijst der Predikanten in Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal 21
§  de Jong, Chris.G.F. De Protestante Kerk in de Midden Molukken 1803 – 1900 (dua volume), Leiden, KITLV Press, 2006, bijlage III,
§  Lihat Almanaak en Naamregister van Nederlands-Indie voor het jaar 1837, Batavia, 1837, hal 204

  1. P. Keyser bernama lengkap Pieter Keyser/Keijser lahir pada 23 Oktober 1801 di Amsterdam, putra dari Gerrit Keijser dan Steijntje van der Valk. Pada tahun 1832 menuju Hindia Belanda, dan mulai bertugas di Ambon sejak 1833 – 1837. Sejak tahun 1837 – 1840, bertugas di Waai (Ambon) hingga meninggal pada 17 September 1840. Ia menikah dengan Marriane (Maria) Cursham pada tanggal 12 September 1833. Marianne Cursham lahir di Ambon pada tahun 1815 dan meninggal pada 31 Desember 1849. Ia adalah putri dari John Cursham (?? – 1826)  dan Cornelia Elizabeth Weltz.  Ayah mertuanya ini adalah seorang militer Inggris dan pernah menjadi Resident Manado (1816 – April 1817)
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Keijser, Pieter
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Cursham, John
§  de Bruijn, C.A.L. van Troostenburg, Biographisch Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, Nijmegen, P.J. Milborn, 1893, hal 144
§  Buddingh, S.A. Naamlijst der Predikanten in Neerlands Oost-Indie van 1615 tot 1857, Batavia, Lange & Co, 1857, hal 21
§  de Jong, Chris.G.F. De Protestante Kerk in de Midden Molukken 1803 – 1900 (dua volume), Leiden, KITLV Press, 2006, bijlage III,
§  Lihat Edward Dodwel Alphabetical list of The Officers of The Indian Army, London, Longman, Orme, Brown & Co, 1838, (bagian Indian Army List Madras) hal 36-37
§  Lihat Almanaak en Naamregister van Nederlands-Indie voor het jaar 1851, Batavia, 1851, hal 400

  1. Secara eksplisit, de Jong menulis B.N.J. Roskott lahir pada 12 Oktober 1811, namun tanggal ini berbeda dengan beberapa sumber yang menyebut Roskott dibaptis pada 15 September 1810. Pada naskah asli berbahasa Belanda, de Jong memberikan catatan kaki no 16 pada informasi tanggal lahir Roskott ini dan memberikan penjelasan bahwa :
Berdasarkan sumber dari  https://www.roskott.nl/Reports%20-%20Character%20based/JWE%20Parenteel.htm   Roskott dibaptis pada 15 September 1810. Ia juga memberikan penjelasan bahwa sumber keluarga ini ada sedikit kejanggalan dalam hal jarak tahun baptis anak tertua hingga anak terakhir (saudara-saudara dari B.N.J. Roskott) itu berjarak 44 tahun. Anak tertua dibaptis pada tahun 1804 dan anak bungsu dibaptis tahun 1848 !! Memang agak “mengganjal” namun de Jong tidak memberikan sumber darimana ia mendapatkan tanggal 12 Oktober 1811 itu.
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Roskott, Bernhard Nikolas Johann
§  Lihat M.D. Etmans Bevolking van Saparoea 1821 – 1946, hal 105, 166

  1. Secara eksplisit, de Jong menulis bahwa kakek Roskott bernama Augustus Ernestus Roskott yang meninggal tahun 1770. Namun informasi ini juga berbeda dengan sumber keluarga Roskott sendiri. Kakek Roskott bernama Eberhard Wilhelm Roskott (1725 – 1795), sedangkan Augustus Ernestus Roskott (1694 – 1770) seperti yang dimaksud oleh de Jong adalah kakek buyut dari B.N.J. Roskott.

  1. de Jong benar pada informasi ini, namun kurang lengkap mengurainya. Ayah Roskott, Augustus Ernestus Roskott (1773 – 1846) menikah 2 kali. Yang pertama dengan Mathilde Judith Bauer (?? – 1810), yang kedua dengan Philipina Theodora Schultzs.
Pernikahan pertama memperoleh 3 anak dan semuanya anak perempuan, sedangkan pernikahan kedua memperoleh 6 anak, dimana B.N.J. adalah anak pertama (sekaligus putra pertama) diikuti 2 adik laki-laki dan 3 adik perempuan.

  1. Bernhard Nikolas Johann Roskott menikah dengan Sara Maria Elizabeth Twijsel pada tanggal 12 September 1835 di Ambon. Sara Maria Elizabeth Twijsel lahir pada 25 Desember 1818 di Ambon, meninggal di Ambon pada 14 September 1856
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Roskott, Bernhard Nikolas Johann
§  Lihat Almanaak en Naamregister van Nederlands-Indie voor het jaar 1836, Batavia, 1836, hal 188
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Twijsel, Sara Maria Elizabeth

  1. Secara eksplisit  de Jong menyebut bahwa Sara Maria Elizabeth Twijsel (Elize) adalah keponakan perempuan dari J.E. Twijsel. Namun informasi ini berbeda dengan sumber keluarga Roskott, yang menyebut Elize adalah putri dari Jacobus Everhardus Twijsel. Sumber dari Fraasen juga menyebut Elize adalah putri dari Jacobus Everhardus Twijsel dan Isabella Hoffman.  Sara Maria Elizabeth Twijsel lahir pada 25 Desember 1818 di Ambon, meninggal di Ambon pada 14 September 1856.
§  Lihat Chr Fr Fraasen Bronen Betreffende Midden Molukken 1796 – 1902, Huygen Knaw NL, 1997, Naam Register Twijsel, Sara Maria Elizabeth
§  Lihat M.D. Etmans Bevolking van Saparoea 1821 – 1946, hal 83,146
Perbedaan informasi ini tak bisa “didamaikan” karena de Jong tidak menyebut identitas orang tua dari Sara Maria Elizabeth Twijsel.

  1. de Jong menyebut bahwa keluarga Twijsel adalah keturunan dari Geor Everhard Rumphius, namun sayangnya ia tidak menjelaskan bagaimana “silsilahnya”. Mungkin penjelasan soal silsilah Twijsel dan Rumphius bukan fokus dari essay ini, sehingga de Jong merasa tidak perlu untuk menjelaskannya.
Keluarga Twijsel adalah keturunan dari keluarga Rumphius (mungkin) melalui pernikahan keturunan Rumphius.  Kami menggunakan kata mungkin, karena sumber-sumber yang ada tidak menjelaskan secara pasti hubungan Twijsel dan Rumphius.
Misalnya, Fedor Schulze dalam artikelnya hanya menyebut bahwa J.E. Twijsel (Jacobus Everhardus) adalah seorang keturunan anak perempuan dari naturalis Jerman Rumphius.
P.F.L.C. Lach de Bere dalam artikelnya menulis seorang anak Rumphius yang tidak diketahui namanya menikah dengan Fredrik Twijsel, dan dari sini pada paruh kedua abad 19, ada beberapa keturunan yang menyandang nama Rumphius Twijsel.
J.F. Veldkamp dalam artikelnya, dengan mengutip sumber dari E.M. Beekman menyebut bahwa Rumphius memiliki 4 orang anak, 1 putra dan 3 putri, dimana salah satu dari ketiga putri Rumphius inilah yang menurunkan keturunan Rumphius Twijsel, namun Veldkamp juga mengakui bahwa ia tidak menemukan data konfirmasi tentang informasi ini.  Beekman hanya menulis informasi soal itu, namun tidak menyebutkan nama salah satu putri Rumphius yang dimaksud itu.
Wim Buijze dalam kajian tentang Rumphius, saat mengurai tentang keturunan Rumphius, hanya menulis keturunannya hingga generasi keempat, yaitu anak-anak Susana Rumphius (cucu perempuan Rumphius), dan tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan atau siapapun yang menikah dengan Fredrik Twijsel atau figur bermarga Twijsel.
Fredrik Twijsel adalah figur yang diketahui berdinas di Gubernemen Ambon sejak tahun 1698, pernah menjadi Opperhoofd van Larike (1705 – 1712) juga Opperhoofd van Saparua (1715 – 1717) hingga meninggal pada 19 Juli 1717.
Melihat periode karir Fredrik Twijsel, maka Twijsel sebaya dengan anak-anak Rumphius, sehingga kemungkinan yang bisa diterima, Twijsel menikah dengan salah satu putri kandung atau tiri Rumphius atau maksimal dengan cucu perempuan Rumphius.
Dugaan kami, Twijsel kemungkinan “besar” menikah dengan Giertje Wittekamp (putri tiri Rumphius : putri dari Isabella Raas, istri kedua Rumphius yang merupakan janda Abraham Wittekamp), setelah Giertje menikah dengan Jacob Jansz Gheijn, atau Frederik Twijsel menikah dengan salah satu putri Rumphius (juga tidak diketahui namanya) yang tidak meninggal saat gempa bumi Februari 1674 itu,  meski dugaan ini “bertentangan” dengan sumber dari Wim Buijze.
§  Lihat Wim Buijze, Leven en Werk van Georg Everhard Rumphius (1627 – 1702) : Een Natuurhistoricus in dienst van de VOC, Den Haag, 2006, hal 89, 206 – 213
§  Lihat Fedor Schulze, Der Stammbaum der Familie Martens in Niederlandisch-Ostindien (dimuat pada Zeitschrift fur Ethnologie, 28 jahrgaa, 1896, hal 237 – 241)
§  Lihat P.F.L.C. Lach de Bere, Gesclaht kundige aantekeningen verzameld te Ambon (dimuat pada Maandblad van Het Genealogisch-Heraldiek Genootschap De Nederlandsche Leeuw, 26 jaargang, 1908, No 11, hal 307)
§  Lihat P.C. Bloys van Treslong Prins, Origineele bescheiden van een over Georgius Everhardus Rumphius (dimuat pada Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkenkunde, deel 69, Batavia, 1929, hal 426 – 433)
§  Lihat J.F. Veldkamp, 300th Anniversary of Rumphius Death, (dimuat pada Flora Malesiana Buletin, volume 13, No 1, 2002, hal 7 -21,khusus hal 9)
§  E.M. Beekman, The Amboinese Curiosity Cabinet, 1999, hal 386, catatan kaki no 82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar