Jumat, 17 Desember 2021

Perang Iha


[Drs. John Pattikayhatu, dkk]


  1. Pengantar
Tulisan yang kami sajikan ini merupakan tulisan yang sudah lama. Tulisan ini disusun oleh Drs. John Pattikayhattu, Drs. H.B. Tetelepta, Drs. Y. Tamaela dan M. Sopamena, dan menjadi bagian tulisan pada buku yang berjudul Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Maluku, yang diterbitkan pada tahun 1981. Edisi pertama buku ini dicetak pada tahun 1981 dan edisi kedua pada tahun 1983. Pada buku sepanjang 114 halaman ini, terdapat tulisan pendek (9 halaman) tentang Perang Iha. Tulisan mengenai Perang Iha, ditempatkan pada Bab III, bagian E, di halaman 58 hingga 66 pada buku tersebut.

Jika kita membacanya, tim penulis membahas tentang Perang Iha, yang terjadi pada tahun 1633 (sebenarnya pada tahun 1632) hingga perang terakhir yang mengakibatkan kerajaan Iha lenyap. Meski demikian, harus diakui bahwa “kekurangannya” adalah tidak terperincinya bahasan soal perang itu, khususnya mengenai perang terakhir.

Namun terlepas dari ketiadaan soal demikian, tulisan ini perlu dibaca sebagai bagian dari kita memahami sejarah kita sendiri. Apa yang kami lakukan hanya “mempublikasikan ulang” tulisan tersebut, dan hanya menambahkan catatan tambahan serta gambar ilustrasinya.


  1. Isi Tulisan
1.    Latar Belakang Peperangan

Usaha Belanda (VOC) untuk menghancurkan kerajaan Iha telah menimbulkan suatu peperangan yang berlarut-larut antara Belanda dengan Iha. Yang melatarbelakangi peperangan ini antara lain karena penafsiran yang berbeda-beda terhadap isi kontrak antara kedua belah pihaka. Bagi penduduk dan para pemimpin Iha, kontrak-kontrak itu ditafsirkan hanya sebagai usaha untuk mengatur soal perdagangan saja. Sedangkan bagi Belanda tidak demikian. Bagi VOC, kontrak itu digunakan sebagai dasar untuk mengatur seluruh kehidupan masyarakat. Kalau diteliti, isi kontrak-kontrak ini sudah jelas merupakan permainan kata-kata dari pihak VOC yang mengandung suatu maksud politik tertentu, yang mengarah kepada realisasi monopoli yang ditegakkan dengan kontrak diatas.

Sudah barang tentu, tindakan VOC dalam mempraktekkan kontrak-kontrak ini menimbulkan bentrokan dengan penduduk. Ditambah pula dengan Hongi yang digunakan oleh VOC sebagai suatu cara untuk melaksanakan monopoli itu sangat membawa kerugian kepada penduduk.

Penduduk Iha yang sejak semula telah hidup dalam suatu hubungan dagang yang bebas dengan pedagang-pedagang lainnya, ternyata tidak menyetujui tindakan VOC tersebut, mereka melanggar isi perjanjian yang telah dibuat dan menentang semua instruksi yang dikeluarkan VOC. Tindakan tersebut dinilai oleh VOC sebagai tindakan penyelewengan, yang harus diberantas. Dengan demikian, perang tidak dapat dihindarkan antara Belanda dengan penduduk Iha demi mempertahankan prinsip mereka yang saling bertentangan itu. Faktor lain yang mendorong timbulnya peperangan ini ialah tindakan para pemimpin Iha untuk mengislamkan penduduk Hatawano yang beragama Kristen.

Tindakan tersebut menurut VOC sangat merugikan mereka karena akan memperbesar pengaruh Iha apabila ternyata semua penduduk negeri-negeri Kristen di Hatawano dapat dipengaruhi Iha untuk kemudian berbalik menentang VOC. Dan untuk menggagalkan maksud para pemimpin Iha tersebut, maka Belanda tidak segan-segan menyerang Iha dan menghancurkan kerajaannya. Tindakan mana dibalas Iha dengan suatu perang menentang VOC. Akibatnya terjadi peperangan yang berlarut-larut antara Iha melawan Belanda di Saparua.

2.   Jalannya Peperangan

Perang Iha mulai pecah pada tahun 1632 yaitu ketika untuk pertama kalinya Belanda menyerang pusat kedudukan dan pertahanan Iha. Pada waktu itu, yang menjadi Gubernur VOC di Ambon adalah Artus Gyselsb yang memerintah dari tahun 1632 sampai 1634c. Ia adalah Gubernur Ambon yang ketigad menggantikan Gubernur Philip Lucasse.

Tindakan pertama yang dilakukan oleh Gubernur Gysels adalah berusaha menaklukan Tobo yang selalu mengganggu keamanan VOC. Untuk maksud ini, Gysels dibantu oleh orang-orang dari Tamilouw, Hatumessing, dan orang Alifuru. Pada tanggal 21 November, ekspedisi ini tiba di pantai Tobof. Pengepungan terhadap Tobo dimulai. Peperangan tidak dapat dilaksanakan secara langsung terhadap Tobo, karena keadaan geografisnya yang sulit, terletak pada bukit karang yang curam. 

Iha di tahun 1632

Karena pertahanan Tobo yang cukup kuat dan sulit dicapai, maka VOC tidak berani menyerang dan mendekati benteng tersebut. Mereka hanya dapat menembak dengan meriam-meriamnya dari jauh. Tembakan-tembakan meriam VOC ini akhirnya dapat melumpuhkan pertahanan Tobo di benteng tersebut, dan kemudian dalam suatu pertempuran rakyat Tobo menyerah kepada VOC.

Setelah Tobo menyerah pada tanggal 30 November 1632g, maka Gysels bersiap-siap untuk mengadakan penyerangan terhadap seluruh daerah pertahanan rakyat Iha. Untuk maksud ini, Gysels meminta bala bantuan dari Batavia. Dalam bulan Januari dan Maret 1633h, tiba di Ambon bantuan tersebut dibawah pimpinan Admiral Anthoniaszi.  Pengiriman bantuan ini bertujuan untuk:

a.  Memblokade lautan, terutama jalur lalu lintas perdagangan rempah-rempah yang penting dan membantu pasukan darat VOC.

b.   Memperkuat monopoli VOC, yaitu dengan jalan memutuskan hubungan atau kontak dagang rakyat Iha dengan pedagang-pedagang asing lainnya. 

Dengan kedatangan bala bantuan tersebut diatas, maka Gysels segera merencanakan suatu penyerangan besar-besaran terhadap Iha. Tentang hal ini, Rumphius menulis sebagai berikut :

“...........maka diambillah suatu keputusan untuk menghukum Iha, sebab ia (Iha) telah lama memperlihatkan sikapnya yang sombong dan telah lama mempermainkan VOC1/j

Gysels mengerahkan semua potensi armadanya yang terdiri dari kapal-kapal ditambah dengan 17 kora-kora yang berasal dari rakyat di Ambon dan negeri-negeri di Lease. Pada tanggal 13 April, tibalah ekspedisi ini di pantai Hatawano. Ekspedisi ini dibagi atas 3 bagian:

a.        9 kompi tentara, semuanya orang Belanda

b.       10 kompi serdadu, semuanya dari Ambon

c.        Pasukan tempur, semuanya terdiri dari orang-orang Lease dibawah pimpinan kapten Westermank

Jumlah tentara yang ikut serta dalam ekspedisi Gysels ini sebanyak 1500 orang. Setibanya Gysels dengan pasukannya di pantai Iha, maka segera dikeluarkan suatu ultimatum kepada raja Ihal agar segera menghadap. Ultimatum ini tidak dihiraukan dan tidak ada tanda-tanda bahwa raja Iha akan menghadap Gysels, malahan raja Iha mempersiapkan diri untuk bertempur melawan tentara VOC. Oleh karena ultimatum Gysels tidak diindahkan oleh raja Iha, maka Gysels memerintahkan suatu pengepungan terhadap benteng Ama Iham.

Untuk itu, VOC mendirikan 2 buah pos pertahanan yang kuat, masing-masing dipersenjatai dengan sepucuk meriam. Pengepungan yang dilakukan terhadap benteng ini sangat ketat. Tentang ini, de Graaf menulis sebagai berikut :

“semuanya ini mempertunjukan suatu pertahanan militer yang kuat dan dibuatnya sebuah pagar yang mengelilingi dan di dalamnya kedapatan rumah-rumah mereka”2

Teknik pengepungan yang dilakukan Gysels terhadap benteng Ama Iha sesuai dengan saran yang diajukan oleh Jan Ottensn sebagaimana ditulis oleh Rumphius sebagai berikut:

Benteng itu tidak dapat direbut jika tidak diadakan pengepungan yang lama, yang menyebabkan kelaparan di sana”3

Hal yang sama pula dikemukan oleh de Graaf sebagai berikut :

                       Bukan saja tanam-tanaman cengkih dirusakkan dan semua pohon-pohon kelapa dan sagu telah di tebang habis. Tanah Ihamahu yang tadinya adalah bagaikan paradijs telah dirusakkan sama sekali4

Dari keterangan diatas, dapatlah dimengerti betapa bengis dan kejamnya tindakan Gysels itu. Ia benar-benar telah berniat untuk memusnahkan seluruh penduduk Iha. Tapi untung bagi Iha blokade Gysels ini tak sampai bertahan lama. Pada tanggal 5 Mei blokade ini dihentikan. Pembatalan blokade ini disebabkan karena beberapa faktor :

1.         Karena datangnya musim hujan.

2.        Serangan Gimelaha Luhu atas pasukan dan kapal-kapal VOC di Luhu.

3.        Pelanggaran Gimelaha Luhu atas perintah Sultan Ternate.

4.       Datangnya bala bantuan Makassar di Hoamoal.

5.        Merajalelanya perampokan di laut sekitar Ambon.

Brief (berita) Artus Gijsels, Mei 1632

1)        Sebagaimana diketahui, bahwa bulan Mei merupakan permulaan musim penghujan di daerah Maluku. Dengan adanya musim hujan ini, maka bahaya banjir mengancam sistem pertahanan VOC. VOC mengetahui akan hal ini bahwa dengan datangnya hujan dan angin yang kencang, memberi kesempatan baik bagi pasukan Iha untuk keluar berperang, karena mereka telah menguasai keadaan hutan-hutan Iha. Dengan sendirinya sergapan mereka secara tiba-tibda dapat saja terjadi. Keadaan alam yang demikianlah memaksa Gysels untuk menarik pasukannya karena tidak dapat melakukan peperangan

2)       Sementara Gysels memusatkan seluruh kekuatannya dalam pengepungan benteng Ama Iha, maka kesempatan ini tidak disia-siakan oleh sekutu Iha, yaitu Gimelaha Luhu. Ia menyusun suatu kekuatan lalu menyerang VOC di Luhu dan daerah-daerah sekitarnya. Sebuah kapal VOC yang sedang berlabuh di perairan Luhu diserang. Keadaan di Hoamoal tidak tenang, sehingga VOV tidak dapat menguasai keadaan, baik di darat maupun di laut

3)       Ketika Gubernur Gysels mengepung benteng Ama Iha, ia menerima sepucuk surat dari Sultan Ternate, yang bunyinya berisi larangan untuk mengembalikan meriam dan hasil cengkih yang dirampas dari Gimelaha. Selain itu ada larangan untuk menerima orang-orang Makassar dan perintah untuk membuat sebuah benteng batu lagi di Luhu untuk VOC. Perintah ini tidak dijalankan oleh Gimelaha Luhu malahan ia balik menyerang VOC di sana. Hal ini menimbulkan kemarahan di kalangan VOC.

4)      Telah diketahui, bahwa pada waktu itu antara Makassar dan VOC masih terdapat permusuhan baik di laut Makassar maupun di perairan Maluku. Hal ini diakibatkan karena monopoli perdagangan cengkih oleh VOC. Oleh karena itu, sering timbul pertempuran antara pasukan Makassar dengan pasukan VOC. Hal ini dipergunakan oleh orang-orang Maluku yang memusuhi VOC untuk meminta bantuan tentara Makassar untuk membantu perjuangan mereka dan sebagai balas jasa akan diberi cengkih. Para Gimelaha mempergunakan cara ini, demikian pula Iha meminta bantuan pasukan Makassar dan pasukan itu telah tiba di Luhu yang merupakan sekutu Iha. Tindakan ini merupakan ancaman besar bagi VOC, bila hal ini tidak segera diatasi. Dengan demikian, Gysels harus mengambil 2 pilihan, apakah akan terus bertahan dengan pengepungannya di Iha, dan membiarkan bahaya yang besar mengancam seluruh kedudukan VOC di tempat lain, ataukah menyelesaikan dahulu bahaya yang besar itu. Keputusan Gysels dalam hal ini ditentukan dari tindakannya terhadap pengepungan benteng Iha

5)       Sementara Gysels ada di Iha memimpin ekspedisi pengepungannya, terjadilah perampokan besar-besaran yang dilakukan oleh orang-orang Papua dengan dibantu oleh orang-orang dari Mamala. Keadaan lautan maupun daratan di sekitar Ambon menjadi tidak tentram. Hal ini bukan saja terasa bagi rakyat tetapi juga bagi VOC, baik bagi kepentingan perdagangannya maupun untuk kepentingan perjalanan darat. Akhirnya perhatian VOC dialihkan untuk menanggulangi keadaan di Ambon dan sekitarnya, karena mempunyai pengaruh yang besar bagi kepentingan perdagangan dan pemerintah VOC.

Kalau dilihat, perhitungan Gysels untuk menarik pasukannya dan pengepungannya atas benteng Iha ini adalah tepat juga. Karena menurut pendapatnya, kalau seluruh pertahanan Hoamoal dan Hitu telah dapat diamankan dengan jalan menundukkan mereka untuk kemudian menguasainya secara langsung, maka kerajaan Iha dengan sendirinya akan menjadi lemah. Setelah pengepungan VOC atas Iha gagal, maka VOC mulai mengalihkan perhatiannya atas daerah-daerah sekitar Ambon. Untuk sementara keadaan di Iha tenang. Tidak ada pertempuran yang terjadi. Kesempatan ini digunakan oleh Iha untuk memperkuat diri mereka. Benteng Ama Iha diperkuat lagi. Hubungan dengan sekutu-sekutunya diadakan. Keadaan ini menarik perhatian dari VOC. Pada tahun 1647, di waktu keadaan Ambon telah dapat dikuasai sepentuhnya oleh VOC, maka Gubernur Demmero mulai menaruh perhatiannya yang serius kepada Iha. Dalam suatu instruksi, Demmer memerintahkan semua orang Iha turun mendiami tempat tinggal yang baru di tepi pantai. Perintah tidak dihiraukan oleh para pemimpin Iha dengan rakyatnya. Mereka lebih senang tinggal di dalam benteng Ama Iha di daerah pegunungan. Benteng tersebut telah terkenal kemampuannya dalam menggagalkan pengepungan Gysels. Apalagi benteng ini telah diperkuat sehingga menambah keyakinan rakyat terhadap kemampuan benteng yang perkasa ini. Di samping itu pula, di dalam benteng ini terdapat cukup banyak rumah dan mesjid yang dibangun dengan biaya yang mahal dan merupakan kebanggaan mereka. 

Keadaan ini memancing kemarahan Demmer. Ia kemudian mempersiapkan suatu kekuatan tempur untuk menyerang dan merebut benteng Ama Iha dengan kekuatan senjata. Namun untung bagi Iha, karena tindakan Demmer ini tidak sampai terjadi. Hal ini disebabkan karena siasat licik yang dipergunakan oleh para pemimpin Iha. Mereka menyadari bahwa tanpa bala bantuan dari sekutu-sekutunya (Hoamoal dan Hitu), Iha akan lemah dalam setiap gerak perjuangannya. Dan kenyataan telah membuktikan bagi Iha bahwa Hoamoal telah dikuasai oleh VOC. Benteng Wawani telah jatuh dan direbut, pemimpinnya Kakiali telah mati, dan demikian pula halnya dengan benteng Kapahaha dengan Tulukabesi. Dengan menyadari akan hal ini, para pemimpin Iha berpura-pura tunduk kepada VOC. Atas dasar pertimbangan ini, maka ketika Gubernur Demmer memanggil mereka untuk berunding, maka ajakan ini tidak ditolak karena penolakan berarti akan terjadi suatu penghaancurann total terhadaap kerajaan Iha. Situasi yang demikian ini bukan berarti jiwa dan semangat perjuangan para pemimpin akan pudar. Mereka selalu menunggu kesempatan yang baik untuk bangkit melawan VOC. Saat itu akhirnya datang juga.

Pada waktu Demmer diganti dengan de Vlaming, sekali lagi rakyat Iha bangkit mengangkat senjata melawan VOC. Dengan kejamnya de Vlaming bertindak menumpas perlawanan ini. Dengan kekuatan yang berhasil dikumpulkan, ia berangkat ke Hatawano. Ia segera menyerang Benteng ini secara mendadak dengan dibantu oleh orang-orang dari Lease.

Dalam penyerangan mendadak ini, Iha tidak memberikan perlawanan apa-apa. Iha jatuh tanpa mengadakan suatu pertempuran yang berarti. Akibatnya benteng Ama Iha yang begitu megah dan angker itu berhasil direbut oleh tentara VOV tanpa banyak usaha dan tenaga yang mereka keluarkan. VOC keluar sebagai pemenang dan ini berarti penguasaan total atas seluruh wilayah kekuasaan kerajaan Iha. Walaupun demikiaan bukan berarti tamatlah riwayat perjuangan rakyat di daerah ini. Kekalahan mereka pada waktu itu ditebus lagi pada waktu-waktu mendatang. 

3.   Akibat Peperangan

Tiap peperangan mempunyai akibatnya. Demikan pula halnya dengan perang Iha. Dengan ditundukkannya kerajaan Iha oleh de Vlaming, maka seluruh kerajaan Iha di Hatawano lenyap. Semua masyarakat Iha mulai dari pemimpin sampai pada rakyat biasa dianggap sebagai rakyat taklukan VOC.

Dalam hal ini VOC bertindak sebagai pemegang kekuasaan mutlak atas kerajaan Iha, baik kekuasaan atas tanahnya maupun manusianya. Pemimpin Iha tidak lagi mempunyai wewenang terhadap rakyatnya sendiri. Bukan itu saja tetapi VOC juga tidak mengakui raja Iha dan pemimpin Iha lainnya sebagai pimpinan di Iha. Mereka menganggap sebagai bahagian dari rakyat VOC. Kepemimpinan dan kemerdekaan mereka dihilangkan.

VOC menanamkan suatu kekuasaan mutlak secara langsung atas kerajaan Iha. Segala hukum yang diterapkan adalah hukum VOC. Iha diperintah langsung oleh VOC melalui pemimpin atau raja yang diangkat atau ditunjuk oleh VOC. Mereka ini sangat terikat dengan VOC. Dan sewaktu-waktu dapat dipecat dari jabatan mereka. Mereka tidak lagi bebas memerintah rakyatnya sendiri seperti masa-masa sebelumnya. Dengan demikian, VOC mengatur seluruh peri kehidupan rakyat, baik mengenai tata pemerintahannya, hukumnya, hubungan masyarakatnya bahkan tanah-tanahnya. Malahan sebagian besar tanah kerajaan Iha diambil untuk kemudian dibagi-bagikan kepada sekutu-sekutu VOC di Saparua. Sedangkan rakyat Iha sendiri disuruh pindah ke Luhu.

Kehidupan rakyat menjadi sukar. Rakyat menderita karena semua harta bendanya dirampas atau dimusnahkan oleh VOC. Inilah akibat dari sesuatu peperangan yang harus dipikul oleh rakyat yang kalah dalam perang itu.


====== selesai =====

 

Catatan Kaki

  1. Rumphius. G.E., De Ambonsche Historie, II, hal. 85.
  2. De Graaf, Negeri Lama dan Negeri Baru, Brosur cetakan L. Watihelu. Nederland, 1968.
  3. Rumphius. G.E. op.cit., hal. 82.
  4. de Graaf, op.cit., Hal. 3 

Catatan Tambahan

  1. Sayangnya, para penulis tidak memberikan informasi dan penjelasan rinci tentang kontrak-kontrak ini. Namun jika memahami isi tulisan, ini berarti kontrak-kontrak tersebut seharusnya berasal dari sebelum tahun 1633. Berdasarkan sumber dari Corpus Diplomaticum yang berisikan kontrak-kontrak VOC dengan para penguasa lokal, khusus untuk wilayah pulau Saparua, yang dalam hal ini berkaitan dengan Iha,  kontrak ini baru dimulai pada tahun 1617, yaitu pada tanggal 16 Mei 1617, kemudian pada tanggal 19-20 November dan 23 Desember 1618, kemudian pada 7 Juni 1621, serta pada 23 Desember 1624

§  Lihat, J.E. Heeres, Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum, eerste deel (1596-1650), Martinus Nijhoff, s’Gravenhage, 1907, dokumen 55 (untuk tahun 1617, hal 130-132), dokumen 60 (untuk tahun 1618, hal 142-145), dokumen 71 (untuk tahun 1621, hal 170-172), dan dokumen 83 (untuk tahun 1624, hal 200 – 203)

b.       Artus/Aert/Arnoudt Gijsels van Lier lahir sekitar tahun 159352 di Utrecht  dan meninggal pada 8 Desember 167653. Sumber lain menyebut ia meninggal awal tahun 167654. Sumber dari Meilink Roelofsz, hanya menyebut bahwa Gijsels lahir pada tahun 1593 di Ijselstein dan meninggal tahun 1676 di Modlich, sebuah kota kecil di dekat Lenzen.

§  https://de.wikipedia.org/wiki/Arnold_Gijsels_van_Lier

§  www.derkjordaan.com › Family History Blogs

§  https://sites.google.com/site/stoff

§  Molhuysen, P.C dan Blok, P.J, Nieuw Nederlandsch biografisch woordenboek. Deel 1. A.W.
Sijthoff, Leiden 1911 (Hal 1010-1012)

§  Coohas, W.Ph, Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden een Heeren XVII, Deel 1,hal 279 (Coolhas dalam catatan kaki, menyebut Gijssels meninggal awal tahun 1676)

§  M.A.P. Meilink Roelofsz, The Private Papers of Artus Gijsels as Source for the History of East Asia. (dimuat pada pada Journal of Southeast Asian History, volume 10, isu 3, September 1969, halaman 540 – 559)

c.        Ada perbedaan tentang awal Artus Gijsels menjadi Gubernur VOC Ambon menurut beberapa sumber. Menurut Rumphius, Gijsels resmi menjadi Gubernur pada tanggal 23 Mei 1631. Menurut Niemeijer, bahwa Gijsels ditunjuk menjadi gubernur melalui resolusi Raad van Indie tanggal 17 Januari 1631. Coolhas dalam catatan kaki pada sumbernya, menyebut Gijssels menjadi Gubernur sejak 9 Februari 1631. Dari perbedaan ini, dapat disimpulkan bahwa Gijsels menjadi Gubernur pada tahun 1631 hingga 1634, bukan pada periode 1632 – 1634

§  Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonsche Historie behelsende een kort verhaal Der Gedenkwaardigste Geschiedenissen zo in Vreede als oorlog voorgevallen sedert dat de Nederlandsche Oost Indische Comp: Het Besit in Amboina Gehadt Heeft. "s-Gravenhage, Martinus Nijhoff (eerste deel), caput 12, hal 78

§  Coohas, W.Ph, Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden een Heeren XVII, Deel 1,hal 279

§  Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel, dokumen 47, hal 122 – 126, catatan kaki no 361 (hal 122)

d.       Menurut Rumphius, Artus Gijsels adalah Gubernur VOC Amboina ke-7.

§  Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonsche Historie behelsende een kort verhaal Der Gedenkwaardigste Geschiedenissen zo in Vreede als oorlog voorgevallen sedert dat de Nederlandsche Oost Indische Comp: Het Besit in Amboina Gehadt Heeft. "s-Gravenhage, Martinus Nijhoff (eerste deel), caput 12, hal 78

e.        Philip Lucass bernama lengkap Philip Lucaszoon van Middelburgh.

f.         Menurut sumber Rumphius, ini terjadi pada tahun 1631 dan bukan pada tahun 1632

§  Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonsche Historie behelsende een kort verhaal Der Gedenkwaardigste Geschiedenissen zo in Vreede als oorlog voorgevallen sedert dat de Nederlandsche Oost Indische Comp: Het Besit in Amboina Gehadt Heeft. "s-Gravenhage, Martinus Nijhoff (eerste deel), caput 12, hal 83-84

g.       Idem

h.       Menurut Rumphius, ini terjadi pada Januari dan Maret 1632 (bukan 1633 seperti yang disebut oleh para penulis)

§  Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonsche Historie behelsende een kort verhaal Der Gedenkwaardigste Geschiedenissen zo in Vreede als oorlog voorgevallen sedert dat de Nederlandsche Oost Indische Comp: Het Besit in Amboina Gehadt Heeft. "s-Gravenhage, Martinus Nijhoff (eerste deel), caput 12, hal 85

i.         Admiral Anthonijsz (bukan Anthoniasz) bernama lengkap Adriaan Anthonijz. Figur ini tiba di Nusantara (Batavia) pada tahun 1611. Pada tahun 1623, ia menjadi kapten benteng di Batavia, tahun 1627, ia menjadi anggota Raad van Justitie van Batavia.

§  Coohas, W.Ph, Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden een Heeren XVII, Deel 1,hal 358, catatan kaki no 1

j.         Para penulis mungkin melakukan kekeliruan pada sumber yang dijadikan rujukan ini (lihat catatan kaki no 1 di atas). Sebenarnya rujukannya adalah pada bagian I (eerste deel), bukan bagian II (tweede deel) dari buku Rumphius. Pada bagian II, Rumphius memulai deskripsinya sejak tahun 1650.

k.       Kapten Westerman bernama lengkap, Gerret/Gerrit Westerman van Dantzig. Pada tahun ini (1633), ia menjadi kapten benteng Victoria, Ambon.

§  Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonsche Historie behelsende een kort verhaal Der Gedenkwaardigste Geschiedenissen zo in Vreede als oorlog voorgevallen sedert dat de Nederlandsche Oost Indische Comp: Het Besit in Amboina Gehadt Heeft. "s-Gravenhage, Martinus Nijhoff (eerste deel), caput 12, hal 80

l.         Pada tahun 1633 ini, tidak diketahui secara pasti identitas radja Iha ini, namun berdasarkan kontrak tahun 1624 (lihat catatan tambahan huruf a), disebutkan Patih van Iha bernama Hatib, dan Senghadji Moessa van Iha. Jadi mungkin mereka ini disebut sebagai radja van Iha, namun ini hanyalah dugaan dengan mempertimbangkan rentang waktu yang hanya 9 tahun sejak tahun 1624

§  Lihat, J.E. Heeres, Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum, eerste deel (1596-1650), Martinus Nijhoff, s’Gravenhage, 1907, dokumen 83, hal 200 – 203

m.     Rumphius dan Valentijn menyebut gunung ini sebagai Ukoe Kaloe. Chr van Fraasen dan Hans Straver yang mengeditori manuskrip Rumphius, memberikan catatan kaki, bahwa menurut sejarah negeri Ihamahu, gunung Ama Iha disebut Ulupalu atau Ulubalu.

n.       Jan Otten dalam tahun 1632 telah menjabat sebagai Fiscal Gubernemen VOC Ambon

o.       Gubernur Demmer bernama lengkap Gerard Demmer dan menjabat sejak 1642 - 1647

Tidak ada komentar:

Posting Komentar