Minggu, 18 Juni 2023

[Lezatnya] Rasa Daging Manusia


[Siegfried Huigen]

  1. Kata Pengantar

Penduduk Maluku sudah dikenal sebagai salah satu suku yang di masa lalu melakukan pengayauan atau perburuan kepala atau potong kepala. Namun, pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah orang Maluku atau lebih khusus, orang Ambon atau Alifuru pegunungan, memakan daging manusia alias kanibal???. Francois Valentyn dalam Oud en Nieuw Oost-Indies yang menjadi opus magnumnya, menulis bahwa ia percaya penduduk kepulauan Ambon di masa lalu, pernah berada dalam fase kanibalisme. Ia kemudian memberikan 2 contoh dalam bentuk cerita tentang figur Latoe Lori dan Jan Willemsz/Willemsen yang notabene adalah penduduk di Pulau Nusa Laut, yang di masa muda mereka dan masa kini memakan daging manusia. 

Siegfried Huigen, seorang Prof Bahasa, kemudian mengkaji hal ini dalam artikel pendeknya dengan judul De Smaak van Mensenvlees, yang dimuat di Jurnal De Gids jaargang 171, tahun 2008, pada halaman 375-383. Huigen mempertanyakan mengapa Valentijn menceritakan kisah ini tanpa mengkritik perbuatan pelaku atau berkomentar soal moral dan apa yang ingin ditunjukkan Valentijn lewat cerita ini.  Menurut Huigen, alasan Valentyn harus dicari ke arah yang berbeda untuk memahami mengapa Valentyn melakukan hal demikian.

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa artikel pendek ini berjudul De Smaak van Mensenvlees, yang hanya berisi 3 gambar ilustrasi dan 22 buah catatan kaki dari penulis. Kami hanya akan menambahkan sedikit gambar ilustrasi dan beberapa catatan tambahan yang kami anggap perlu dalam penerjemahan artikel tersebut. Akhir kata... semoga tulisan pendek ini bisa bermanfaat dalam membentuk pemahaman kesejarahan kita untuk lebih dewasa dan matang.

 

  1. Terjemahan

Di akhir uraiannya tentang Pulau Nusa Laut di Maluku, François Valentyn1 (1666 – 1727) dalam Oud en Nieuw Oost Indien (1724-1726) menyampaikan 2 cerita tentang “pemakan manusia”.

Pada tahun 1687, tidak lama setelah kedatangannya di Maluku pada tahun 1686, ia bercakap-cakap di Nusa Laut dengan Latoe Lori, “Raja” negeri Titaway, “seorang laki-laki berusia 60 tahun”a. Ketika Valentyn bertemu dengannya, Latoe Lori adalah “orang yang sangat sederhana, baik hati, dan rendah hati, tetapi juga sangat saleh dalam tingkah lakunya, sehingga pada saat itu dia adalah seorang Penatuab”. Namun, pria baik hati ini memiliki masa lalu yang kelam. Dia memberi tahu Valentyn, “bahwa di masa mudanya, dia tidak hanya membunuh banyak musuhnya, tetapi juga memanggang banyak kepala mereka di atas bara, dan memakan banyak potongan daging manusia yang enak”. Bagi Valentyn, ini adalah kesempatan untuk bertanya tentang sifat-sifat khusus daging manusia: “oleh karena itu, saya memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, apakah daging manusia lebih enak daripada daging lainnya. Dia mengatakan bahwa tidak ada daging binatang apa pun yang dapat dibandingkan dengannya [daging manusia]”. Valentyn kemudian bertanya “bagian mana dari [daging] manusia yang menurutnya paling enak untuknya? Dia berkata bahwa “tidak ada yang seenak pipi dan tangan, dan tidak ada yang bisa mendekatinya”.

Sekitar tahun 1708, Valentyn bertemu dengan orang Ambon kedua yang juga berasal dari Nusa Laut. Orang itu adalah seorang pria tua yang “menghibur”, “berperilaku baik” dengan nama Belanda Jan Willemsz atau Willemsen dan berprofesi sebagai “pesuruh” di Landraadc. Jan Willemsz telah menyerang mayat seorang budak “gemuk” yang dieksekusi pada tahun 1702, sesuatu yang digambarkan Valentyn sebagai “kasus yang luar biasa”. Setelah budak itu dipenggal, tubuhnya dipakang di sepanjang jalan untuk mencegah budak lain mencoba melarikan diri. Jan Willemsz menjadi “rakus” kepada “laki-laki gemuk itu” dan memotong lengan dari mayat itu dalam kegelapan malam. Ketika ditanya tentang hal ini, dia berbohong bahwa dia melakukannya atas nama [perintah] pengadilan. Ketika Landraad diberitahu kesalahan ganda dari “sang pesuruh”, dia dihukum untuk hal ini dengan denda sebesar 500 ropia, “berbahagia karena dia keluar dengan penampilan seperti ini, meskipun makanan itu tampaknya tidak cocok untuknya, dan dia tidak pernah makan daging yang harganya begitu mahal”. Bagi Valentyn, cerita itu adalah bukti bahwa “sifat lama dari manusia makan” kadang-kadang “berkembang” di kemudian hari2

Fragement tentang Latoe Lori

Yang luar biasa dari kedua cerita tersebut adalah bahwa Valentyn menceritakannya tanpa kemarahan moral dan dengan kasih sayang kepada para pelakunya. Mereka tidak ditampilkan sebagai lawan dari orang Barat yang beradab, seperti yang sering terjadi dengan cerita kanibal3. Jarak antara budaya lain dan dirinya sebagai orang Barat sangat minim. Bagi Valentyn, rasa puas diri ini tidak biasa, karena di tempat lain dia sama sekali bukan seorang relativis budaya. Dia bahkan berurusan dengan prasangka. Menurutnya, orang Asia itu “bodoh”, “takhayul”, “tidak setia”, “bajingan”, atau “pengkhianat’, dan “malas, “lembek”, “lambat belajar”. Selain itu, orang-orang tertentu somboh, angkuh, bodoh, kejam, budak, mengemis, memberontak, membunuh, pendendam, pencuri, cemburu dan bejat4.

Pada tahun 1724, juga tidak biasa bagi seorang penulis Eropa untuk menulis dengan lucu tentang pemakan manusia sebagai penikmat makanan. Meskipun Montaigne mengidealkan kanibal dalam essai dengan nama yang sama, dia mengurangi makanan mereka menjadi makanan cepat saji. Para kanibal akan memakan lawan mereka hanya sebagai tindakan balas dendam terakhir, bahkan bukan untuk makanan5. Sampai abad ke-20, merupakan praktik umum untuk membicarakan tindak yang mengerikan dan “tak terlukiskan”, terutama dalam tulisan-tulisan para misionaris6.

Apa yang ingin ditunjukkan Valentyn dengan ceritanya [ini]???

Mitos Pemakan Manusia

Niat Valentyn sangat jelas di bagian lain dalam deskripsinya tentang Maluku, dia merujuk pada 2 cerita sebagai bukti terjadinya kanibalisme: “bagi saya, saya percaya bahwa pada zaman kuno, semua penduduk pulau di Laut Luas/Besar, yang oleh orang Portugis disebut kepulauan St Lazarod, [adalah] Pemakan Manusia, dan bahwa orang-orang Ambon [Maluku] ada di antara mereka, dan telah kami buktikan dengan gambaran di Pulau Noessalaoet [Nusa Laut] dengan potongan cerita yang masih segar/baru”7. Dalam argumen sirkular yang tidak meyakinkan, dia melihat kanibalisme di Nusa Laut sebagai sisa dari kebiasaan yang dulunya lebih luas. Ahli geografi Yunani, Ptolemy atau Ptolemeaus, menyebut penduduk “Sindae”, dimana Valentyn juga memasukan Maluku, sebagai penduduk kanibal. Fakta bahwa jejak kebiasaan kanibalisme masih dapat ditemukan di salah satu pulau di Maluku pada awal abad ke-18, menegaskan bahwa semua penduduk Maluku pada zaman Ptolemeus adalah kanibal. Dalam artian, Latoe Lori dan Jan Willemsz adalah peninggalan sejarah yang hidup.

Laporan kanibalisme diyakini secara luas hingga abad ke-20. Oleh karena itu, Encyclopaedia van Nederlandsch-Indie tidak lalai menyatakan fakta bahwa kanibalisme pernah di praktikkan di Nusa Laut8. Hanya dengan publikasi [buku] The Man-Eating Myth pada tahun 1979 oleh antropolog Amerika, Willem Arens, laporan ini menjadi kontroversial. Menurut Arens dan pengikutnya, Gananath Obeyesekere, kanibalisme ritual – antropofagi – tidak dapat dikesampingkan, tetapi laporan orang Eropa tentang hal ini sangat tidak dapat diandalkan9. Obeyesekere percaya bahwa deskripsi kanibalisme oleh orang Eropa terutama adalah pembicaraan [para] pelaut, Canibal Talk (2005). Mereka akan menjadi karikatur Eropa yang berbahaya untuk menggambarkan orang-orang non-Barat sebagai orang barbar.

Sayangnya, dalam ketekunan mereka untuk mengungkap niat jahat, Arens dan Obeyesekere sering tidak melakukan keadilan pada sumber-sumber mereka sendiri. Studi yang cermat yang dilakukan oleh lawan-lawan mereka, Frank Lestringant dan Marshal Sahlins, membuat masuk akal bahwa banyak cerita kanibal didasarkan pada kebenaran10. Interpretasi ini juga telah dikonfirmasi dalam beberapa tahun terakhir oleh data arkeologi, yang menunjukkan, antara lain, bahwa tulang manusia yang ditemukan di Fiji, menunjukkan bekas pemotongan yang sama dengan tulang hewan yang telah dimakan11. Selain itu, Arens dan Obeyesekere mengabaikan tradisi lisan asli kanibalisme. Kanibal dan keturunannya juga berbicara di antara mereka sendiri.

Misalnya, pada November 2003, sebuah upacara penyucian dilakukan di Nubutautu, sebuah desa pegunungan terpencil di Fiji. Penduduk desa berharap upacara tersebut akan menghilangkan kutukan Tuhan yang telah menghambat pembangunan desa mereka selama seabad terakhir. Murka Tuhan dipicu oleh pembunuhan misionaris Metodis, Thomas Baker, pada tahun 1867. Setelah dibantai, Baker dimakan oleh penduduk desa. Seorang yang berani bahkan mencoba merebus sepatu misionaris itu. Sebagai tanda rekonsiliasi, keturunan Baker menerima 30 gigi ikan paus dari kepala desa saat upacara. Sepatu Baker dipajang di Museum Fiji12.

Cerita Kanibal

Oleh karena itu, sangat mungkin cerita-cerita Valentyn memang membuktikan bahwa antropofagi dipraktikkan di Nusa Laut, tetapi pada saat yang sama juga merupakan bentuk “pembicaraan kanibal”, cerita kanibal dari penulis Belanda untuk khalayak orang Belanda13. Fakta bahwa Valentyn telah mengumpulkan begitu banyak informasi tentang subjek tersebut dapat dijelaskan melalui keasyikannya sendiri dengan subjek tersebut. Oleh karena itu, ceritanya bertujuan untuk memberikan lebih dari sekedar bukti kanibalisme di Maluku

Kedua kisah kanibal itu hampir menjadi akhir dari uraian Valentyn tentang Nusa Laut. Deskripsi pulau dengan luas 12 km2 (kurang dari sepertiga Vlielande) dan garis pantai sepanjang 24 km ini dalam banyak hal merupakan ciri khas metode kerja Valentyn. Ini adalah kombinasi dari informasi faktual yang dikumpulkan dari semua jenis sumber, dikombinasikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. Deskripsi sekitar 3 halaman folio dilengkapi dengan ilustrasi : peta pulau (gbr 1) dan profil pantai yang juga digambar benteng Beverwijk yang dibangun oleh Belanda di pulau itu (gbr 2). Dengan demikian, pembaca dibantu untuk memvisualisasikan subjek dari perspektif yang berbeda dan dapat mengikuti deskripsi Valentyn tentang pulau dengan lebih baik menggunakan peta. Tidak ada lukisan/gambar penduduknya, tetapi Valentyn mengatakan pada saat penyerangan [berperang], mereka berpakaian sama seperti Alfuru, yang gambarnya telah disertakan di tempat lain di buku Oud and Nieuw Oost Indien (gbr 3).

Valentyn memulai deskripsinya tentang wilayah di bagian barat, di desa Titawaay, yang ditandai di sebelah kiri peta, dan mengikuti garis pantai berlawanan arah jarum jam. Garis pantai dan desa-desa dengan jumlah penduduknya dijelaskan secara sistematis. Titawaay, Tanjung Roessosinna, Tanjung Roehhoe, “sungai air panas”, yang begitu panas sehingga Valentyn bisa memasak telur di dalamnya, dan akhirnya kembali lagi ke awal, di Titawaay.

Setelah berkeliling pulau, Valentyn berbicara tentang perubahan ekonomi di pulau itu. Berkat pemerintahan Belanda, Nusa Laut menjadi penghasil cengkih yang penting. Dahulu penduduk Nusa Laut adalah bajak laut dan juga memiliki kebiasaan “menghancurkan, sangat suka mengunyah” lawannya. Sekarang mereka umumnya tidak melakukan itu lagi, karena mereka telah menjadi Kristen, meskipun “kebiasaan tua” masih muncul sesekali, sesuatu yang secara khusus ditunjukkan oleh cerita kedua tentang Jan Willemsz. Latoe Lori dan Jan Willemsz sama-sama orang Kristen, orang “baru”, yang pada dasarnya telah melepaskan kebiasaan pagan mereka yang tidak menyenangkan. Dalam catatan sejarah, kedua cerita tersebut membentuk perumpamaan tentang misi peradaban Belanda, yang juga berperan di tempat lain dalam deskripsi Valentyn tentang penduduk Maluku. Pengaruh Belanda memastikan penindasan terhadap paganisme dan mengubah para pemotong kepala/pemburu kepala menjadi penanam cengkih dan pesuruh pengadilan.

Tapi itu masih belum menjelaskan mengapa Valentyn menceritakan kisah kanibalnya tanpa komentar moral. Bagaimana pun, kisah pertobatan akan memiliki efek yang lebih kuat dengan kecaman tajam terhadap praktik-praktik kafir/pagan. Oleh karena itu, penjelasan tentang netralitas deskripsi dan simpati terhadap protagonis harus, menurut pendapat saya, dicari ke arah yang berbeda. Valentyn juga dengan santai ingin memberikan fakta ilmiah tentang rasa daging manusia. Dia memperjelas bahwa daging manusia adalah makanan yang dulu “sangat disukai” untuk “dikunyah” oleh penduduk Nusa Laut, yang sangat lezat “sehingga tidak ada daging binatang apa pun yang dapat dibandingkan dengannya”. Begitu kalian mencicipinya, terkadang tidak mungkin untuk menahan godaan di kemudian hari. 

Dalam sains modern awal, semua jenis keinginantahuan dapat membangkitkan minat. Begitu juga dengan rasa daging manusia. Pekerjaan sains sebagian besar terdiri dari pengumpulan fakta empiris yang cukup sewenang-wenang. Namun, rasa daging manusia segar bukanlah fakta yang mudah dipastikan jika seseorang bukan pemakan manusia. Dia hanya bisa ditetapkan secara tidak langsung oleh Valentyn dari pernyataan dan perilaku para saksinya. Saksi yang kredibel harus diandalkan, sesuatu yang pada epistemologi modern awal ditentukan oleh status dan keahlian saksi14. Meskipun juru bicara Valentyn bukanlah orang-orang Eropa berpangkat –umumnya jenis saksi yang paling dapat diandalkan – mereka mendekati status dan jenis itu. Latoe Lori adalah kepala desa dan penatua di Gereja Reformasi, dan Jan Willem adalah seorang pesuruh pengadilan yang telah dikristenkan. Mereka juga orang yang menyenangkan, “sederhana” dan “berperilaku baik”. Jika mereka adalah kanibal yang mengerikan, preferensi mereka tidak akan banyak berarti bagi para pembaca Belanda, karena kebiasaan makan mereka dapat dilihat sebagai atribut keburukan mereka daripada mengungkapkan apa pun tentang sifat kuliner daging manusia. Jika Cyclopsf memberi tahu Polyphemusg bahwa dia suka memakan orang karena rasa khusus dari daging mereka, itu tidak berarti banyak bagi kita. Lagi pula, tertium comparationis, kemanusiaan bersama, hilang. Berdasarkan pengalaman juru bicara terpercaya dan simpatik, kisah kanibal Valentyn memberikan pengetahuan pengalaman yang kuat tentang rasa kecanduan daging manusia.

Kanibalisme obat

Ketertarikan Valentyn pada rasa daging manusia berawal dari meluasnya penggunaan bagian tubuh manusia untuk tujuan pengobatan di Eropa modern awal15. Valentyn dan pembaca kontemporernya mungkin mengetahui rasa daging manusia, tetapi dalam bentuk “mumi”,  yaitu bagian tubuh yang diolah dan dikeringkan. Perpustakaan Valentyn yang luas termasuk buku pegangan medis otoritatif karangan Johann Schröder, Pharmacopoeia Medico-Cymica (edisi pertama, Ulm 1644), yang juga menyediakan resep yang mengandung daging manusia16. Menurut Schröder, daging manusia, misalnya, membantu melawan/mengobati perut kembung, batuk, dan keluhan perut. Otak manusia dengan “roh”nya bisa diolah menjadi aqua aurea, ramuan untuk melawan/mengobati epilepsi. Dalam pengobatan paracelsian, “mumia” dipandang sebagai obat universal. Mumi Mesir harus diproses untuk mendapatkan hasil terbaik, tetapi mumi yang dibuat di rumah juga dapat digunakan dan segar. Schröder memberikan resep praktis menyiapkan “mumi” baru, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1609 oleh Oswaldus Crollius:17

Ambil mayat pria berambut merah segar dan tidak bercacat (karena pada rambut merah darahnya lebih tipis dan dagingnya lebih tipis dan berkualitas lebih baik) berusia sekitar 24 tahun, yang dieksekusi dan meninggal akibat kematian kekerasan. Biarkan jenazah di bawah matahari dan bulan selama sehari semalam – tetapi cuacanya bagus. Potong daging menjadi beberapa bagian dan taburi dengan mur dan sedikit lidah buaya. Setelah itu, kalian perlu mendiamkannya dalam alkohol selama beberapa hari. Kemudian gantung selama 6 atau 10 jam, rendam lagi dalam alkohol dan terakhir gantung potongan hingga kering di udara kering dan di tempat teduh. Dengan begitu mereka akan terlihat seperti daging asap dan tidak berbau18.

Penjahat yang dieksekusi adalah bahan baku utama, karena sangat penting bagi mumi untuk berfungsi bahwa seseorang tiba-tiba berakhir dengan kekerasan. Akibatnya, menurut pengobatan paracelsian, “roh” diawetkan di dalam mayat19.

Oleh karena itu, daging manusia juga digunakan di Eropa Barat pada awal abad ke-18, tetapi tidak seperti juru bicara Valentyn dari Nusa Laut, kanibal Eropa hanya menelannya dengan resep dokter. Mumi itu pasti tidak enak dan mahal20. Dalam Phamarcopoeia Universalis, karya R. James dari tahun 1747, menjelaskan mumi sebagai “pedas dan pahit”21. Pertanyaan Valentyn tentang rasa daging manusia mungkin terkait dengan pengalaman ini. Bahwa kalian memakannya bukanlah hal yang tidak diketahui, tetapi sungguh luar biasa bahwa kalian bisa sangat menyukainya.

Mumi masih tersedia untuk waktu yang lama. Pada awal abad ke-20, perusahaan Merck yang terkenal di Darmstadt masih menjual “mumi Mesir asli, sementara persediaan masih ada”22

===== selesai =====

Catatan Kaki

1.      Ejaan kata “Valentijn” yang digunakan saat ini berasal dari setelah kematian penulis [1727]

2.     François Valentyn, Oud en Nieuw Oost-Indien, ‘Beschryving van Amboina’, Dordrecht/Amsterdam 1724, pp. 83-84.

3.     Kanibal biasanya ditampilkan sebagai pola dasar “lainnya (vgl. Maggie Kilgour, ‘The Function of Cannibalism at the Present Time’, in: Francis Baker, Peter Hulme en Margaret Iversen (eds.), Cannibalism and the Colonial World, Cambridge 1998, pp. 238-259, met name 242-44).

4.     Saya memperoleh serangkaian kualifikasi dari J. Fisch, Hollands Ruhm in Asien, Stuttgart 1986, p. 47.

5.     Frank Lestringant, Cannibals. The Discovery and Representation of the Cannibal from Columbus to Jules Verne, Berkeley/Los Angeles 1997, pp. 94-111.

6.     Patrick Brantlinger, ‘Missionaries and Cannibals in Nineteenth-century Fiji’, in: History and Anthropology, 17, nr. 1 (2006), pp. 21-38, met name p. 26.

7.     François Valentyn, Oud en Nieuw Oost-Indien, ‘Beschryving van Amboina’, Dordrecht/Amsterdam 1724, p. 138.

8.     ‘Noesa Laoet’, in Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, Derde Deel, 's-Gravenhage/Leiden 1919, p. 38.

9.     W. Arens, The Man-Eating Myth. Anthropology & Anthropophagy, Oxford/New York, p. 182; G. Obeyesekere, Cannibal Talk: The Man-Eating Myth and Human Sacrifice in the South Pacific, Berkeley 2005.

10.   M. Sahlins, ‘Artificially Maintained Controversies: Global Warming and Fijan Cannibalism’, in: Anthropology Today, 19, nr. 3, pp. 3-6; 19, nr. 6, pp. 21-23; Lestringant, Cannibals.

11.    D. Degusta, ‘Fijian Cannibalism: Osteological Evidence From Navatu’, in: American Journal of Physical Anthropology 110 (1999), pp. 215-241.

12.   Barkham, ‘Cannibals' Curse Lifted with Gift of Whale's Teeth’, in: The Times, 13 november 2003. . Perdana Menteri Fiji juga hadir pada upacara tersebut dan memang menggunakan kata "kanibal" dalam pidato bahasa Inggrisnya (S. Hooper, ‘Cannibals Talk. A Response to Obeyesekere and Arens’, in: Anthropology Today 19, nr. 6 (2003), p. 20.

13.   Obeyesekere (p. 43) mendefinisikan "pembicaraan kanibal" sehubungan dengan wacana Inggris tentang Maoris sebagai berikut: '[...] pembicaraan kanibal [...] diprakarsai oleh penyelidikan etnologis Inggris dan pada gilirannya distimulasi oleh tuntutan masyarakat pembaca [sic] mereka. Ini memberi tahu kita lebih banyak tentang pra-pendudukan Inggris dengan kanibalisme daripada tentang antropofagi Maori.”

14.   S. Shapin, A Social History of Truth. Civility and Science in Seventeenth-Century England, Chicago /London 1994.

15.   Arens dan Obeyesekere anehnya tidak memperhatikan kanibalisme obat. Itu akan sesuai dengan niat mereka untuk mengungkap cerita kanibal. Obeyesekere sangat memperhatikan kanibalisme kelangsungan hidup Eropa yang lebih luar biasa setelah bangkai kapal (Cannibal Talk, pp. 36-43).

16.   Valentyn memiki karya Schröder edisi 1669 yang terdaftar sebagai berikut dalam katalog lelang perpustakaannya di bagian Libri Med. & Phil. in Quarto: ‘237. Jo. Schröderi pharmacopaeia [sic] medico-chymica. Francf 1669 2 vols.’ (Catalogus exquisitissimorum et excellentissimorum librorum [...] Viri reverendi Fr. Valentyn [...], Hagae Comitum, 1728).

17.   K.H. Dannenfeldt, ‘Egyptian Mumia: The Sixteenth Century Experience and Debate’, in Sixteenth Century Journal 16, nr. 2 (1985), pp. 163-180, met name pp. 173-4.

18.   Dikutip oleh Karen Gordon-Grube, ‘Evidence of Medical Cannibalism in Puritan New England. “Mummy” and Related Remedies in Edward Taylor's “Dispensatory”’, in: Early American Literature 28, nr. 3 (2003), pp. 185-221, met name p. 195.

19.   Menurut pengobatan Paracelsian, "roh" ini bertanggung jawab atas tindakan jiwa pada tubuh.

20.  R. Sugg, ‘“Good Physic but Bad Food”: Early Modern Attitudes to Medical Cannibalism and Its Suppliers’, in: Social History of Medicine 19, nr. 2 (2006), pp. 225-240, met name p. 233.

21.   R. James, Pharmacopoeia Universalis or A New English Dispensatory, London 1747, p. 512; K. Gordon-Grube, ‘Anthropophagy in Post-Renaissance Europe: The Tradition of Medicinal Cannibalism’, in: American Anthropologist 90, nr. 2, (Jun. 1988), pp. 405-9.

22.  K. Gordon-Grube, ‘Anthropophagy in Post-Renaissance Europe: The Tradition of Medicinal Cannibalism’, p. 407.

 

Catatan Tambahan

a.        Latoe Lori tidak diketahui sejak kapan menjadi Radja van Titawaay, tetapi ia mungkin yang menggantikan Latoematihu atau Latoe Matihoe. Menurut arsip gereja per Mei 1674, Latoematihu menjadi koning van Titawaay. Jika pada tahun 1687, Latoe Lori disebut berusia 60 tahun, maka ia lahir mungkin sekitar 1626-1627 atau tahun 1620-an.

b.       Adalah hal yang lumrah menjadikan seorang Radja/Pattij/Orangkaija di sebuah desa/negeri untuk menjadi seorang ouderling atau penatua. Dalam konteks Latoe Lori sebagai Ouderling, sepertinya Valentijn tidak konsisten. Pada sumber yang lain, Valentijn tidak menulis Latoe Lori sebagai Ouderling di Pulau Nusalaut, misalnya sejak tahun 1678 -1705, yang menjadi Ouderling adalah Johannes Cayhatoe [Pattikayhatu?], Pattij van Titawaay. Informasi ini membuat beberapa kemungkinan lebih jauh, apakah Johannes Cayhatoe adalah nama Kristen dari Latoe Lori??? Ataukah di negeri Titawaay sendiri ada 2 “pemimpin” yaitu Latoe Lori sebagai Radja (koning) dan Johannes Cayhatoe sebagai pemimpin kedua dengan gelar Pattij??

§  François Valentyn, Oud en Nieuw Oost-Indien, deel 3, Omstandig Verhaal van de Geschiedenissen en Zaaken het Kerkelyke ofte den Godsdienst..........Joannes van Braam, Dordrecht, 1726, hal 143-146

c.        Landraad adalah dewan peradilan/pengadilan yang memeriksa dan menyelesaikan persoalan hukum yang berhubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh penduduk pribumi (inlands bevolking)

d.       Sumber-sumber awal Portugis menyebut kepulauan Ambon sebagai St Lazaro

e.        Vlieland adalah sebuah pulau di sebelah utara Belanda

f.         Cyclops adalah figur mitologi Yunani yaitu raksasa bermata satu

§  https://en.wikipedia.org/wiki/Cyclopes

g.        Polyphemus juga adalah figur mitologi Yunani yaitu raksasa bermata satu yang merupakan putra dari Poseidon dan Thoosa

                     https://en.wikipedia.org/wiki/Polyphemus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar