Jumat, 06 Maret 2020

Radja van Saparoua : Suatu dialektika dan rekonstruksi Menurut sumber-sumber Belanda (VOC, arsip gereja) dan lainnya (bag 1)


Oleh: Aldrijn Anakotta


A.   Polemik dan catatan kritis

Suka atau tidak suka, hingga masa kini kita tidak memiliki daftar lengkap tentang Raja-raja yang memerintah negeri Saparua, sejak awal hingga abad ke-21 ini. Yang  ada mungkin “daftar” Raja sejak permulaan abad ke-20, itu pun bukan dalam pengertian daftar berbentuk dokumen yang terstruktur, tetapi hanyalah berupa ingatan, catatan, informasi dalam surat-surat, yang kemudian coba disusun kembali dan pernah dimuat dalam salah satu artikel pada blog ini. Memang kondisi ini menyedihkan, karena kita tidak memiliki daftar raja-raja yang lengkap. Sangat disayangkan, para Raja masa lalu dengan pemerintahannya tidak “sempat” memikirkan hal itu dan menuliskan serta menyusunnya.

Ketiadaan daftar seperti dimaksud itulah, yang menurut pemahaman kami, menjadi salah satu faktor terjadi perdebatan tentang mata rumah parentah. Kita tidak disuguhi, tidak memiliki daftar itu untuk dilihat, dibaca, direnungi dan mungkin bisa menjadi “argumentasi” awal untuk menetapkan mata rumah parentah.

Klaim mata rumah Simatauw dengan menyebut figur Adjelis Simatauw dan Mayasang Simatauw yang pernah sebagai Radja, serta menjadikan hal itu sebagai dasar pengklaiman, tetaplah harus diterima, meski itu harus ditinjau dan dikritisi kembali. Adjelis dan Mayasang Simatauw yang diklaim sebagai Radja, harus diakui problematis. Penyebutan nama mereka hanya berdasarkan pada 1 sumber saja. Itu pun berdasarkan pada cerita sejarah yang ditulis ulang dan sangat bias. Belum ada sumber-sumber lain yang menulis, menyebut bahkan “mengesahkan” nama mereka sebagai Raja Saparua. Pengertian belum ada sumber lain, adalah entah sumber Portugis, Belanda, Inggris, Jepang, arsip gereja, pernikahan, kematian dan sebagainya, belum ada satu pun yang kami miliki dan ketahui, yang “memvalidasi” nama mereka. Pada titik kritis inilah, terjadi problematis itu.

Raja-raja dari mata rumah Titaley, juga tidak lengkap. Sumber dari mereka bukan berupa daftar yang dimaksud tapi silsilah yang tidak lengkap dan agak “kacau” karena tidak menyebut periode memerintah. Selain itu, ada beberapa nama yang sama dan tidak disebutkan/ditulis secara eksplisit siapa yang memerintah lebih dulu dari yang lain.

 

Artikel ini mencoba untuk menyusun daftar itu, yang bersandar dari berbagai sumber yang bisa diperiksa dan diuji. Disebabkan sumber-sumber yang kami gunakan harus diperiksa dan diuji, maka kami hanya akan menulis nama-nama Radja yang ditulis secara eksplisit. Jika ada beberapa sumber, baik arsip maupun cerita-cerita tradisi dari negeri Saparua atau negeri-negeri lain yang secara samar-samar mengindikasikan informasi itu, kami juga akan menuliskan, mengulas dan menganalisis lebih jauh.

Tentunya ulasan yang kami berikan adalah pendapat pribadi berdasarkan pembacaan sumber-sumber yang kami miliki serta sebanyak yang bisa kami baca. Hal ini tentunya tidak harus disetujui oleh semua orang yang membaca artikel ini, ada yang setuju namun ada juga yang tidak sependapat. Maka dengan pertimbangan “demokrasi” dalam berdialog, ada baiknya pihak-pihak yang tidak setuju, bisa memberikan tanggapan, masukan, kritikan dan mungkin bisa menulis artikel pembandingnya. Ini yang kami harapkan, sehingga proses berdialektika, proses berargumentasi dengan dasar-dasar argumen yang baik dapat tercipta dan menjadi suatu kebiasaan. Semoga dengan proses “intelektual” itulah, kita bisa merekonstruksi kembali sejarah negeri kita yang tercinta, negeri Pisarana Hatusiri Amalatu.


Anthoneta Benjamina Anakotta, Radja van Saparoea (1969-1996)

 

B. Radja van Saparoua

B.1.   Periode “gelap”.

Saparua sebagai nama negeri yang kita kenal, kita pahami dan kita akui sebagai nama wilayah, tidak satupun ditulis dalam sumber-sumber Portugis, saat mereka “berkuasa” pada periode 1512-1605. Berbeda misalnya dengan nama Siri-Sori (tahun 15561), Ullath (tahun 15642) atau Tuhaha (tahun 15703) yang telah disebutkan dalam arsip-arsip gereja yaitu surat-surat para misionaris Portugis. Bahkan pada paruh pertama kekuasaan VOC Belanda (1605-1650), nama negeri Saparua tidak ditulis secara eksplisit. Memang dalam MOG Gubernur Ambon Jaspers Janszoon (1611-1614) tertanggal 25 Juni tahun 1614, sang Gubernur menulis sebuah negeri bernama Juroa4. Sejarahwan Gerrit J Knaap yang mengeditori kumpulan-kumpulan MOG (Memorien van Overgave) para Gubernur Amboina abad 17 dan 18, tidak yakin dengan nama ini, sehingga dalam catatan kakinya, ia menulis mungkin negeri Saparua atau Tuhaha. Rumphius dalam sumbernya menulis salah satu kalimat, yang di dalamnya tertulis kata Saparoua dan kata ini “ditempatkan” pada Oktober tahun 1654(hal 83). Namun kata Saparoua yang ditulis Rumphius, tidak terlalu jelas, apakah nama sebuah negeri atau nama pulau yang ia maksudkan. Jika yang ia maksudkan adalah sebuah nama negeri, hal ini agak meragukan karena pada akhir tahun 1653 atau awal tahun 1654, barulah ia tiba di Ambon untuk bertugas6. Jadi agak kurang meyakinkan jika dalam waktu singkat ia telah tahu nama ini. Lagipula buku yang ditulisnya ini, ditulis pada tahun 1678 dan 1687, sehingga ia telah memiliki pengetahuan selama beberapa waktu (24 tahun : 1654-1678) tentang nama-nama negeri dan kemudian menggunakan nama yang ia telah ketahui itu, untuk menulis ulang fragmen sejarah tahun 1654 itu. Atau mungkin saja, Rumphius telah mengetahui nama itu, pada saat peristiwa itu berlangsung, mengingat 10 bulan lamanya (awal 1654-oktober 1654) ia telah bertugas di Ambon, namun dugaan ini tidak didukung oleh sumber-sumber lain dari periode sezaman.

Peta-peta pulau Honimoa atau Saparua dari masa-masa awal VOC, juga tidak mencantumkan nama negeri Saparua. Misalnya peta tahun 16177 atau peta hasil kunjungan Artus Gijsels ke Honimoa tahun 16318, tidak satupun menulis nama negeri Saparua. Jika bersandar pada arsip-arsip gereja, maka mungkin penyebutan nama negeri Saparua untuk pertama kalinya ditulis pada tahun 16319. Namun arsip ini tidak menulis nama Saparua melainkan dengan nama Au. Jadi kita mau menggunakan 2 sumber ini, penulisan nama negeri Saparua secara eksplisit, meski dengan nama yang “agak asing” namun “agak mirip” adalah pada tahun 1614 (Juroa) dan 1631 (Au).

Penulisan nama negeri Saparua yang kita kenal sekarang, pertama kali secara eksplisit ditulis saat kunjungan Predikant Jacobus Montanus ke negeri Tiouw dan Saparua pada tanggal 14 Januari 1671 dan 17 Mei 1671. Hasil kunjungan ke beberapa negeri ini (di Seram, Honimoa, Haruku dan Nusalaut) dibuat laporan pada tanggal 11 September 167110. Pada arsip ini secara eksplisit ditulis nama Saperoua (14 Januari) dan Saparoua (17 Mei). Sejak itulah negeri Saparua ditulis dengan beberapa varian nama seperti Saperoea (Nov 167311), Saparoewa (Valentijn12), Saparua (Feb 169313).

Meskipun nama negeri Saparua telah ditulis sejak tahun 1614, 1631 dan secara eksplisit tahun 1671 itu, nama pemimpin negeri itu, baik yang bergelar Radja, Patij, Orang  Kaija atau Orang Toea dari negeri itu tidak disebutkan secara eksplisit. Pada arsip gereja tertanggal 11 September 1671 itu, pada laporan kunjungan pendeta Montanus ke 2 negeri tanggal 14 Januari 1671 disebutkan : den Pattys en orangcayen aengemaent om het schaars getall der schoolkinderen te vervullen... (para pattij dan orang kaya diminta untuk memperbanyak jumlah siswa yang masih minim).  Kalimat ini mengindikasikan ada beberapa pattij dan orang kaija, yang berarti pula bisa pattij atau orang kaya dari negeri Saparua. Namun sayangnya, nama pattij-pattij dan orang kaija itu tidak ditulis namanya. Begitu juga dengan kunjungan pada tanggal 17 Mei 1671 itu. Jika kita mencermati kalimat ini dengan kritis, timbul pertanyaan apakah mungkin negeri Saparua pernah dipimpin oleh seorang yang bergelar Pattij?. Jawabannya adalah pernah!. Hal ini bisa dibaca pada sumber Valentijn. Ia menulis demikian14 :

 

Zy hadden eertyds een koning , naderhant  een Cavalhero , Nissawatta genaamt , dog  nu is 't een pati , die over hen gebiedt


(mereka/negeri Saparua pernah memiliki seorang Raja, kemudian oleh seorang kavaleri (kapitan?15) yang bernama Nissawatta, tetapi sekarang (di masa Valentijn) diperintah oleh Pattij)

 

Jadi, jika kita bisa menerima informasi dari Valentijn ini, maka negeri Saparua pernah diperintah oleh figur-figur yang bergelar Radja, Kapitan dan Pattij pada rentang tahun-tahun sebelum Valentijn hingga Valentijn menulis informasi itu. Sumber dari Valentijn adalah bukunya yang diterbitkan tahun 1724, namun Valentijn pernah bertugas di Gubernemen Ambon pada April – Oktober 1686, Mei 1688-Mei 1694 serta Maret 1707-Mei 171216. Maka Informasi tentang hal-hal demikian, ia peroleh di lapangan atau memiliki akses ke sumber-sumber VOC. Jadi jika kita mau menyesuaikan sumber gereja dengan sumber Valentijn, maka keduanya saling mendukung. Itu berarti dalam tahun 1671 hingga di masa Valentijn (1694), negeri Saparua diperintah oleh seorang Pattij. Masalahnya, adalah kita tidak mengetahui sama sekali identitas tentang pemimpin negeri Saparua itu.

Valentijn secara eksplisit menulis seorang figur bernama Nissawatta yang “bergelar” Cavalhero/Cavalerij atau Kapitan. Nama ini harus diakui “cukup asing” bagi orang-orang negeri Saparua jika membandingkannya dengan nama-nama figur pada tradisi lisan. Jika begitu, siapa sebenarnya orang ini? Identitasnya seperti apa?. Apakah figur ini bermarga Simatauw? Titaley? Ririnama atau Anakotta? Atau bisa saja orang bermarga lain? Semuanya memiliki probibilitas yang sama. Jika dicermati urutan penyebutan gelar-gelar pemimpin menurut informasi dari Valentijn, maka kita bisa melakukan pengandaian. Itu berarti mungkin sebelum tahun 1671, negeri Saparua dipimpin oleh seorang “kapitan” dan yang sebelumnya dipimpin oleh seorang Radja. Jika kita misalkan demikian, maka kita bisa menggeser sekitar 10-20an tahun sebelum tahun 1671 itu, sehingga mendapatkan tahun 1650an hingga 1660an. Kita ambil saja tahun 1650an sebagai patokan yang paling jauh, maka tahun-tahun ini berhubungan dengan perang besar Ambon jilid 5 (1652-1656) dan melibatkan figur Arnold de Vlamingh van Oudsthoorn sebagai tokoh antagonis dalam sejarah Ambon.

 

Willem Jan Maurits van Schmid, Assisten Resident van Saparua (1840-1842) pernah menulis sebuah artikel panjang yang terbit tahun 184317. Ia menulis demikian :

 

Toen ter tijd bestond er nog geen fort te Saparoea, maar wel te Siwij Sowij, hetwelk echter door den Admiraal Arnoldus de Vlaming werd afgebroken omdat aldaar geene goede ankerplaats voor de schepen der Compagnie was. Hij beproefde een nieuw fort te Paperoe te bouwen, doch aldaar werd op de eene plaats geen en op andere brak of zout water aangetroffen. Gemelde Admiraal verscoht daarna Rian Santuwa Titaleij oom aan hem den grond aftestaan, hetwelk hij deed, en waarvoor hij ten geschenke kreeg 9 stukken wit linnen, 9 stukken rood linen, 9 vaten rijst en 9 schotels

 

Terjemahan garis bebasnya:

 

(Arnold de Vlaming van Oudsthoorn berkeinginan mendirikan sebuah benteng baru sebagai “markas” berlabuhnya kapal-kapal VOC, meski telah ada redout Hollandia di Siri Sori, dan mencari lokasi untuk mewujudkan rencana tersebut... semula ia ingin mendirikan benteng baru itu di Paperu, namun terbentur masalah tidak tersedianya sumber air yang memadai... maka ia menggunjungi Rian Santuwa Titaleij  dan bernegosiasi soal lokasi itu, negosiasi itu akhirnya disepakati dan sebagai “tanda” kesepakatan, lokasi itu “dihargai” dengan 9 potong kain linen putih,9 potong kain linen merah, 9 barel beras dan 9 piring porselin)

 

Jika kita membaca informasi ini sepintas dan menyesuaikan dengan pemisalan di atas, maka figur Nissawata dalam sumber Valentijn adalah Rian Santuwa Titaleij. Namun, informasi itu haruslah dibaca dengan kritis. Jika kita tetap mempertahankan informasi ini, maka implikasinya adalah Rian Santuwa Titaleij haruslah sezaman dengan Vlamingh van Oudsthoorn, dan ini agak “bermasalah” dengan tradisi bahwa Rian Santuwa Titaleij adalah salah satu leluhur negeri Saparua yang tiba di Saparua pada ratusan tahun sebelumnya18. Permasalahan yang kedua adalah jika kita mempertahankan bahwa Rian Santuwa Titaleij adalah figur yang benar-benar “berjumpa” dengan van Oudshoorn, maka sebelum Rian Santuwa itu, haruslah sudah ada seorang figur pemimpin bergelar Radja (mengikuti urutan dari Valentijn) dan arsip-arsip VOC atau gereja tahun 1614 dan 1633 itu. Memang, bisalah diterima jika Rian Santuwa memerintah selama puluhan tahun, misalnya 40an tahun sehingga negeri Saparua yang disebutkan oleh arsip VOC tahun 1614 dan gereja tahun 1633, telah dipimpin oleh “kapitan” bernama Rian Santuwa Titaleij atau Nissawatta (menurut Valentijn). Namun ini hanyalah pemisalan saja jika Nissawatta adalah Rian Santuwa Titaleij, dan kembali lagi bertentangan dengan tradisi kepercayaan orang-orang negeri Saparua. Figur van Oudsthoorn adalah figur historis yang sejarah hidupnya jelas (1618 – 1662), maka kita tak bisa mengandaikan apapun soal figur ini, maka figur Rian Santuwa Titaleij-lah yang harus kita “sesuaikan’. Jadi intinya adalah informasi dari Assisten Residen Saparua itu, adalah tradisi lisan yang ditulis kembali.

Jika kita mau berpikir sedikit “coba-coba” maka nama Nissawatta bisa saja adalah kekeliruan penulisan oleh Valentijn. Apakah Nissawata adalah penulisan “terbalik” dari Rian Santuwa, Ni adalah Rian sedangkan Ssawata adalah dari Santuwa menjadi Sanwatu/Ssanwata/Sawata?? Semua alternatif coba-coba ini bisa saja terjadi, mengingat Valentijn juga bisa melakukan kekeliruan. Ataukah apakah mungkin Nissawatta adalah Simatauw? Bisa saja... karena nama mereka agak “mirip”. Namun jika membandingkan dengan arsip-arsip VOC, mereka secara eksplisit menulis oranghcay van Luhu, Simatauw (164719), begitu juga sumber dari Rumphius20 dan Valentijn (Simatau21). Maka khususnya Valentijn tidak mungkin merujuk Nissawatta adalah seorang yang bermarga Simatauw. Kemudian arsip gereja tahun 1674 (hal 448)22, juga menulis dengan eksplisit nama Titaley/Titaleij. Sehingga masuk akal, jika Valentijn juga tidak mungkin merujuk Nissawatta adalah seorang bermarga Titaley/Titaleij.

Jika bukan Titaley, bukan Simatauw, lalu siapa figur sebenarnya Nissawatta ini?. Ada informasi menarik dari sejarah terbentuknya negeri Paperu. Cerita sejarah ini diposting oleh seorang blogger bernama Victor Papasoka. Pada daftar Raja-raja negeri Paperu, secara eksplisit tertulis Radja ke-4 bernama Johannis Pieter Anakotta/Lawalatta, disertai keterangan Raja inilah yang diutus oleh raja Latusalisa dalam perang Iha. Dialah yang menyerahkan tanah Iha kepada rakyat, akibat perang melawan Hatibe Patti (Kapitan Iha)23. Pertanyaan kritisnya adalah bagaimana sejarahnya seorang yang bermarga Anakotta, yang dipercayai sebagai salah satu marga asli negeri Saparua bisa menjadi Radja Paperu? Apakah karena alasan pernikahan atau ada sesuatu yang “misterius” yang belum terungkap?. Yang pasti adalah bahwa seseorang bermarga Anakotta telah terdaftar sebagai Raja Paperu. Informasi menarik lainnya adalah bahwa Radja ini yang terlibat dalam perang Iha (tahun 1653) dan kemudian menyerahkan salah satu tanah Iha kepada rakyatnya. Sumber-sumber VOC pada masa ini, tidaklah secara eksplisit menulis nama Raja Paperu, hanya Radja van Paperouw (1636 dan 166924). Apakah mungkin, Nissawatta menurut Valentijn ini bermarga Anakotta? Mungkin saja... dengan menganalisis lebih lanjut sumber-sumber yang berkaitan.

 

Valentijn menulis demikian25 :

 

Het lag wel eer tusschen Tijouw en Sirisorri. Naderhant in de heer Vlaming  tyd  wierd  het by Paperoe gelegt, dog  zedert 1670 hebben zy zich een weinig oostelyker dan Tijouw aan strand geplaatst , daar  zy nog leggen.


(Dulu negeri ini (Saparua) terletak antara Tijouw/Tiouw dan Siri-Sorri. Pada masa yang mulia Vlaming, negeri ini diletakan/ditempatkan di Paperu, tetapi sejak tahun 1670, negeri ini terletak sedikit lebih ke arah timur dari Tiouw, dimana negeri ini sekarang berada).

 

Jika kita mencermati informasi ini, maka negeri Saparua di masa Vlaming diletakan atau ditempatkan di Paperu, kemudian sejak tahun 1670 negeri ini “kembali” ke tempat semula namun agak sedikit ke arah timur dari negeri Tiouw. Vlaming yang dimaksud oleh Valentijn adalah Arnold de Vlamingh van Oudsthoorn, figur yang pernah menjadi Gubernur Ambon (1647-165026) dan Komisaris 3 Gubernemen (1650-165627) untuk Ambon, Banda dan Ternate. Kita tidak tahu dengan jelas, atas dasar pertimbangan dan alasan apa, negeri ini “dipindahkan” ke lokasi negeri Paperu, karena tidak ada sumber lain yang dengan eksplisit menceritakan itu. Kita hanya bisa menduga-duga, dengan menggunakan beberapa sumber untuk memahaminya. Rumphius menulis dalam sumbernya, bahwa negeri Kaibobo sejak tahun 1656-1676 dipindahkan  ke Pulau Haruku28. Menurut MOG Gubernur Arnold de Vlamingh van Oudsthoorn tertanggal 24 Mei 1656, penduduk Buano dipindahkan ke Manipa dan Leitimor29, pada tahun 1653, negeri-negeri seperti Paperu, Tuhaha, Itawaka, Nolloth ditempatkan di sekitar redout Velsen di wilayah bekas kerajaan Iha30. Menurut Rumphius sejak tahun 1653, Paperu dipindahkan ke bagian utara pulau Saparua atau jazirah Hatawano31. Jadi memang negeri Paperu dipindahkan dari lokasi lama (Oud Paperu) di bagian selatan pulau Saparua ke bagian utara. Namun, tidak disebutkan tentang pindahnya negeri Saparua ke wilayah negeri Paperu, tetapi faktanya Valentijn menulis tentang perpindahan itu.

Stenly Loupatty32 dalam salah satu artikelnya menyebutkan bahwa lokasi-lokasi soa kerajaan Iha dibagi dan diberikan untuk beberapa negeri yaitu:

1.   Lokasi Soa Matalete di berikan kepada negeri Tuhaha

2. Lokasi Soa Hatala diberikan kepada negeri Saparua, namun ditolak oleh Saparua dan kemudian diberikan ke Tuhaha

3.   Tanah Soa Mahu diberikan kepada negeri Paperu

4.   Tanah Soa Hatulesi dan Lima diberikan kepada Nolloth

5.   Tanah Soa Iha diberikan kepada Itawaka

6.   Tanah Soa Pia diberikan kepada Siri Sori.

Sumber dari Stenly Loupatty menulis tentang 3 Raja/Kapitan yang dibujuk oleh Vlamingh van Oudsthoorn untuk turun gunung dan kemudian dibaptis dengan ayah baptisnya adalah de Vlamingh sendiri, yaitu Adrian Pasalbesi dari Nolloth, Thomas Lawalatta dari Paperu dan Yansen Morets Sasabone dari Tuhaha33. Sumber lain menyebut Adrian Polbessy dari Ullath bukan Adriaan Pasalbessy dari Nolloth, serta 2 nama lainnya itu tetap sama34.

Meskipun Papasoka  dan Loupatty menulis nama Radja yang berbeda  yaitu Johannis Pieter Anakotta dan Thomas Lawalatta, mungkin nama ini hanya merujuk pada 1 figur saja. Hal ini didukung oleh alinea selanjutnya dari artikel Loupatty, yang menceritakan tentang penahanan Radja Lawaranta (ia menulis seperti itu) dari Paperu agar Kapitan Kamalau Tarapa bisa membantu, kisah ini sama dengan cerita dari sumber Papasoka. Jika kita bisa menerima hal ini, maka entah figur itu bernama Johannis Pieter atau Thomas, pastilah ada marga Anakotta yang “disandangnya”.

Maka implikasinya bisa berhubungan dengan sumber dari Valentijn tentang pindahnya negeri Saparua ke wilayah negeri Paperu. Maka selanjutnya, bisa saja Johannis Pieter Anakotta/Lawalatta atau Thomas Lawalatta yang menjadi Raja Paperu, juga menjadi “pemimpin” untuk negeri Saparua. Jika dugaan ini bisa diterima, maka kita juga bisa memahami mengapa tanah Hatala diberikan meski ditolak oleh negeri Saparua. Tanah Hatala itu mungkin diberikan karena sebagai ucapan “terima kasih” bahwa ada seorang bermarga asli negeri Saparua (Anakotta) turut menjadi salah satu figur penting tumbangnya kerajaan Iha, meski ia menjadi Radja Paperu. Kasus ini, mungkin sama dengan kasus pemberian lokasi Soa Pia kepada Siri Sori sebagai ucapan terima kasih atas “ijin” pendirian benteng Hollandia di pesisir Honimoa, Siri Sori. Selanjutnya, fragmen negosiasi antara de Vlamingh dengan Rian Santuwa Titaleij tentang lokasi benteng Duurstede, adalah dengan figur ini. Atau, ide untuk memilih lokasi tebing negeri Saparua (kota di atas batu karang) berasal dari figur ini, yang juga merupakan “anak  adat” negeri Saparua, yang kebetulan di masa itu menjadi Raja negeri Paperu sekaligus “pemimpin” negeri Saparua. Ide itu mungkin kemudian disampaikan ke Arnold de Vlamingh dan kemudian terjadilah fragmen negosiasi dengan figur yang merupakan keturunan dari Rian Santuwa Titaley.  Perlu diingat kembali bahwa dasar cerita negosiasi antara 2 figur di atas, adalah tradisi lisan yang ditulis kembali.

Dasar dari dugaan Anakotta menjadi Radja Paperu juga memiliki basis untuk dipertimbangkan. Menurut sumber dari Valentijn bahwa di tahun 1707, Pieter Sawaitoe diangkat menjadi Raja Paperu35, dan ia menjadi pemimpin 1 kora-kora yang di dalamnya tergabung/membawahi negeri Saparua, Paperu, dan Tiouw36. Hermen Jan Jansen, Assisten Residen van Ambon (1925-192837) yang juga Resident der Molukken 2 periode (Mei-Nov 1937 dan Maret 1938-Feb 194238) menulis salah satu artikel etnografi negeri-negeri di Pulau Ambon39. Pada salah satu halamannya (halaman 364-365) yang menceritakan tentang negeri Latuhalat, ia menulis seperti ini:

 

Ten tijde van de strijd tusschen de Compania en de lieden van Hoamoal streden aan de zijde van de Compania kapitan Angkota en kapitan Latoemeten, beiden van Latoehalat. Toen Hoamoal was verslagen werden de hoofden van dit volk gedood. Twee van hen, Leasa en Maoelani, werden op voorspraak van de kapitans van Latoehalat begenadigd. Kapitan Angkota nam nu Leasa, kapitan Latumeten Maoelani aan tot anak piara; hun nakomelingen wonen tot op den huidigen dag in Latoehalat.

 

(pada saat peperangan antara VOC dan orang-orang Hoamoal, di sisi VOC ada Kapitan Angkota dan Kapitan Latumeten, keduanya dari Latuhalat. Ketika Hoamoal dikalahkan, pemimpin orang Hoamoal terbunuh. Dua dari mereka, Leasa dan Maulani diberi anugerah oleh Kapitan-kapitan Latuhalat. Kapitan Leasa disetujui oleh Kapitan Angkota, sedangkan Kapitan Maulani diterima sebagai anak piara Kapitan Latumeten, keturunan mereka tinggal di Latuhalat sampai hari ini).

 

Pada alinea yang lain di halaman yang sama, ia menulis:

 

Sengadji en Angkotta zijn van Ternate. Angkotta ontving zijn  naam van de radja van Hitoe; zijn drie kinderen Hadja, Sinapatti en Sawitoe vestigden zich op Latoehalat. Sengadji vluchtte van Ternate tijdens de strijd van Gouverneur Cranssen, zijn eigenlijke naam was Soewaèbong-Tomanega. Sengadji en Angkotta zijn beide oepoe: kotta; teoen: Lososina

 

(Sengadji/Sangadji dan Angkotta berasal dari Ternate. Angkotta menerima namanya dari Radja van Hitu; ketiga anaknya, yaitu Hadja, Sinapatti dan Sawitoe menetap di Latuhalat. ..... Angkotta dan Sengadji, keduanya memiliki upu yaitu “kotta” dan teonnya adalah Lososina).

 

Di halaman lainnya (hal 352), Jansen menulis mata rumah Silooy yang menjadi mata rumah parentah di Amahusu memiliki upu yang sama dengan kedua “marga” ini yaitu “kotta”. Dieter Bartels dalam bukunya yang terkenal itu, juga menulis bahwa fam Silooy di Amahusu, memiliki teun yaitu “kotta”40 .  Menariknya lagi, dalam penelusuran kami di Seram  Utara/Tengah di negeri Seti, seorang informan mengatakan marga asli Anakotta adalah Sialoy/Silooy41.

Jika kita membaca informasi ini dengan cermat, ada semacam benang merah di dalamnya. Jadi, mungkin saja Pieter Sawaitoe, yang menjadi Radja Paperu pada tahun 1708 itu, adalah “keturunan” Johanis Pieter Anakotta/Lawalatta yang sebelumnya menjadi Radja Paperu. Rentang waktu antara tahun 165oan dan 1708 hanyalah 50an tahun, yang berarti bisa “anaknya” bisa juga “cucunya” atau salah satu “keturunannya”. Atau bisa saja, Pieter Sawaitoe menggunakan nama Sawaitoe, untuk “mengingat” nama leluhurnya. Sayangnya, pada informasi daftar Raja-raja Paperu, tidak ada tertulis nama Pieter Sawaitoe, melainkan Pieter Pattiheu, dan tidak menuliskan masa pemerintahannya.

Pertanyaan penting selanjutnya, adalah apakah Pieter Sawaitoe juga adalah “Radja” negeri Saparua?. Pertanyaan ini, sayangnya tak bisa dijawab dengan eksplisit. Tidak ada sumber lain yang menyebut ia juga menjadi Radja negeri Saparua, selain menjadi Radja Paperu.  Seperti kita mencoba-coba nama Nissawatta, maka mungkin juga nama Nissawatta adalah kekeliruan penulisan nama Johanis Pieter Anakotta/Lawalatta, dimana Niss mungkin dari kata Johanis sedangkan Watta mungkin dari kata Lawalatta, namun “utak-atik” ini pun, tidak sesuai dengan jabatan J.P. Anakotta/Lawalatta yang disebut sebagai Radja. Tapi ini juga bisa diterima dengan mempertimbangkan bahwa marga Anakotta di negeri Saparua, dikenal dengan tugasnya sebagai seorang Kapitan. Jika kita bisa menerima beberapa pertimbangan ini, maka penyebutan Nissawata oleh Valentijn mungkin merujuk pada Johanis Pieter Anakotta/Lawalatta itu. Namun, ini hanyalah dugaan saja, dan bukan sesuatu yang telah pasti bahwa Nissawata bermarga Anakotta.

Penyebutan gelar pemimpin negeri Saparua secara eksplisit untuk pertama kalinya, kami temukan hanya pada sumber Valentijn, diluar itu belum kami temukan di arsip-arsip VOC, entah itu brief (berita singkat), beschrijvinge (deskripsi), dagregister (catatan harian), register (pencatatan), resolution (keputusan), missive (laporan singkat), memorie van overgave (nota serah terima), dan lain-lain yang penyebutannya lebih awal dari sumber Valentijn. Seperti disebutkan sebelumnya, Valentijn menyebut gelar pemimpin yang pernah memimpin negeri Saparua itu ada Radja, Pattij dan Cavalhero/Cavalerij (Kapitan). Pada halaman 90-91 dari sumber Valentijn ini42, ia menuliskan ada 13 figur pemimpin dari 13 negeri di pulau Honimoa dengan gelar-gelar mereka yaitu:

1.        Radja van Oelat (Ullath)

2.        Radja Paperoe (Paperu)

3.        Radja Toeaha (Tuhaha)

4.        Pati Sirisori

5.        Pati Haria

6.        Pati Ouw

7.        Pati Boy

8.        Pati Tiouw

9.        Pati Itawakka

10.     Radja Porto

11.     Orang kay (Orang kaya/Orang Kaija) Nollot

12.     Radja Saparoewa (Saparua)

13.     Pati Ihamahoe (Ihamahu)


Jacob Jopie Titaley, Radja van Saparoea (1998-2006)

Jika kita melihat daftar ini, maka secara pasti bahwa negeri Saparua memiliki seorang pemimpin negerinya dengan gelar Radja/Raja. Namun, jika kita membaca secara cermat informasi dari Valentijn ini (hal 85-91), ada beberapa “ketidakkonsistenan” yang dilakukan oleh Valentijn. Misalnya pada kasus negeri Haria, di halaman 88, ia menulis Haria diperintah oleh seorang bergelar  Orang Kaya, namun di halaman 91 ditulis gelarnya Pati, begitu dengan Nolloth (Radja kemudian Orang kay), kasus yang sama juga dengan Saparua, dimana ia menyebut bahwa pernah ada Radja, Cavalhero dan sekarang diperintah oleh seorang Pattij. “Ketidakkonsistenan ini”, mungkin bisa dijelaskan dengan memahami periode tugas Valentijn di Ambon (1686, 1688-1694, 1707-1712) dengan tahun penerbitan bukunya itu (1724). Mungkin pada saat ia bertugas, gelar pemimpin negeri Saparua adalah Pattij, dan pada beberapa tahun setelah ia kembali ke Batavia dan akhirnya ke Belanda (171443), gelar itu telah “berubah” menjadi Radja. Perlu diingat bahwa Valentijn memiliki akses cukup luas di kalangan elit figur-figur VOC, sehingga ia bisa membaca arsip-arsip mereka.

Penjelasan di atas mendapat verifikasi melalui arsip VOC. Pada akhir tahun 1714 dan awal tahun 1715, dalam Missive Generale Gub Jend VOC, Christoffel van Swoll tertanggal 26 November 1714 dan 14 Januari 171544, dituliskan secara eksplisit gelar pemimpin negeri Saparua dan negeri Tiouw. Laporan itu berbunyi :

 

“van den patty van Tiouw en radja van Sapoura om te mogen laeten maecken een nieuwe plancke kerck of Moorentempel met een steene voet, sooals degene sijn, die in andere negorijen op dat eyland staan

 

(Pattij van Tiouw dan Radja van Saparua akan diizinkan untuk melihat rancunya rencana satu gereja atau mesjid baru yang pondasi batunya hanya berukuran 1 kaki, seperti yang ada di negeri-negeri lain pada pulau itu) 

 

serta laporan lainnya:

 

Consent aan den paity van Tiouw en radja van Saparoua tot het aanmaken van een nieuwe planke-kerk op een steene voet ter oeffeninge van den Gereformeerden Christengodsdienst met recommendatie aan den gouverneur en raad van te moeten in nader overlegh nemen het reets door hun afgeslagen versoek, dat de gemelde inlandse hoofden ontrent haar gedaan hadden om voor het openen en maaken der graven in deselve te mogen mede sovele doen heffen, ongeiwijffeli om daaruyt dies kostende en verder onderhoud van die kerk in 't vervolgh te vinden, dan daarvoor betaalt wierde aan de hoofdplaatse

 

(Menyetujui permintaan Pattij Tiouw dan Radja Saparua untuk membuat/membangun satu gereja baru dengan pondasi batu berukuran 1 kaki untuk mempraktikkan agama Kristen Reformasi dengan rekomendasi pada Gubernur.....). 

 

Berdasarkan laporan Gubernur Jenderal di atas, negeri Tiouw pemimpinnya bergelar Patty/Paity, sedangkan negeri Saparua pemimpinnya bergelar Radja. Perlu diingat kembali tahun laporan ini (1714-1715), berada dalam rentang periode Valentijn di Batavia dan kembali ke Belanda (1713-1714). Jadi bisa dipahami “ketidakkonsistenan” Valentijn tersebut. Namun, sayangnya Radja van Sapoura/Saparoua yang tertulis dengan jelas dalam missiven Gubernur Jenderal VOC itu, tidak ditulis identitas Radja tersebut. Kita juga tidak tahu namanya dengan pasti. Identitas Patty Tiouw dalam missiven Gubernur Jenderal VOC di atas, kemungkinan besar adalah Adrian Paoeta. Menurut sumber Valentijn, dalam tahun 1712,  Patty van Tiouw yang bernama Adriaan Paoeta menjadi Ouderling untuk pulau Honimoa45. Mengingat rentang waktu antara dalam tahun 1712 (sumber Valentijn) dengan akhir tahun 1714 (sumber missiven), maka rentang waktunya tidak terlalu jauh. Pada periode ini, diketahui beberapa pemimpin negeri-negeri di pulau Honimoa, misalnya Cornilis/Cornelis Tarahate (Pati van Haria – dalam tahun 169546), Isaak Pati Naya (Pati van Itawakka – dalam tahun 170447), Thomas Neira (Pati van Ouw – dalam tahun 170648), Antoni Latoepesi (Pati van Ihamahoe – dalam tahun 170849), Hans Latoekari (Radja van Ullath – dalam tahun 171050), Marcus Janz (Orang kaya van Tuaha – dalam tahun 170851), Fransisco Lilisouw (Pati van Booi – dalam tahun 170852), Laurens Caborit (Orang kaya van Nolloth – dalam tahun 170853), Paulus Coelipa (Pati van Siri-Sori – dalam tahun 170854).

Jika kita melihat, mencermati daftar pemimpin kora-kora dari negeri-negeri dalam pelayaran Hongi Gubernemen Ambon tahun 170955, dan membandingkan dengan sumber-sumber lain, maka kemungkinan Pieter Sawaitoe selain menjadi Radja Paperu juga menjadi Radja Saparua. Daftar yang disusun oleh Valentijn itu, menulis Pieter Sawaitoe : Radja van ..... (ditulis dengan Raja negeri tanpa dijelaskan negeri apa), kemudian kolom di sebelahnya yang menjelaskan tentang kumpulan kora-kora dari negeri-negeri yang dipimpinnya, di kolom itu tertulis Saparoewa, Tijouw en Paperoe, ini bermakna bahwa kora-kora yang berasal dari negeri Saparua, Tiouw dan Paperu dipimpin oleh Pieter Sawaitoe. Kasus yang sama juga terjadi pada figur Abraham Lopis: Pati van ..... (pemimpin kora-kora untuk negeri Seilale, Nusaniwe dan Urimesen). Berdasarkan sumber gereja56, disebutkan bahwa Caspar Lopis adalah Pati van Seilale yang menjadi Ouderling dalam periode (1695-1697). Informasi ini bisa menjadi “dasar” bahwa negeri yang pada urutan pertama dalam kumpulan kora-kora dari negeri-negeri itu, dipimpin oleh figur yang disebutkan itu. Jadi Abraham Lopis adalah Pati van Seilale, maka Pieter Sawaitoe adalah Radja van Saparoewa (karena negeri Saparoewa ditulis pada urutan pertama). Selain itu, pertimbangan lainnya adalah hanya negeri Saparua dan Paperu dalam periode ini, yang memiliki pemimpin dengan gelar Radja. Lalu bagaimana dengan Tijouw, apakah Pieter Sawaitoe juga pemimpin negeri Tiouw? Jawabannya bisa saja ya atau bisa juga tidak. Jika bisa, maka mungkin Pieter Sawaitoe adalah juga Pati van Tijouw dalam tahun 1708, kemudian sebelum tahun 1712, ia digantikan oleh Adrian Paoeta. Jika tidak, maka dalam tahun ini (1708) atau beberapa tahun sebelumnya Adrian Paoeta telah menjadi Pati van Tiouw. Hipotesis ini dilakukan agar penjelasan atas kasus ini dengan sumber-sumber Valentijn tidak bertentangan. Selain itu, sumber tahun 163457 dan tahun 164758, menyebutkan kora-kora dari negeri Tiouw selalu ditempatkan dan dipimpin oleh Radja Paperu. Jadi bisa saja Pieter Sawaitoe adalah Radja Saparua yang dimaksudkan dalam sumber VOC akhir tahun 1714 dan awal tahun 1715 itu. Hal ini dengan mempertimbangkan rentang waktu yang tidak terlalu lama antara tahun 1708 hingga tahun 1714.

Dari penjelasan yang panjang lebar di atas, hingga saat ini, kita “harus” berlapang dada menerima, bahwa identitas pemimpin negeri Saparua, entah itu yang bergelar Radja, Pattij, dan Kapitan sejak periode awal yang diketahui, sangat minim identitas mereka. Yang pasti hanyalah figur Nissawata (mungkin berasal dari periode awal –pertengahan abad 17), yang disebutkan oleh Valentijn, tetapi figur ini pun tidak diketahui dengan jelas periode pemerintahannya. Johanis Pieter Anakotta/Lawalatta serta Pieter Sawaitoe, juga bisa dipertimbangkan, namun kedua figur ini hanyalah berdasarkan hipotesis, sehingga perlu sumber-sumber valid lainnya yang dengan eksplisit menulis/menyebut mereka sebagai pemimpin resmi negeri Saparua.

 

==== bersambung ====



Catatan Kaki:

1.    Scholastic Luis Frois, S.J. by order of Fr. Baltasar Dias, S.J. to Jesuits in Portugal, Malacca, 19 November 1556 (dimuat oleh Hubert Jacobs dalam Documenta Malucensia, volume I (1542-1577), dokumen 63, Rome, Institutum Historicum Societatis Iesu, 1974, hal 182 – 206, khususnya hal 203).

§ Pada dokumen 63, halaman 203 ini, penyebutan nama Siri Sori adalah Sorecore, namun penyebutan nama ini bukan nama negeri melainkan digunakan untuk nama pulau yaitu Pulau Sorecore (pulau Saparua).

§ Hal ini mengindikasikan bahwa para misionaris telah tahu nama ini, namun karena terbatasnya pemahaman geografis, maka mereka menggunakan nama sebuah “negeri” untuk nama sebuah pulau.

2.        Br Manuel Gomes, S.J. to The Jesuits in India, Hatiwe, 15 April 1564 (dimuat oleh Hubert Jacobs dalam Documenta Malucensia, volume I (1542-1577), dokumen 130, Rome, Institutum Historicum Societatis Iesu, 1974, hal 439 – 455, khususnya hal 452).

3.        Fr. Pero Mascarenhas, S.J. by order of Fr Rector Luis de Gois to The Jesuits College in Goa, Ambon, 15 Juni 1570 (dimuat oleh Hubert Jacobs dalam Documenta Malucensia, volume I (1542-1577), dokumen 179, Rome, Institutum Historicum Societatis Iesu, 1974, hal 593 – 611, khususnya hal 600 ).

4.        Memorie...........van Jasper Jansz, 25 Juni 1614, ARA : VOC 1064, folio 208r-210v (in Knaap, Gerrit.J. Memorie van Overgave van Gouverneur van Ambon in de zeventiende en achtiende eeuw, ‘S Gravanhage, Martinus Nijhoff, 1987 (khususnya hal 18-19).

5.        G.E. Rumphius, De Ambonsche Historie behelsende een Kort verhaal......., tweede deel (volume 2), dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde deel 64, Martinus Nijhoff, S’ Gravenhage, 1910, khususnya hal 83.

6.       P.A. Leupe, Georgius Everardus Rumphius : Ambonsch Natuurkundige der zeventiende eeuw (dimuat dalam  Verhandelingen der Koninklijke Akademie van Wetenschappen volume 12, C.G. van der Post, Amsterdam, 1871, hal 1-63, khususnya hal 4-5).

§  Charles Lamoreux, Maluku : It,s place in the History of Science (dimuat dalam  Cakalele, volume 1, no   ½, 1990)

§ J.E. Heeres, Rumphius’s Levenslop (dimuat oleh M. Greshoff dalam Rumphius Gedenboek 1702-1902, Haarlem, Koloniaal Museum, 1902, hal 1-16, khususnya hal 2)

§ Wim Buijze, Leven en Werk van Georg Everhard Rumphius (1627-17020: Een Natuurhistoricus in dienst van den VOC, Den Haag, 2006, hal 44.

7.   Lukisan peta berjudul Gezicht op Ambon, ca. 1617 oleh (David de Meyne), koleksi Amsterdam, Rijksmuseum, inv SK-A-4482  (dimuat dalam artikelnya Stephanie Glickman : The Company one keeps: View of Ambon  (ca 1617) in the Dutch East India Company’s Socialpolitical landscape, tahun 2018, khususnya hal 2)

8.   Peta dengan judul Affbeeldingh der Enlanden Luasse, (peta berdasarkan kunjungan Artus Gijsels ke Kepulauan Lease, Agustus 1631)

9.    Verslag Over De Kerken En Scholen In Ambon door Ds.Sebastiaan Danckaerts, Ambon, 16 Juni 1631 (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel eerste band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 116 -121, khusus hal 117)

10.   Rapport betreffende een visitatie van kerken en scholen op Ceram, Haruku, Saparua en Nusa laut door ds. Jacobus Montanus. Ambon, 11 September 1671 NA, VOC 1286 I, fol. 525-533. Afschrift (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel eerste band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 349-356)

11.  Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 2, derde boek, vyfde hoofdstuk (hal 240)

12.  Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, derde boek, vierde hoofdstuk (hal 312)

13.    GM Gub Jend Willem van Outhoorn  tanggal 9 Februari 1693 ( GM Gouverneur General en Raden aan Heeren XVII, deel 5, hal 576)

14.  Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, eerste boek, vierde hoofdstuk (hal 85-91, khusus hal 88)

15.    Valentijn menulis Cavalhero. Kata ini adalah kata dalam Bahasa Portugis Cavalheiro/Cavalero yang bermakna Ksatria/Pejuang atau padanan kata dalam bahasa Inggris Warior/pejuang/ksatria.

§   Kami menerjemahkan kata Cavalhero ini sebagai Kapitan (pemimpin perang) dalam konteks etnografis dan kesejarahan orang-orang Ambon, sehingga lebih familiar.

§   https://www.artikata.com/arti-221977-cavalero.html

§    

16.      Bruijn de, C.A. L van Troostenburg, Biographisch Woordenboek van Oost-Indische Predikanten, P.J. Milborn, Nijmegen, 1893 Hal 435-443

§   Alfabetisch lijst van Predikanten in Ambon, Ternate en Banda (dimuat  oleh Hendrik.E. Neimeijer, Th. Van den End dan G.J. Schutte dalam Bronnen Betreffende Kerk en School in de Gouvernemente Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC, 1605-1791,vierde deel, hal 58, Huygens ING (Knaw) Den Haag 2015)

§   

17.       W.J.M. van Schmid, Aanteekeningen nopens de zeden , gewoonten en gebruiken , benevens de vooroordeelen en bijgeloovigheden der bevolking van de eilanden Saparoea ,Haroekoe , Noessa Laut , en van een gedeelte van de' zuid - kust van Ceram (dimuat dalam Tijdschrift voor Nederlands Indie vijfde jaargang, Landsdrukerij Batavia, 1843 (hal 491-530 dan 583-622, khususnya hal 619-620)

18.      https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/maluku/lilipori-kalapessy-soahuku-negeri-seram/sejarah-negeri-soahuku/

19.      Memorie...........door Gerard Demmer, 3 September 1647, ARA : VOC 1166, folio 523r-598r (in Knaap, Gerrit.J. Memorie van Overgave van Gouverneur van Ambon in de zeventiende en achtiende eeuw, ‘S Gravanhage, Martinus Nijhoff, 1987 (khususnya hal 174,182).

§   J. E. Heeres, Ambon in 1647 (dimuat dalam Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 47 (1897), hal. 513-595, khususnya hal 590

20.     G.E. Rumphius, De Ambonsche Historie behelsende een Kort verhaal......., eerste deel (volume 1), dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde deel 64, Martinus Nijhoff, S’ Gravenhage, 1910, khususnya hal 264.

§  Rumphius menulis Simatauw atau Simitau, orang kaya van Anin

21.       Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 2, derde boek, tweede hoofdstuk (khusus hal 154)

22.      Rapport Betreffende een Visitatie van Kerken en Scholen Op Ambon, Manipa, Buano,Ceram,Saparua Ennusalaut door Ds.Jacobus Montanus. Ambon, z.d. [Mei1674]. NA, VOC 1300, fol. 906r-927v. Afschrift   (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel eerste band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 438-458, khusus hal 448)

23.      https://rinoldipapasoka.blogspot.com/2012/01/sejarah-terbentuknja-negeri-paperu-i.html

24.     Memorie...........door Anthonij Hurdt, 24 April  1669, ARA : VOC 1271, folio 422r-437r (in Knaap, Gerrit.J. Memorie van Overgave van Gouverneur van Ambon in de zeventiende en achtiende eeuw, ‘S Gravanhage, Martinus Nijhoff, 1987 (khususnya hal 228).

§   Cort verhael van den jegenwoordigen standt ende gelegenheyt door Arend Gardenijs, 25 Juli 1636, Arsip: Ambon 857 (in Knaap, Gerrit.J. Memorie van Overgave van Gouverneur van Ambon in de zeventiende en achtiende eeuw, ‘S Gravanhage, Martinus Nijhoff, 1987, khusus hal 147)

25.      Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, eerste boek, vierde hoofdstuk (hal 88)

26.     Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonsche Historie behelsende een kort verhaal Der Gedenkwaardigste Geschiedenissen zo in Vreede als oorlog voorgevallen sedert dat de Nederlandsche Oost Indische Comp: Het Besit in Amboina Gehadt Heeft. "s-Gravenhage, Martinus Nijhoff (eerste deel), caput 26, hal 262

§   Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 2, derde boek, zevende hoofdstuk (khusus hal 6-7)

§   Doren, van J.B.J. De Moluksche Laandvoogden van het jaar 1605 tot 1818, J.D.Sybrandi, Amsterdam, 1808 (hal 84-85)

§   Ludeking, E.A.W. Lijst van Gouverneurs van Ambon, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde 14 (1864), pp. 528

27.      Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 2, derde boek, achtste hoofdstuk (khusus hal 33)

28.     G.E. Rumphius, De Ambonsche Historie behelsende een Kort verhaal......., tweede deel (volume 2), dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde deel 64, Martinus Nijhoff, S’ Gravenhage, 1910, khususnya hal 72.

§  Gerrit J. Knaap, The Demography of Ambon in seventeenth century : Evidence from colonial proto-censuses (dimuat dalam Journal of Southeast Asian Studies, vol 26, no 2, 1995, hal 227-241, khususnya hal 235)

29.     Memorie...........door Arnold de Vlamingh van Oudsthoorn, 24 Mei 1656, ARA : VOC 1216, folio 1r-36r (in Knaap, Gerrit.J. Memorie van Overgave van Gouverneur van Ambon in de zeventiende en achtiende eeuw, ‘S Gravanhage, Martinus Nijhoff, 1987 (khususnya hal 202).

§  Gerrit J. Knaap, The Demography of Ambon in seventeenth century : Evidence from colonial proto-censuses (dimuat dalam Journal of Southeast Asian Studies, vol 26, no 2, 1995, hal 227-241, khususnya hal 235)

30.     Memorie...........door Arnold de Vlamingh van Oudsthoorn, 24 Mei 1656, ARA : VOC 1216, folio 1r-36r (in Knaap, Gerrit.J. Memorie van Overgave van Gouverneur van Ambon in de zeventiende en achtiende eeuw, ‘S Gravanhage, Martinus Nijhoff, 1987 (khususnya hal 199).

31.       Rumphuijs, Georgius Everhardus, De Ambonse eilanden onder de VOC zoals opgetekend in De Ambonse Landbeschrijving Chris van Fraassen & Hans Straver eds. (Utrecht 2002) hal  92, 105, 110-111;

§   Chr. Fr. Fraassen, Ternate (diss. Leiden 1987) II, halaman 466-467.

32.      Loupatty, R, Stenly, Hijrah Masyarakat Iha di Pulau Saparua, hal 37-38

33.      Ibid (hal 29)

34.     http://beinusaamalatu.blogspot.com/2013/06/sejarah-negeri-tuhaha.html

35.      Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 2, derde boek,vyfde hoofdstuk (khusus hal 268)

36.     Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 1, vierde boek,derde hoofdstuk (khusus hal 185)

37.      Fraasen, Chr dan Jobse, P. Bronnen Betreffende de Midden Molukken 1900-1940, volume 4, Instituut voor Nederlandse Geschiedenis, Den Haag, 1997, hal 47, 151

38.     Ibid (hal 44, 151)

39.     Jansen, H.J. Ethnographische bijzonderheden van enkele Ambonsche Negorijen (± 1930) (dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië  Deel 98, 3de Afl. (1939), pp. 325-368)

40.     Dieter Bartels.........................

41.      Perbincangan kami dengan Bpk. Nimrod Walalohun, seorang kepala suku di negeri Luba, negeri Seti,Kecamatan Seram Utara Timur Seti, pada Agustus 2019.

42.     Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724 bag 1, eerste boek, vierde hoofdstuk (hal 85-91)

43.     Alfabetisch lijst van Predikanten in Ambon, Ternate en Banda (dimuat  oleh Hendrik.E. Neimeijer, Th. Van den End dan G.J. Schutte dalam Bronnen Betreffende Kerk en School in de Gouvernemente Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC, 1605-1791,vierde deel, hal 58, Huygens ING (Knaw) Den Haag 2015)

44.     Generale Missiven Gub Jend VOC, Christofel Swoll tanggal 26 November 1714, Kolonial Archieve 1737, folio 13-567 (dimuat oleh W.Ph. Coolhas dalam Generale Missiven Gouverneur Generaal VOC, deel 7, 1979, hal 79)

§   Generale Missiven Gub Jend VOC, Christofel Swoll tanggal 14 Januari  1715, Kolonial Archieve 1739, folio 1431-1599 (dimuat oleh W.Ph. Coolhas dalam Generale Missiven Gouverneur Generaal VOC, deel 7, 1979, hal 136)

45.  Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (derde deel) Omstandig verhaal van de geschiedenisen en zaaken het kerkelyke ofte......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1726, bag 2, derde boek,vyfde hoofdstuk (khusus hal 146)

46.  Rapport betreffende een visitatie van kerken en scholen op Saparua, Nusa Laut en de zuidkust van Ceram door DS Nicolaas Hodenpijl en de Ouderlingen Anthoni Mayassa en Joannes Pattikayhatu, Saparua Juli 1695. ANRI, archieve kerkenraad Batavia 136, bundel rapporten en extracten 1692-1702, ongefolieerd afschrift (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel tweede band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 110-119, khusus hal 116)

47.  Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (derde deel) Omstandig verhaal van de geschiedenisen en zaaken het kerkelyke ofte......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1726, bag 2, derde boek,vyfde hoofdstuk (khusus hal 145)

48.  Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (derde deel) Omstandig verhaal van de geschiedenisen en zaaken het kerkelyke ofte......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1726, bag 2, derde boek,vyfde hoofdstuk (khusus hal 146)

§   Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 1, vierde boek,derde hoofdstuk (khusus hal 185)

49.     Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (twede deel) Beschyving van Amboina Vervattende......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1724, bag 1, vierde boek,derde hoofdstuk (khusus hal 185)

50.     Ibid

51.       Ibid

52.      Ibid

53.      Ibid

54.     Ibid

55.      Ibid

56.    Brief van den kerkenraad van Ambon aan de kerkenraad van Batavia, Ambon, 24 September 1696. ANRI, archieve kerkenraad Batavia 137, folio 299-302 (in Niemeijer, Hendrik.E, End, Th van den, Schutte, G.J. Bronnen Betreffende Kerk en School in de gouvernementen Ambon, Ternate en Banda ten tijde van de VOC (1605-1791), Eerste deel tweede band, HUYGENS ING (KNAW), Den Haag, 2015, hal 124-130, khusus hal 126,131)

§   Valentyn, Francois. Oud en Nieuw Oost Indie (derde deel) Omstandig verhaal van de geschiedenisen en zaaken het kerkelyke ofte......., Joannes van Braam, Dordrecht, 1726, bag 2, derde boek,vyfde hoofdstuk (khusus hal 145)

57. Bokemeyer, Heinrich. Die Molukken: Geschichte und quellenmassige darstellung der eroberung.........F.A. Brockhaus, Leipzig, 1888, hal 298

58. Heeres, J.E. Ambon in 1647 (dimuat dalam Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde van Nederlandsche Indie vol 47, 1897, hal 556-557)

2 komentar:

  1. Sou' Salamate Wa'lalu bagaimana dengan 9 negri yg sebelumnya sudah ada saat itu di Rila?sampai pengungsian mereka ke Seram dan Ambon Wa??? mohon pencerahannya wa'horomate🙏

    BalasHapus
  2. My ancestors from Nolloth have a written ancestry all the way back around the 1700's. The records starts with Pati Radja Patty. So if Pati and Radja has almost the same meaning, why did they use it both? Or what did It mean when they use both titles?

    BalasHapus