Senin, 18 Januari 2021

Asal Usul Kata Belanda “Tijferen” dan Kata Portugis “Tifar”

 

Oleh

F.S. Watuseke

 

  1. Kata Pengantar

Terminologi batipar atau batifar, telah familiar dalam kehidupan sosial orang Ambon – Lease. Secara sederhana, kata itu berarti melakukan pekerjaan tipar/tifar. Tapi pernahkah kita bertanya, darimana kata tipar atau tifar ini berasal??? Mungkin kita berpikir bahwa itu kata asing, dari Portugis atau Belanda. Namun, faktanya adalah tidak.

F.S. Watuseke, sosiolog asal Menado  dalam kajian pendek ini mengungkapkan bahwa kata ini berasal dari bahasa lokal atau bahasa regional (terbatas pada suatu wilayah), yaitu Makian Barat. Artikel ini aslinya berjudul The Origin of the Dutch tijferen and Portuguese tifar, yang dimuat pada Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, volume 148, nomor 2, tahun 1992, halaman 323-327.

Kami menerjemahkan artikel ini sebagai sumber informasi bagi kita, bahwa banyak kata yang kita gunakan saat ini adalah hasil pinjaman dari berbagai bahasa akibat kontak sosial budaya. Pada artikel terjemahan ini, kami hanya menambahkan beberapa gambar ilustrasi, yang memang pada artikel asli tidak ada. Akhir kata selamat membaca....dan selamat memahami pergulatan-pergulatan sosial, yang dalam hal ini bahasa, yang kita gunakan saat ini.

 


  1. Terjemahan

Pada edisi buku Tontemboansche texten oleh Schwarz (1907: 120-126), kita melihat 2 cerita dari Minahasa, pertama yang berkaitan dengan a palmwijntapper (penyadap minum keras), kedua berkaitan dengan a tijferaar (penyadap). Hubungan kata kerja yang digunakan ini, yaitu masing-masing kata  palmwijn tappen dan tijferen, memiliki arti yang sama “ menyadap minuman keras”.  Dalam kamus Tontemboan-Belanda (Schwarz 1908: 135), Schwarz mendefinisikan arti dalam bahasa Belanda dari bentuk-bentuk kata kerja bahasa Tontemboan make’et, kume’et (di bawah entri ke’et) sebagai “ tijferen, palmwijn tappen uit den mannelijken bloemkolf van de Arenga saccharifera” (menyadap, menyadap minuman keras dari bunga jantan Arenga sacchifera).

Dari pandangan sekilas terhadap kata tijferen ini, kita mendapatkan kesan bahwa kata ini merupakan kata asli dalam bahasa Belanda. Akan tetapi, kita akan sia-sia saat melihat kata ini dalam kamus milik Koenen yang berbeda. Pada sisi lain, kata ini masih dapat ditemukan dalam kamus bahasa Belanda karangan Van Dale tahun 19481 (hal 880), dimana kata ini dicantumkan dengan pembatasan, yang menandakan bahwa kata ini merupakan kata pinjaman dalam bahasa Indonesia, dan kata itu berarti sebagai “ palmwijn door insnijding uit een boom tappen (menyadap minuman keras dari pohon dengan cara menakik). Kata ini juga dicantumkan dalam Woordenboek der Nederlandsche Taal terbitan tahun 1941, dimana kata itu digolongkan sebagai kata aktif, kata kerja “lemah”.
                Menurut sejarahwan Belanda Rumphius (1741, 1,5:60), kata tijferen berasal dari kata kerja bahasa Portugis yaitu tifar, akan tetapi kata ini hanya sekali ditemukan dalam Rumphius (disamping berasal dari berbagai bahasa di kepulauan Maluku, lihat De Clercq 1876:56b). Jika asumsi ini benar, maka kata itu mungkin pada akhirnya berasal dari kata tiva (bahasa melayu : tivan), “petani pohon aren”, dimana bahasa Portugis dipercayai meminjamnya dari bahasa Sansekerta dvipa, “pulau”. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa petani pohon aren, umumnya berasal dari pulau Ceylon/Srilangka (lihat Dalgado:371a, 374a). Akan tetapi bisa jadi, kata itu seharusnya telah masuk dalam bahasa Belanda pada tahap yang sangat awal. Seperti, yang kita lihat, kata itu telah menjadi kata bahasa Belanda pada masa Rumphius yang betugas di Hindia Belanda sejak tahun 1652 dan meninggal tahun 1702. Seperti tulisan Veth dalam artikel singkatnya (1870:309-310), yang mengutip Rumphius dalam bukunya Amboinsche Kruidboek, menyebut bahwa orang Ambon yang menunjuk pada orang-orang yang menyadap minuman dari pepohanan disebut “tiffadores”, dimana kata ini merupakan kata benda dalam bahasa Portugis. Untuk menunjukan hubungan kerjanya, mereka menggunakan kata-kata tiffar dan kata Belanda tijferen. Veth sedikit ragu dengan pernyataan Rumphius bahwa kata tijferen atau teifferen ini adalah kata pinjaman dari bahasa Portugis, akan tetapi Veth menunjukan fakta bahwa kata tifar atau tiffar mungkin kata asli Indonesia, yang berasal dari bahasa Indonesia, yang didalamnya terdapat bunyi f. Seperti bahasa Indonesia yang memiliki bunyi f, sebagian besar ditemui di Maluku, yaitu di Utara dan Selatan Halmahera serta wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu, bunyi f ini juga terdapat di bahasa Melayu dialek Maluku Utara. 

arti kata Tifar menurut de Clerck

Pandangan Veth ini mendapatkan konfirmasi melalui bagian dari laporan Antonio Galvao yang ditulis sekitar tahun 1544, yang direproduksi ulang dalam Jacobs di tahun 1971 (hal 134-135). Bagian itu berbunyi : Ho vinho tirao das mesmas, sagueyros, nypas o palmeiras, podamdo ho ramo que da ho ffruito; chamao a isto tiffar. Ffiqua ho poleguar em que dao pamquadas pera acodir milhor ho licor: chamase tuaqua”. Terjemahan dalam bahasa Inggrisnya adalah : “ They extract wine from the same sagu, nipah and palm trees by lopping of the fruit-bearing branch; they call that [operation] tifar. They strike the remaining stub in order to help the sap run more freely. This sap is called tuak”  (mereka mengekstraksi minuman keras dari pohon-pohon sagu, nipah dan aren yang cabang-cabangnya berjuntai/bergantungan; mereka menyebut kegiatan itu sebagai tifar. Mereka memukul cabang-cabang itu agar mendapatkan air getahan. Air getahan itu disebut tuak). Jacobs menuliskan ini dalam glosari kata-kata Indonesia dan Asia lainnya (Jacobs 1971:376), dimana ia memberikan batasan-batasan dalam kata pengantarnya (hal 26) sebagai kemungkinan “ katalog kata-kata lokal Maluku yang paling kuno, khususnya kata-kata bahasa Ternate sejauh ini”, dan kata tifar ini adalah kata dalam bahasa melayu dialek Maluku Utara.

Catatan kata tifar ini sebagai kata dalam bahasa melayu dialek Maluku Utara sekitar tahun 1544, yang berarti 30 tahun setelah kedatangan bangsa Portugis di wilayah itu, dilanjutkan pada abad ke-19 yang disebutkan juga oleh De Clercq sebagai istilah dalam bahasa melayu dialek Maluku Utara, yang biasanya digunakan di karesidenan Ternate. Dalam buku De Clercq yang berjudul Het Maleisch der Molukken; Lijst der meest voorkomende en van het gewone Maleisch verschillende woorden,......(De Clercq 1876:56b), kita menemukan entri “Tifar, M.A., to tap, of toddy, tijferen (Tern.do.; T. Iris toewak; lihat sageroe). Orang batifar, tifador (A. Orang iris pohon; Saparoea: tifador)”. (singkatan M menunjuk pada Minahasa, A = Ambon, Tern = karesidenan Ternate dan T= karesidenan Timor). Terjemahan kata-kata orang batifar (= toddy tapper) dengan tifador menunjukan bahwa kata ini paling lambat digunakan dalam bahasa Belanda sekitar tahun 1876. Selanjutnya, pada abad ke-20 kata tifar dicantumkan sebagai kata bahasa Ternate untuk “ to tap toddy/menyadap minuman keras” dalam daftar kata-kata bahasa Maluku Utara karangan Hueting (Hueting 1908: 401). 9 tahun kemudian, kata tifo dicantumkan dengan arti yang sama dalam daftar kata bahasa Ternate karangan Fortgens (1917:81), akan tetapi tidak ada entri tifar. Hilangnya kata tifar  pada buku ini, pastilah aneh, namun hal ini mengindikasikan bahwa kata tifar bukanlah merupakan kata asli bahasa Ternate, tetapi lebih kepada kata pinjaman dari bahasa melayu lokal. Petunjuk lain sebagai bukti bahwa kata tifar bukanlah kata asli bahasa Ternate adalah abjad terakhir yaitu r tidak terdapat dalam kata-kata bahasa Ternate. Jika kata tifar, pada kenyataannya di gunakan dalam bahasa Ternate pada waktu Hueting mendaftar kata ini dalam daftar kata-katanya, maka bahasa Ternate memiliki 2 kata untuk “to tap toddy/menyadap minuman keras” pada saat bersamaan, yaitu kata tifar sebagai kata pinjaman dan kata tifo merupakan kata asli2.

Sepasang kata yang sama, tipar dan tipo, juga masih ditemukan di Makian Barat dewasa ini. Kata tipar dalam bahasa Makian Barat berarti “ memukul, menghantam, menonjok; yang dalam masalah kita bermakna “ memukul untaian cabang pohon aren” dan juga “ menyadap minuman keras”. Jadi, kita menemukan ungkapan dema to – tipar lahan = “ saya memukul buat (mendapatkan) minuman arak, atau “ saya menyadap arak” atau juga ungkapan dema to-pos lahan = saya menyadap arak ( dialek Maluku Utara pukul sagu dari “ to beat sagu” yang bermakna “ to tap toddy). Kata tifo yang digunakan memiliki arti “ memukul, menyadap minuman keras” seperti contoh kalimat berikut = eme da-tifo lahan = “saya memukul buat (mendapatkan) minuman arak, atau “ saya menyadap arak”.

Saya (penulis) percaya bahwa kata ini selanjutnya merupakan kata pinjaman dari bahasa Ternate. Mengingat bahwa bahasa Ternate tidak memiliki akhiran r, maka bahasa Makian Barat menampikan akhiran r. Kata-kata lain disamping kata tipar yang berakhiran r adalah far “ memukul dengan sesuatu yang besar”, ekor “ membuat ribut”, fakar “ gigi”, mager “ ranting” dan lain-lain. Perubahan kata tipar pada bahasa Makian barat menjadi kata tifar pada bahasa melayu dialek maluku utara, dapat dijelaskan karena pengaruh kuat kesultanan Ternate. Pada bahasa Ternate, konsonan f terjadi pada beberapa kata, dalam posisi pertama seperti pertengahan kata. Jadi konsonan f  ditemukan pada beberapa kata bahasa melayu dialek maluku utara. 

arti kata Tifar menurut van Houvell

Jadi kata tipar adalah asli bahasa Makian barat dikuatkan oleh keberadaan kata-kata yang asalnya dalam bahasa Halmahera Utara seperti Ternate dan Tidore, dimana seperti kata tifo yang berarti “ menyadap minuman keras”. Di Galela seperti juga di Tobelo, kami menemukan kata tiha, yang memiliki makna sedikit berbeda yaitu “ menjatuhkan/menggugurkan (dari benda-benda kecil); dimana dalam dialek Tobelo arti kata ini adalah tifa. Dalam bahasa Sahu, kami menemukan kata tia, yang bermakna “ (saat menyadap minuman keras) untuk memperoleh getah pohon aren dengan cara menggores tunggul yang sedang mekar/berbunga” (Visser dan Voorhoeve 1987:172).

Jadi kata tifar dari bahasa melayu dialek maluku utara merupakan kata pinjaman dari kata asli tipar dari bahasa Makian barat, “memukul untaian bunga pohon aren”, yang akhirnya juga bermakna “ menyadap minuman keras”. Kata melayu dialek maluku utara yang dipinjamkan ini memiliki makna yang sama pada bahasa melayu dialek Minahasa. Hal yang sedikit aneh adalah kata tifar ini, tidak bertahan lama di Maluku utara, dan hanya masih ditemukan dewasa ini di wilayah Minahasa. Dalam bahasa Minahasa yang asli, kata ini benar-benar tidaklah diketahui. Dalam bahasa itu, kata-kata ke’et (Tontemboan), kehet (Tombulu) dan keet (Tonsea) berhubungan dengan bentuk-bentuk  verval misalnya makeet, kume’et, mahakehet, kumeher, makeet, dan kumeet, masing-masing digunakan.

Kata Belanda tijferen dan kata Portugis tifar  (yang kelihatan seperti kata asli Portugis, disebut sebagai kata kerja infinitif), dan bukan berasal dari kata tiva, suatu istilah dari Srilangka yang bermakna “ petani pohon aren” seperti yang dijelaskan oleh Dalgado, tetapi berasal dari bahasa Makian barat melalui bahasa melayu maluku3. Kata tijferen seperti yang kita lihat, memasuki bahasa Belanda pada akhir abad ke-17. Jika kita mempercayai De Clercq, kata tifadoor berasal dari kata tifar ditambah akhiran bahasa Portugis, yang juga dikenal dalam bahasa Belanda. Namun kita juga dapat melihat kata jadian ini dalam kamus bahasa Belanda moderen. Di sini, kata tijferen jarang ditemui, jadi kata ini juga tampaknya telah menjadi kata yang “tidak terpakai lagi/usang” dalam khasanah kata-kata bahasa Belanda.

Catatan Kaki

  1. Seperti yang saya informasikan, edisi terakhir dari kamus ini terdapat pada Nieuw Nederlands Handwoordenboek terbitan tahun 1982 oleh Van Dale.
  2. Pertanyaan saya baru-baru ini dengan siswa-siswa berbahasa Ternate di Manado, menunjukan bahwa mereka tidak tahu kata tifar apapun yang ada di Ternate atau bahasa Melayu Maluku Utara. Pertanyaan yang saya ajukan kepada siswa lain, dari Tobelo, Galela dan Makian barat, menunjukan bahwa mereka juga tidak tahu tentang keberadaan kata tifar. Jadi mungkin kata ini tidak terpakai lagi di wilayah-wilayah itu. Sebaliknya, kata itu masih ada dengan maknanya dalam bahasa Melayu Minahasa, yang seperti telah saya tunjukan sebelumnya (misal Watuseke, 1981 : 326), berasal dari bahasa Melayu Maluku Utara
  3. Tijferen ini adalah salah satu dari hanya beberapa kata yang dipinjam Belanda dari bahasa lokal (regional) Indonesia. Kata pinjaman lain seperti hal itu adalah pitsjaren,sebuah istilah maritim Belanda yang berarti “memberi tanda bagi para kapten untuk naik ke kapal”, dan berkaitan dengan kata benda pitsjar yang berarti tanda/sinyal. Kata ini berasal dari kata bahasa Melayu bicara, berunding bersama”, dan memasuki bahasa Belanda dalam abad ke-17. Untuk kemunculan versi lain dari kata pena gambar/lukis pada pada abad ke-17, lihat De Jongh and Wagenvoort s.a. : 4

 


BIBLIOGRAPHY

§  Clercq, F.S.A. de, 1876, Het Maleisch der Molukken; Lijst der meest voorkomende en van het gewone Maleisch verschillende woorden, zooals die gebruikt worden in de residentie Manado, Temre, Ambon met Banda en Timor Koepang etc., Batavia.

§  Dale, van, 1948, Handwoordenboek der Nederlandse Taal, 5th, wholly revised edition. [Adaptation of Van Dale’s Nieuw Groot Woordenboek der Nederlandse Taal,'s-Gravenhage.]

§  Dalgado, S.E., Glossary Luso-Asiatica II.

§  Fortgens, J., 1917, Kirab arti logat Ternate - Woordenlijst van het Tematesch,Semarang.

§  Hueting, A., 1908, 'Iets over de "Ternataansch-Halmaherasche" taalgroep', Bijdragen tor de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië 60 (zevende volgreeks, d1.6): 369-411.

§  Jacobs S.J., Hubert Th.Th.M., 1971, A Treatìse on the Moluccas (c.15444) Probably the preliminary versin of António Galvao’s lost História das Moluccas,Edited, annotated, and translated into English from the Portuguese manuscript in the Archive General de Indias, Seville, Rome.
-, 1980, Documenta Malucensia 11 (1577-1606), Edited and annotated by -, Rome. [Monumenta Missionem Societatis Iesu volume xxxix, Missiones Orientales.]

§  Jongh, J.W. de, and H. Wagenvoort, s.a. (ca. 1910), Schoolplaten voor de Vaderlandsche Geschiedenis; Krijgsraad vóór den Vierdaagschen Zeeslag, 1666, Groningen / Den Haag.

§  Koenen, M.J., 1923, Verklarend Handwoordenboek der Nederlandsche Taal (Tevens vreemde woordentolk), vooral ten dienste van her onderwijs, Groningen / Den Haag. [14th, revised edition, edited by J. Endepols.]

§  Koenen, M.J., and J. Endepols, 1946 and 1948, Verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal (Tevens vreemde woordentolk), vooralten dienste vanhet onderwijs,Groningen1 Batavia. [21st and 22nd edition, edited by K. Heeroma and R. Verdeyen.]

§  Rumphius, G.E., 1741, Het Amboinsche Kruidboek, Amsterdam: Changuion.

§  Schwarz, J.Alb.T., 1907, Tontemboansche Teksten; Vertaling,Leiden.
-, 1908, Tontemboansch-Nederlandsch Woordenboek, met Nederlandsch-Tontemboansch register, Leiden: Brill.

§  Veth, P.J., 1870, 'Korte mededeeling over het woord tijferen', Tijdschrift voor NederlandschIndië :309- 10.

§  Visser, L.E., and C.L. Voorhoeve, 1987, Sahu-lndonesian-English Dictionary and Sahu Grammar Sketch ,Dordrecht, Holland/Providence, USA: Foris. [KITLV, Verhandelingen 1261

Watuseke, FS., 1958, Bahasa Ternate (including a vocabulary of about 2000 words), unpublished manuscript.
-, 1991, 'The Ternate Language' (translated, edited and with a foreword and postscript by C.L. Voorhoeve), Pacific Linguistics, Series A-No.73:223-244. [Papers in Papuan Linguistics No. l.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar