Selasa, 09 April 2024

“Pembantaian Ambon” tahun 1623


(bagian 1)

[D. K. BASSETT]

  1. Pengantar

Artikel yang kami terjemahkan ini telah berusia “tua”, hampir berusia 64 tahun, ditulis oleh seorang sarjana yaitu D.K. Basset dengan judul The “Amboyna Massacre” of 1623, dan dimuat di Journal of Southeast Asian History, volume 1, Issue 2, September 1960, halaman 1 – 19. Sesuai dengan judulnya, sang penulis membahas tentang peristiwa yang menggemparkan dan mempengaruhi relasi politik Inggris-Belanda pada awal abad ke-17, suatu peristiwa eksekusi terhadap 10 orang Inggris di Ambon pada Februari 1623 oleh Belanda. Penulis tidak memfokuskan tulisannya tentang “prosesi” peristiwa kejahatan itu, tetapi lebih menganalisis kepada dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa itu, yaitu soal perdagangan Inggris. Meskipun demikian, ia tetap membahas secara umum keberatan-keberatannya terhadap analisis sejarahwan Belanda tentang alasan mengapa orang Inggris itu dieksekusi. Kajian ini sebaiknya dibaca sebagai “analisis” pembanding terhadap kajian-kajian sejarahwan Belanda seperti F.W. Stapel, W.Ph. Coolhas yang juga membahas soal peristiwa itu. 

Artikel sepanjang 19 halaman ini “didukung” oleh 60 catatan kaki, namun sayangnya tidak ada gambar ilustrasi. Kami hanya menambahkan beberapa gambar ilustrasi dan sedikit catatan tambahan untuk memperjelas saja, dan membagi tulisan ini menjadi 2 bagian.  Akhir kata semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita.

  1. Terjemahan

Pada tanggal 27 Februari 1623a, Gabriel Towersonb, pemimpin gudang atau pedagang Perusahaan Hindia Timur Inggris di Amboina, dipenggal atas perintah Gubernur VOC Ambon, Herman van Speultc. Sembilan (9) orang Inggris lainnyad, 10 orang Jepange dan 1 orang Portugisf mengalami nasib yang sama dengan Towerson. Tuduhan yang diajukan terhadap orang-orang malang ini adalah bahwa mereka berencana untuk membunuh Speult dan menguasai garnisun Belanda di benteng Victoria segera setelah kapal Inggris tiba di pangkalan laut untuk mendukung mereka. Bukanlah tujuan artikel ini untuk membuka kembali aspek-aspek yang kontroversial dari tragedi Ambon itu. Cukuplah untuk mengatakan bahwa masuk akalnya tuduhan Belanda tidak pernah mendapat banyak rasa hormat/penghargaan dari perkiraan sejarahwan Inggris dan tidak mungkin bahwa sikap ini akan berubah. Di sisi lain, ada setiap bukti yang menunjukkan bahwa Speult, terlepas dari kecurigaan Inggris sebaliknya1, benar-benar yakin bahwa plot Inggris sedang terjadi untuk menggulingkan pemerintahannya. Umumnya, seorang Gubernur adalah seorang manusiawi dan berakal sehat, yang telah menerima Towerson di mejanya dalam banyak kesempatan, dan kegetirannya atas kejadian aneh di bulan Februari 1623, sangat dapat dimengerti. Dr. Stapel telah mencatat jawaban terkenal Towerson kepada Speult, ketika Speult menegurnya karena menyalahgunakan keramahan dan persahabatannya : “Aduh!, Jika ini dimulai lagi, itu tidak boleh dilakukan”. Apakah ini tanggapan dari seorang pria yang tahu bahwa dirinya tidak bersalah? tanya Dr Stapel2. Sepintas lalu, Towerson tampaknya dikutuk oleh perkataannya sendiri, tetapi harus diingat bahwa kondisi fisiknya saat itu sangat menyedihkan. Dia dengan tegas memprotes ketidakbersalahannya di bawah penyiksaan yang berkepanjangan dan kejam sampai kekuatan daya tahan tubuhnya hancur, setelah itu ia mencari keringanan, mungkin dengan mengatakan kepada orang Belanda apa yang ingin mereka dengar. Dalam keadaan seperti ini, sulit untuk menganggap/mengaitkan ekspresi pertobatan Towerson yang agak samar-samar itu sebagai hal yang penting.

Agak aneh bahwa sejarahwan yang menilai kemungkinan kesalahan Towerson harus mementingkan kata-katanya ketika dia adalah seorang laki-laki yang hancur dan tanpa harapan, sementara kurang memperhatikan karakter dan pandangannya di hari-harinya yang lebih bahagia atau normal. Surat-surat Towerson dari Amboina pada bulan-bulan terakhir tahun 1622 tersimpan untuk kita di dalam Catatan Gudang-gudang Jawa (The Java Factory Records) di India Office Library. Surat-surat tersebut mencerminkan keraguan atas kesediaan dan kemampuannya untuk merencanakan pembunuhan berdarah dingin terhadap Speult dan garnisun Belanda, sehingga surat-surat itu layak mendapatkan kutipan yang luas. Patut diingat ketika membaca kutipan-kutipan ini, bahwa relasi Inggris-Belanda di bagian lain Hindia Timur memang sangat tegang pada tahun 1622. 

Sungguh ironis tetapi penting bahwa Towerson hanya memuji Herman van Speult. Pada tanggal 19 Februari 1622, Towerson menulis kepada presiden Furslandg di Batavia memberitahukan kepadanya tentang bantuan ramah orang Belanda itu dalam menyediakan perumahan bagi perusahaan Inggris di Amboina, dan dia menambahkan : “ dan sungguh saya percaya bahwa dia melakukannya dengan jujur, dan [saya] berpikir bahwa saya melakukannya dengan dengan hak yang wajar untuk menempatkannya di tingkatan atas dari semua orang Belanda yang saya kenal sebagai orang yang jujur dan benar”3. Ini bukan pujian sederhana dari Towerson, yang telah melayani perusahaan di berbagai bagian Asia sejak perusahaan itu didirikan hampir 20 tahun sebelumnya4/h, tetapi dia tidak puas dengan kata-kata. Sebagai imbalan atas “kesepakatan dan janji-janji Speult yang menyentuh secara adil, yang menurut keyakinan saya membawa begitu banyak kebenaran sehingga saya akan meminta Yang Mulia untuk memperhatikannya”, Towerson meminta Fursland untuk menulis surat terima kasih kepada Gubernur, disertai dengan sebotol bir untuk orang-orang Belanda dan “rantai emas” untuk istrinya. Towerson yakin bahwa tindakan ini akan sangat dihargai oleh Speult dan juga akan “menghasilkan darah yang baik dan lebih banyak manfaat bagi majikan kita”5.

Pendapat Towerson tentang Speult dan kecemasan untuk melanjutkan hubungan persahabatan Inggris-Belanda begitu jelas dalam surat-surat ini sehingga mereka tidak perlu berkomentar lebih lanjut. Akan tetapi, bukannya tidak relevan untuk menambahkan bahwa salah satu alasan mengapa Towerson sangat menghargai Speult adalah penghindarannya dari pertumpahan darah dalam berurusan dengan penduduk Asia. Dalam surat yang sama, Towerson menulis : “dia [Speult] harus direkomendasikan untuk penerimaan pembayaran terbesarnya dan memiliki rasa bersalah yang luar biasa, karena dengan kata-kata yang baik dan kemampuannya dia memenangkan orang-orang ini lebih dari yang akan dilakukan dengan mengorbankan lebih banyak uang dan aliran darah”6. Apakah ini pandangan orang yang akan merenungkan pembunuhan Speult dan serdadu-serdadu Belanda yang tidak menaruh curiga 3 bulan kemudian???

Satu hal lain perlu dibuat untuk mendukung Towerson. Selama bulan-bulan terakhir tahun 1622, ia dianggap oleh presiden Fursland dan Dewan Inggris di Batavia sebagai sikap yang begitu pro-Belanda sehingga memerlukan peringatan yang tajam. Ketika Fursland membalas pujian Towerson kepada Speult pada tanggal 17 Desember 1622, dia menolak saran Towerson bahwa surat terima kasih atau hadiah dikirim ke Speult dari presiden; sebaliknya, dia menyarankan bahwa ungkapan terima kasih secara verbal oleh Towerson sudah cukup. Lebih jauh lagi, Fursland merasa bahwa Towerson menjadi terlalu bersahabat dengan orang-orang Belanda : “kami tahu, dia cukup bebas,” komentar sang presiden, “tetapi dalam urusanmu, kamu akan menyadari dia laki-laki yang licik.........oleh karena itu berhati-hatilah agar kamu tidak diabaikan dalam hal-hal yang penting melalui persahabatannya yang tersamar”7. 5 hari setelah surat ini ditulis, pada tanggal 22 Desember 1622, atau “Nieuwjaarsdag, 1623”i, menurut kalender Belanda, Towerson diduga untuk pertama kali menyusun rencana untuk menaklukan bentang Victoria di rumahnya. Jika dia melakukan hal itu, dia pastilah jauh lebih “rahasia” daripada yang bisa dilakukan Speult, tidak hanya terhadap calon-calon musuhnya tetapi juga terhadap teman-temannya sendiri. 

Mengingat korespondensi ini, kemungkinan besar kesalahan besar telah dibuat di Amboina karena orang-orang Inggris yang dieksekusi tidak bersalah atas rencana yang dianggap berasal dari mereka. Membuat pernyataan seperti itu tidak mengurangi integritas Speult, yang kejujurannya telah disampaikan banyak kesaksian oleh Towerson, juga tidak mempertanyakan aslinya kepercayaan orang-orang Belanda pada konspirasi tersebut. Apakah Belanda seharusnya menyiksa dan membunuh wakil-wakil dari perusahaan dan bangsa lain yang secara nominal bersekutu dengan mereka adalah masalah lain. Terburu-buru yang tidak semestinya dan kurangnya kebijaksanaan tentu saja menjadi ciri tindakan Belanda pada bulan Februari 1623, dan sulit untuk memahami argumen sejarahwan-sejarahwan Belanda bahwa tidak mungkin memindahkan para tahanan ke Batavia tanpa kehilangan waktu yang tidak perlu atau membahayakan garnisun yang melemah8. Dua orang Inggris, Collins dan Beaumontj, dibebaskan dan dikirim ke Batavia; apakah itu membutuhkan lebih banyak penjaga, misalnya dari awak kapal yang bisa membawa 2 orang dengan selamat, daripada untuk mengangkut 10 orang Inggris tambahan lagi daripada mengeksekusi mereka??? Tampaknya tidak ada kebutuhan nyata untuk melemahkan garnisun benteng Victoria sama sekali; sebagian besar kapal-kapal Belanda yang berlayar antara Batavia dan Amboina membawa sekitar 100 orang dan dapat dengan mudah menjaga 12 orang Inggris di dalam kerangkeng besi.

Selanjutnya, mengapa kecepatan eksekusi menjadi pertimbangan penting? Hampir semua pengakuan diperoleh dengan penyiksaan, yang tingkat keparahannya masih diperdebatkan, meski catatan Belanda mengakui sebagai “penyiksaan [berat]” dalam kasus-kasus yang lebih membahayakan. Jika Towerson dan sesama rekan tawanan telah tiba di Batavia dalam keadaan hidup, apakah mereka tidak akan menolak pengakuan yang didapati dari mereka dengan cara seperti itu, terutama ketika kehadiran presiden Fursland dan orang Inggris bebas lainnya di sana akan memberikan jaminan yang masuk akal bahwa tekanan semacam ini tidak akan terulang?. Salah satu korban Amboina, Samuel Coulsonk, mencatat pengakuan tidak bersalahnya yang menyedihkan dan anumerta dalam kitab Mazmur miliknya, yang kemudian sampai ke tangan rekan-rekan senegaranya. Dihadapkan dengan bukti yang canggung ini, Dr Stapel mengakui bahwa Coulson mungkin tidak bersalah tetapi berpendapat bahwa Coulson adalah pengecualian9; mungkin terlintas di benak beberapa pembaca bahwa Coulson adalah pengecualian dalam arti lain yang lebih jahat : dia adalah satu-satunya korban Amboina yang pernyataan tertulis tidak bersalahnya sampai ke teman-temannya. Coulson menyatakan bahwa dia secara salah mengakui kesalahannya pada awalnya karena dia tidak dapat menghadapi penyiksaan yang dilakukan terhadap rekan-rekan senegaranya; berapa banyak tahanan lain yang akan meninggalkan penolakan serupa atas kesalahan mereka seandainya mereka mendapati kesempatan?

Salah satu kelemahan yang lebih jelas dalam anggapan Belanda bahwa Towerson dan bawahannya berencana untuk merebut benteng Victoria adalah sedikitnya jumlah orang Inggris yang tersedia untuk melakukan prestasi luar biasa ini. Secara umum disepakati bahwa hanya ada sekitar 20 orang Inggris di Amboina dan Seram bersama-sama dengan pelayan mereka10, tetapi dikatakan bahwa bala bantuan akan tersedia ketika kapal Inggris berikutnya tiba. Orang pertama yang menunjukkan bahwa persengkongkolan yang bergantung pada kedatangan kapal Inggris berikutnya dari Jawa adalah serdadu Jepang yang ditangkap oleh Belanda pada tanggal 13 Februari (O.S) setelah melakukan penyelidikan tentang kekuatan penjagaan di benteng; dia membuat pengakuan ini hanya setelah siksaan yang cukup besar. Oleh karena itu, semua peristiwa selanjutnya berasal dari pernyataannya dan sangat penting untuk kasus ini untuk memastikan kapan Towerson mengharapkan kapal ini dan berapa lama dia mengantisipasi bahwa dia harus menunda rencananya sebelum bantuan yang diperlukan tiba.

Untuk menjawab pertanyaan ini perlu sedikit berandai-andai. Pada saat konspirasi pertama kali dilakukan di rumah Towerson pada tanggal 22 Desember 1622 – seperti yang ditunjukkan melalui pengakuan – posisi perusahaan Inggris di kepulauan rempah-rempah secara keseluruhan sangat genting. Setelah usaha yang gagal untuk mengalahkan monopoli Belanda di kepulauan rempah-rempah dengan paksa pada tahun-tahun awal abad ke-17, para direktur Inggris dengan enggan menyetujui aliansi dengan “orang Belanda” pada tahun 1619, dimana mereka diizinkan untuk mendirikan gudang di samping [gudang] Belanda di Maluku, Banda dan Amboina, sebagai imbalan untuk menanggung 1/3 dari biaya pemeliharaan garnisun-garnisun Belanda. Secara teori, perusahaan Inggris seharusnya menutupi pengeluarannya dengan mudah melalui klaim hukumnya atas 1/3 dari rempah-rempah yang diproduksi, tetapi dalam prakteknya tidak demikian, biaya administrasi Belanda sangat tinggi, karena banyak keluhan dari Gubernur Jendral Coen untuk berbagai konfirmasi gubernur-gubernur Belanda, dan hasil rempah-rempahnya sangat rendah. Perusahaan Inggris tentu saja lebih merasakan dampak buruk dari situasi ini dibandingkan sekutunya, yaitu Belanda, karena sumber daya modalnya yang jauh lebih kecil. Namun, penting bahwa keluhan-keluhan Inggris terhadap hal ini datang dari gudang-gudang di kepulauan Banda dan di Maluku11, tetapi tidak dari Towerson di Amboina, yang menganggap pertengkaran antara bawahannya dengan orang Belanda sebagai “kegenitan” yang tidak layak untuk dilaporkan secara rinci. Oleh karena itu, tidak ada bukti adanya perselisihan Inggris-Belanda yang luar biasa di Amboina, dan pasti mengejutkan bahwa plot anti-Belanda seharusnya dilakukan di sana, bukan di perairan yang lebih bermasalah seperti Banda atau Ternate. 

Presiden Fursland menganggap situasi keseluruhan di kepulauan rempah-rempah terlalu merugikan keuangan perusahaan Inggris untuk diabaikan. Pada tanggal 24 September 1622, ia memerintahkan John Gonning, pemimpin utama gudang di Ternate, untuk menutupi gudang-gudang Maluku di Bachian, Tacomi, Motir, dan Tabelolo, dan hanya mempertahankan gudang-gudang di Maleyo, Taffasoho dan Gnoffcia. Kemungkinan bahwa perdagangan rempah-rempah akan ditinggalkan sepenuhnya oleh Inggris telah dipertimbangkan bahkan pada tahap-tahap awal12 dan pada tanggal 17 Desember opini presiden yang mendukung hal ini semakin menguat. Pada hari itu, Fursland, yang kecewa dengan harapannya akan kapal dari Inggris, menulis surat kepada Gonning di Ternate dan Towerson di Amboina untuk memperingatkan mereka tentang penarikan yang akan segera terjadi. “Kecuali ada perintah yang datang dari majikan kita untuk mereformasi pelanggaran di wilayah tersebut, atau agar kita mendapatkan kondisi yang lebih masuk akal dari orang Belanda,” kata Fursland, “kita lebih baik mengirimkan perintah agar semua orang datang dari sana daripada [tetap] melanjutkan dengan cara seperti itu”. Baik Gonning maupun Towerson disarankan untuk menyelesaikan urusan mereka sehingga jika instruksi pasti untuk meninggalkan kepulauan rempah-rempah dikirim kemudian, mereka akan siap “untuk pulang”13. Surat-surat ini dikirim melalui kapal Belanda, mungkin dengan kapal Eenhorn, yang digunakan oleh Coen untuk menulis surat kepada Speult keesokan harinya. Ketika Fursland selanjutnya menulis surat kepada Towerson, Weldenl dan Gonning pada tanggal 21 Januari 1623, dia akhirnya membuat keputusan : masih belum ada kapal yang tiba dari London dan oleh karena itu, dia menyatakan, “kami bermaksud untuk memindahkan semua orang kami” dari Banda, Maluku dan Amboina “sampai suatu saat nanti dari para majikan kami bagaimana mereka berniat menyelesaikan urusan ini”14.

Pentingnya tren ini dalam kebijakan Inggris pada pergantian tahun 1622-1623 sulit untuk dilebih-lebihkan. Jika Towerson benar-benar berencana untuk menyerang benteng Victoria pada pertengahan Februari 1623, dari kapal Inggris manakah dia mengharapkan bantuan??. Seluruh nada korespondensi Fursland sejak tanggal 17 Desember 1622, adalah salah satu pesimisme suram, dan penarikan putus asa Inggris dari Amboina telah dipetimbangkan daripada melakukan suatu kudeta yang sangat berani. Towerson – dan memang sebagian besar orang Eropa di Amboina15 – pasti telah menyadari bahwa orang Inggris mungkin akan benar-benar terisolasi sepenuhnya sepanjang paruh pertama tahun 1623, sampai ketersediaan kapal Inggris dan musim hujan terjadi bersamaan; bahkan ketika kapal itu tiba, kaptennya hampir pasti diberi perintah untuk menarik/membawa Towerson dan para anak buahnya. Apakah atas kemurahan hati pelaut tak dikenal inilah Towerson bermaksud mendasarkan upaya putus asa untuk merebut benteng Victoria???. Gagasan ini begitu fantastis sehingga tidak dapat dipertahankan, namun mari kita asumsikan demi argumentasi bahwa memang demikianlah kasusnya dan bahwa kapten kapal mungkin telah terpikat oleh daya tariknya yang berapi-api terhadap patriotismenya. Apakah Towerson menerima dukungan selanjutnya dari Fursland dalam skema gilanya??? Hampir tidak perlu ditekankan bahwa Fursland tidak memiliki firasat apapun tentang plot Towerson, bahkan jika plot itu memang ada, dan ketika itu dilakukan, hal ini bertentangan langsung dengan perintah/instruksi terbaru Fursland untuk menarik diri sepenuhnya dari kepulauan rempah-rempah. Jika tidak ada bantuan yang bisa diharapkan dari presiden, dari mana lagi bantuan itu bisa terwujud???.

Selanjutnya, dalam suratnya kepada Towerson tanggal 21 Januari 1623, Fursland mengungkapkan bahwa kapal yang akan membawa orang Inggris pergi dari Amboina adalah kapal Belanda, yang dengan senang hati dipasok oleh Jan Pieterszoon Coen, bekas Gubernur Jendral VOC dan anglofobiam yang luar biasa. Tidak mungkin surat ini sampai ke Towerson sebelum penangkapannya pada tanggal 15 Februari 1623, tetapi bahkan jika itu terjadi, isinya tidak akan terlalu mengejutkan bagi dirinya. Satu-satunya orang di Amboina yang tidak menyadari bahwa tidak ada kapal Inggris yang akan tiba pada musim itu mungkin adalah serdadu Jepang, yang menggunakan cerita itu sebagai upaya putus asa untuk menghindari siksaan lebih lanjut.

Ada satu hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan partisipan Belanda dalam cerita tersebut. Coen mengetahui bahwa perusahaan Inggris akan meninggalkan kepulauan rempah-rempah hampir 7 minggu sebelum Towerson dieksekusi16, namun ia berlayar kembali ke Belanda pada tanggal 23 Januari 1623 [tanggal 2 Februari 1623], meninggalkan Pieter de Carpentier yang menggantikannya sebagai Gubernur Jend VOC. Speult tidak mengetahui tentang penarikan Inggris yang akan terjadi pada saat itu, tetapi akan menarik untuk mengetahui kapan berita tentang keputusan Fursland pertama kali sampai kepadanya. Jika surat dari Coen atau Carpentier yang menunjukkan persiapan yang dilakukan untuk penarikan pasukan Inggris17 sampai ke Speult sebelum tanggal 27 Februari 1623 [atau tanggal 9 Maret 1623], ketika orang-orang Inggris itu dipenggal, bukankah seharusnya hal itu memberinya alasan untuk bertanya-tanya tentang keaslian/kebenaran plot yang diungkapkan oleh orang-orang Jepang dan Inggris yang disiksa itu??. Selanjutnya, kapan surat Fursland tertanggal 21 Januari 1623 sampai di Amboina???. Dokumen ini juga seharusnya menimbulkan keraguan besar mengenai kebenaran cerita orang-orang Jepang18. Sebaliknya, jika Speult tidak mengetahui keputusan Inggris untuk mundur sampai Towerson dan rekan-rekannya dipenggal, maka dapat dimengerti bahwa dia melakukan aksinya dengan rasa marahnya sendiri, bukti-bukti yang ada di hadapannya, dan perintah Coen sebelumnya untuk mempertahankan yuridiksinya sebagai gubernur tanpa gangguan terhadap semua warga negara19. Tragedi sebenarnya dari kasus ini adalah bahwa kecurigaan Speult terhadap Towerson hampir pasti salah. Agar sebuah konspirasi dapat dilaksanakan, ia tidak hanya harus mampu mencapai keberhasilan awal namun juga dapat dieksploitasi dan dikembangkan selanjutnya. Hal-hal ini tidak terjadi pada tahun 1623.

DAMPAK TERHADAP PERDAGANGAN REMPAH-REMPAH

Begitu banyak tentang keaslian konspirasi tersebut. Pendapat tentang aspek masalah ini akan terus bervariasi, artikel ini juga tidak dimaksudkan untuk menawarkan solusi akhir. Yang kurang bisa ditoleransi adalah jumlahnya generalisasi longgar dan sering menyesatkan yang telah dibuat dalam buku-buku sejarah standar tentang dampak dari masalah Amboina. Pernyataan-pernyataan ini cenderung terbagi dalam 2 kategori : pertama, pernyataan yang mengklaim menggambarkan konsekuensi langsung dan kedua, pernyataan yang mempertimbangkan implikasi panjang dalam lingkup persaingan antar-Eropa di Asia Tenggara.

Sejarahwan-sejarahwan Belanda lebih rentan terhadap kesalahan pada hitungan pertama daripada penulis-penulis Inggris, mungkin karena pengetahuan yang tidak memadai tentang dokumen-dokumen Inggris kontemporer. Vlekke, misalnya, berpendapat bahwa Perusahaan Hindia Timur Inggris menggunakan “pembantaian” sebagai “dalih yang baik untuk mundur dengan bermartabat dari posisi yang tanpa harapan”20. Argumen ini dapat dipertahankan jika Fursland membiarkan Gubernur Jend Belanda tidak mengetahui niat Inggris dan dengan demikian dapat menyelamatkan wajahnya dan majikannya; namun Fursland telah menenggelamkan harga dirinya sepenuhnya dalam mengungkapkan kepada pihak berwenang Belanda bukan hanya perusahaannya sangat miskin sehingga penarikan diri dari kepulauan rempah-rempah merupakan keharusan, namun kapal Belanda harus digunakan untuk tujuan ini. Kehormatan apa yang tersisa untuk diselamatkan??. E.S. de Klerck tampaknya juga mendapat kesan bahwa keputusan Inggris untuk mengevakuasi gudang mereka “di pemukiman milik Belanda” adalah konsekuensi langsung dari masalah Amboina21. Pernyataan ini hanya berlaku untuk kekuasaan Inggris di Batavia, yang mula-mula dialihkan ke Pulo Lagundi di Selat Sunda dan akhirnya ke Banten di tahun 1628; hal ini tidak mungkin benar untuk gudang-gudang di kepulauan rempah-rempah karena instruksi pasti untuk penutupan telah diberikan sebelum “pembantaian”. Stapel22, Hall23 dan Harrison24 lebih akurat ketika mereka menulis bahwa tragedi Amboina hanya mempercepat, atau lebih tepatnya, menegaskan, keputusan yang telah diambil, tetapi Hall memasukan Batavia sebagai salah satu pemukiman yang ingin ditinggalkan Inggris sebelum “pembantaian” dan tidak ada bukti untuk mendukung keyakinan ini. Pencarian markas alternatif ke Batvia tidak dimulai sampai Oktober 162325, ketika berita tentang eksekusi di Ambona berusia 4 bulan di Batavia.

Konsekuensi jangka panjang dari “pembantaian” Amboina biasanya digambarkan dalam istilah yang lebih luas dan tidak tepat. Vlekke mengemukakan pandangan bahwa peristiwa Amboina hanyalah sebuah “epilog dramatis” dalam perjuangan Anglo-Belanda untuk perdagangan Hindia Timur, karena aktivitas Inggris di Indonesia sudah berakhir26. Furnivall, sambil mengemukakan fakta bahwa perusahaan Inggris mampu membangun dirinya sendiri di Banten antara tahun 1628 dan 1682, namun berpendapat bahwa mereka tidak pernah memulihkan wilayah kekuasaan yang hilang pada tahun 162327. Harrison, yang jelas menyadari fakta bahwa perdagangan Inggris di Asia Tenggara setelah tahun 1623 lebih luas secara geografis daripada umumnya dibayangkan, merasa terdorong untuk menggambarkan perdagangan ini sebagai terbatas dan tunduk pada pengawasan dan izin Belanda28. Oleh karena itu, konsensus pendapat adalah bahwa masalah Amboina adalah bencana bagi perdagangan Inggris di Indonesia.  

Salah satu alasan mengapa begitu banyak signifikansi telah dikaitkan dengan “pembantaian” Amboina sebagai penghentian ambisi komersial Inggris di Asia Tenggara adalah ketidaktahuan umum tentang peristiwa-peristiwa berikutnya; sedikit yang diketahui tentang rencana kegiatan Inggris di Hindia Timur setelah tahun 1623, mungkin karena daya tarik utama daratan India terbukti tak tertahankan bagi sejarahwan seperti halnya bagi perusahaan itu sendiri. Akan tetapi, menganggap bahwa karena tidak ada hal penting yang diketahui telah terjadi di Hindia Timur pada akhir abad ke-17, maka tidak ada hal penting yang dapat terjadi, tentu saja merupakan alasan yang berbahaya dan keliru. Pengabaian periode pasca tahun 1623 juga dapat dijelaskan atas dasar premis yang lebih layak mendapat simpati tetapi memiliki landasan yang sama kecilnya. Inilah kepercayaan bahwa perdagangan menguntungkan di Hindia Timur identik dengan perdagangan rempah-rempah, yaitu cengkeh, fuli dan pala; begitu pulau-pulau yang memproduksi komoditi itu di bawah kontrol kendali politik Belanda, hanya sedikit kepentingan komersial yang tersisa. Sikap seperti itu, tentu saja, menyiratkan bahwa lada, yang tumbuh secara luas di Jawa, Kalimantan dan Sumatera, adalah investasi yang sepele, tetapi telah ditunjukkan bahwa hingga tahun 1650 lada merupakan lebih dari 50% dari nilai kargo Belanda dari Batavia ke Eropa29. Oleh karena itu, bahkan dengan asumsi bahwa monopoli Belanda atas rempah-rempah setelah tahun 1623 cukup efektif untuk memaksa perusahaan Inggris menempatkan sebagian besar investasinya dalam lada, ini tetap tidak berarti bahwa perdagangan Hindia Timur Inggris secara finansial tidak penting. Jika kita dapat melangkah lebih jauh dan membuktikan bahwa penutupan gudang-gudang Inggris di kepulauan rempah-rempah pada kenyataannya tidak melibatkan pengeculian perusahaan Inggris dari perdagangan rempah-rempah selama 20 tahun lagi, interpretasi tradisional dari “pembantaian” Amboina akan sebagian besar tidak bisa dipertahankan.

Selalu dianggap wajar bahwa volume perdagangan Inggris dengan Indonesia setelah tahun 1623 pastilah dapat diabaikan dibandingkan dengan volume perdagangan sebelum tragedi Amboina. Tidak ada yang lebih salah. Jumlah kapal Inggris yang meninggalkan Jawa dengan muatan ke London dalam 15 musim perdagangan dari tahun 1602 hingga 1616 adalah 28, dimana salah satu kapal hilang tanpa jejak dan 1 lagi karam di pantai Brittany; kapal-kapal ini mewakili tonase gabungan sedikit lebih dari 10.000 ton, dimana sekitar 660 ton hilang di laut. Perbandingan jumlah kapal yang dikirim dari Banten ke London selama 19 musim perdagangan yang mungkin dari tahun 1659 hingga 1681 (tahun 1665-1667 dan 1673 adalah tahun-tahun perang ketika pelayaran tidak dikirim dari Inggris) adalah 87, 4 diantaranya hilang. Kelompok kapal kedua ini mewakili rata-rata sekitar 34.000 ton, dimana sekitar 1.500 ton diantaranya hilang di laut30. Bahkan ketika kelonggaran dibuat untuk sedikit perdagangan dalam jumlah musim perdagangan, akan terlihat bahwa jumlah kapal-kapal Inggris yang melakukan perdagangan antara Indonesia dan Inggris 2 ½ kali lebih besar pada periode selanjutnya dibandingkan pada tahun 1602-1616, sedangkan tonasenya telah meningkat hampir 3 kali lipat. Bahkan selama dekade-dekade lesu dari 1630an dan 1640an, rata-rata 2 atau 3 kapal meninggalkan Banten ke London setiap tahun, sementara pada saat aktivitas yang tidak biasa, seperti pada tahun 1648-1650, 14 kapal dikirim pulang dalam 3 musim. Memang benar perdagangan perusahaan di Indonesia sempat terhenti antara tahun 1652-1658, tetapi ini adalah akibat dari keadaan yang tidak normal akibat perang Inggris-Belanda pertama (1652-1654), blokade Belanda di Banten (1656-1659), dan suasana politik Inggris yang terganggu di bawah Cromwell. Setelah piagam perusahaan Hindia Timur diperbaharui oleh Cromwell pada tahun 1657 dan sekali lagi oleh Charles II yang dipulihkan pada tahun 1661, para direktur dengan cepat memperluas volume perdagangan mereka dengan Indonesia ke tingkat tertinggi yang pernah dicapai pada abad ke-17.

Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa tonase tidak selalu merupakan ukuran nilai kargo. Jika kapal-kapal yang kembali ke Inggris dari Hindia Timur sebelum tahun 1623 membawa rempah-rempah dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan kapal-kapal yang berlayar setelahnya hanya sarat dengan lada dan komoditas lain yang kurang menguntungkan, tentu pembantaian Amboina masih memiliki kepentingan komersial???. Sayangnya, ada banyak bukti yang menunjukkan bahawa periode puncak perdagangan cengkih Inggris terjadi pada tahun 1630-an dan 1640-an, bukan pada kuartal pertama abad ke-17. Harus diingat bahwa perdagangan Inggris dengan kepulauan rempah-rempah sebelum tahun 1620 hanya dapat dipertahankan dengan melanggar perjanjian monopoli yang diklaim telah ditandatangani oleh kompeni Belanda dengan orang-orang di daerah itu. Jumlah kapal Inggris yang melakukan prestasi ini dengan ukuran keberhasilan apapun adalah 5 : the dragon dan ascencion pada tahun 1605; the consent pada tahun 1607-1608; the hector pada tahun 1609; dan the expedition pada tahun 1610. Dari kapal-kapal ini, kita hanya tahu jumlah cengkeh yang dibawa oleh the consent dan oleh karena itu harus dianggap sebagai tipikal: jumlahnya adalah 112.000 pon31. Kapal-kapal lain mengunjungi kepulauan rempah-rempah kemudian tetapi mereka tampaknya kurang beruntung. The Darling, misalnya, berusaha keras untuk berdagang di Amboina dan Seram pada tahun 1613, tetapi kapten Best, yang bersikeras mentransfer cengkeh milik [kapal] the darling ke kapalnya yaitu dragon untuk perjalanan pulang, mencatat bahwa ia hanya memiliki sebanyak £ 23.40032. The Salomon membawa sekitar 9.000 pon dalam kargo kembalinya pada tahun yang sama, sedangkan the james dilaporkan memiliki sekitar 19.000 lbs pada tahun 161533. The Peppecorn harus puas hanya dengan 23 cwt pada tahun 161734. Pada tahun itu, Belanda mulai kehilangan kesabaran dengan intrusi Inggris ke kepulauan rempah-rempah dan kapal swan dan defence ditangkap ketika mencoba mempertahankan pijakan Inggris di Banda. Perang terbuka dimulai antara kedua negara di Hindia Timur pada bulan Desember 1618, dimana Inggris kehilangan 7 kapal, dan akan kehilangan lebih banyak lagi jika The Treaty of Defence tidak menyelamatkan mereka. 

Kita mungkin mengharapkan gambaran yang menyedihkan ini membaik ketika perusahaan-perusahaan Inggris dan Belanda bergabung dalam aliansi pada tahun 1619, tetapi ini jelas tidak terjadi. Memang benar bahwa perusahaan Inggris selanjutnya berhak atas 1/3 dari rempah-rempah yang diproduksi di kepulauan rempah-rempah, tetapi item ini harus diimbangi dengan 1/3 dari biaya pemeliharaan garnisun-garnisun Belanda di wilayah itu. Coen memperkirakan jumlah yang terutang dari perusahaan Inggris sebagai proporsi biaya di Maluku, Banda dan Amboina pada tahun 1621-1622 sebagai f.283.29435. Selama periode yang sama, Inggris telah memperoleh

                Dari Maluku, 20 bahar cengkeh                            lbs.   12.500

                Dari Amboina                                                            lbs. 222.801

                Total                                                                            lbs. 235.30136.

Presiden Fursland mengkonfirmasi bobot ini pada bulan September dan Oktober 162237, dengan banyak keluhan. Agaknya, cengkeh inilah yang dibawa oleh [kapal] the palsgrave ke London pada bulan Agustus 1623, dimana mereka diperkirakan bernilai £10.000 — £12.000; catatan ceria ini menipu ketika kita mengingat bahwa perkiraan Voen tentang biaya Inggris melebihi £28.000 bila dikonversi dari florin. £ 242.000. fuli dan pala yang diperoleh Inggris dari Banda pada tahun 1621-1622 mungkin juga tidak akan berhasil. Pada akhir tahun 1623, situasinya bahkan lebih buruk. The Exchange dan Elizabeth berlayar dari Batavia menuju London pada bulan Desember tahun itu : mereka membawa sekitar 1.658.00 pon lada, dihargai 132.000 real per delapan (8) atau £ 33.000; Elizabeth sendiri membawa rempah-rempah, yang diperhitungkan R11s. 1739. 7d atau £ 435, diperoleh “dari Belanda sebagaimana harganya di Maluku, Banda, [dan] Amboina”38. Begitulah keadaan perdagangan rempah-rempah perusahaan ketika gudang-gudang Inggris di kepulauan rempah-rempah ditutup.

Oleh karena itu, dapatkah dipertahankan secara serius bahwa perusahaan Inggris harus mengalami kebangkrutan dengan terus beroperasi di bawah sistem yang merusak ini??? Tidak perlu berita tentang pembantaian Ambon untuk meyakinkan Fursland bahwa tidak ada tempat bagi Inggris di kepulauan rempah-rempah; pandangan sekilas pada catatannya telah membawanya ke kesimpulan itu. Setelah perusahaan Hindia Timur memutuskan hubungannya dengan kompeni Belanda dan memulihkan kemerdekaan tindakannya, menjadi mungkin untuk mempertimbangkan cara-cara alternatif dalam lebih berhasil untuk menyadap perdagangan rempah-rempah. Pada bulan Juli 1624, Thomas Brocedonm, presiden Inggris yang baru di Batavia, mengirimkan instruksi kepada pemimpin utama gudangnya di Makassar Sulawesi bahwa ia harus memulai pembelian cengkeh yang diselundupkan ke Makassar dengan kapal-kapal Melayu dan Jawa dari Amboina, Seram dan Maluku39. Inggris telah mengetahui penyelundupan selama beberapa tahun, tetapi sampai sekarang menganggap gudang Makasar, yang dibuka pada tahun 1613, hanya sebagai sumber beras dan kayu untuk kapal-kapal yang menuju ke timur; pada tahun 1624 tidak ada kapal Inggris yang berlayar ke timur Celebes dan biaya pengeluaran tambahan gudang tetap sama, apapun fungsinya. Kebijakan baru yang mendorong penyelundupan perdagangan terbukti sukses besar pada awal tahun 1629-1630, ketika Inggris mendapat keuntungan tambahan karena telah memindahkan wilayah kekuasaan dari Batavia ke Banten. Memang benar, tahun 1630 digambarkan oleh dewan di Banten sebagai “tahun hebat cengkeh mereka”40, namun tahun yang lebih besar lagi akan datang.

Sulit untuk memberikan statistik lengkap pada tahun 1630-an dan 1640-an seperti pada tahun-tahun awal abad ke-17, tetapi kesan yang berlaku adalah salah satu perdagangan rempah-rempah Inggris yang sangat berkembang. Kita tahu, misalnya, bahwa jumlah total cengkeh yang diimpor ke Inggris dari Banten pada tahun 1633 adalah 157.114 pon41 dan 2 kapal yang membawa pulang hasil investasi tahun 1635 di Indonesua hanya membawa kurang dari 300.000 pon cengkeh senilai 125.00 real42. Kuantitas terakhir ini mewakili setengah dari semua cengkeh yang diselundupkan ke Makasar dari Amboina pada tahun 1636, dimana hanya 161.00 pon dan dibawa dari Amboina ke tangan Belanda di Batavia tahun itu43. Stok cengkeh yang diimpor ke London pada akhir musim perdagangan tahun 1636 hampir sama besarnya dengan tahun 1635 (274.000 lbs senilai 114.000 real), tidak boleh dilupakan bahwa cengkeh adalah barang ekspor yang sangat menguntungan dari Banten ke Pantai Coromandel di India, Surat dan Teluk Persia. Pada bulan Desember 1638, misalnya, [kapal] The Thomas mendaratkan hampir 140.000 lbs cengkeh untuk dijual di Gombron, gudang Inggris di Persia. Bersamaan dengan itu, para direktur Belanda di Amsterdam membenarkan kebijakan membayar dividen kepada pemegang saham mereka dalam cengkeh, yang telah mereka adopsi sejak tahun 1635, dengan menunjuk pada impor besar komoditas itu yang telah mencapai Inggris dan Denmark44

Tidak diragukan lagi bahwa impor cengkeh ke pelabuhan-pelabuhan Eropa dengan kapal-kapal non-Belanda sangat besar, karena harga jual di London dan Amsterdam anjlok tajam. Hal ini sebagian merupakan hasil dari manipulasi pasar oleh Belanda yang menyebabkan harga jual cengkeh di Amsterdam turun dari f.5.40 pada tahun 1630-1634 menjadi f.2.41 pada tahun 1642, tetapi juga disebabkan oleh melimpahnya pasokan di Eropa Barat Laut. Pada tahun-tahun awal partisipasi Inggris dalam perdagangan cengkeh di Makasar (1626-1634), cengkeh rusak biasanya dijual di London dengan harga berkisar antara 10-an dan 11-an lbs per pon, sedangkan cengkeh yang tidak rusak dijual antara 8s.6d dan 10-an, tergantung pada kerusakan yang mereka terima selama perjalanan. Pada bulan September 1636, cengkeh Inggris yang tidak diolah hanya berharga 6-an per pon dan jumlahnya terus menurun hingga tahun 1643, ketika setidaknya 220 cengkeh “polong” dikirimkan ke Italia oleh direktur karena tawaran tertinggi oleh pedagang London hanya 3s. 9d per pon.

Namun, pada tahun 1643, tahun-tahun panen hampir berakhir sejauh menyangkut perdagangan rempah-rempah Inggris dan hanya tahun-tahun paceklik yang tersisa. Berhasil atau tidaknya lalu lintas penyelundupan antara Amboina atau Seram dan Makasar tergantung pada upaya terakhir pada semangat kemerdekaan, atau pemberontakan seperti yang digambarkan Belanda, dari orang Ambon. Orang-orang ni terbukti sangat menyusahkan Belanda sepanjang tahun 1630-an dan awal 1640-an, dengan masa tenang yang singkat pada tahun 1637-1638, ketika Gubernur Jend VOC, Van Diemen, mengunjungi Amboina secara pribadi untuk merundingkan penyelesaian. Kimilaha Luhu di pulau Seram, menimbulkan wabah baru pada tahun 1639, tetapi gelombang peristiwa itu berangsur-angsur memihak Belanda. Kesultanan Makasar, dimana kompeni Belanda berada dalam keadaan perdang terbuka atau tidak diumumkan dari tahun 1616 hingga 1637, telah menandatangani perjanjian damai dengan Van Diemen pada tahun terakhir dan tidak memberikan dukungan tradisionalnya kepada para pemberontak di Seram; Malaka Portugis jatuh ke tangan Belanda pada bulan Januari 1641, sehingga melepaskan sejumlah kapal dan serdadu Belanda untuk bertugas di tempat lain; dan armada bantuan tidak resmi dari 36 kapal yang berlayar dari Makasar ke Seram pada tahun 1642 dihancurkan sepenuhnya oleh komisaris Belanda yang kuat, yaitu Anthoni Caen. Pada bulan Juni 1643, 20 tahun setelah Towerson menemui ajalnya, Kimelaha Luhu, bersama ibu, saudara perempuan dan saudara tirinya, dipenggal di luar gerbang benteng Vistoria dan pemberontakan berakhir45. Banjir cengkeh ke Makasar mereda menjadi hanya “tetesan”46 dan monopoli Belanda atas rempah-rempah tidak pernah ditentang lagi secara serius. Patut ditekankan bahwa keberhasilan Belanda dalam hal ini adalah konsekuensi dari penegasan terakhir kontrol politik yang efektif oleh kompeni atas subjek-subjek Asianya, dan bukan hasil dari tindakan Belanda apapun terhadap saingan-saingan Eropanya di Indonesia.

===== bersambung =====

Catatan Kaki

1.         D. G. E. Hall: A History of South East Asia, London, 1955, p. 250.

2.        F. W. Stapel: "De Ambonsche 'Moord' "; Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap (TBG), LXII, Batavia & The Hague, 1923, p. 224.

3.        Towerson kepada Fursland, 19 Sept., 1622. I.O., Java Records, III, i, f.351.

4.        Untuk catatan singkat tentang karir Towerson, lihat Sir W. Foster: The Voyage of Sir Henry Middleton to the Moluccas, Hakluyt Society, London, 1943, p. 98.

5.        Towerson kepada Fursland, 19 Sept., 1622. Java Records, III, ff. 352, 357.

6.       Seperti di atas [catatan kaki nomor 5]  f. 355.

7.        Fursland kepada  Towerson, 17 Dec, 1622. Java Rec, III, i, f. 455.

8.        E. S. de Klerck: History of the Netherlands East Indies, I, Rotterdam, 1938, p. 232; J. K. J. de Jonge: Opkomst van h'et Nederlandsch Gezag in Oost-Indie, V, The Hague & Amsterdam, 1870, p. xix; F. W. Stapel: "De Ambonsche 'Moord' ", TBG, LXII, p. 212. De Jonge juga menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa eksekusi dilakukan di Ambon adalah untuk meneror/menakut-nakuti beberapa pemberontak Ternate .

9.       Stapel: "De Ambonsche 'Moord' ", p. 224.

10.     Garnisun Belanda di wilayah/distrik Amboina pada bulan Agustus 1622 berjumlah 345 tentara Eropa dan 83 tentara Asia; tentara Belanda berjumlah 463 orang yang menguasai 10 benteng di Maluku dan 420 tentara Belanda di Banda. Dengan demikian, total kekuatan Belanda di kepulauan rempah-rempah hampir 4 kali lebih besar dibandingkan garnisun Belanda di Batavia sendiri. Lihat  H. T. Colenbrander: Jan Pietersz. Coen: Beschieden, I, The Hague, 1919, pp. 800-801. Towerson tidak hanya harus merebut benteng Victoria tetapi mungkin juga harus mempertahankan benteng itu dari serangan balik.

11.       Lihat, sebagai contoh, surat dari Welden dan Moore di Banda Neira, 20 Aug., 10 Sept., 1622. Java Rec, III, i, ff. 340, 345.

12.      Fursland kepada Gonning, 24 Sept., 1622. Java Rec, III, i, ff. 429-430.

13.      Fursland kepada Towerson & Gonning, 17 Dec, 1622. lava Rec, III, i, ff. 459, 462-463.

14.      Fursland kepada Towerson, 21 fan., 1622/23. Loc. cit., f. 465. Untuk surat yang sama kepada Welden dan Gonning, lihat ff. 467, 469.

15.      Surat-surat Coen kepada Speult pada Oktober dan Desember 1622, juga mengomentari tidak adanya kapal Inggris dari London dan fakta ini pasti sudah menjadi rahasia umum di kalangan orang Eropa di Amboina. Lihat Colenbrander: Bescheiden, III, The Hague, 1921, pp. 254, 274. Pada bulan Juli 1624, Edward Collins, salah satu orang yang selamat dari Amboyna, menegaskan di hadapan Sir Henry Marten di Pengadilan Tinggi Angkatan Laut: "Inggris pada saat itu tidak memiliki kapal atau kapal lain di sana, mereka juga tidak mengharapkan ada yang datang pada saat itu"; Belanda, sebaliknya, memiliki empat kapal, tiga kapal pinnace dan satu kapal jung di Amboyna. Lihat Deposisi, Java Records, II, iii, f. 31.

16.     Inggris mengumumkan niat mereka untuk meninggalkan kepulauan rempah-rempah dalam Dewan Pertahanan di Batavia pada tanggal 20/10 Januari 1623. Lihat H. T. Colenbrander: Coen: Bescheiden, I, pp. 786-787.

17.      Coen menulis surat kepada semua gubernur Kepulauan Rempah-rempah pada tanggal 18/28 Januari, memberitahu mereka bahwa Carpentier akan menjabat sebagai gubernur jenderal, namun tidak menyebutkan rencana Inggris dalam suratnya. Lihat Colenbrander, op. cit., Ill, p. 286.

18.      Beberapa orang yang selamat dari Amboyna kemudian bersaksi bahwa Speult mengatakan kepada mereka bahwa dia telah menyadap korespondensi dari presiden Fursland, namun satu-satunya kesimpulan yang dia tarik dari hal itu adalah bahwa baik Fursland maupun para sutradara Inggris tidak terlibat dalam plot tersebut.Lihat Depositions, Java Records, II, iii.

19.     Coen kepada  Speult, 28 Oct., 1622(N.S.). Colenbrander: Coen: Bescheiden, III, p. 253. Persoalan mengenai yurisdiksi muncul karena adanya duel antara pihak Inggris dan seorang kopral Belanda di Kambelu, yang mengakibatkan orang Inggris tersebut terbunuh; orang Inggris lainnya bersikeras untuk mengeksekusi kopral tersebut, meskipun Speult lebih memilih hukuman yang lebih ringan. Coen sangat ingin agar hukum negara diterapkan dengan kekakuan yang sama terhadap orang Inggris yang tersinggung ketika ada kesempatan.

20.    B. H. M. Vlekke: Nusantara: A History of Indonesia, The Hague and Bandung, 1959, p. 141.

21.      E. S. de Klerck: History of the Netherlands East Indies, I, Rotterdam, 1938, p. 233.

22.     F. W. Stapel: Geschiedenis van Nederlandsch-Indie, III, Amsterdam, 1939, p. 162.

23.     D. G. E. Hall: A History of South East Asia, p. 249.

24.     B. Harrison: South East Asia: A Short History. London, 1957, p. 102.

25.     John Gonning's Diary, Oct. 1623, Java Records, III, ii, f. 7.

26.    Vlekke: Nusantara, p. 140.

27.     Furnivall: Netherlands India: A Study of Plural Economy, Cambridge and New York, 1944, pp. 30-31.

28.     Harrison: South East Asia, pp. 102-103, 106.

29.    K. Glamann: Dutch-Asiatic Trade, 1620-1740, Copenhagen and The Hague, 1958, p. 13.

30.    Angka-angka ini didasarkan pada penelitian terhadap Risalah Pengadilan, Buku Surat dan Catatan Pabrik (Jawa) di Perpustakaan Kantor India, London, periode 1600-1682. Pembaca harus berkonsultasi dengan Bal Krishna : Commercial Relations between India and England, 1601-1757, London, 1924, pp. 331-351,  untuk informasi tambahan mengenai hal ini. Kapal-kapal yang terdaftar di sana berlayar ke Banten dari London harus ditambah dengan kapal-kapal lain yang datang ke Jawa dari India dengan membawa barang-barang kecil dan kemudian langsung dikembalikan ke Inggris.

31.      I.O. Library, London. Court Minutes, 17 Feb, 1608/09, vol. 2, f. 111.

32.     Sir. W. Foster: The Voyage of Thomas Best to the East Indies, 1612-1614, Hakluyt Society, London, 1934, p. 73.

33.     F. C. Danvers: Letters Received by the East India Company, I, London, 1896, p. 289; W. Foster: op. cit., II, 1897, p. 271.

34.     I. O. Library. Court Minutes, 23 Sept., 1617, vol. 4, f. 8.

35.     Colenbrander: Coen: Bescheiden. I, p. 786.

36.    Loc. cit.

37.     Furslands kepada  Towerson, 19 Sept. and 18 Oct., 1622. I.O., Java Records, III, i. ff. 350, 445.

38.     Batavia kepada  London, 22 Dec, 1623. Java Records, III, ii, f. 204.

39.    Batavia kepada Macassar, 22 July, 1624. hoc. cif., f. 292

40.    Bantam kepada  London, 6 Dec, 1630. O.C. 1326, f. 4.

41.      I.O., Court Minutes, 20 Sept. & 18 Nov., 1633, vol. 14, ff, 88, 166.

42.     Bantam kepada  London, 31 Jan., 1635/36. O.C. 1552, f. 1.

43.     Brouwer kepada  Hon. XVII (the Dutch directors), 4 Jan., 1636 (N.S.), dikutip dalam  P.A. Tiele: Bouwstoffen, II, pp. 282-283.

44.     K. Glamann: Dutch-Asiatic Trade, p. 96.

45.     Catatan-catatan terbaik mengenai hubungan Belanda dengan Makasar dan permasalahan di Amboyna pada periode ini dapat ditemukan dalam F. W. Stapel: Het Bongaais Verdrag, Groningen, 1922, and P. A. Tiele: Bouwstoffen voor de Geschiedenis der Nederlanders in den Maleischen Archipel, The Hague, 1886-1895, 3 vols., vol. II and III.

46.    Cartwright (Bantam) to London, 9 Dec, 1643, I.O., O.C. 1847, f. 4.

 

Catatan Tambahan

a.     Tanggal 27 Februari 1623 adalah tanggal menurut kalender Julian yang digunakan oleh Inggris pada abad ke-17, sedangkan menurut kalender yang digunakan oleh Belanda pada abad itu yaitu kalender Gregorian, peristiwa itu terjadi pada tanggal 9 Maret 1623. Kalender Julian “tertinggal” 10 hari dibandingkan kalender Gregorian yang banyak digunakan di Eropa daratan.

§  Alison Games, Inventing the English Massacre : Amboyna in History and Memory, Oxford University Press, 2020

b.     Gabriel Towerson lahir pada 1 Januari 1576 dan dibaptis pada 27 Februari 1576, putra dari William Towerson (??? – 1584). Gabriel Towerson menikah dengan “Mariam Khan”, seorang wanita Kristen Armenia, yang juga janda dari Sir William Hawkins. Nama “Mariam Khan” hanya disebutkan oleh Michael.H. Fisher dalam artikelnya, sedangkan sejarahwan lain misalnya Amrita Sen, Mesrovb Jacob Seth tidak menulis nama wanita ini.

§  https://en.wikipedia.org/wiki/Gabriel_Towerson_(East_India_Company)

§  J.D. Aslop, Towerson, Gabriel

§  Lihat Amrita Sen, Early Liaisons: East India Company, Native Wives, and Inscription in the Seventeenth Century (dimuat pada South Asia Riview, volume 33, isu 2, 2012, hal 101 – 116)

§  Lihat Michael. H. Fisher, Counterflows to to Colonialism : Indian Travellers and Settlers in Britain 1600-1857, Delhi, 2004

§  Lihat Mesrovb Jacob Seth, Armenians in India, from the earliest time to present time, New Delhy, 2005

c.     Herman van Speult menjadi Gubernur Ambon (1618 – 18 Juli 1825).

d.     10 orang pedagang yang dieksekusi adalah :

1.         Gabriel Towerson (49 tahun)

2.        Emanuel Thompson (50 tahun)

3.        Timothy Johnson                (29 tahun)

4.        Abel Price (24 tahun)

5.        Robert Browne (24 tahun)

6.       John Fardo (42 tahun)

7.        William Griggs (28 tahun)

8.        Samuel Coulson (39 tahun)

9.       John Clarke  (36 tahun)

10.     John Wetherall (31 tahun)

§  W.Ph. Coolhas, Aanteekeningen en Opmerkingen over den zoogenaamdem Ambonsche Moord (dimuat dalam Bijdragen tot de Taal,-Land-en Volkenkunde van Nederlansch-Indie, deel 101 (1942), hal 49 – 93, khususnya hal 93

§  F.W. Stapel, De Ambonsche Moord (9 Maret 1623) (dimuat dalam Tijdchrift voor Indische Taal,-Land- en Volkenkundehal, deel 62 (1923), hal 209 – 226, khususnya hal 220)

§  Adam Clulow, Unjust, Cruel dan Barbarous Proceedings: Japanese Mercenaries and the Amboyna Incident of 1623, Itinerario, vol 31, isu 1 (Maret 2007) hal 15 – 34

§  Adam Clulow, Amboyna 1623 : Fear and Conspiracy on the Edge of Empire, Columbia University Press, 2019

§  Alison Games, Inventing the English Massacre : Amboyna in History and Memory, Oxford University Press, 2020

e.       Jumlah orang Jepang yang dieksekusi berbeda-beda jumlahnya. Untuk memahami perbedaan tentang jumlah ini, silahkan membaca kajian Adam Clulow, Unjust, Cruel dan Barbarous Proceedings: Japanese Mercenaries and the Amboyna Incident of 1623, Itinerario, vol 31, isu 1 (Maret 2007) hal 15 – 34

f.         Orang Portugis yang dieksekusi bernama Augustine Perez, lahir di Benggala India.

g.        Fursland memiliki nama lengkap Richard Fursland, sebelumnya ia menjadi pemimpin/kepala kantor Inggris di Atjeh pada tahun 1619 dan kemudian menjadi Presiden EIC  yang berkedudukan di Batavia sejak Juli 1620 hingga meninggal pada 16 Oktober 1623

h.       EIC atau The East India Company atau Perusahaan Hindia Timur Inggris didirikan pada 31 Desember 1600

i.         Lihat catatan kaki huruf a untuk memahami mengapa tanggal 22 Desember 1622 (dalam kalender Julian yang digunakan oleh Inggris) dalam kalender Belanda dianggap sebagai tanggal 1 Januari 1623 yang berarti “Tahun Baru”.

j.         Collins dan Beaumont memiliki nama lengkap Edward Collins dan John Beaumont

k.        Samuel Coulson berusia 39 tahun di tahun 1623, pedagang Inggris yang bertugas di gudang Hitu, Ambon

l.         Welden bernama lengkap Richard Welden, pemimpin utama gudang Inggris di Banda sejak 31 Desember 1620 hingga Mei 1623.

m.      Anglophobia adalah sikap yang takut berlebihan dan sangat membenci semua hal yang berkaitan dengan Inggris (Anglo) 

n.     Thomas Brocedonmenjadi Presiden EIC  yang berkedudukan di Batavia sejak Oktober 1623 - 1625

Tidak ada komentar:

Posting Komentar