Sabtu, 01 Maret 2025

Sistem-sistem Klasifikasi Masyarakat Adat [Pribumi] di Ambon Maluku

(bag 2)

[H.J. Jansen]

 

II.     Klasifikasi berdasarkan oposisi

Dalam konstruksi sistem uli, kita sekarang sampai pada unsur-unsur yang saling bertentangan. Dalam urusan desa di kepulauan Ambon hingga saat ini, sebagian besar desa terbagi dalam bahagian laut dan bahagian darat, atau kaum hitam dan kaum putih atau mayala5/a.

 

Jika ditelaah lebih dekat dan setelah membandingkan nama desa dan marga, kita menemukan bahwa uli dan desa terbagi dalam cara ini menjadi kelompok [tangan] kanan dan kelompok [tangan] kiri. Kelompok [tangan] kanan memiliki karakteristik khusus dan kelompok [tangan] kiri memiliki karakteristik yang berlawanan:

 

Masyarakat menganggap kelompok [tangan] kanan sebagai bagian laki-laki dan kelompok [tangan] kiri sebagai bagian perempuan. Karena mereka eksogami, kedua kelompok menyediakan pasangan nikah bagi satu sama lain. Mereka direpresentasikan sebagai uli teru:

Hal ini menyebabkan preferensi untuk perkawinan putra saudara laki-laki dengan putri saudara perempuan. Di Buru, misalnya, preferensi ini begitu kuat sehingga jika putra saudara laki-laki memilih untuk tidak menikahi putri saudara perempuannya, ia harus membayar denda tetap saat pernikahannya [sepupu perempuannya]. 

Pembagian dua juga merupakan semacam pembedaan antara kekuasaan duniawi dan rohani, kekuasaan rohani diwakili oleh pihak perempuan, sedangkan kekuasaan duniawi diwakili oleh pihak laki-laki. Dalam laporan saya [Jansen 1928] saya menyebutkan bahwa pembedaan ini sangat terasa di Buru dan pada tingkat yang lebih rendah di seluruh kepulauan Ambon. Orang Ambon masih berbicara tentang orang tua kerja Compania, orang tua kerja agama; atas mereka ada panglima atas segala raja-patti. Orang Kristen Ambon menganut pandangan dunia ini: gambar

 

III.     Klasifikasi berdasarkan tubuh manusia

Valentyn telah dikejutkan oleh fakta bahwa “orang Melayu berbicara tentang banyak hal sebagai tubuh manusia”. Pertama-tama mereka berbicara tentang dunia mereka, kelompok manusia mereka, seolah-olah itu adalah tubuh manusia; uli direpresentasikan sebagai tubuh manusia yang individu dan kelompoknya merupakan bagian-bagiannya. Konsep ini mendominasi seluruh organisasi mereka. Tanah, misalnya, dimiliki sesuai dengan bagian tubuh yang direpresentasikan oleh kelompok yang bersangkutan. 

Pelau adalah Raja; Hulaliu dan Rohomoni adalah putu eta ewang7, tetapi Kaelolo dan Kabau bukan. Sekarang klasifikasi ini sering membingungkan, karena orang-orang asli Kabau sekarang tinggal di Pelau, tetapi pada dasarnya semua uli sesuai dengan model ini. Hak setiap kelompok ditentukan oleh bagian tubuh yang diwakilinya. Kata-kata berikut untuk bagian tubuh manusia muncul dalam nama-nama kelompok orang Ambon:

 

Pengamatan berikut juga berkaitan dengan bagian tubuh.

1.     Sebuah adat istiadat orang Ambon yang beragama Islam yang menimbulkan banyak kontroversi di dunia Islam-Ambon adalah arohab. Ini mirip dengan mata huwil dari orang Alfur: pengorbanan manusia secara simbolis. Di masa lampau, tubuh manusia benar-benar dikonsumsi. Sekarang ada semacam perjamuan kudus asli di Maulud [ulang tahun Muhammad] yang terdiri dari segelas air untuk melambangkan darah dan berbagai kue untuk melambangkan jantung, hati, limpa, tulang rusuk, sumsum tulang belakang, usus, dll.

2.     Persembahan untuk nitu [roh] desa, seperti jantung babi, paru-paru, dll. Dengan cara ini, seorang"wanita muda" yang lengkap dipersembahkan untuk roh tersebut. Setiap keluarga mempersembahkan satu organ tertentu, yang sesuai dengan tempat setiap keluarga dalam skema klasifikasi.

3.     Pada sebuah pernikahan, orang tua pengantin perempuan juga melakukan pengorbanan manusia secara simbolis: gong untuk kepala, arak untuk darah, piring untuk perut, dan seterusnya.

 

Untuk menunjukkan lebih jauh bagaimana masing-masing kelompok ditentukan, perlu disebutkan bahwa banyak dari mereka memiliki posso [makanan terlarang], baik tumbuhan maupun hewan. Saya dikejutkan oleh fakta bahwa dari dua kelompok yang berseberangan, satu sering memiliki posso tumbuhan dan yang lainnya memiliki posso hewan.

Tanaman Posso

Pohon waru [Hibiscus Tiliaceus]                                             halu

Pisang holung mera                                                                       kula

Pohon lingoa [Pterocarpus Indica]                                          nala

Pohon waringin [Ficus Benjamina]                                         nunu

Pohon sagu                                                                                 pia

Pohon kanari                                                                                  ial

 

Binatang/Hewan posso

Buaya                                                                                           huwae

Gurita                                                                                               rita

Morea                                                                                              ruhu

Babi                                                                                                 hahu

Berbagai ikan                                                                          oa hessi

Burung “taong-taong”                                                            ala

 

Buaya memainkan peran penting, karena ia mewakili klan besar dengan cabang-cabang di banyak desa. Ini adalah beberapa nama upu [yaitu, uli, lihat hal. 102] yang menunjukkan negara yang dianggap sebagai tanah asal: Nahu [selatan]: Jawa dan pulau-pulau tetangga. Tuban [kota dan kabupaten di Jawa timur laut] memainkan peran penting di sana, seperti halnya Maspait [Majapahit, kerajaan Jawa abad ke-14], Kuripan daha [Koripan dan Daha, dua bagian dari wilayah Jawa abad pertengahan], dan mungkin banyak lainnya yang belum saya kenali sebagai orang Jawa.

§  Wakan : Banda, Selamun, Lantuka, dan lain-lain; sungguh mengherankan bahwa di sana, dan hanya di sini, soplanet atau sopalanite (yakni penyembah langit) menemukan tempatnya8

§  Moni   : Utara : Seram, Halmahera, Ternate, Tidore

§  Woni   : Timur : Papua

§  Ressi   : Kepulauan Sula

§  Wail    : Buru

§  Lain    : Kepulauan Goram

Setelah sampai pada akhir rincian ini, bolehkah saya diizinkan untuk menyampaikan ide yang telah saya bentuk [pikirkan] kepada masyarakat Ambon. Penasehat urusan kaum pribumic pernah sangat marah kepada saya karena saya berani menggolongkan orang Ambon ke dalam suku primitif dalam sebuah surat resmi. Maksud saya ini dalam arti yang sangat sederhana. Jika kita ambil dari apa yang kita bawa dari orang Ambon, maka yang kita miliki sekarang kurang dari seorang Alfoer, karena mereka telah “kehilangan” banyak dari apa yang dimilikinya sebagai seorang Alfoer. Tidak ada jejak arsitektur apa pun, seni menenun mereka sendiri telah hilang, mereka bahkan sebagian besar tidak pernah memilikinya; masih ada di desa-desa seperti misalnya Latuhulat, (totoe aroenĂŞ =kain) ; seni tari, menari, sangat kurang berkembang; pandai besi, paling banyak sedikit menempa besi kasar. Itulah sebabnya saya pikir saya punya hak untuk menyebut penduduk primitif, maksudnya, dalam konteks domestik; tapi menurutku mereka adalah orang-orang yang memiliki bakat hebat; Agar saya lebih mengerti, dalam uraian tentang apa yang ada pada bangsa ini, saya telah menamakannya demikian.

Valentijn berbicara tentang orang-orang ini demikian: “Mereka sering melakukan penyerbuan, pengintaian dari batu karang mereka yang terjal.” Demikianlah kehidupan mereka di masa muda yang liar, hari-hari penuh suka cita menanti masa perawan mereka, dan kenangan indah di masa tua mereka.... Dalam arti tertentu, mereka adalah orang-orang yang tidak beragama; sulit bagiku untuk mengungkapkan apa yang kumaksud, tetapi kalau aku tidak takut disalahpahami, aku akan mengatakan bahwa mereka tampak lebih materialistis daripada masyarakat barat yang lebih banyak tinggal di kepulauan ini; kata yang tepat mungkin adalah “lebih mentah”, yang juga mencakup “lebih kuat”, dalam arti yang baik “lebih acuh tak acuh”. Meskipun tidak sering, kita selalu menjumpai sesuatu yang sangat luhur pada masyarakat ini, dan kemudian dalam bentuk yang berbicara kepada kita dengan begitu lugas, saya hampir bisa mengatakan dalam bentuk yang lebih tenang daripada yang pernah saya temui di tempat lain.

Data Rotan Booi.

Saya telah mencoba untuk menyajikan legenda ini seharfiah mungkin. Cerita tentang figur ini dapat diikuti/dibaca di sini: [Lihat di atas, hal. 432].  

Saya mungkin keliru, tetapi saya selalu merasa bahwa dalam konteks ini, wajar saja jika hal-hal aneh seperti mataglap, latta, dsb. tidak terjadi di antara orang-orang ini, begitu pula maloezijn yang sesungguhnya, dsb. Akan tetapi, terjadi pertikaian dan penghinaan di Yordania serta penyelesaian perseteruan yang tidak berdarah, setidaknya tanpa senjata. Dalam semua hal ini dan masih banyak lagi, Alfur jauh, jauh lebih, saya hampir katakan, bersifat barat, dan lebih seperti kita, dibanding tetangga baratnya. Pertama kali kami pergi dari Ambon ke Makassar, kami merasa seperti berada di Hindia Belanda, dan benar-benar di Jawa. Kali kedua, baik saya maupun istrid merasakan perasaan ini bahkan lebih kuat. Saya yakin semua orang pernah merasakan hal ini sampai taraf tertentu. Valentijn sudah menulis sesuatu seperti ini. Saya yakin bahwa pada tahun 1615 Pendeta Wiltense sudah merasakan hal yang sama ketika ia menulis: “Bangsa Ambon bukanlah bangsa yang baik-baik, melainkan bangsa petani, tidak cerdas, tidak cakap, tidak sebanding dengan bangsa Melayu, Jepang, Maluku, Banda; juga lagi-lagi sangat jahat dan archistik, bejat dan keji seperti itu”f.

Akhirnya, asumsi yang lebih berani bahwa orang-orang ini telah benar-benar membangun pandangan dunia yang sepenuhnya menyeluruh. Orang-orang ini melihat segala sesuatu sebagai diri mereka sendiri, sebagai kemanusiaan. Secara keseluruhan mereka melihat segala sesuatu sebagai feminin dan maskulin, dan dari sini segala sesuatu kembali bermula, secara kekal menghasilkan dan melahirkan. Di atas semua ini berdiri kesatuan keberadaan yang misterius. Jadi semuanya awalnya berasal dari oeli tëroe

Atas fondasi ini segala sesuatunya didirikan dan dibangun secara logis. Betapapun saya ingin memverifikasi refleksi ini dengan data yang telah saya temukan, akan memakan waktu terlalu lama dan mungkin diserahkan kepada spekulasi lain, seandainya seseorang punya waktu atau kesempatan untuk mengunjungi dan menyelidiki sendiri pulau-pulau surgawi ini secara menyeluruh. Sesuatu yang saya yakin akan mendatangkan kepada siapa pun salah satu periode paling bahagia dalam hidup mereka, sebagaimana Ambon “menyajikan” kepada saya dan keluarga saya. Ambon adalah pulau yang segera menuntut seluruh hati seseorang.

 

[Akhirnya saya ingin menarik kesimpulan yang berani bahwa orang-orang ini sebenarnya telah membangun sebuah filosofi hidup yang lengkap. Mereka memandang segala sesuatu dalam konteks diri mereka sendiri, sebagai manusia, laki-laki atau perempuan, yang terus-menerus berkembang biak dan melahirkan anak. Jauh di atas sana terdapat sebuah unit keberadaan yang misterius, uli teru, tempat segala sesuatu bermula: Gambar Seluruh filosofi mereka didasarkan dan dibangun secara logis berdasarkan prinsip ini9]g

===== selesai ====

 

Catatan kaki

5.    [makna mayala tidak diketahui]

6.    [Arti diagram ini adalah sebagai berikut. Jansen mulai dengan membuat perbedaan antara arah laut dan arah darat seperti pada diagram di hlm. 110. Ewang atau tanah ewang adalah bagian dari tanah komunal desa yang belum digarap. Tanah ini berada di pedalaman, berbeda dengan tanah desa yang digarap yang membentang ke arah "laut". Menurut Jansen, lima desa Pellan [Pelau], Holahu [Hulaliu], Bohomoni [Rohomoni], Kaelolo dan Kabano [Kabau] juga dikonseptualisasikan membentang antara pedalaman dan pesisir]

7.    [Makna putu eta ewang tidak jelas; ewang adalah tanah yang tidak digarap, selalu dalam situasi daratan; [lihat catatan kaki nomor 6]

8.    [Makna kalimat ini tidak jelas, juga dalam bahasa Belanda aslinya]

9.    [Halaman terakhir di mana penulis berspekulasi apakah orang Ambon harus disebut “primitif” atau tidak, tidak diterjemahkan karena dianggap tidak relevan dengan volume ini]

 

Catatan Tambahan

a.      Kata mayala, mungkin korupsi dari kata “manyala” atau “menyala” yang terucap dalam percakapan orang Ambon. Kata “menyala” atau “manyala” juga digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang “terang”, “jelas”, atau “bisa terlihat”, yang maknanya sama dengan kaum / orang “putih” yang secara fisik atau warna kulit adalah “terang”, “jelas” dibandingkan orang Ambon yang berkulit”hitam, gelap”.

b.      Aroha adalah upacara keluarga (soa) untuk memperingati roh-roh leluhur dan dilakukan bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad. Menurut Dieter Bartels, Aroha di Hatuhaha disebut juga “manian” atau “penrayaan gaharu”

§  Dieter Bartels, The Evolution of God in the Spice Islands : The Converging and Diverging of Protestant Christianity and Islam in the Colonial and Post-Colonial Periods, catatan kaki nomor 17.

c.      Penasehat urusan kaum pribumi atau adviseur inlandsche zaken di masa H.J. Jansen bertugas di Ambon (1919-1929) adalah G.A. Hazeu [28 April 1916 – 19 Mei 1920], R.A. Kern [19 Mei 1920 – 14 April 1926] dan E. GobĂ©e [14 April 1926 – 1937]. Sayangnya, kami belum menemukan arsip surat resmi dari H.J. Jansen yang membuat ia “dimarahi” oleh penasehat urusan kaum pribumi, sehingga kami juga belum mengetahui identitas penasehat yang dimaksud.

d.      Istri dari Hermen Jan Jansen bernama Anna van Brouwer, lahir pada 9 Mei 1894 dan meninggal pada 19 Februari 1954 di Utrecht.

e.      Pdt Casparus Wiltens, bertugas di Ambon pada periode 1614 – 1617, 1618 – 8 Januari 1619.

f.       Kalimat dari Pdt Wiltens ini ditulis dalam suratnya kepada Klasis Amsterdam, tertanggal Ambon, 31 Mei 1615

g.      Paragraf yang kami batasi dengan menggunakan simbol […………] ini bukanlah catatan/tulisan dari H.J. Jansen. Ini merupakan “kesimpulan” dari penerjemah/editor terhadap 2 halaman terakhir catatan/tulisan H.J. Jansen yang dimuat dalam adatrechtbundels, dimana editor secara eksplisit menyampaikan bahwa 2 halaman terakhir tersebut adalah spekulasi dari H.J. Jansen apakah orang Ambon harus disebut “primitif” atau tidak. Kami telah menerjemahkan bagian yang tidak diterjemahkan dan dimuat dalam versi Inggris itu, dan menempatkan hasil terjemahan sebelum paragraf yang ditandai dengan simbol […………] di atas.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar